Disusun oleh :
KELOMPOK 1
Teguh Prakoso Tri H.
(1250903000111041)
Yasmin Saniyyah
(125090300111037)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Tujuan Percobaan
Setelah menyelesaikan percobaan ini pesera praktikum Fisika Dasar diharapkan
dapat memahami konsep dari gerak jatuh bebas, mengukur waktu benda yang jatuh bebas
sebagai fungsi dari jarak dan menentukan percepatan gravitasi bumi di tempat percobaan
dengan metode gerak jatuh bebas.
1.2. Dasar Teori
Contoh gerak dengan percepatan (hampir) konstan yang sering dijumpa adalah gerak
benda yang jatuh ke bumi. Bila tidak ada gesekan udara, ternyata semu benda yang jatuh
pada tempat yang sama, tidak bergantung pada ukuran, berat maupun susunan benda, dan
jika jarak yang ditempuh selama jatuh tidak terlalu besar, maka percepatannya dapat
dianggap kostan selama jatuh. Gerak ideal ini, yang mengabaikan gesekan udara dan
perubahan kecil percepatan terhadap ketinggian, disebut gerak jatuh bebas. Percepatan
yang dialami benda jatuh bebas disebut percepatan yang disebabkan oleh gravitasi dan
diberi simbol g. Di dekat permukaan bumi, besarnya kira-kira 32 kaki/s2 atau 9,8 m/s2
atau 980 cm/s2, dan berarah ke bawah meuju pusat bumi(Halliday,1985).
Satu dari contoh yang paling umum mengenai gerak lurus berubah beraturan adalah
benda yang dibiarkan jatuh bebas dengan jarak yang tidak jauh dari permukaan tanah.
Kenyataan bahwa benda yang jatuh mengalmi percepatan mungkin pertama kali tidak
begitu terlihat. Dan hati hati dengan pemikiran yang dipercayai banyak orang sampai
masa Galileo, bahwa benda yang lebih berat jatuh lebih cepat dari beda yang lebih ringan
dan bahwa laju jatuhnya benda tersebut sebanding dengan berat benda itu. Semua benda
akan jatuh dengan percepatan konstan yang sama jika tidak ada udara atau hambatan
lainnya. Sebuah benda yang jatuh dari keadaan diam, jarak yang ditempuh akan
sebanding dengankuadrat waktu yaitu, d t2. Kita dapat melihat halini dari persamaan,
tetapi Galileo adalah orang pertama yang menurunkan hubungan matematis ini. Pada
kenyataannya, di antara sumbangan-sumbangan Galileo yang hebat untuk sains adalah
enetuan hubungan-hubungan matematis seperti itu, dan penekanan kepentingannya.
Sumbangan besar lainnya dari Galileo adalah pengajuan teori dengan hasil-hasil
eksperimen yang speifik yang bisa diperiksa secara kuantitatif (seperti d t2). Untuk
mempekuat penegasannya bahwa laju benda yang jatuh bertambah ketika benda itu jatuh,
Galileo menggunakan argumen yang cerdik: sebuah batu berat yang dijatuhkan dari
ketinggian 2 m akan memukul sebuah tiang pancang lebih dalam ke tanah dibandinkan
dengan batu yang sama tetpi dijatuhkan dari ketinggian 0,2 m. Jelas, batu tersebut
bergerak lebih cepat pada keadaan yang pertama. Seperti kita lihat, Galileo juga
menegaskan bahwa semua benda, berat atau ringan, jatuh dengan percepatan yang sama,
paling tidak jika tidak ada udara. Jika anda memegang selembar kertas secara horisontal
pada satu tangan dan sebuah benda lain yang lbih beratkatakanlah, sebuah bola
baseball, di tangan yang lain dan melepaskan kertas dan bola tersebut pada saat yang
sama, benda yang lebih berat akan lebih dulu mencapai tanah. Tetapi jika annda
mengulang percobaan ini, kali ini dengan membentuk kertas menjadi gumpalan kecil.
Anda akan melihat bahwa kedua benda tersebut mencapai lantai pada saat yang hampir
sama. Galileo yakin bahwa udara berperan sebaga hambatan untuk benda yang sangat
ringan yang memiliki permukaan yang luas. Tetapi pada banyak keadaan biasa, hambatan
udara ini bisa diabaikan. Pada suatu ruang dimana udara tekah dihisap, maka benda
ringan seperti bulu atau selembar kertas yang dipegang horisontal pun akan jatuh dengan
percepatan yang sama seperti benda yang lain. Demonstrasi pada ruang hampa udara
seperti ini tdak ada pada masa Galileo, yang membuat keberhasilan Galileo lebih hebat
lagi. Galileo sering disebut bapak sains modern, tidak hanya disebabkan isi dari sainsnya
(penemuan astronomik, inersia, jatuh bebas), tetapi juga gaya atau pendekatannya
terhadap sains (idealisasi dan penyederhanaan, matematisasi teori, teori yang memiliki
hasil yang dapat diuji, eksperimen untuk menguji ramalan teoritis). Subangan Galileo
yang spesifk terhadap pemahaman kita mengenai gerak jatuh bebas dapat di rangkum
sebagai berikut: pada suatu lokasi tertentu di bumi dan dengn tdk danya hambatan udara,
semua benda jath dengan percepatan konstan yang sama. Kita menyebut percepatan ini
percepatan yang disebabkan oleh gravitasi ada bumi, dan memberinya simbo g, besarnya
kira-kira 9,80 m/s2. Dalam satuan inggris g kira-kira 32 ft/s2. Laju sebuah benda yang
jatuh di udara (atau fluida lainnya) tidak bertambah secara tak tentu. Jika benda tersebut
jatuh cukup jauh, ia akan mencapai kecepatan maksimum yang disebut kecepatan
terminal. Percepatan yang dissebabkan oleh gravitasi adalah sebuah vektor (sebagaimana
juga percepatan lainnya), dan arahnya ke bawah menuju pusat bumi (Giancoli,1999).
Contoh paling umum dari gerak dengan percepatan kostan adalah gerak jatuh bebas
atau benda jatuh bebas ke bumi. Dalam kondisi tidak ada gesekan udara yang ditemukan
pada semua sisi benda, anpa memperhatikan ukuran atau berat mereka, jatuh paa
percepatan yang sama pada titik yang sama pada permukaan bumi, dan jika jarak yang
ditempuh selama jatuh tidakterlalu besar, maka percepatan benda tersebut dapat dianggap
kostan selama jatuh. Gerk ideal ini disebut dengan jatuh bebas. Percepatan yang dialami
benda jatuh bebas disebut percepatan yang disebabkan oleh gravitasi dan diberi simbol g.
Di dekat bumi, besarnya kira-kira 32 kaki/s2 atau 9,8 m/s2 atau 980 cm/s2, dan berarah ke
bawah meuju pusat bumi(Sears,1962).
Contoh paling umum dari gerak dengan percepatan kostan adalah gerak jatuh bebas
atau benda jatuh bebas ke bumi. Dalam kondisi tidak ada gesekan udara yang ditemukan
pada semua sisi benda, anpa memperhatikan ukuran atau berat mereka, jatuh paa
percepatan yang sama pada titik yang sama pada permukaan bumi, dan jika jarak yang
ditempuh selama jatuh tidakterlalu besar, maka percepatan benda tersebut dapat dianggap
kostan selama jatuh. Gerk ideal ini disebut dengan jatuh bebas. Percepatan yang dialami
benda jatuh bebas disebut percepatan yang disebabkan oleh gravitasi dan diberi simbol g.
Di dekat permukaan bumi, besarnya kira-kira 32 kaki/s2 atau 9,8 m/s2 atau 980 cm/s2, dan
berarah ke bawah meuju pusat bumi. Pada umumnya orang menganggap gravitasi sama
dengan gaya gravitasi, itu salah. Gravitasi adalah fenimena, dan gaya gravitasi berarti
gaya yang menarik benda ke bumi, ataulebih dikenal berat pada benda tersebut, simbol g
mewakii ercepatan yang diakibatkan oleh gaya yang ditibulkan oleh fenomena gravitasi
(Richards,1960).
Kita dapat mengaplikasikan ide ini karena sebuah penelitian yang penting yang dibut
oleh Galileo. Dia menemukan setelah banyak melakukan eksperimen, dimana semua
benda dekat bumi jatuh ke bumi dengan percepatan yang sama. Percepatan ini, 32 kaki/s 2
di Inggris dan 9,8 m/s2 di sistem matrik. Ini disebut dengan percepatan gravitasi dan
disimbolkan g (Beiser,1964).
BAB II
MEODOLOGI
2.1. Peralatan
Alat-alat yang dipergunakan dalam perobaan ini adalah satu set instrumen penjatuh
benda, dua buah bola besi atau baja, satu buah pencatat waktu, satu buah skala vertikal,
satu buah sumber tegangan DC, kabel penghubung secukupnya dan skalar morse.
2.3. Gambar
2.3.1. Susunan alat percobaan gerak jatuh bebas
BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN
S (cm)
(ms)
t(ms)
t1
t2
t3
t4
t5
t6
t7
1.
10
149
147
143
145
141
143
148
145,14
2.
15
174
179
176
179
176
182
173
177
3.
20
195
196
196
197
199
198
199
197,14
4.
25
224
212
225
230
225
230
230
225,14
5.
30
250
247
254
251
250
249
252
250,43
3.1.2 Bola 2
m=16,2gram=0,0162kg
No.
S (cm)
(ms)
t(ms)
t1
t2
t3
t4
t5
t6
t7
1.
10
141
145
139
150
141
147
135
142,57
2.
15
181
179
176
180
178
183
177
179,14
3.
20
212
212
205
244
202
206
209
212,86
4.
25
233
238
234
232
235
236
233
234,43
5.
30
251
241
241
248
248
252
248
248,71
3.2. Perhitungan
3.2.1 Bola 1
No.
S (m)
t(ms)
(s)
(s)
2
g(m/s2)
|g- |2
V(m/s2)
|v- 2|
1.
0,10
0,145
0,021
9,524
0,062
0,69
0,0802
2.
0,15
0,177
0,031
9,677
0,009
0,85
0,0152
3.
0,20
0,197
0,039
10,256
0,234
1,015
0,0017
4.
0,25
0,225
0,051
9,803
0,00096 1,111
0,019
5.
0,30
0,250
0,0625
9,6
0,296
0,0514
48,86
0,60196 4,886
g2=
= 10,256
g3=
= 9,677
g4=
2
= 9,803m/s
g5=
2
= 9,6m/s
Krg =
0,1675
2
= 9,524 m/s
g1=
1,2
m/s2
= 9,772
x 100 % =
m/s2
m/s2
x 100%
= 1,78%
= 0,1735 m/s2
Krv =
= 0,9732
m/s2
x 100 % =
m/s2
= 9,722
x 100%
= 0,091515 m/s2
= 9,4 %
m/s2
= 0,9372
3.2.2 Bola 2
No.
S (m)
t(ms)
(s)
(s)
2
g(m/s2)
|g- |2
V(m/s2)
|v- 2|
1.
0,10
0,143
0,020
10
0,35236 0,699
0,063
2.
0,15
0,179
0,032
9,375
0,0096
0,838
0,012
3.
0,20
0,213
0,045
8,889
0,26729 0,939
0,011
4.
0,25
0,234
0,055
9,091
0,09923 1,068
0,014
5.
0,30
0,249
0,062
9,677
0,07344 1,205
0,065
47,032
0,79328 4,794
0,163
Krg =
= 9,406
m/s2
x 100 % =
x 100%
= 9,406
= 0,1991582 m/s2
= 2,1 %
m/s2
Krv =
= 0,9498
m/s2
x 100 % =
x 100%
= 0,9498
= 0,0902774 m/s2
= 9,5 %
m/s2
3.4. Pembahasan
3.4.1. Analisa Prosedur
Pada percobaan ini menggunakan alat-alat yang dirangkai menjadi satu rangkaian
untuk menjalankan satu sistem dalam percobaan dan masing-masing alat mempunyai
fungsi-fungsi tersendiri yang diperlukan dalam proses percobaan. Pada percobaan ni
menggunakan sat set instrumen penjatuh benda dan dalam instrumen ini terdapat tiang
penyangga yang berfungsi untuk menyangga magnet penahan agar tepat diatas plat kontak
dan juga untuk megatur ketinggian magnet penahan. Terdapat juga sebuah magnet penahan
yang berfungsi untuk menahan dan kemudian menjatuhkan bola besi. Dalam percobaan ini
juga digunakan sebuh skala vertikal yang berfungsi untuk mengatur jarak antara megnet
dengan plat kontak.dalam percoban ini juga digunakan sebuah sumber tegangan DC yang
digunakan untuk mengalirkan arus listrik sehingga magnet bisa menarik atau menahan bol
besi. Dalam percobaan ini digunakan sebuah alat pengukur waktu yang berfungsi untuk
mengukur waktu tempuh jatuhnya bola dari magnet penyangga ke plat kontak. Dalam
percbaan ini juga digunakan beberapa kabel penghubung yang digunakan untuk
menghubungkan perangkat satu dengan perangkat lainnya. Dalam percobaan ini juga
dibutuhkan dua buah boa besi yang digunakan benda yang dijatuhkan dan di ukur
waktunya. Dan dalam percobaan ini juga digunakan kertas seukuran perangko yang
diletakkan diantara bola besi dan magnet yang gunanya agar bola besi langsung jatuh
seketika saat skalar morse ditekan dengan cepat.
3.4.1.2. Fungsi Perlakuan
Pada percobaan ini pertama alat-alat harus dipersiapkan terlebih dahulu. Kemudian
alat-alat tersebut dirangkai seperti pada gambar agar tidak terjadi kesalahan alat atau alat
tersebut dapat dengan mudah menjalankan fungsinya tanpa ada gangguan. Kemudian,
sumber tegangan dihidupkan kare percobaan ini membutuhkan arus listrik untuk
memberikan gaya tarik pada magnet penahan. Kemudia bola besi satu diletakkan pada
magnet dan diantaranya diletakkan sebuah keras seukuran perangko. Gunanya agar tidak
terjadi kesalahan pada magnet dan saat skalar morse ditekan magnet langsung kehilangan
gaya tariknya dan bola besi langsung jatuh. Pada saat menempekan bola besi, arus listrik
diatur sehingga bola dapat menempel dengan kuat dan tidak terdengar suara dengungan.
Kemudian, plat kontak dan magnet penahan diatur agar lurus vertikal agar bola besi yang
jatuh dari magnet penahan jatuh tepat pada plat kontak sehingga waktu dapat terbaca
dengan baik. Kemudian, alat pencacah waktu dihidupkan dan resolusnya diatur hingga 1
ms sehingga didapatkan ketelitian pengukuran waktu yang tinggi. Stelah semua alat
disiapkan, dan telah dihubungkan satu sama ain dengan kabel penghubung, bola
ditempelkan dan skalar morse ditekn dengan cepat. Ditekan dengan cepat agar ketika bola
jatuh, seketika itu wktu mulai diukur, jika menekannya lama maka ketika tangan dilepas
dari skalar morse itu adalah saat dimulaiya mengukur waktu bukan saat bola tepat jatuh.
Untuk setiap bola, dijatuhkan dari lima variasi jarak, dan untuk setiap variasi jarak,
dilakukan tujuh kali pengukuran waktu. Hal ini ditujukan agar diperoleh variasi data yang
kemudian ditujukan untuk mecari seberapa besar tingkat kesalahan pada percbaan tersebut
dan untuk membandingkan gravitasi pada setiap jarak pada percobaan ini.
biasanya terjadi setiap hari, seperti buah jatuh dan lain sebagainya. Pada intinya semua
benda yang jatuh vertikal tanpa mempunyai kecapatan awal adalah benda yang bergerak
jatuh bebas. Pada percobaan ini digunakan arus DC atau arus searah dikarenakan arus DC
mengalirkan elektron dari suatu titik yang energi potensialnya tinggi ke titik lain yang energi
potensialnya rendah. Dan juga pada percobaan ini hany membutuhkan arus listrik yang kecil
dan jika menggunakan arus AC atau arus bolak balik maka akan terjadi kesalahan pada
pecobaan ini. Sehngga dalam percobaan ini arus serah lebih simpel dari arus bolak balik
karena arus searah lebih mudah untuk mengontrolnya (memutus arusnya lebih mudah)
sehingga lebih efisien digunakan dalam percobaan ini dibanding arus AC. Pada percobaan
ini beberapa kesalahan yang mungkin terjadi adalah pertama kesalahan pembacaan waktu
oleh pencacah waktu, kedua karena proses pemencetan skalar morse yang tidak benar atau
tidak cepat dalam memencetnya, ketiga kesalahan kerena bola tidak jatuh tepat pada plat
kontak. Setiap kesalahan tersebut dapat merubah hasil pada percobaan ini.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa berat dari suatu benda tidak berpengaruh
pada proses gerak jatuh bebas tersebut. Setiap benda yang jatuh bebas mengalami
percepatann yang sama. Semakin jauh jarak tempuh bola maka semakin besar kecepatan
benda saat di titik akhir atau titik yag paling bawah. Semakin lama waktu tempuh bend
maka semakin cepat kecepatan benda saat berada di titik akhir dan semakin jauh jarak
tempuh benda. Gerak jatuh bebas selalu diawali dengan benda yang diam. Gravitasi bumi
memiliki simbol g dan satuan m/s2 jadi untuk mencari nilainya dapat dilakukan dengan
membagi jarak dengan waktu tempuh yang dikuadratkan.
4.2. Saran
Dalam melakukan percobaan ini, sebaiknya sebelum melakukan percobaan ini peserta
praktikum dwjibkan membaca langkah-langkah percobaan terlebih dahulu agar mengerti
semua yang harus dilakukan dalam percobaan. Kemudian, dalam pemencetan skalar morse
harus cepat agar pngukur waktu bisa membaca waktu dengan tepat. Para peserta praktikum
diharapkan mendengarkan dan mematuhi petunjuk dari asisten praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Beiser, Arthur. 1964. The Foundation of Physics. Addison-wesley publishing
company,inc: London.
Gincoli, Douglas C. 1999. Fisika. Erlangga: Jakarta.
Halliday, David. Robert R. 1985.Fisika. Erlangga: Jakarta.
Richards, James A. Dkk.1960.Modern University Physics. Addison-wesley publishing
company, inc: London.
Sears, Francis Weston.1962.Mechanics, Heat, and Sound. Addison-wesley publishing
company,inc: London.
(125090300111003)
Choirun Nisa
(125090300111001)
(125090300111002)
(125090300111039)
Sri Handayani
(125090300111040)
Yuni Susiati
(125090300111038)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Tujuan Percobaan
Setelah melaksanakan praktikum ini, peserta praktikum diharapkan mampu
memahami dan menjelaskan konsep momentum linear dan mampu membuktikan hukum
kekekalan momentum pada peristiwa tumbukan serta mengaplikasikannya untuk
memecahkan fenomena yang bersifat fisis.
Pada tumbukan elastis, energi kinetik total di dalam suatu sistem sama sebelum
maupun sesudah tumbukan. Dalam tumbukan tidak elastis, tumbukan mengubah energi
kinetik dalam sistem tertutup, sehingga energi kinetiknya tidak tetap (Holzner,1992).
Dibandingkan dengan gaya impuls yang relatif besar, gaya eksternal gravitasi dapat
diabaikan dalam penentuan perubahan gerak, semakin pendek waktu tumbukannya,
hasilnya semakin mendekati nilai sebenarnya (Halliday,1978).
Sebuah bola yang bersifat elastis sebagian, apabila dijatuhkan dari ketinggian h1
dengan kecepatan v1 akibat energi potensial gravitasi akan memantul kembali dengan
ketinggian h2 dengan kecepatan v2, dimana perbandingan tingginya sama dengan kuadrat
dari perbandingan kecepatannya (Sears,1962).
Rasio antara kecepatan relatif antara posisi awal dengan posisi berikutnya dalam
suatu tumbukan elastic sebagian dinamakan koefisien restitusi. Jika koefisien restitusinya
bernilai 1 restitusinya antara 0 dan 1 maka disebut tumbukan elastis tidak sempurna dan
jika koefisien restitusinya bernilai 0, maka disebut tumbukan tidak elastik (Beiser,1992).
BAB II
METODOLOGI
2.1. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini, antara lain seperangkat rel udara,
pencacah waktu, garpu penghalang cahaya, kabel dan sumber tegangan.
2.2. Tatalaksana Percobaan
Pada percobaan ini, pertama disusun trak udara, kereta luncur dan counter sesuai
dengan sistem pada gambar 2.1. Lalu kedua papan luncur dilengkapi dengan beban
tambahan 100 gram dan penahan (a) serta pegas (b) seperti pada gambar 2.2. Kemudian
diselipkan empat lempeng interrupter (c) pada tiap papan luncur. Kemudian dikumpulkan
kebagian tengah sehingga dibentuk susunan lempeng rapat selebar S = 2cm. Setelah itu,
diletakkan papan luncur ke rel. Kedua, dihidupkan blower dan rel diatur supaya datar
dengan diubah sekrup pengatur ketinggian. Jika sudah benar, maka papan akan tetap
diam ketika ditempatkan direl. Selanjutnya dihubungkan kabel-kabel penghubung seperti
gambar 2.1. Lalu diatur pencacah pada angka nol dengan tombol reset. Posisi penghalang
cahaya seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.2.
Percobaan dengan massa sama ( m1= m2 , v2 = 0 ). Pertama, diletakkan papan
luncur 1 pada posisi awal dari rel dan papan luncur 2 dalan keadan diam, diletakkan
diantara kedua penghalan cahaya. Diatur kedua pencacah pada posisi nol. Didorong
papan luncur 1, dicatat waktu yang ditunjukkan oleh pencacah untuk masing-masing
papan luncur. Dicatat t1 sebagai t1 dan t2 sebagai t2. Diulang untuk beberapa kecepatan
awal yang berbeda.
Percobaan dengan massa yang berbeda ( m1 m2 , v2 = 0 ). Pertama, dilakukan
percobaan seperti pada uraian untuk massa yang sama. Setiap kali dilakukan pengukuran,
diubah massa papan luncur dengan ditambahkan beban yang sesuai. Jika papan luncur 1
berbalik arah setelah tumbukan ( m1 < m2 ), direset pencacah (1) pada posisi nol secepat
mungkin setelah dicatat t1 agar t1 dapat diukur oleh penghalang pertama. Jika papan
luncur 1 terus maju setelah tumbukan ( m1 > m2 ), direset pencacah (2) secepat mungkin,
setelah dicatat t2 agar t1 dapat diukur oleh penghalang kedua.
2.3 Gambar
Gambar 2.2 Beban luncur ; (a) Plat penahan tumbukan, (b) per, (c) lapisan peluncur,
(d) pemberat tambahan.
BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN
3.1
0,011
0,024
0,015
0,017
0,015
0,016
0,015
0,016
0,013
0,014
t1 (s)
t1 (s)
t2 (s)
0,1
0,2
0,009
0,040
0,013
0,1
0,2
0,010
0,045
0,013
0,1
0,2
0,009
0,040
0,013
0,1
0,2
0,009
0,043
0,013
0,1
0,2
0,010
0,047
0,014
t2 (s)
t2 (s)
t1 (s)
t1 (s)
0,013
0,027
0,011
0,038
0,013
0,038
0,020
0,047
0,014
0,024
0,030
0,032
3.2. Perhitungan
3.2.1. Percobaan Pertama
S = 0,02 m
m1 = m2 = 0,1 kg
v2 = 0 m/s
No. v1 (m/s) v2 (m/s) P1 (kg. m/s) P2 (kg. m/s) Ek1 (J) Ek2 (J)
1
1,818
0,833
0,182
0,083
0,165
0,035
1,333
1,176
0,133
0,118
0,089
0,069
1,333
1,250
0,133
0,125
0,089
0,078
1,333
1,250
0,133
0,125
0,089
0,078
1,538
1,429
0,154
0,143
0,102
0,118
7,355
5,938
0,736
0,594
0,534
0,378
1,471
1,188
0,147
0,119
0,107
0,076
1. v1 =
Ek1 = m1v12 =
= 1,818 m/s
10-1 (1,333)2 J
= 0,089 J
v2 =
= 0,833 m/s
Ek2 = m2v22 =
P1 = m1 v1 = 10-1.1,818 kg m/s
= 0,182 kg m/s
P2 = m2 v2 = 10-1.0,833 kg m/s
= 0,083
-1
Ek1 = m1v1 =
10 (1,818) J
= 1,333 m/s
= 1,250 m/s
P1 = m1 v1 = 10-1.1,333 kg m/s
= 0,133 kg m/s
m2v22 =
-1
10 (0,833) J
= 0,035 J
2. v1 =
3. v1 =
= 0,165 J
Ek2 =
= 0,069 J
v2 =
2
10-1 (1,176)2 J
P2 = m2 v2 = 10-1.1,250 kg m/s
= 0,125 kg m/s
= 1,333 m/s
Ek1 = m1v12 =
10-1 (1,333)2 J
= 0,089 J
v2 =
= 0,176 m/s
Ek2 = m2v22 =
P1 = m1 v1 = 10-1.1,333 kg m/s
= 0,133 kg m/s
P2 = m2 v2 = 10-1.1,176 kg m/s
= 0,118 kg m/s
10-1 (0,250)2 J
= 0,078 J
4. v1 =
v2 =
=
=
= 1,333 m/s
= 1,250 m/s
P1 = m1 v1 = 10-1.1,333 kg m/s
= 0,118 J
= 0,133 kg m/s
Ek2 = m2v22 =
P2 = m2 v2 = 10-1.1,250 kg m/s
= 0,125 kg m/s
2
= 0,102 J
Hukum Kekekalan Momentum
-1
Ek1 = m1v1 =
10 (1,333) J
+ = +
= 0,089 J
Ek2 =
m2v22 =
-1
v2 =
10 (0,250) J
= 0,078 J
5. v1 =
0,147 0,119
=
= 1,538 m/s
P1 = m1 v1 = 10-1.1,538 kg m/s
=
1,471 0,188
= 1,429 m/s
= 0,154 kg m/s
P2 = m2 v2 = 10-1.1,429 kg m/s
E = E
= 0,143 kg m/s
Ek1 = m1v12 =
10-1 (0,143)2 J
10-1 (1,538)2 J
0,107 0,076
S = 0,02 m
m1 = 0,1 kg
m2 = 0,2 kg
v2 = 0 m/s
No v1(m/s) v1(m/s) v2(m/s) P1(kg. m/s) P1(kg. m/s) P2(kg. m/s) Ek1(J) Ek1(J) Ek2(J)
1
2
2,222
2,000
0,500
0,444
1,538
1,538
0,222
0,200
0,050
0,044
0,308
0,308
2,222
0,500
1,538
0,222
0,050
0,308
2,222
0,465
1,538
0,222
0,047
0,308
2,000
0,426
1,429
0,200
0,043
0,286
10,666 2,335
7,581
1,066
0,234
1,518
1,516
0,213
0,047
0,304
2,133
0,467
1. v1 =
Ek2 = m2v22 =
= 2,222 m/s
2.10-1 (1,538)2 J
= 0,237 J
v1 =
v2 =
= 0,500 m/s
3. v1 =
= 1,538 m/s
P1 = m1 v1 = 10-1.2,222 kg m/s
= 0,222 kg m/s
P1 = m1 v1 = 10-1.0,500 kg m/s
= 0,050 kg m/s
= 0,308 kg m/s
2
v2 =
10 (2,222) J
= 0,247 J
= 1,538 m/s
P1 = m1 v1 = 10-1.2,222 kg m/s
P1 = m1 v1 = 10-1.0,500 kg m/s
P2 = m2 v2 = 2.10-1.1,538 kg m/s
= 0,308 kg m/s
Ek1 = m1v12 =
10-1 (0,500)2 J
Ek1 = m1v12 =
= 0,013 J
10-1 (2,222)2 J
= 0,247 J
Ek2 = m2v22 =
2.10-1 (1,538)2 J
Ek1 = m1v12 =
= 0,237 J
=
= 0,500 m/s
= 0,050 kg m/s
-1
Ek1 = m1v1 =
v1 =
= 0,222 kg m/s
P2 = m2 v2 = 2.10-1.1,538 kg m/s
2. v1 =
= 2,222 m/s
10-1 (0,500)2 J
= 0,013 J
Ek2 = m2v22 =
= 2,000 m/s
2.10-1 (1,538)2 J
= 0,237 J
v1 =
= 0,444 m/s
v2 =
= 1,538 m/s
P1 = m1 v1 = 10-1.2 kg m/s
= 0,200 kg m/s
P1 = m1 v1 = 10-1.0,444 kg m/s
= 0,044 kg m/s
P2 = m2 v2 = 2.10 .1,538 kg m/s
= 0,308 kg m/s
Ek1 = m1v1 =
= 0,010 J
= 2,222 m/s
v1 =
= 0,465 m/s
v2 =
= 1,538 m/s
P1 = m1 v1 = 10-1.2,222 kg m/s
P1 = m1 v1 = 10-1.0,465 kg m/s
= 0,047 kg m/s
-1
10 (2,000) J
= 0,200 J
Ek1 = m1v12 =
= 0,222 kg m/s
-1
4. v1 =
P2 = m2 v2 = 2.10-1.1,538 kg m/s
= 0,308 kg m/s
10-1 (0,444)2 J
Ek1 = m1v12 =
= 0,247 J
10-1 (2,222)2 J
Ek1 = m1v12 =
10-1 (0,465)2 J
= 0,011 J
2.10-1 (1,538)2 J
= 0,237 J
=
10-1 (2,000)2 J
= 0,200 J
Ek2 = m2v22 =
5. v1 =
Ek1 = m1v12 =
Ek1 = m1v12 =
10-1 (0,426)2 J
= 0,009 J
Ek2 = m2v22 =
= 2,000 m/s
2.10-1 (1,429)2 J
= 0,204 J
v1 =
= 0,426 m/s
v2 =
= 1,429 m/s
P1 = m1 v1 = 10-1.2 kg m/s
= 0,200 kg m/s
0,213 0,351
P1 = m1 v1 = 10-1.0,426 kg m/s
= 0,043 kg m/s
P2 = m2 v2 = 2.10-1.1,429 kg m/s
= 0,286 kg m/s
0,228 0,170
3.2.3. Percobaan Kedua
S = 0,02 m
m1 = m2 = 0,2 kg
No v1(m/s) v2(m/s) v1(m/s) v2(m/s)
1
2
0,526
0,426
0,625
1,577
0,526
1. v1 =
= 1,538 m/s
= 0,308 kg m/s
P2 = m2 v2 = 2.10-1.1,818 kg m/s
v2 =
= 1,818 m/s
= 0,364 kg m/s
P1 = m1 v1 = 2.10-1.0,741 kg m/s
v1 =
= 0,741 m/s
v2 =
= 0,526 m/s
P1 = m1 v1 = 2.10-1.1,538 kg m/s
= 0,148 kg m/s
P2 = m2 v2 = 2.10-1.0,526 kg m/s
= 0,105 kg m/s
Ek1 = m1v12 =
2.10-1 (1,538)2 J
3. v1 =
= 1,429m/s
2.10-1 (1,818)2 J
v2 =
= 0,667 m/s
= 0,237 J
Ek2 = m2v22 =
= 0,331 J
Ek1 = m1v12 =
2.10-1 (0,741)2 J
= 0,055 J
2.10-1 (0,526)2 J
= 0,833 m/s
v2 =
= 0,625 m/s
= 0,286 kg m/s
P2 = m2 v2 = 2.10-1.0,667 kg m/s
= 0,028 J
=
P1 = m1 v1 = 2.10-1.1,429 kg m/s
Ek2 = m2v22 =
2. v1 =
v1 =
= 1,538 m/s
= 0,133 kg m/s
P1 = m1 v1 = 2.10-1.0,833 kg m/s
v2 =
= 1,000 m/s
v1 =
= 0,526 m/s
v2 =
= 0,426 m/s
P1 = m1 v1 = 2.10-1.1,538 kg m/s
= 0,308 kg m/s
= 0,200 kg m/s
-1
2.10-1 (1,000)2 J
= 0,204 J
2.10-1 (0,667)2 J
= 0,045 J
Ek1 = m1v12 =
2.10-1 (0,833)2 J
Ek2 = m2v22 =
2.10-1 (0,625)2 J
0,300+0,232=0,140+0,105
0,532 0,245
2.10-1 (0,526)2 J
Hukum kekekalan Energi Kinetik
= 0,028 J
= 0,018 J
2.10-1 (1,429)2 J
+ = +
= 0,100 J
Ek2 = m2v22 =
Ek1 = m1v12 =
= 0,039 J
= 0,237 J
Ek1 = m1v12 =
= 0,125 kg m/s
= 0,069 J
= 0,105 kg m/s
Ek2 = m2v22 =
P2 = m2 v2 = 2.10-1.0,625 kg m/s
Ek2 = m2v22 =
P2 = m2 v2 = 2.10-1.1,000 kg m/s
Ek1 = m1v12 =
= 0,167 kg m/s
2.10-1 (0,426)2 J
E+E = E +E
0,226+0,159=0,051+0,028
0,385 0,079
33 Pembahasan
3.3.1. Analisa Prosedur
3.3.1.1 Fungsi Alat
Dalam melakukan praktikum ini, peralatan yang digunakan yaitu seperangkat rel
udara, pencacah waktu, garpu penghalang cahaya (interuptor), kabel dan sumber
tegangan. Rel udara digunakan sebagai lintasan peluncur untuk mengurangi gesekan
antara rel dengan peluncur sehingga kecepatan peluncur lebih stabil. Pencacah waktu
digunakan untuk mencatat waktu yang dibutuhkan interuptor pada saat menghalangi
cahaya. Pencacah waktu yang digunakan yaitu digital counter sehingga lebih akurat
karena memiliki ketelitian 1 milisekon. Prinsip kerja pencacah waktu dengan garpu
penghalang cahaya yaitu apabila cahaya ditutupi interuptor, pencacah waktu akan mulai
melakukan perhitungan waktu dan akan berhenti setelah interuptr tidak menghalanginya.
Kabel digunakan untuk membuat rangkaian listrik sistem dan sumber tegangan sebagai
sumber energi listrik sistem.
3.3.1.2 Fungsi Perlakuan
Dalam melakukan percobaan ini, pastikan rangkaian sistem sudah terpasang
dengan benar agar meminimalisir ketidaktepatan percobaan. Peluncur diberi beban
tambahan agar peluncur diasumsikan memiliki massa yaitu massa beban tambahan
karena massa peluncur diabaikan. Sistem dari rel udara digunakan untuk meminimalisir
gesekan antara rel dengan peluncur, namun peluncur tetap memiliki gaya normal.
Sebelum pelcur didorong, atur pencacah waktu setiap kali perhitungan. Hal ini bertujuan
untuk memperoleh nilai sebenarnya, bukan kumulatif. Pada percobaan pertama, massa
benda pertama dan massa benda kedua sama serta benda kedua pada mulanya diam.
Dilakukan perhitungan waktu sebelum dan sesudah tumbukan pada masing-masing
benda, untuk memperoleh ketepatan benda melalui persamaan vi=s/t. Perhitungan
dilakukan sebanyak lima kali. Sedangkan pada percobaan kedua, massa benda pertama
dan benda kedua tidak sama agar mendapatkan variasi data serta benda kedua pada
mulanya dalam keadaan diam. Dilakukan perhitungan waktu dan dilakukan sebanyak
lima kali. Kemudian pada percobaan ketiga, massa benda pertama dan kedua sama serta
masing-masing benda pada mulanya bergerak dan memiliki kecepatan sebelum
tumbukan. Dilakukan perhitungan waktu dan diulang sebanyak tiga kali. Hal yang
penting yang harus diperhatikan adalah pada percobaab kedua dan ketiga, setelah terjadi
tumbukan maka pencacah waktu harus direstart agar tidak terjadi kumulasi data.
P1+P2+.....= P1+P2+.....
m1v12 + m2v22 + .. =
m1v1 2 + m2v2 2 + ..
V = V V2 V1 = (V2 V1)
Dalam tumbukan elastic sebagian tidak memiliki persamaan khusus :
P = P m1v1 + m2v2 + .. = m1v1 + m2v2 + ..
Dalam tumbukan elastis berlaku persamaan :
e=
atau e =
Contoh soal :
Dua buah benda yang memiliki massa m1 = m2 = 2 kg bergerak saling mendekati
seperti pada gambar, V1= 10
dan V2 = 20
Penyelesaian
m1 v 1 + m2 v 2 = m1 v 1 + m2 v 2 x
V1 + V2 = V1 + V2
(10) + (20) = (V2 30) + V2
10 = 2 V2 30
2 V2 = 20
V2 = 10
(ke kanan)
V1 = (1030)
V1 = 20 (ke kiri)
Perbedaan antara tumbukan elastic dan tumbukan tidak elastic, yaitu pertama,
sifat fisis benda hasil tumbukan pada tumbukan elastis tetap, sedangkan pada tumbukan
tidak elastis, kedua benda akan menjadi satu. Kedua, untuk tumbukan elastis, kecepatan
relatif benda-benda sesudah tumbukan sama dengan minus kecepatan relatif sebelum
tumbukan (V
satu sehingga menambah nilai momen inersia benda sehingga benda tersebut akan lebih
lembam atau lambat kecepatannya. Ketiga, koefisien restitusi yang merupakan
perbandingan antara kecepatan relatif sesaat sesudah tumbukan dengan kecepatan relatif
sesaat sebelum tumbukan, pada tumbukan elastis e = 1 dan pada tumbukan tak elastis e =
0.
Apabila dua benda saling bertumbukan elastis di mana mula-mula benda pertama
bergerak dengan kecepatan V1 dan benda kedua diam (V2= 0). Berikut merupakan bukti
bahwa : (a) V1 = V2 jika kedua benda bermassa sama dan (b) P1 = P1 + P2 jika keduanya
bermassa tidak sama.
(a) m1 = m2
P = P
P1 + P2 = P1 + P2
P = P
P1 + P2 = P1 + P2
Apabila suatu benda yang ringam dan sebuah benda yang berat memiliki energi
kinetik yang sama. Maka momentum benda berat lebih besar daripada momentum benda
ringan. Bukti :
Ek1 = Ek2
benda ringan
:1
benda berat
:2
m1v12= m2v22
P v dan dapat
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dalam peristiwa tumbukan berlaku hukum Kekekalan Momentum dan hukum
Kekekalan Energi Kinetik pada tumbukan elastis. Dalam percobaan ini persentase bukti
hukum kekekalan momentum besar, karena hanya memiliki selisih yang tipis.
4.2. Saran
Penulis menyarankan agar perangkat rel udara perlu dilakukan servis dan
memperbaiki keadaan rel udara agar dapat seimbang dan tetap terjaga komponenkomponennya.
DAFTAR PUSTAKA
Beiser, Arthur. 1992. Modern Technical Physics. USA: Addision Wesley Publishing
Company.
Halliday, David, dkk. 1992. Physics. USA: John Willey and Sons, Inc.
Halliday, Resnick. 1978. Fisika. Jakarta: Erlangga.
Holzner, Steven. 1992. Physics 1st. USA: John Willey and Sons, Inc.
Sears, Francis W. 1962. Mekanika, Panas dan Bunyi. Jakarta: Erlangga.
Sutrisno. 1997. Fisika Dasar. Bandung: Penerbit ITP Press.
TUGAS PENDAHULUAN
1. Pada tumbukan elastis, sifat fisis benda yang saling bertumbukan tetap, sedangkan
pada tumbukan tak-elastis, benda yang saling bertumbukan akan menjadi satu.
minus kecepatan relatif sebelum tumbukan( v = v ) dan untuk tumbukan takelastis, karena benda-benda tersebut menjadi satu sehingga menambah nilai momen
inersia benda yang akibatnya benda tersebut akan lebih lembam atau lambat
kecepatannya.
Koefisien restitusi yang merupakan perbandingan antara kecepatan relatif sesaat
sesudah tumbukan dengan kecepatan relatif sesaat sebelum tumbukan pada tumbukan
elastis bernilai 1 dan pada tumbukan tak-elastis bernilai nol.
2. a. Jika masa m1 = m2 , berlaku
v2 = 0 & v1 = 0 ( imbas dari v2 yang diam ) & ( imbas dari massa yang sama
b. Jika massa m1 m2
Pawal = Pakhir
P1 + P2 = P1 + P2
m1v1 + m2v2 = m2v2 + m2v2
v2 = 0
3. Jika benda ringan merupakan benda 1 dan benda berat merupakan benda 2
X2
P1
m1v1
v22v1
P2
m2v2
v12v2
v2
< v1
P2
> P1
(125090300111004)
Dian Sulistyoningsih
(125090300111005)
(125090300111009)
M. Sofyan Habibi
(125090300111007)
Nilatul Asna
(125090300111008)
Yudo Perbowo
(125090300111006)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
Dewasa ini ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat. Begitu juga dalam bidang
ilmu fisika, salah satunya yaitu mengenai momen inersia. Banyak sekali aktivitas dalam
kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan momen inersia. Oleh karena itu, praktikum
kali ini akan melakukan percobaan mengenai momen inersia suatu cakram. Setelah
melakukan percobaan momen inersia ini, peserta harus bisa menghitung momen inersia dari
suatu cakram serta menentukan momen inersia dari cakram berlubang.
1.2 Dasar Teori
Momen inersia merupakan ukuran sudut kuantitatif dari properti objek yang tahan
percepatan rotasi. Momen inersia tergantung pada bentuk dan sumbu rotasi tubuh. Rumus
yang berbeda memungkinkan perhitungan bentuk momen inersia yang berbeda. Rumus untuk
massa merupakan titik penting untuk diketahui (Bresnick, 1996).
Sebuah benda berputar memiliki energi kinetik karena partikel penyusunnya bergerak,
meskipun tubuh secara keseluruhan tetap di tempat. Kecepatan partikel yang merupakan jarak
r dari sumbu benda kaku berputar dengan kecepatan sudut
v=
, adalah:
dimana simbol tersebut berarti seperti yang disebutkan sebelumnya, jumlah dari persamaan
menyatakan bahwa energi kinetik memutar benda kaku sama dengan satu setengah jumlah
dari mr2. Nilai partikel benda dikalikan dengan kuadrat dari
kecepatan sudut.
Persamaan ini
I=mr2
dikenal sebgai momen inersia. Memiliki nilai yang sama terlepas dari pergerakannya.
Semakin jauh sebuah partikel yang diberikan adalah dari sumbu rotasi, semakin cepat
bergerak dan semakin besar konstribusinya terhadap energi kinetik dari benda. Momen inersia
benda bergantung pada cara di mana massa dikonstribusikan relatif terhadap sumbu rotasi.
Hal ini sangat mungkin untuk suatu benda untuk memiliki momen inersia yang lebih besar
dari pada yang lain meskipun massanya mungkin jauh lebih kecil dari dua (Beiser, 1964).
Faktor yang diwakili oleh simbol I disebut momen inersia dan momen gayanya:
=I.
Dimana harus diukur dalam radian per detik kuadrat (Bueche,1988).
Persamaan yang menghubungkan persamaan sudut dengan persamaan linear tangensial
atg=r., didapatkan:
F=m.a
=m.r.
Jika kedua sisi dikalikan dengan r, akan didapatkan bahwa torsi =r.F dinyatakan dengan
=m.r2., dari persamaan tersebut akan didapatkan hubungan langsung antara percepatan
sudut dan torsi
yang diberikan. Kuantitas mr2 menyatakan inersiatt torsi partikel dan disebut
; atu jika
dV dan
dV
I=
Besaran tersebut disebut momen inersiarelatif terhadap sumbu rotasi dan didapat
dengan menambahkan hasil kali massa tiap partikel dengan kuadrat jaraknya terhadap sumbu.
Oleh karena itu, semakin melebar suatu benda, semakin besar momen inersianya.
Dengan definisi momen inersia, persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk:
L=I.
BAB II
METODOLOGI
2.1 Peralatan
Untuk melakukan praktikum momen inersia membutuhkan peralatan-peralatan.
Peralatan yang digunakan yaitu sebuah mistar/penggaris, sebuah stopwatch, beberapa buah
cakram, sebuah timbangan dan beberapa buah pemberat.
2.2 Tata Laksana Percobaan
Pertama massa pemberat m dan cakram ditimbang. Kemudian, jari-jari cakram
berlubang diukur RL dan RD -nya. Lalu posisi titik A dan B ditentukan dan diukur jaraknya.
Setelah itu pemberat dilepaskan dititik A, waktu yang diperlukan untuk mencapai titik B juga
ikut diukur sebanyak 7 kali. Langkah selanjutnya cakram berlubang di atas cakram pertama
sampai cakram yang tersedia terpakai semua.
2.3 Gambar
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
3.1 Data hasil Percobaan
3.1.1 Massa Pemberat = 30 gr = 0,03 Kg
3.1.2 Massa Cakram
3.1.2.1 Massa Cakram Tak Berongga
m=276,5 gr=0,2765 Kg= 0,28 Kg
3.1.2.2 Massa Cakram Berongga
Cakram
(gr)
(Kg)
m1
289,5
0,2895
m2
288,9
0,2889
m3
288,2
0,2882
m4
288,2
0,2882
m5
289,3
0,2893
RL (m)
RD (m)
Tak berongga
0,08
Berongga satu
0,08
0,03
Berongga dua
0,08
0,03
Berongga tiga
0,08
0,03
Berongga empat
0,08
0,03
Berongga lima
0,08
0,03
Jumlah
Penambahan
(n)
0
11,1
27,1
6,5
5,0
6,4
7,7
6,4
6,9
7,0
7,1
8,3
8,5
8,5
7,9
7,5
10,0
8,7
8,7
8,5
8,4
12,0
10,5
9,9
10,4
9,9
12,2
15,0
10,5
11,9
12,3
3.2 Perhitungan
3.2.1 Cakram Tak Berongga
I0=MR2
R=.nst
=.0,1
R =0,05
=0,28(0,08)2
I0=(
)I
=0,28.0,0064
=(
=0,001792
=(0,19+0,625)0,0018
I0=0,0018
Kg
/m2
=0,815.0,0018
m=.nst
=0,001467
=.0,1
I0=0,0015 Kg.m2
m=0,05
Kr I0=
x 100%
=0,8.100%
Kr I0=80%
=
=
Kg
=
I=.M1(RL2-RD2)
=
=.0,2895(0,082-0,032)
=.0,2895(0,0064-0,0009)
=0,14475.0,0055
Kr t=
I=0,000796 Kg.m2
x 100%
x100%
=0,0296.100%
No
7,7
0,4624
6,4
0,3844
=0,28882 Kg
6,9
0,0144
I=.M2(RL2-RD2)
7,0
0,0004
=.0,2889(0,082-0,032)
7,1
0,0064
=.0,2889(0,0064-0,0009)
=0,868
Kr t=2,96%
3.2.2.2 Cakram Berongga (M2)
=0,14445.0,0055
I=0,00079 Kg.m2
Kr t=2,38%
No
8,3
0,0256
=0,28882 Kg
8,5
0,1296
I=.M3(RL2-RD2)
8,5
0,1296
=.0,2882(0,082-0,032)
7,9
0,0576
=.0,2882(0,0064-0,0009)
7,5
0,4096
=0,1441.0,0055
I=0,000792 Kg.m2
=0,752
10
1,2996
8,7
0,0256
8,7
0,0256
8,5
0,1296
8,4
0,2116
=1,692
=
=
Kr t=
=
x 100%
x100%
=0,0238.100%
No
Kr t=
x 100%
x100%
=
=0,0328.100%
Kr t=3,28%
Kr t=
x 100%
I=.M4(RL2-RD2)
=
2
x100%
=.0,2882(0,08 -0,03 )
=0,0366.100%
=.0,2882(0,0064-0,0009)
Kr t=3,66%
=0,1441.0,0055
I=0,000792 Kg.m2
No
12
2,1316
=0,28882 Kg
I=.M1(RL2-RD2)
=.0,2893(0,082-0,032)
10,5
0,0016
9,9
0,4096
10,4
0,0196
=.0,2893(0,0064-0,0009)
=0,14465.0,0055
I=0,00080 Kg.m2
5
9,9
0,4096
=2,972
No
12,2
0,0324
15
6,8644
10,5
3,5344
11,9
0,2304
12,3
0,0064
=10,668
=
=0,0048
=
=
=16,67
=
3.2.4 Percepatan Cakram Berongga
=
3.2.4.1 Cakram 1
=
Kr t=
x 100%
=
=
x100%
=0,0590.100%
Kr t=5,90%
=
=0,0122
=
=
=6,56
3.2.4.2 Cakram 2
=
=
=
=0,0054
=
=0,0090
=
=
=14,81
=
3.2.4.5 Cakram 5
=8,89
3.2.4.3 Cakram 3
=
=
=
=0,0039
=
=0,0076
=
=
=20,51
=
3.2.4 Grafik hubungan dengan
= 10,53
3.2.4.4 Cakram 4
=
=18,59
=(20,12-0,0081)24
=20,119. 24
- 8,075.
=482,6856
=
=2,5
Maka koordinat centroid (2,5;18,59)
R=
=
25
=64,6
20
15
10
=
5
0
=0,1536
+ +
3.2 Pembahasan
3.2.1 Analisa Prosedur
3.2.1.1 Fungsi Alat
Beberapa fungsi alat praktikum seperti penggaris digunakan untuk pengukuran jarak dari
titik A ke titik B. Sopwatch digunakan utnuk menghitung waktu yang diperlukan pemberat dari
titik A ke titik B. Cakram dan pemberat berfungsi sebgai benda uji. Sedangkan timbangan
digunakan untuk menimbang pemberat, cakram berongga dan cakram tak berongga.
3.2.1.2 Fungsi Perlakuan
Awalnya cakram tak berongga dan cakram berongga ditimbang agar diketahui massanya,
lalu massanya dicatat. Kemudian, untuk cakram yang tidakn
menggunakan jangka sorong, sedangkan cakram yang berongga diukur juga jari-jari luar dan
dalamnya dengan menggunakan jangka sorong. Jari-jari luar diukur menggunakan pisau ukur
jangka sorong bagian bawah, sedangkan jari-jari cakram bagian dalam diukur menggunakann
pisau ukur jangka sorong bagian atas. Cakram yang sudah diukur jari-jarinya dicatat. Disamping
itu, jarak antara titik A dan titik B yang telah ditentukan sebelumnya diukur dengan
menggunakan mistar atau penggaris, lalu dicatat hasilnya. Kemudian, pemberat dilepaskan dari
titik A agar menuju titik B. Setelah itu, waktu yang diperlukan pemberat menuju titik B dari titik
A dicatat. Hal tersebut dilakukan selama lima kali berturut-turut. Kemudian cakram yang
berlubang ditambahkan satu per satun di atas cakram pertama dan catat waktuunya. Hal itu
diulangi sampai cakram yang tersedia terpakai semua.
3.2.2 Analisa Hasil
Momen inersia adalah ukuran kelembaman (resistansi) sebuah partikel terhadap
perubahan kedudukan atau posisi dalam gerak rotasi. Momen inersia juga dikatan sebagai
kecenderungan benda untuk mempertahankan keadaannya. Berdasarkan hasil dari pengamatan
dan perhitungan, dapat diketahui bahwa semakin besar nilai jari-jari dan massa cakram berongga,
maka momen inersia semakin besar, dan begitu pula sebaliknya.
Hubungan antara percepatan tangensial dan percepatan angular dinyatakan oleh a=.R
yang artinya =a/R dan momen gayanya adalah =I. =I0.. momen inersia pada cakram berongga
dapat diketahui dari rumus I=.m(RL2-RD2) dimana RL jari-jari luar dan RD jari-jari dalam.
Sedangkan hubungan antara massa dan percepatan terletak pada hukum Newton yang
kedua yaitu F=m.a, dari formula ini dapat diketahui bahwa massa berbanding tebalik dengan
percepatan. Semakin besar massa maka percepatannya semakin kecil dan sebaliknya.
Dari hasil yang diperoleh Kr yang besar yaitu 8,3%; 2,96%; 2,38%; 3,28%; 3,66%;
590%. Bisa diambil kesimpulan bahwa telah terjadi kekeliruan atau berbanding terbalik dengan
teori. Hal tersebut bisa terjadi karena terdapat kesalahan dalam pengukuran seperti kesalahan
pembacaan skala yang tidak benar, faktor tidak terduga yang terjadi dalam pengukuran misalnya
getaran di sekitar tempat pengukuran sehingga pembacaan skala kurang sempurna serta
kurangnya ketelitian pengamat. Aplikasi momen inersia dalam kehidupan sehari-hari seperti pada
orang yang sedang fitness dan lain sebagainya.
BAB 1V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam praktikum kali ini dilakukan berbagai pengulangan pengukuran agar memperoleh
hasil yang akurat, agar momen inersia dari suatu cakram dapat diketahui. Momen inersia suatu
cakram dapat diketahui dari I=MR2, sedangkan momen inersia dari sistem divariasi dengan
menmbah massa cakram dengan beberapa cakram berongga dengan menggabungkan momen
ienrsia dari kedua cakram tersebut. Sehingga momen inersia total dari momen inersia tottal dari
cakram gabungan yaitu I=M(RL2-RD2). I dapat diperoleh dengan menggambar grafik
hubungan antara 1/ dengan n dan menghitung kemiringan grafik.
4.2 Saran
Pada praktikum kali ini perlu ketelitian yang besar agar data atau hasil pengukuran akurat.
Bersifat hati-hati dan penuh kesabaran diperlukan, dalam pembuatan skala diperlukan ketelitian
juga dan skala pada grafik sekecil mungkin agar ketelitian yang didapatkan dengan susah payah
dan hasil pengukuran tidak sia-sia.
DAFTAR PUSTAKA
Beer, F.P dan Russel J. 1976. Mekanika Untuk Insinyur Statika. Jakarta: Erlangga.
Beiser, A. 1964. The Foundation Of Physics. USA: Addison-Wesley.
Bresnick, S. 1996. High Yield Phisics. USA: William & Wilkins.
Bueche, F.J. 1988. Priciple Of Physics. United States Of America: McGraw-Hill.
Giancolli. 1998. Fisika. Jakarta: Erlangga.
S. Taswa E, Ahmadi, Abu. 1996. Kamus Lengkap Fisika. Jakarta: Bumi Aksara.
Wilardjo, L. 1997. Kamus Istillah Fisika. Jakarta: Gramedia Widiasarana.
(125090801111011)
Ardhi Wibowo
(125090800111020)
Dhika Rizkiansah
(125090800111027)
(125090800111021)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dilakukanya percobaan ini yaitu, agar praktikan mampu menjelaskan konsep
tegangan regangan tarik dan modulus elastisitas dari suatu bahan serta mampu mengaplikasiakn
teori-teori yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 DASAR TEORI
Perbandingan antara tegangan dan regangan dengan syarat-syarat tertentu merupakan definisi
singkat dari hukum hooke , hukum hooke bukan hukum yang bersifat umum , tetapi hanya
merupakan temuan ekspiremental yang hanya berlaku pada rentang yang terbatas . secara singkat
modulus elastisitas memiliki persamaan pemanjangan sebuah pegas ideal berbanding lurus
dengan gaya-gaya yang menariknya =/, jika dijabarkan satu per satu tegangan menyatakan
kekuatan dari gaya-gaya dari penarikan yang biasanya dinyatakan dalam bentuk gaya persatuan
luas, sedangakan regangan menyatakan hasil deformasinya. Saat tegangan dan regangan cukup
kecil, ditentukan bahwa keduanya berbanding lurus dengan konstanta sebagai pembandingnya.
Dalam modulus elastisitas menunjukkan suatu fakta jika semakin kuat suatu benda ditarik, maka
semakin panjang benda tersebut. Semakin kuat gaya tekan yang dilakukan maka semakin tertekan
pula benda tersebut(young dan freedman, 2002).
Gaya yang menarik suatu benda sebesar
konstanta pembanding dimana rumusan ini sering disebut dengan hukum hooke yang berlaku
hamper untuk semua materi padat namun dalam system yang terbatas, karena jika gaya terlalu
besar atau sangat besar maka benda dengan kemampuan elastis secara otomatis akan patah.
Modulus elastis atau yang sering disebut dengan modulus young merupakan hasil perkalian gaya
dan panjang mula-mula dan perkalian antara luas permukaan dengan perubahan panjangngnya
sebagai pembandingnaya. Dengan persamaan umum sebagai berikut =
modulus young berbanding lurus dengan nilai tegangan dan berbanding terbalik dengan nilai
reganganya (Giancoli, 2001).
Stress atau tegangan merupakan hasil bagi antara gaya dengan luas permukaandari suatu
benda. Strin atau regangan merupakan hasil bagi antara delta panjang dengan panjang mula-mula
suatu benda, terutama benda yang memiliki kemampuan untuk berelastis. Kika dijabarkan secara
menyeluruh nilai modulus elastis atau modulus young memiliki persamaan sebagai berikut
dengan satuan
Modulus elastisitas merupakan persamaan yang terjadi karena pengembangan dari dasar
teori-teori tegangan regangan yang terjadi pada suatu benda dimana persamaan-persamaan yang
ada pada benda berbahan elastic ada tiga yakni, persamaan young, hooked an bulk. Namun secara
umum hanya ada dua persamaan yang paling sering digunakan yakni persamaan modulus young(
elastis )=
BAB II
METODOLOGI
2.1 PERALATAN
Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain, dua utas kawat, perangkat alat
baca skala utama dan nontius, seperangkat beban , mistar atau roll meter dan sebuah
micrometer secrub.
2.2 TATA LAKSANA PERCOBAAN
Mula-mula dua utas kawat digantungkan dan dilengkapi dengan seperangkat alat baca
skala utama dan nontius. Agar kawat lurus maka kawat diberi beban awal yang tidak terlalu
besar. Lalu diameter dan panjang kawat diukur serta ditentukan nilai modulus elastisitasnya.
Setelah itu kedudukan skala utama terhadap kedudukan skala nontius dicatat dan bebabn
ditambah beratnya secara berkala. Setelah beberapa saat( kurang lebih 10 sekon) kedudukan
skala utama dan nontius dicatat kembali dan dihitung pertambahan panjangnya. Langkahlangkah tersebut diulangi hingga lima atau tujuh kali penambahan. Setelah penambahan
dilakukan beban dikurangi secara berkala dan dicatat kedudukan skala utama serta skala
nontiusnya. Dihitung pengurangan panjang yang terjadi. Diulangi langkah-langkah pada
pengurangan seperti langkah-langkah pada penambahan beban, sehingga semua beban habis.
2.3 GAMBAR PERLATAN
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
3.1 DATA HASIL PERCOBAAN
A. Data hasil penambahan beban
NO
1
2
3
4
5
6
7
m (kg)
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
L1(mm)
1.562
1.564
1.566
1.568
1.569
1.57
1.571
m (Kg)
0,15
1
1,5
2
2,5
3
3,5
L1 (mm)
1,568
1,567
1,564
1,562
1,561
1,560
1,550
No
F=
L (cm)
L1 (m)
(Kg)
m.g
A (m2)
l/l
= F/A
Y (Pa)
(N)
1,562x10-3
155,84 x10-2
10
53x10-10
0,998
0,18x1010 0,18x1010
1,5
1,564x10-3
155,84 x10-2
15
53x10-10
0,998
0,28x1010 0,28x1010
1,566x10-3
155,84 x10-2
20
53x10-10
0,998
0,37x1010 0,37x1010
2,5
1,568x10-3
155,84 x10-2
25
53x10-10
0,998
0,47x1010 0,47x1010
1,569x10-3
155,84 x10-2
30
53x10-10
0,998
0,56x1010 0,56x1010
3,5
1,570x10-3
155,84 x10-2
35
53x10-10
0,998
0,66x1010 0,66x1010
1,571x10-3
155,84 x10-2
40
53x10-10
0,998
0,75x1010 0,75x1010
= L1 L0
3,27 x1010
=
= Y/n =
L 155,847
155,84 x10 2 m
n
7
6,986
0,998 m
n
7
F 175
25 N
n
7
3,27 x1010
= 0,467 x 1010 Pa
7
Y Y
= (Y Y)
n(n 1)
9 x10 6
=
7(7 1)
9 x10 6
=
42
Y
0,45 x10 3
=
x 100% =
= 0,97 x 10-7 x 100% = 0,97 x 10-4%
10
Y
0,46 x10
KY
Centroid
= 0,988
= 0,467
Tan
Y 0,467
0,472
X 0,988
Kry
Y
0,38
x 100% =
x 100% = 80%
tan
0,472
No
F=
L1 (m)
(Kg)
L (cm)
m.g
A (m2)
l/l
= F/A
Y (Pa)
(N)
1,56x10-3
156,31 x10-2
10
53x10-10
1,009
0,09x1010 0,09x1010
1,5
1,56x10-3
156,31 x10-2
15
53x10-10
1,009
0,18x1010 0,18x1010
1,561x10-3
156,31 x10-2
20
53x10-10
1,009
0,28x1010 0,28x1010
2,5
1,562x10-3
156,31 x10-2
25
53x10-10
1,009
0,37x1010 0,37x1010
1,566x10-3
156,31 x10-2
30
53x10-10
1,009
0,47x1010 0,47x1010
3,5
1,567x10-3
156,31 x10-2
35
53x10-10
1,009
0,56x1010 0,56x1010
1,568x10-3
156,31 x10-2
40
53x10-10
1,009
0,66x1010 0,66x1010
= L1 L0
L 156,31x7
156,31x10 2 m
n
7
7,069
1,069 m
n
7
2,611010
F 140
20 N
n
7
= Y/n =
2,61x1010
= 0,37 x 1010 Pa
7
Y Y
= (Y Y)
n(n 1)
246,49 x10 6
=
42
Y
1,55 x10 5
=
x 100% =
= 4,18 x 10-5 x 100% = 4,18 x 10-3%
10
Y
0,37 x10
KY
Centroid
= 1,009
= 0,372
Tan
Y 1,009
2,712
X 0,372
Kry
Y
0,47
x 100% =
x 100% = 17,3%
tan
2,712
alat bantu roll meter dimana pengukuranya dimulai dari ujung pengait atas hingga pengait
bawah yang mendekati skala nontius, mengapa pada pengukuran panjang kawat tidak
digunakan penggaris , alsanya hanya satu tidak menutup kemungkinan jika pengukuran
panjang kawat menggunakan penggaris berpotensi memiliki nilai deviasi atau
ketidakpastian hasil pengukaran yang besar. Maka untuk itu digunakan roll meter dalam
pengukuran panjang kawat untuk meminimalisir nilai deviasi yang timbul.
dengan
( panjang setelah
dimana nilai Kr grafik pada penambahan beban sebesar 80% dan Kr grafik pengurangan
beban sebesar 17,3%. Terdapat kejanggalan pada Kr antara perhitungan manual dan
grafik. Hal ini terjadi dikarenakan kekurang telitian praktikan dalam melakukan setiap
detail perhitungan dan percobaan. Tak hanya itu saja terdapat faktor lain yang
mempengaruhi diantaranya yaitu
pengukuran.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Tegangan adalah perbandingan antara gaya dengan luas permukaan suatu benda.
Regangan adalah perbandingan antara delta panjang engan panjang mula mula.
Sedangkan modulus elastis merupakan perbandingan antara tegangan dan regangan.
4.2 SARAN
Praktikan harus melakukan setiap detail percobaan dan perhitungan dengan seteliti
mungkin untuk mengurangi potensi nilai ketidakpastian (devisiasi) yang besar beserta
untuk meminimalisir kemungkinan kekeliruan dalam memasukkan atau mengolah data
percobaan.
DAFATAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Dengan dilakukannya percobaan yang membahas tentang viskositas dari suatu zat cair
ini, peserta percobaan praktikum ini diharapkan untuk dapat mengerti serta memahami
secara menyeluruh pada aspek hokum Stokes. Selain itu, peserta percobaan juga
diharapkan untuk dapat menentukan nilai koefisien kekentalan (viskositas) suatu zat cair
dengan menerapkan konsep hokum Stokes dengan tepat dan akurat
1.2 Dasar Teori
Kekentalan fluida Newton adalah sifat termodinamika yang sebenarnya, nilai sifat ini
sangat bergantung kepada besaran suhu (T) dan tekanan (P). Pada suatu keadaaan tertentu
nilai kekentalan fluida sangat berbeda dibandingkan zat fluida lainnya. Parameter utama
yang mengkolerasikan perilaku kekentalan semua fluida Newton ialah bilangan Reynolds
yang nirmatra (White, 1986)
Di dalam fluida yang bergerak setiap elemen dalam fluida mengalami tegangan yang
didesakkan kepadanya oleh elemen-elemen yang lainnya yang berada di sekelilingnya.
Tegangan pada setiap bagian dari permukaan elemen dipecahkan ke dalam suatu
komponen-komponen normal dan komponen tangensial terhadap arah gerakan fluida yang
kita kenal secara umum sebagai tekanan dan tegangan geser. Tekanan dapat timbul baik
fluida di keadaan bergerak maupun pada keadaan diam atau tidak bergerak. Akan tetapi,
tegangan geser hanya akan timpul apabila cairan atau fluida dalam keadaan bergerak. Sifat
yang menimbulkan tegangan geser inilah yang disebut viskositas atau kekentalan.
(Dugdale, 1981)
Viskositas dapat juga dianggap sebagai kelengketan internal dari suatu fluida. Properti
ini dapat menghasilkan suatu tegangan geser di dalam suatu aliran fluida sehingga dapat
menyebabkan rugi yang terjadi pada pipa. Viskositas sangat bergantung kepada
temperatur atau suhu. Apabila suhu dinaikkan maka tingkat viskositas suatu fluida akan
terjadi penurunan begitu juga sebaliknya, apabila suhu diturunkan maka tingkat viskositas
fluida tersebut akan meningkat. Di dalam fluida, viskositas disebabkan oleh gaya-gaya
kohesif, dan apabila pada gas terjadi karena tumbukan antara molekul satu dengan yang
lainnya. (Potter, Merlec and Wiggert. 2008)
Viskositas dari gas akan bertambah apabila suhu dinaikkan, tetapi viskositas pada
cairan akan mengalami penurunan apabila suhu dinaikkan. Variasi dalam efek temperatur
sendiri dapat dijelaskan melalui percobaan tentang penyebab terjadinya viskositas.
Resistensi dan cairan untuk dapat bergeser atau bergerak bergantung pada gaya kohesi
milik fluida tersebut dan pada laju transfer dari momentum molekul gas tersebut.
(Streeter. 1971)
Dari semua properti fluida yang ada, viskositas merupakan properti yang paling
penting dalam pembelajaran aliran fluida. Viskositas adalah properti dari fluida
berdasarkan yang memberikan resistensi untuk bergeser atau bergerak. Menurut hukum
Newton tentang keadaan kekentalan suatu fluida, bahwa pada tingkatan tertentu deformasi
suatu sudut fluida tegangan gesernya berbanding lurus dengan viskositas fluida tersebut.
Sirup gula dan aspal salah satu contoh dari fluida yang memiliki tingkat kekentalan zat
yang tinggi; air dan udara merupakan contoh dari fluida yang tingkat kekentalannya
sangat rendah. (Streeter and Whyle. 1979)
BAB II
METODOLOGI
2.1 Peralatan
Untuk membantu dalam proses percobaan tentang viskositas fluida digunakan
beberapa peralatan dalam pratikum II ini, antara lain: Mistar; Jangka sorong; Kaliper
micrometer; Neraca ohaus dan Stopwatch. Sedangkan benda-benda yang digunakan
sebagai bahan percobaan antara lain: Beberapa tabung gelas yang berisi zat cair yang
berbeda yaitu oli, gliserin dan minyak; beberapa bola kecil yang ukurannya berbeda.
2.2 Tata Laksana Percobaan
Untuk didapatkan volume tabung yang difungsikan sebagai wadah cairan, pertamatama dengan digunakannya alat berupa jangka sorong kita tentukan besar diameter (D)
dari tabung. Pengukuran diameter ini dilakukan di titik pengukuran yang berbeda. Di
dalam percobaan ini digunakan tiga tabung sehingga ditemukan tiga data diameter yang
dinyatakan dalam satuan millimeter (mm). Berdasarkan dengan rumus volume tabung
maka dapat ditentukan luas alas dari tabung dan dikalikan dengan tinggi dari tabung
sehingga didapatkan nilai dari volume tabung.
Selanjutnya ditentukan besar massa jenis () dengan digunakannya alat berupa
aerometer. Massa jenis dapat ditentukan dengan aerometer yang memanfaatkan konsep
dari gaya apung benda.
Untuk didapatkannya massa jenis dari benda yang berupa bola () dengan
diterapkannya rumus antara massa benda (m) dibagi dengan besar volumenya. Untuk
didapatkannya data massa dari benda, bola akan ditimbang dengan neraca ohaus.
Kemudian pada pengukuran volume bola, ditentukan terlebih dahulu besar nilai diameter
dari bola (D) sehingga dapat disubtitusikan kedalam persamaan rumus volume bola.
Bola kemudian dijatuhkan kedalam tabung yang berisi larutan yang berbeda, pada titik
awal benda mulai bergerak konstan akan ditandai. Kemudian waktu yang diperlukan
benda untuk mencapai dasar diukur dengan menggunakan stopwatch, waktu yang diukur
dinyatakan dalam satuan detik (sekon). Penjatuhan bola diulangi pada setiap tabung yang
akan diuji dengan setiap bola yang berbeda.
Batas bawah akan diubah sehingga didapatkan besar perubahan jarak (S), lalu dengan
digunakan sebuah bola waktu yang dibutuhkan untuk jatuh dihitung dengan stopwatch.
2.3 Gambar
2.3.1 Areometer
2.3.2 Mistar
2.3.6 Stopwatch
BAB III
ANALISA dan PEMBAHASAN
3.1 Data Hasil Percobaan
3.1.1 Diameter dan Massa Bola
No
1
2
3
Bola I
D (mm)
15.45
15.47
15.46
46.38
m (gr)
5.4
5.5
5.3
16.2
Bola II
D (mm)
7.48
7.46
7.44
22.38
m (gr)
2.0
2.1
2.0
6.1
Bola III
D (mm)
19.44
19.44
19.43
58.31
m (gr)
32.7
32.6
32.2
97.5
Tabung B
(Minyak)
72.1
71.9
72.29
Tabung C
(Gliserin)
73.56
74
73.52
Tabun
g
A
Zat
Oli
73.07
0.9
Minyak
72.08
0.93
Gliserin 73.69
1.3
S (cm)
23.7 (900)
21.1 (800)
18.5 (700)
26.1 (900)
23.4 (800)
20.8 (700)
24.3 (900)
21.6 (800)
19.0 (700)
t
0.3
0.3
0.1
0.2
0.15
0.15
0.45
0.4
0.1
3.2 Perhitungan
3.2.1 Bola I
No.
D (cm)
1
2
3
1.545
1.547
1.546
4.638
|d- |
m (gr)
|m-|
5.4
5.5
5.3
16.2
V
(cm)
1.930
1.937
1.933
5.8
|v- |
V
(cm)
0.219
0.229
0.215
0.663
|v- |
3.2.2 Bola II
No.
D (cm)
1
2
3
0.748
0.760
0.744
2.238
|d- |
m (gr)
2.0
2.1
2.0
6.1
|m-|
|d- |
m (gr)
1.944
1.944
1.943
5.831
32.7
32.6
32.2
97.5
|m-|
V
(cm)
3.845
3.845
3.839
11.529
|v- |
3.2.2 Grafik
3.2.2.1 Pada Fluida Berupa Oli
No. S
(cm)
1
23.7
2
21.1
3
18.5
63.3
Titik sentroid
T (s)
0.4
0.23
0.1
0.73
70.3
Titik sentroid
T (s)
0.216
0.16
0.13
0.5
64.9
Titik sentroid
T (s)
0.45
0.39
0.33
1.17
neraca ohaus tiga lengan, neraca ini digunakan dalam pengukuran massa dari bola pejal.
Pada perhitungan waktu pada bola pejal ketiga untuk tenggelam di tiap-tiap fluida
digunakan stopwatch sebagai alat pengukur waktunya.
Rumus ini berlaku pada setiap penentuan besar nilai rata-rata dari data yang
didapatkan. Sehingga dalam rumus di atas besaran diameter (d) dapat digantikan dengan
besaran lainnya yang ingin ditentukan nilai rata-ratanya. Rumus ini hanya berlaku pada
besaran yang memiliki jumlah data sebesar lebih dari satu data.
Dalam kasus ini nilai d dibagi dua menjadi nilai r atau jari-jari bola. Untuk nilai
dapat berupa pecahan maupun angka desimal. Pada bentuk pecahan sama dengan 22/7 dan
pada bentuk desimal nilai senilai 3.14. sendiri merupakan konstanta bagi benda yang
memiliki salah satu atau lebih bidang yang berbentuk lingkaran.
Untuk benda berupa tabung dapat digunakan rumus,
Setelah didapatkan data volume tiap benda, kita harus menentukan besar massa
masing-masing benda dengan bantuan neraca ohaus sebagai pengganti neraca analitik.
Adapun untuk menentukan besar nilai dari massa jenis () pada percobaan kali ini,
dengan menggunakan rumus,
Pada percobaan kedua yaitu proses jatuhnya bola pejal di dalam fluida yang berbeda
kekentalannya (viskositasnya) yang satu dengan yang lainnya. Untuk menentukan titik
sentroid pada grafik kecepatan bola ketiga pada fluida ditentukan dengan rumus,
Dan untuk menentukan besar sudut yang terbentuk pada grafik digunakan rumus,
Dengan didapatkannya hasil Tan ini, akan didapat hasil v rata-rata v sendiri
melambangkan kecepatan pada bola pejal ketiga, Besar nilai v rata-rata ini diartikan
sebagai besar kecepatan bola pejal untuk jatuh pada fluida yang diujicobakan dalam
praktikum ini. Nilai kecepatan dapat ditentukan dengan rumus,
Pada bola 1 didapatkan beberapa data yaitu: diameter rata-rata ( ) sebesar 1.546 cm;
dengan ketelitian diameter Kr d sebesar 0.037%; volume rata-rata
sebesar 1.933 cm
serta massa jenis () sebesar 2.793 gr/cm. Pada bola 2 didapatkan data yaitu: diameter
rata-rata ( ) sebesar 0.746 cm; dengan ketelitian diameter Kr d sebesar 0.785%; volume
rata-rata
sebesar 0.221 cm serta massa jenis () sebesar 9.19 gr/cm. Pada bola 3
didapatkan data berupa: diameter rata-rata ( ) sebesar 1.944 cm; dengan ketelitian
diameter Kr d sebesar 0.029%; volume rata-rata
jarak yang digunakan antara lain: 23.7 cm; 21.1 cm; 18.5 cm. Dari data yang didapatkan
melalui proses perhitungan didapatkan data seperti: titik sentroid sebesar (21.1; 0.24);
besar 17.24 cm/s; dengan Kr v 41.1 %; koefisien viskositas sebesar 387.926 dyne/cm.
Pada tabung berisi minyak goreng jarak yang digunakan antara lain: 26.1 cm; 23.4 cm
dan 20.8 cm. Dari pengukuran ini didapatkan data antara lain: titik sentroid sebesar (23.4;
0.16); besar 66.67 cm/s; dengan Kr v 10.3%; koefisien viskositas sebesar 22.25
dyne/cm. Pada tabung berisi gliserin jarak yang digunakan sebesar 23.4 cm; 21.6 cm dan
19 cm. Dalam pengukuran ini didapatkan data berupa: titik sentroid sebesar (21.6; 0.39);
besar 55.5cm/s; dengan Kr v 12.4%; koefisien viskositas sebesar 25.45dyne/cm.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari pengukuran yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa tiap fluida
memiliki masing-masing tingkat kekentalan (Viskositas) yang berbeda satu sama lainnya.
Dalam kasus pengukuran kali ini viskositas merupakan salah satu factor pokok yang
mempengaruhi adanya perbedaan besar kecepatan jatuh suatu benda dalam fluida yang
bersangkutan. Sehingga dapat ditarik intinya yaitu, makin tinggi nilai kekentalan suatu
zat maka kecepatan rata-rata benda untuk mencapai dasar semakin melambat.
4.2 Saran
Dalam percobaan ini sangat diperlukan tingkat ketelitian yang tinggi baik dalam
kegiatan mengukur maupun kegiatan perhitungan. Pada pengukuran sebaiknya praktikan
harus memberi perhatian yang penuh sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pembacaan
skala.
DAFTAR PUSTAKA
Streeter L. Victor and Wylie Benjamin E. 1979. Fluid Mechanics. Tokyo: Tosho Printing.
Dugdale R. H. 1981. Mekanika Fluida. Jakarta: Erlangga.
White, M. Frank. 1986. Mekanika Zalir. Jakarta: Erlangga.
Potter, Ph. D. Merlec and Wiggert C. David. 2008. Mekanika Fluida. Jakarta: Erlangga.
Williams, Jerome and Elder A. Samual. 1989. Fluid Physics for Oceanographers and Physics.
U.K: Pergamon Press.
Streeter, L. Victor. 1971. Fluid Mechanics. Tokyo: Kogakusha Co. Ltd.
(125090700111026)
(125090700111001)
(125090700111002)
M. Fajri Mubarak
(125090700111025)
(125090700111003)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Percobaan koefisien muai panjang bertujuan agar peserta memahami konsep
pemuaian berbagai zat padat dan menentukan koefisien muai panjang berbagai batang
logam.
dari
bahan
sambungan
memuai
khusus
ketika
dan
suhunya
menopang
untuk
meningkat.Jembatan
memberi
ruang
pemuaian.Peristiwa tersebut merupakan salah satu contoh dari pemuaian termal. Anggap
batang dari bahan memiliki panjang L0 pada suhu awal T0 ketika suhu berubah dengan T,
panjang berubah dengan L. Percobaan menunjukkan bahwa apabila T tidak terlalu
besar (katakanlah, kurang dari 100 C atau sebagainya), L proporsional secara langsung
terhadap T. Jika dua batang terbuat dari bahan yang sama akan memiliki perubahan suhu
yang sama, jika perubahan adalah dua kali dari yang lain, kemudian perubahan pada
panjang juga dua kali. Dengan demikian L juga harus proporsional terhadap L0 ( Young,
1992).
Eksperimen mengindikasikan bahwa perubahan panjang L dari hampir semua
benda padat adalah perkiraan yang sangat tepat, secara langsung proporsional terhadap
panjang asli dari objek, L0.Yaitu untuk perubahan suhu yang sama, empat meter
panjangnya besi akan meningkat dua kali sepanjang dua meter. Kita dapat menuliskannya
dengan persamaan :
dengan adalah konstan dan disebut dengan koefisien pemuaian linear dengan satuan
(C)-1, artinya perderajat. Nilai dari untuk berbagai bahan pada sushu 20 C terdapat
pada tabel di bawah. Perlu dicatat bahwa berubah sedikit sekali terhadap suhu. Dengan
demikian, bila rentang suhu tidak terlalu besar, keragaman biasanya dapat diabaikan.
Bahan
Solid
Alumunium
0.000025
Kuningan
0.000019
0.000012
Liquid
Timah
0.000029
Kaca Pyrex
0.000003
Kaca Biasa
0.000009
Kuarsa
0.0000004
Gasoline
0.00095
Raksa
0.00018
Etil Alkohol
0.0011
Air
0.0005
(Giancoli, 1988)
Kita dapat memahami mengapa, pada tingkat mikroskopis, benda padat memuai
dengan peningkatan suhu. Pada benda padat, atom yang berdekatan mengalami gaya satu
sama lain dan bergerak bergetar. Pada suhu yang telah diketahui, molekul khusus berkisar
pada posisi rata-rata. Fungsi energi potensial efektif dari dua atom yang berdekatan
terpisahkan oleh jarak. Fungsi ini asimetris terhadap munimumnya, dan pemisahan ratarata bergantung pada energi molekul. Kita menghubungkan peningkatan suhu dengan
peningkatan energi molekular rata-rata. Dengan peningkatan energi, pemisahan molekul
rata-rata akan meningkat. Efeknya, ketika mengenai atom pada benda padat, menaikkan
pemuaian termal (Keller dkk., 1992).
Pertambahan ukuran tiap bagian suatu benda untuk suatu perubahan suhu tertentu
sebanding dengan ukuran mula-mula benda itu. Jadi, jika kita naikkan temperatur suatu
penggaris baja, misalnya, pengaruhnya akan serupa dengan pembesarn fotografis. Garisgaris yang semula berjarak pisahnya lebih besar. Demikian pula lebar penggaris akan
sedikit lebih besar. Bila penggaris mempunyai lubang, maka lubang akan menjadi lebih
besar, seperti yang terjadi pada perbesaran geografis (Tipler, 1991).
Koefisien muai suatu batang dapat ditentukan secara pendekatan batang. Di dekat
ujung-ujung batang ditentukan secara pendekatan batang. Kemudian suhu batang
dinaikkan atau diturunkan dengan mengetahui beberapa kenaikan atau turunnya suhu itu,
lalu pergeseran tiap-tiap garis tersebut diukur dengan mikroskop pengukur (Zemansky dan
Sears, 1962).
Logam A
Logam B
BAB II
METODOLOGI
2.1 Peralatan
Ada beberapa alat yang di pergunakan dalam percobaan ini. Antara lain adalah
seperengkat alat pemuaian, thermometer, selang karet, pipa yang akan di ukur muai
panjangnnya (kuningan, baja dan perunggu), cawan petri, dan generator uap.
BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN
No.
Jenis Pipa 1
Jenis Pipa 2
Jenis Pipa 3
L0 = 0,642 m
L0 = 0,642 m
L0 = 0,642 m
T0 = 27,5 C
T0 = 27,5 C
T0 = 27,5 oC
T (oC)
(o)
T (oC)
(o)
T (oC)
(o)
32,5
32,5
32,5
14
37,5
37,5
2,5
37,5
14
42,5
42,5
2,5
42,5
17
Tabel 3.1.1. Tabel Hasil Pengmatan Muai Panjang pada Pipa 1,2 dan 3
3.2 Perhitungan
3.2.1 Pipa 1
Catatan:
No.
1.
2.
3.
3.2.2 Pipa 2
Catatan :
L
No.
1
2
3
3.2.2. Pipa 3
L
L
L
Catatan :
L
No.
1
2
3
3.3 Pembahasan
3.3.1 Analisa Prosedur
3.3.1.1 Fungsi Alat
Dalam percobaan koefisien muai panjang ini, digunakan beberapa
alat ukur dan bendauji. Alat ukur yang digunakan seperti setup peralatan,
selang karet, cawan petri, termometer dan generator uap. Sedangkan benda
uji yang digunakan ialah tiga pipa yaitu pipa besi, pipa kuningan dan pipa
perunggu.
Setup peralatan digunakan sebagai rangka seluruh alat dimana
seluruh peralatan yang digunakanterhubung ke setup peralatan, bukan hanya
peralatan saja namun benda uji pun diletakkan pada setup peralatan. Setup
peralatan memiliki dua buah sandaran. Yakni sandaran tetap dan sandaran
pengarah. Sandaran tetap digunakan untuk manyimpan dan menjepit pipa
terbuka (benda uji). Sedangkan sandaran pengarah dugunakan untuk
menyimpan dan menjepit pipa tertutup. Setup peralatan juga dilengkapi
dengan alat pengukur pemuaian berbentuk bujur sangkar yang akan bergerak
apabila benda uji dimuaikan dimana setiap derajatnya setara dengan nilai 3 .
10-5 meter. Setup peralatan juga memiliki pemutar skrup pada ujung sandaran
tetap agar bisa menjepit pipa.
Selang karet merupakan selang yang termodifikasi agar kalor atau
panas diusahakan telah bisa keluar dari sistem. Alat ini digunakan untuk
menghubungkan generator uap dengan setup peralatan serta menghubungkan
benda uji dengan cawan petri. Dalam praktikum, alat ini sangat berperan
penting dalam distribusi kalor dari genrator uap ke benda uji.
Cawan petri digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan uap sisa
yang digunakan untuk memuaikan benda uji. Cawan petri ini mempunyai
memiliki fungsi lain yakni tempat untuk menimbang bahan dan tempat
mengeringkan bahan. Cawan petri mrupakan wadah berbentuk bundar dan
terbuat dari plastik atau kaca.
Alat yang dugunakan selanjutnya adalah termometer. Termometer
digunakan untuk mengukur suhu. Baik suhu mula-mula saat percobaan yang
merupakan suhu ruangan serta suhu akhir yang merupakan suhu benda uji
setelah dipanaskan. Termometer digunakan dalam percobaan koefisien muai
panjang karena koefisien sangat tergantung pada suhu. Persamaan koefisien
muai panjang adalah :
=L/LT
Sehingga koefisien muai panjang berbandibng terbalik dengan suhu.
Termometer menjadi penting dalam menentukan suhu untuk mengetahui
nilai dari koefisien muai panjang.
Alat yang digunakan selanjutnya ialah generator uap . Generator uap
digunakan sebagai sumber kalor, kalor berasal dari air yang dipanaskan
dalam generator uap. Sehingga air tersebut menjadi uap dan uap tersebutlah
yang membuat bahan uji menjadi memuai dengan mengetahui perubahan
panjang benda uji dengan serta perubahan suhu maka akan didapatkan nilai
koefisien muai panjang. Cara kerja generator uap ialah memanaskan air yang
ada di karet sehingga menjadi uap. Energi yang digunakan oleh karet listrik
ialah energi listrtik.
Dalam praktikum alat atau instrumen memang menjadi syarat pasti
untuk mengukur suatu besaran. Namun setiap alat ukur tersebut juga
memiliki syarat agar bisa digunakan secara tepat dengan presisi dan akurat.
Maka, alat ukur tersebut harus dilakuakn kalibrasi serta kondisi alat ukur
tersebut harus berfubngsi dengan baik. Sehingga dapat didapatkan data hasil
yang benar.
3.3.1.2 Fungsi Perlakuan
Percobaan koefisien muai panjang ini memiliki tujuan agar praktikab
dapat memahami konsep dari persamaan pada loga. Hal ini menjadi penting
karena manusia sangat membutuhkan logam dalam kehidupan sehariharinya. Logam dan beberapa material padat lainnya memiliki sifat memuai.
Sehingga dengan mempelajari sifat dari pemuaian itu sendiri manusia dapat
memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam praktikum di laboraturium untuk percobaan koefisien muai
panjang perlu diperhatikan beberapa muai dengan saat perakitan alat harus
dipastiakan bahwa selang karet terpasang baik agar tidak ada kalor yang
tebuang saat dialkukan pendistribusian kalo. Sehingga, pada alat penghubung
baik pada generator uap, pada setup peralatan dan cawan petri harus benar.
Jadi dalam pemasangan seperti pada pengencangan sekrup dan pastiakan
bahwa selang tidak bocor. Hal ini perlu dilakuakan agar percobaan menjadi
efektif.
Dalam percobaan koefisien muai panjang, perlu diperhatikan apabila
sesudah memanaskan air lebih baik air dibuang dan diganti yang baru.
Ln = n =1
disentuhkan ke sistem. Selain termometer, selang karet yang kurang baik pada saat
penempelan ke setup peralatan menjadi kesalahan selanjutnya. Hal ini membuat
kalor dapat keluar dari sistem. Bukan hanya rusaknya alat saja, namun ada alat yang
tidak ada dan diganti dengan alat lainnya yaitu cawan petri yang diganti dengan
ketel untuk generator uap. Fasilitas keamanan dalam praktikum juga mendukung.
Karena, laboratorium belum memiliki alat pelindung panas untuk tangan. Sehingga,
praktikan agak canggung dalam melakukan pengukuran.
Setelah mendapatkan nilai koefisien muai panjang, dilanjutkan untuk
mencari kesalahan relatif dengan persamaan :
Kr= / x 100%
Sehingga didapatkan hasil koefisien relatif sebesar :
Kr1 = 12,38 %
Kr2 = 25,2 %
Kr3 = 29,12%
Angka kesalahan relatif yang tinggi, membuktikan bahwa presisi alat-alat
untuk praktikumkoefisien muai panjangtidak efektif digunakan.
Fungsi dari pemuaian itu diantaranya adalah untuk mengukur kejadiankejadian di alam yang berhubuangan pemuaian. Sehingga dapat menanggulangi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada percobaan ini dapat disimpulkan bahwazat padat dapat mengalami
pertambahan panjang apabila terjadi pemanasan pada zat tersebut dan mungkin juga akan
mengalami pemuaian luas dan volume (hanya saja tidak dibuktikan pada percobaan ini).
Zat padat tersebut akan kembali menyusut jika suhu kembali turun.
Koefisien muai panjang pada masing-masing pipa bahan yang diujikan berbedabeda satu sama lain. Pipa yang paling banyak mengalami pemuaian adalah pada pipa
berbahan perunggu.
4.2 Saran
Sebelum dilakukan percobaan, sebaiknya dilakukan terlebih dahulu pengecekan
terhadap alat-alat yang akan digunakan. Apakah alat tersebut masih berfungsi dengan baik
atau tidak. Sehingga, tidak akan terjadi gangguan ketika pengambilan data dilakukan.
Wadah yang digunakan pada generator uap (ketel) sebaiknya ditambah agar ketika
penggantian air ke percobaan bahan lain tidak akan memakan waktu lama sehingga akan
lebih efisien waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Giancoli, Douglas. C. 1988. Physics for Scientist and Engineering. New Jersey: Prentice Hall.
Keller, Fredrick. J, W. Edward Gattys. Malcolm J. Skove. 1993. PhysicsClassicalandModern.
New York: John Wiley and Sons.
Tipler, Paul. A. 1991. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Erlangga.
Young, Hugh. D. 1992. University Physics. New York: Addison-Wesley Pulishers.
Zemansky, Mark. W. Francis Weston Searz. 1962. Fisika untuk Universitas. Bandung:
Binacipta.
Aileen M. Tapetfeto
( 125090700111009 )
( 125090700111007 )
Daniel Noventio A. P
( 125090700111008 )
Izzatul Mufidah
( 125090700111005 )
Muhamad Rahmawan
( 125090700111006 )
( 125090700111004 )
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Tujuan Percobaan
Setelah melakukan praktikum ini diharapkan peserta praktikum Fisika Dasar
dapat menjelaskan konsep kalor jenis zat padat dan asas Black, juga mampu
menentukan kalor jenis suatu bahan dengan menggunakan kalorimeter.
1.2
Dasar Teori
Panas Jenis atau biasa disebut kalor jenis memiliki definisi tersendiri, yaitu
sebagai perbandingan antara kapasitas panas jenis bahan tersebut dengan kapasitas
panas jenis air. Secara umum, panas jenis atau kalor jenis secara numerik atau
perhitungan angka memiliki kesamaan dengan kapasitas panas jenisnya. Akan tetapi,
karena panas jenis didefenisikan sebagai perbandingan, maka panas jenis atau kalor
jenis hanyalah berupa bilangan tanpa satuan. Kapasitas panas benda memiliki sebuah
defenisi, yaitu panas atau banyaknya panas yang diperlukan untuk menimbulkan
kenaikan suhu yang sama, berbeda-beda nilai kapasitas panas antara benda satu
dengan benda yang lainnya tergantung dari bahan dasarnya. Bila sebuah benda
menerima kalor atau panas sebanyak Q, suhu benda tersebut mengalami kenaikan
sebesar
derajat.
Perbandingan antara banyaknya panas yang diberikan dengan kenaikan suhu disebut
kapasitas panas benda tersebut. Bila dituliskan persamaannya, maka akan menjadi
seperti ini:
Kapasitas panas jenis memiliki satuan kalori per gram derajat celcius (
) .
Dari kapasitas panas, kita bisa mencari kapasitas panas jenis, digunakan sebagai angka
yang khas bagi bahan benda yang bersangkutan. Cara mencarinya dengan persamaan
berikut:
Apabila kita ingin mencari kalor melalui persamaan di atas akan berbunyi:
. (Sears,1964).
Perpindahan panas atau kalor akan terjadi apabila dua benda yang memiliki
suhu masing-masing misalnya yang satu panas dan yang satu dingin bertemu. Kedua
benda ini saling menghantarkan panas dan menerima panas sehingga diperoleh sebuah
angka suhu setimbang. Untuk benda yang panas akan menjadi lebih dingin, untuk
benda yang dingin akan menjadi lebih panas. Apabila perpindahan panas ( merupakan
BAB II
METODOLOGI
2.1
Peralatan
Dalam percobaan kalor jenis ini ada beberapa alat ukur yang perlu digunakan.
Diantaranya adalah sebuah kalorimeter yang lengkap dengan pengaduknya, lalu
termometer, timbangan dan gelas ukur. Perlu disiapkan juga sebuah alat pemanas.
Untuk benda uji, siapkan sebuah bahan yang akan ditentukan kalor jenisnya.
2.2
80
15
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
3.1
T(
27,5
27,5
27,5
27,5
27,5
27,5
28
28
28
28
28
T(
28
3.2
Perhitungan
3.2.1 Perhitungan Bola
3.2.1.1 Bola Besi Besar
Massa/mx(gr)
1.
8,6
0,00952
2.
10
0,02
Bola Besar
Tan
Bola Kecil
Tan
(
Gambar Grafik
3.3 Pembahasan
3.3.1 Analisa Prosedur
A. Fungsi Alat
Dalam percobaan tentang kalor jenis ini digunakan beberapa alat, baik alat
ukur maupun alat percobaan. Peralatan yang digunakan antara lain sebuah kalorimeter
dengan pengaduknya yang secara kebetulan memiliki atau terbuat dari bahan yang
sama, yaitu tembaga. Lalu sebuah termometer yang dipasang di calorimeter, berisikan
air raksa, juga termometer yang dipasang di pemanas, dan juga terbuat dari bahan yang
sama. Lalu pemanas yang menggunakan uap. Selain itu, timbangan (neraca
ohauss),gelas ukur yang terbuat dai kaca. Untuk benda uji, digunakan dua macam bola
yang terbuat dari besi. Untuk bola satu (lebih besar) ada delapan butir, dan untuk dua
(lebih kecil) digunakan 24 butir.
Kalori meter dari tembaga, bagian luarnya dilapisi semacam kain agar suhu
kalorimeter bagian dalam tidah terpengaruh luar. Bagian penutup kalorimeter terdapat
dua buah lubang, besar dan kecil. Lubang yang kecil digunakan untuk gagang atau
pegangan pengaduk, sedangkan lubang besar digunakan untuk tempat sumbat gabus
berlubang dengan thermometer di lubangnya. Air dari keran dimasukkan ke dalam
kalorimeter hingga mencapai dari volume kalorimeter.
thermometer awal untuk memperoleh suhu awal air. Nantinya kalorimeter ini akan
dimasuki benda uji yang panas, lalu dilihat lagi skalanya selama menit sekali untuk
memperoleh suhu setimbang.
Pemanas uap yang memiliki sumber dari listrik, memanaskan air dari
sebuah tabung, lalu menghantarkan uap ke dalam tabung-tabung yang memiliki tutup di
atas dan bawahnya. Seebelum dipanaskan, benda uji dimasukkan melalui tutup atas.
Lalu nyalakan pemanas dan tunggu hingga panas. Setelah 800C atau 15 menit,
matikan pemanas, lalu keluarkan benda uji melalui tutup bawah dan ditampung dalam
kalorimeter. Termometer sudah terpasang di tabung pemanas untuk memeriksa suhu di
dalam tabung pemanas.
Untuk benda uji, pertama dicari massanya menggunakan neraca ohaus,
lalu dipanaskan di dalam pemanas uap. Setelah panas (dalam termometer terlihat 800C
atau waktu 15 menit), benda dikeluarkan dan ditampung dalam kalorimeter berair
tanpa menyentuhnya. Lalu cari suhu setimbang.
Neraca ohauss digunakan untuk mengukur massa calorimeter kosong dan
berisi air, massa pengaduk dan massa benda uji.
Setelah mencari suhu setimbang, benda uji dikeluarkan dari kalorimeter,
lalu air dimasukkan ke gelas ukur untuk mencari volume air yang digunakan.
B. Fungsi Percobaan
Percobaan kalor jenis ini dilaksanakan untuk melatih pengamat agar
mampu menggunakan peralatan-peralatan yang diperlukan untuk mencari kalor jenis
dari sebuah benda. Pengamat dituntut untuk teliti dan telaten saat membaca skala
termometer dan megukur massa.
Dikarenakan saat pemanasan atau waktu yang diperlukan pemanas cukup
lama, maka pengukuran hanya bisa dilakukan sekali pada masing-masing benda uji
maupun alat-alat yang diukur massanya, dan suhunya. Namun, masing-masing
pengamat bergantian melihat skalanya atau mengukurnya sehingga diperoleh angka
yang mendekati kebenaran.
Setelah data mentah diperoleh, dilanjutkan dengan perhitungan untuk
memperoleh nilai kalor jenis dan kapasitas kalor karena besaran-besaran ini termasuk
besaran turunan dan tidak bisa diperoleh melalui penelitian biasa.
Semua nilai yang diperoleh dituliskan dalam bentuk nilai nilai ralat.
Data-data tersebut juga digunakan untuk mencari angka kesalahan relatif.
memiliki rumus
dijabarkan (T2-T) yang dimisalkan C. Nilai A adalah 220,767 untuk bola besar
dan 233,367 untuk bola kecil. Untuk nilai B dari bola besar sebesar 0.5 , dan bola
kecil 1 . Sedangkan nilai C untuk bola besar adalah 52,5
kecil adalah 50 .
Setelah dimasukkan kedalam rumus
besar sebesar 0,244 kal/gr
diperoleh nilai kalor jenis dari benda bola besar dan kecil, langkah selanjutnya adalah
memperhitungkan kapasitas kalornya (
. Untuk bola besar, kapasitas kalornya diperoleh sebesar 2,0984 kal/ , dan
untuk bola kecil diperoleh kapasitas kalor sebesar 4,66 kal/ .
Sekarang untuk perhitungan deviasi dari A, B, C kalor jenis dan kapasitas
kalor. Yang pertama untuk deviasi A bola besar diperoleh nilai sebesar 0,2 dan untuk
deviasi A bola kecil juga bernilai 0,2. Yang kedua deviasi B bola besar adalah 0,5 ,
sama dengan deviasi B untuk bola kecil 0,5
. Pada
bola besar diperoleh deviasi kalor jenisnya sebesar 0,247 kal/gr , dan untuk bola
kecil deviasi kalor jenisnya adalah sebesar 0,24 kal/gr . Yang terakhir adalah deviasi
kapasitas kalor untuk boal besar yaitu 2,136 kal/ , dan untuk bola kecil diperoleh
nilai sebesar 2,423 kal/ .
Untuk kesalah relatif dapat dihitung dari nilai besaran deviasi dibagi nilai
besaran tersebut dikali 100%. Kr (kesalahan relatif) A untuk bola besar diperoleh
sebesar 0,0905% dan bola kecil adalah sebesar 0,0857%. Untuk Kr
bola besar
diperoleh nilai sebesar 101,299%, dan bola kecil sebesar 101,791%.Selanjutnya untuk
bola besar diperoleh nilai kesalahan relatif kapasitas kalor sebesar 101,791%, dan
untuk bola kecil diperoleh nilai sebesar 51,995%. Yang terakhir adalah perhitungan
Asas Black, yang berbunyi jumlah kalor yang dilepaskan sama dengan jumlah kalor
yang diterima, dengan perhitungan menggunakan rumus A.B=
dan
BAB IV
PENUTUP
4.1.
KESIMPULAN
Peserta praktikum telah melakukan percobaan kalor jenis ini semaksimal
mungkin. Peserta sudah mampu melakukan pengukuran massa, suhu & volum yang
menjadi data perhitungan mencari kalor jenis bahan uji dan kapasitas kalornya. Yang
terpenting dalam percobaan kali ini adalah ketelitian, konsentrasi, dan ketelatenan.
Kehilangan satu dari faktor tersebut sangat fatal akibatnya dalam pengukuran.
Untuk angka kesalahan relatif yang diharuskan adalah berkisar 0% hingga
10%. Namun, peserta penelitian memperoleh nilai yang terlalu tinggi. Hal ini dapat
disebabkan kurang telitinya peserta dalam mencari data, atau salah dalam melakukan
perhitungan. Karena tingkat kesalahan relatif terlalu besar, ini berarti keakuratan
pengukuran masih meragukan.
Setelah melakukan pengukuran/percobaan kalor jenis ini, peserta penelitian
mengerti konsep dari asas Black. Bunyi dari asas Black adalah : Jumlah kalor
yang dilepaskan suatu sistem sama dengan jumlah kalor yang diterima oleh sistem
lain.
4.2.
Saran
Untuk asisten laboratorium penelitian diharapkan untuk lebih teliti dalam
melakukan penelitian dan memasukkan data, dan lebih cermat dalam memeriksa
kemampuan alat-alatnya apakah layak pakai atau sudah dikonversikan atau belum.
DAFTAR PUSTAKA
Beiser, Arthur.1964.The Foundation of Physics.USA:Addison Wesley.
Hecht, Eugene.1994.Physics Heat Algebra Trigonometry.USA:Books Publishing
Company.
Kane, Sternheim Jan.1991.General Physics.USA:Hamilton Printing Company.
Sears, Francis Weston.1964.Mekanika Panas dan Bunyi.Bandung:Binacipta.
Sears, Francis Weston dan Zemansky Mark W..1962.Fisika untuk Universitas I:
Mekanika,Panas dan Bunyi.Jakarta:Binacipta.
TUGAS PENDAHULUAN
1. Turunan Persamaan no 5:
2. Kalor serap adalah banyaknya kalor yang berpindah dari lingkungan ke sistem atau
bahan yang bersangkutan.
Kalor lepas adalah banyaknya kalor yang berpindah dari sistem atau benda uji yang
bersangkutan menuju lingkungan sekitar benda.
3. Bahan uji apa yang lebih baik? Butiran ataukah bongkahan? Jelaskan!
Bongkahan, karena dalam perhitungan dan megukur massa lebih mudah dilakukan
balok.
4. Bejana adiabatik = kalorimeter. Alat yang tidak berpengaruh dengan energi panas
diluar sistem percobaan, tetapi berpengaruh pada sistem.
(125090700111010)
Indah Gumilang D.
(125090700111011)
Yogi Fernandus
(125090307111011)
Veny Lestarining R.
(125090307111012)
Rinaldy Rizky A.
(125090307111013)
(125090307111014)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Setelah diselesaikannya percobaan ini diharapkan peserta praktikum fisika dasar
dapat menjelaskan getaran selaras dengan menggunakan pegas, menentukan konstanta
pegas dalam susunan tunggal, seri dan paralel, dan menentukan sistem pegas.
1.2 Teori
Banyak benda bergetar atau berosilasi sebuah benda di ujung pegas, garpu tala,
roda penyeimbang pada jam tangan tua, pendulum, penggaris, plastik, senar gitar, piano,
dll. Ketika sebuah getaran atau osilasi terulang sendiri, ke depan dan belakang, pada
lintasan yang sama, gerakan tersebutdisebut periodik. Bentuk yang paling sederhana dari
gerak periodik dipresentasikan oleh sebuah benda yang berosilasi di ujung pegas. Karena
banyak jenis gerak lain yang hampir menyerupai sistem ini (Giancoli, 2001).
Semua pegas memiliki panjang alami dimana pada keadaan ini pegas tidak
memberikan gaya pada massa m , dan posisi massa di titik ini disebut posisi setimbang.
Jika massa dipindahkan apakah ke kiri, yang menekan pegas atau ke kanan, yang
merentangkan pegas, pegas memberikan gaya pada massa yang bekerja dalam arah
mengembalikan massa ke posisi setimbangnya; oleh sebab itu disebut gaya pemulih.
Besar gaya pemulih F ternyata berbanding lurus dengan simpangan x dari pegas yang
direntangkan atau ditekan ddari posisi setimbang.
F=-kx
Perhatikan bahwa posisi setimbang adalah x = 0 pada persamaan di atas yang sering
disebut sebagai hukum Hooke. Hukum tersebut akrat selama pegas tidak ditekan sampai
kumparan-kumparannya bersentuhan, atau direnggangkan sampai melebihi batas
elastisitas. Tanda menandakan bahwa gaya pemulih selalu mempunyai arah yang
berlawanan dengan simpangan x (Giancoli, 2001).
Konstanta pembanding k pada persamaan tersebut disebut konsatnta pegas. Untuk
meregangkan pegas sejauh x, kita harus memberikan gaya (eksternal) pada pegas yang
sama dengan F = + k x. Makin besar nilai k, makin besar gaya yang dibutuhkan untuk
meregangkan pegas sejauh jarak tertentu. Sehingga, makin kaku pegas, makin besar
konstanta pegas k (Giancoli, 2001).
Osilasi dari pegas yang tergantung vertikal pada dasarnya seperti pegas horizontal
karena adanya gaya gravitasi, panjang pegas vertikal dalam posisi setimbang akan lebih
panjang daripada ketika posisinya horizontal. Pegas berada pada keadaan setimbang
ketika F = 0 = mg kx0 sehingga pegas terenggang dengan jarak tambahan x0 = mg / k
agar setimbang (Giancoli, 2001).
Setiap gerak yang berulang dalam selang waktu yang sama disebut gerak periodik.
Jika suatu partikel dalam gerak periodik bergerak bolak balik melalui lintasan yang sama
karena gaya gesekan melepaskan tenaga geraknya. Periode T suatu gerak harmonik adalah
waktu yang dibutuhkan untuk menempuh satu lintasan lengkap dari geraknya, yaitu suatu
getaran penuh atau satu putaran. Frekuensi gerak v adalah banyaknya getaran (putaran)
tiap satuan waktu (Halliday, 1999).
Besar simpangan maksimum disebut amplitudo gerak harmonik sederhana dan
selalu diambil harga positifnya. Dalam bagian ini pegas ideal didefinisikan sebagai pegas
yang bila ditekan atau direntangkan maka memberikan gaya F=-kx; k yang disebut
konstanta pegas. Persoalan osilator harmonik sederhana menjadi penting karena dua
alasan berikut yaitu karena kebanyakan persoalan menyangkut getaran, dan karena sring
dijumpai di persoalan fisis (Halliday, 1999).
Disini x adalah deformasi atau perubahan panjang, F adalah gaya balik oleh bahan,
dan k adalah suatu tetapan pembanding. Untuk pegas, k disebut tetapan pegas. Tanda
negatif menyatakan bahwa gaya selalu melawan deformasi (Sutrisno, 1997).
Hukum hooke berlaku pada suatu bahan selama perubahan panjang tidak terlalu
besar. Daerah dimana Hooke berlaku disebut daerah elastik, maka benda akan mengalami
perubahan bentuk permanen (Sutrisno, 1997).
Perhatikan bahwa gaya pegas adalah kekuatan variabel karena tergantung pada
posisi ujung bebas. F dapat disimbolkan F(x). Hukum Hookes adalah yang berhubungan.
Plot kemungkinan F adalah bahwa dalam arah (Jones dkk, 1938).
Model untuk prilaku pegas akurat hanya jika tidak menjadi terlalu besar; jika kita
menarik ujung bebas maka pegas akan melakukan geraknya dalam tiap detik secara
selaras (Crummett, 1994).
BAB II
METODOLOGI
2.1 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam praktikum sistem pegas adalah beberapa buah
pegas, sebuah stopwatch, sebuah mistar serta beberapa buah beban pemberat serta statip.
2.3 Gambar
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
3.1 Data Hasil Percobaan
3.1.1 Pegas Ke-1
m (gr)
X1 (cm)
T10 (s)
X2 (cm)
Getaran (kali)
100
13
25
200
15
20
300
17,5
6,25
5,5
16
400
20
6,6
15
500
22
7,7
10
13
m (gr)
X1 (cm)
T10 (s)
X2 (cm)
Getaran (kali)
100
13
3,5
28
200
15,5
4,5
3,5
22
300
18
5,9
17
400
20,5
6,6
8,5
15
500
23
7,1
11
14
X1 (cm)
T10 (s)
X2 (cm)
Getaran (kali)
100
30
5,2
19
200
33
7,7
13
300
38
11
11
400
43
10
16
10
500
47
11,1
20
X1 (cm)
T10 (s)
X2 (cm)
Getaran (kali)
100
34
3,3
1,5
30
200
36
5,5
4,5
18
300
39,5
7,1
14
400
42
8,3
9,5
12
500
46
10
13,5
10
3.2 Perhitungan
3.2.1 Pegas I
x
m (kg)
T1
k (N/m)
|k- |2
g
m
|g-|2
T2 (s2)
(m)
(s)
( /s)
0,1
0,01
0,4
24,65
45,15
2,465
8,38
0,16
0,2
0,03
0,5
31,55
0,032
4,732
0,4
0,25
0,3
0,055 0,62
31,13
0,057
5,7
0,1156
0,3844
0,4
0,08
0,66
36,68
28,19
7,336
3,9
0,4356
0,5
0,1
0,77
32,86
2,22
6,57
1,46
0,5929
/m
/m
/m
=
= 6,2 %
Grafik
/m
/m
k = 42 cot
= 1,95 N/m
o k = k k = (31,37 1,95) N/m
= 4 . (3,14)2 . 0,8
= 31,55 N/m
o
=
= 14,92 %
Grafik
3.2.1.2 Percepatan Gravitasi
= 1,2.10-3
g = - k tan
= - 31,55 . 0,07
= 0,8
o g = g = (5,36 0,8)
= - 2,2
3.2.2 Pegas II
m (kg)
T1
k (N/m)
|k-k|2
T2 (s2)
(s)
0,1
0,01
0,35
31,55
19,44
3,155
10,2
0,1225
0,2
0,035 0,45
38,95
8,94
6,8
0,2
0,2025
0,3
0,05
0,59
33,98
3,92
5,6
0,56
0,3481
0,4
0,085 0,66
36,21
0,0625
7,6
1,56
0,4356
0,5
0,11
39,11
9,92
8,6
5,06
0,5041
k=35,96
=42,28
0,71
( /s)
|g-|2
(m)
=6,35 =17,58
Grafik
/m
/m
/m
/m
/m
k = 42 cot
= 4 . (3,14)2 . 1,08
= 42,5 N/m
= 1,45 N/m
o k = k k = (35,96 1,45) N/m
o
=
= 4,03 %
Grafik
= 0,93
g = - k tan
= - 42,5 . 0,22
= - 9,35
o g = g = (6,35 0,93)
o
=
= 14,6 %
T1
k (N/m)
|k-k|2
g
m
T2 (s2)
(m)
(s)
0,1
0,03
0,52
14,58
0,11
4,37
0,86
0,2704
0,2
0,06
0,77
13,3
2,59
1,71
0,5929
0,3
0,11
0,9
14,6
0,09
5,35
0,0025
0,81
0,4
0,16
15,77
0,74
6,3
0,5
0,2
1,1
16,3
1,93
6,52
0,9
1,21
=5,3
=4,47
k=14,91 =5,46
( /s)
|g-|2
/m
Grafik
/m
/m
/m
/m
k = 42 cot
= 0,52 /m
= 4 . (3,14)2 . 0,75
N
o k = k k = (14,91 0,52) /m
o
=
= 3,48 %
= 29,57 N/m
Grafik
|g-|2 = |6,3-5,3|2 = 1
g = - k tan
= - 29,57 . 0,4
= - 11,82
= 0,47
o g = g = (5,3 0,47)
o
=
= 8,86 %
x
(m)
T1
(s)
k (N/m)
|k-k|2
g
m
( /s)
|g-|2
T2 (s2)
0,1
0,015 0,33
36,21
111,09
5,43
9.10-4
0,1089
0,2
0,045 0,55
26,07
0,16
5,86
16.10-2
0,3025
0,3
0,07
0,71
23,47
4,84
5,47
10-4
0,5041
0,4
0,095 0,83
22,89
7,72
5,43
9.10-4
0,6889
0,5
0,13
19,71
35,52
5,12
0,1156
Grafik
/m
/m
/m
/m
k = 42 cot
= 4 . (3,14)2 . 0,5
N
= 2,82 /m
o
= 19,71 N/m
N
k = k k = (25,67 2,82) /m
o
=
= 10,98 %
Grafik
g = - k tan
= - 19,71 . 0,86
= - 16,95
= 0,117
o g = g = (5,46 0,117)
o
=
= 2,14 %
3.3 Pembahasan
3.3.1 Analisa Prosedur
3.3.1.1 Fungsi Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan sistem pegas kali ini antara lain
beberapa buah pegas, statip, beberapa buah beban, mistar (meteran) dan stopwatch.
Pegas adalah alat utama yang akan digunakan dalam percobaan ini, pegas
berfungsi untuk menentukan periode dan percepatan gravitasi dalam setiap gerakannya
secara vertikal.
Dalam percobaan ini pegas yang dibutuhkan minimal, karena kita akan
mengukur periode dan percepatan gravitasi bila pegas disusun secara seri ataupun
secara paralel. Ketiga pegas tersebut harus memiliki kerapatan dan panjang yang
sama.
Fungsi alat berikutnya adalah statip. Statip berfungsi sebagai tempat
penggantungan pegas. Tinggi statip dapat diatur sesuai keinginan.
Beban, beban berfungsi untuk memberikan berat pada pegas sehingga pegas
memiliki perubahan panjang dari panjang awal.beban yang dibutuhkan pada
percobaan ini sebanyak 5 buah dengan berat masing-masing 100 gram.
Berikutnya adalah mistar atau alat ukur panjang. Pada percobaan kita
membutuhkan meteran untuk mengukur panjang dari beban yang diberikan ke pegas.
Dan yang terakhir adalah stopwach. Stopwatch berfungsi untuk menghitung
waktu yang dibutuhkan pegas dalam setiap detiknya.
3.3.1.2 Fungsi Perlakuan
Dalam percobaan ini dibutuhkan beberapa perlakuan diantaranya panjang
pegas mulai diukur dari lingkaran pertama hingga lingkaran terakhir pada pegas.
Bukan dari tingkat penggantungnya. Setelah itu pegas ditarik oleh orang yang sama
dan ditarik dengan panjang yang sama. Sehingga hal itu dapat meminimalisir
kesalahan.
Dan yang terakhir setelah menghitung waktu dengan stopwatch kita harus
mengalibrasinya kembali agar tidak terjadi perbedaan perhitungan waktu.
3.3.2 Analisa Hasil
Pada pegas pertama didapat nilai rata-rata periodenya adalah sebesar 0,41
sekon, nilai rata-rata konstanta pegasnya sebesar 31,37
garvitasi rata-ratanya sebesar 5,36 m/s2, sedangkan pada pegas pertama ini kesalahan
relatif untuk konstanta pegas sebesar Kr k = 6,2 % dan kesalahan relatif untuk
percepatan gravitasi sebesar Kr g = 14,92%.
Pada hasil tersebut dapat dilihat kesalahan relatif dari percobaan ini masih
cukup besar.
Sedangkan pada pegas kedua didapat nilai rata-rata periodenya adalah sebesar
0,552 sekon. Nilai rata-rata konstanta pegasnya sebesar 35,96 N/m dan nilai percepatan
gravitasi rata-ratanya sebesar 6,35 m/s2. Pada percobaan ini kesalahan relatif untuk
konstanta pegas adalah sebesar Kr k = 4,03% dan kesalahan relatif untuk percepatan
gravitasi adalah sebesar 14,6%.
Hasil yang didapat dari pegas yang dipasang seri untuk rata-rata periodenya
adalah sebesar 0,858 sekon, sementara untuk hasil rata-rata konstanta pegasnya adalah
sebesar 14,91 N/m, dan untuk rata-rata percepatan gravitasinya adalah sebesar 5,3 m/s2.
Pada pegas yang dipasang seri ini diperoleh nilai kesalahan relatif sebesar 3,48%
untuk KrK, dan untuk Krg sebesar 8,68%.
Dan yang terakhir pada pegas yang dipasang paralel, hasil yang didapat untuk
rata-rata periodenya adalah sebesar 0,684 sekon, untuk rata-rata nilai konstanta pegas
sebesar 25,67
m 2
/s .
Sementara nilai kesalahan relatif untuk konstanta pegas adalah sebesar Kr k = 10,98 %
dan kesalahan relatif untuk Kr g = 2,14%.
Dari keseluruhan data yang telah didapat kita ketahui bahwa semakin besar
beban yang diberikan kepada pegas maka menyebabkan perubahan panjang yang besar
pula dan semakin berat beban yang diberikan kepada petugas maka dibutuhkan waktu
yang lama untuk mencapai T10 sehingga nilai T10 semakin besar.
Sehingga nilai konstanta pegas berbanding lurus dengan nilai massa dan
berbanding terbalik dengan kuadrat periodenya.
Dari seluruh data yang diperoleh juga nilai masing-masing kesalahan relatifnya
masih cukup besar, hal ini disebabkan oleh kesalahan dalam prosedur percobaan yang
dilakukan praktikum. Pada hasil percobaan terdapat getaran yang dilakukan dalam 10
sekon, sehingga dari itu kita bisa dapatkan nilai T10 dan T1. Contoh : dalam 10 sekon
telah terjadi 25 getaran, berarti dalam 1 sekon telah terjadi kira-kira 2,5 getaran, maka
10 kali getaran dibutuhkan waktu 4 sekon.
Terjadinya kesalahan juga terjadi ketika perhitungan waktu dan perhitungan
getaran, sehingga hasil yang di dapat muran memuaskan.
Pada percobaan tersebut didapat gaya-gaya yang bekerja pada beban antara lain
gaya pemulih dan gaya berat pada beban. Gaya pemulih memiliki besar yang
bergbanding lurus dengan simpangan X dari pegas yang direntangkan atau ditekan
dari posisi seimbang, besar gaya pemulih dapat ditulis dengan rumus F = - k x
F = - k x juga
disebut sebagai hukum Hooke dimana hukum Hooke merupakan hal khusus dari
hubungan dengan deformasi pada benda elastik yang lebih umum. Hubungan dari
persamaan dipenuhi oleh pegan dan benda elastik lainnya. Namun jika sebuah benda
dapat dideformasikan sampai melampaui suatu titik tertentu, ia tidak akan kembali ke
bentuk asalnya.
Pada hasil percobaan dan perhitungan terdapat perbedaan persentase Kr antara
Kr yang dihitung dari perhitungan rumus dengan Kr yang dihitung dengan pencarian
titik pada grafik.
Hal tersebut bisa terjadi karena pembulatan angka yang telah dilakukan
sehingga terdapat sedikit perbedaan yang tidak terlalu signifikan. Perbedaan Kr
tersebut dapat diminimalisir dengan cara ditiadakannya pembulatan angka, namun
apabila ditiadakan angka tersebut maka itu akan mempersulit perhitungan.
Penggunaan pegas sendiri dalam duania kedokteran sangat banyak. Contohnya
terletak pada kasur pasien biasanya terdapat pegas untuk menurunkan dan menaikkan
bagian kasur tertentu, selain itu terdapat juga pada alat dokter gigi yaitu pada lampu
yang digunakan untuk memeriksa pasien. Lampu tersebut dapat dinaikkan dan
diturunkan karena ada pegas.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan sistem pegas adalah tentang gerak
selaras dimana getaran selaras atau getaran harmonik adalah posisi partikel atau benda
yang bergetar dalam fungsi waktu. Getaran selaras ini terjadi karena adanya gaya balik
yang arah selalu menuju titik seimbang.
Lalu dari percobaan ini kita dapat melihat bahwa konstanta pegas terbesar terdapat
pada pegas yang dipasang tunggal lalu paralel dan disusul oleh pegas yang dipasang seri.
Dalam percobaan ini juga pecepatan gravitasi bumi dapat ditentukan dari besarnya
konstanta pegas, perubahan panjang dan massa beban.
4.2 Saran
Praktikum sebaiknya lebih cermat dalam menghitung T10 dan dalam membaca
prosedur percobaan. Karena kesalahan sedikit saja pada prosedur percobaan akan
berdampak fatal pada data.
DAFTAR PUSTAKA
Crummet, William P., 1994. University Physic Models And Applications. USA: W. m. C.
Brown Publishers.
Giancoli, Douglas C., 1998. Physics Principles with Application. USA: Prentice Hall.
Halliday, David dkk, 1999. Fisika Dasar Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga
Jones, Edwin R. dkk, 1938. Contemporary Collage Physics Second Edition. USA: AddisonWesley Publishing Company
Sutrisno, 1997. Fisika Dasar. Bandung: Penerbit ITB