Anda di halaman 1dari 10

Tugas Toksikologi

Racun Alamiah yang Terdapat pada


Daun Singkong

NAMA : SYAIDATUL ASLAMIAH


NIM : PO7134213237

KEMENTERIAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM DIPLOMA IV JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2013/2014

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karuniaNya jualah akhirnya penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul Racun Alamiah
yang Terdapat pada Daun Singkong tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata pelajaran Imunologi-Serologi dan
menambah wawasan ilmu pengetahuan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
1.

Ibu Dra. Nurlailah, Apt. Msi., selaku dosen mata kuliah Toksikologi.

2.

Semua pihak yang membantu dalam penyelesaian Makalah ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat dan hidayah-Nya atas segala

amal perbuatan yang diberikan. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan
Makalah ini. Penulis juga berusaha semaksimal mungkin dalam penyelesaiannya karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat menyempurnakan penulisan
Makalah ini.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga penyusunan Makalah ini bermanfaat bagi
kita semua.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang dalam siklus hidupnya selalu membutuhkan dan mengkonsumsi
berbagai bahan makanan yang mengandung zat gizi berguna untuk memelihara proses
tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yaitu pergantian sel- sel yang rusak dan
sebagai zat pelindung dalam tubuh. Proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan
yang terpelihara dengan baik akan menunjukkan baiknya kesehatan yang dimiliki
seseorang.
Nilai yang sangat penting dari bahan makanan atau zat makanan bagi pertumbuhan
dan perkembangan fisik serta perolehan energi guna melakukan kegiatan sehari- hari
seperi dikemukakan di atas tergantung dari keadaan dan macam-macam bahan
makanannya.
Makanan merupakan sumber nutrisi, tetapi apabila kita tidak hati-hati dalam
memilih dan mengolahnya maka sumber makanan akan menjadi sumber petaka bagi
manusia. Seringkali kita mendengar adanya kasus keracunan akibat mengkonsumsi suatu
makanan seperti kasus yang terjadi di Jepang, sedikitnya ada 52 orang meninggal akibat
mengkonsumsi ikan yang telah tercemar oleh merkuri, kemudian kasus keracunan
makanan yang terjadi di Banyumas, Jawa Tengah dalam tempo dua hari saja 40 orang
meninggal hanya karena mengkonsumsi tempe bongkrek. karenanya sejak saat itu
Pemerintah Daerah Banyumas memberlakukan larangan memproduksitempe mautdari
bungkil kelapa.
Faktor penyebab keracunan adalah kontaminasi mikroba dan pencemaran senyawasenyawa beracun diantaranya mercuri dan logam-logam berat dari besi, timah, dan
tembaga. Namun ada kalanya bahan pangan, baik itu hewani maupun nabati secara
alamiah sudah mengandung racun seperti asam sianida(HCN) pada singkong
Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai racun alamiah yang terdapat
pada singkong yaitu asam sianida (HCN) mengingat singkong merupakan salah satu bahan
pangan sumber karbohidrat sehingga singkong sangat potensial sebagai alternatif lain
sumber kalori bagi tubuh. Dengan pemahaman dan pengolahan yang benar, maka akan
dapat meminimalkan terjadinya resiko keracunan makanan akibat mengkonsumsi
singkong.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja kandungan gizi dan manfaat singkong?
2. Racun apa yang terdapat di dalam singkong?
3. Bagaimana dampaknya terhadap tubuh?
4. Bagaimana penegakan diagnosa keracunan singkong?
5. Bagaimana cara pengolahan yang benar untuk mengurangi terjadinya
keracunan?
C. Tujuan
1. Mengetahui kandungan yang terdapat dalam singkong
2. Mengetahui racun yang terdapat dalam singkong
3. Mengetahui dampaknya terhadap tubuh
4. Mengetahui penegakan diagnosa keracunan singkong
5. Mengetahui cara pengolahan yang benar untuk mengurangi terjadinya
keracuanan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Singkong, yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu,
dalam bahasa

Inggris bernama

cassava,

adalah pohon tahunan

tropika

dan

subtropika dari famili Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan


pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Singkong merupakan
pohon tahunan tropika dan subtropika yang dapat ditanam sepanjang tahun. Bagian
yang dimakan dari tanaman singkong selain bagian umbi atau akarnya juga
daunnya, biasanya dimanfaatkan untuk ragam masakan.
Singkong merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik ratarata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong
yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi
singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Umbi
singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin
protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena
mengandung asam amino metionin
B. Kandungan Gizi dan Manfaat

Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun


sangat miskin akan protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun
singkong karena mengandung asam amino metionin. Selain umbi akar singkong
banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Rasanya sedikit manis,
ada pula yang pahit tergantung pada kandungan racun glukosida yang dapat
membentuk asam sianida.
Umumnya daging umbi singkong berwarna putih atau kekuning - kuningan,
untuk rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi
akar yang masih segar dan 50 kali lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit.
Pada jenis singkong yang pahit, proses pemasakan sangat diperlukan untuk
menurunkan kadar racunnya.
Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari
pendingin. Dalam hal ini umbi singkong mudah sekali rusak, ditandai dengan
keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun
bagi manusia.
Singkong banyak digunakan pada berbagai macam penganan, mulai dari
kripik, kudapan, sayuran hingga tape. Bahkan bisa juga dibuat tepung singkong
yaitu tepung tapioka yang dapat digunakan untuk mengganti tepung gandum,
tepung ini baik untuk pengidap alergi.
C. Kandungan Racun Dalam Singkong
Di dalam singkong, terutama varietas Sao Pedro Petro, baik pada umbi
maupun daunnya mengandung glikosida cayanogenik. Zat ini dapat menghasilkan
asam sianida (HCN) atau senyawa asam biru yang bersifat sangat toksik
(beracun).Umbi dan daun singkong yang mengandung racun biasanya ditandai
dengan rasa pahit dan baunya langu.
Bagian yang dimakan dari tumbuhan singkong atau cassava ialah umbi
akarnya dan daunnya. Baik daun maupun umbinya, mengandung suatu glikosida
cyanogenik, artinya suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan racun biru atau
HCN (cyanida) yang bersifat sangat toksik. Zat glikosida ini diberi nama
Linamarin. Penyebab keracunan singkong adalah asam cyanida yang terkandung
didalamnya. Bergantung pada jenis singkong kadar asam cyanida berbeda-beda.
Namun tidak semua orang yang makan singkong menderita keracunan. Hal ini
disebabkan selain kadar asam cyanida yang terdapat dalam singkong itu sendiri,

juga dipengaruhi oleh cara pengolahannya sampai di makan. Diketahui bahwa


dengan merendam singkong terlebih dahulu di dalam air dalam jangka waktu
tertentu, kadar asam cyanida (HCN) dalam singkong akan berkurang oleh karena
HCN akan larut dalam air.
D. Dampak terhadap tubuh
HCN adalah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Asam ini akan
mengganggu oksidasi (pengakutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzym
sitokrom oksidasi. Oleh karena adanya ikatan ini, O 2 tidak dapat digunakan oleh
jaringan sehingga organ yang sensitif terhadap kekurangan O 2 akan sangat
menderita terutama jaringan otak. Akibatnya akan terlihat pada permukaan suatu
tingkat stimulasi daripada susunan saraf pusat yang disusul oleh tingkat depresi dan
akhirnya timbul kejang oleh hypoxia dan kematian oleh kegagalan pernafasan.
Kadang-kadang dapat timbul detak jantung yang ireguler.
Asam sianida merupakan salah satu jenis racun yang sangat berbahaya,
dalam konsentrasi tinggi dapat mematikan ternak (keracunan akut) . Keracunan
asam ini dapat terjadi melalui beberapa cara di antaranya melalui saluran
pencernaan (oral), pernapasan dan terserap kulit . Apabila dosis yang masuk ke
dalam tubuh ternak rendah namun jangka waktu yang cukup lama akan
menyebabkan keracunan kronis serta menurunkan kesehatan ternak . Batas ratarata keracunan asam sianida pada sapi dan kerbau adalah 2,2 mg/kg bobot badan,
sedangkan pada kambing atau domba adalah 2,4 mg/kg bobot badan (SIREGAR,
1994) . Dengan demikian penambahan daun singkong pada ternak dapat
diperhitungkan dibawah batas keracunan tersebut . Gejala-gejala klinis keracunan
asam sianida pada sapi adalah gelisah, berontak selanjutnya tubuhnya melemah,
kejang, sesak napas, dan akhirnya kematian

E. Gejala
Biasanya gejala akan timbul beberapa jam setelah makan singkong.
1. Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan diare.
2. Sesak nafas dan cyanosis.

3. Perasaan pusing, lemah, kesadaran menurun dari apatis sampai koma.


4. Renjatan.
F. Diagnosa
Diagnosa keracunan singkong ditegakkan berdasarkan gejala-gejala klinik
dan anamnese makanan, ditopang oleh data laboratorik hasil pemeriksaan contoh
muntahan dan bahan makanan yang tersisa.
G. Pengobatan
Pengobatan harus dilakukan secepatnya. Bila makanan diperkirakan masih
ada di dalam lambung (kurang dari 4 jam setelah makan singkong), dilakukan
pencucian lambung atau membuat penderita muntah. Diberikan Natrium thiosulfat
30% (antidotum) sebanyak 10-30 ml secara intravena perlahan. Bila timbul
cyanosis dapat diberikan O2.
Apabila jaringan sel tanaman dirusak maka enzim linamarase akan
memutuskan ikatan linamarin sehingga sianida terbebas . Sianida yang terbatas
inilah dapat membahayakan ternak apabila terdapat dalam bahan pakan yang
diberikan dalam dosis yang melampaui batas. Beberapa cara menurunkan
kandungan asam sianida daun singkong, dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Mengeringkan, melayukan atau menyimpan dalam waktu yang lama
(COURSEY, 1973). Menurut TORRES (1976) yang disitasi oleh SOETRISNO
et al. (1981), menjemur selama 72 jam kandungan sianida yang tersisa tinggal
12,8%.
2. Merendam daun singkong yang telah di irisiris kemudian dicuci dengan air
mengalir (WINARNO, 1980) atau dengan cara merebusnya karena sifat asam
sianida yang muclah larut dalam air. Menambah waktu perebusan akan
menurunkan kandungan sianida sampai 70 - 80% (FUKUBA et al., 1984)
3. Penambahan unsur sulfur (S) seperti Cystine, methionine dan tiosulfat dapat
mengurangi pengaruh racun sianida . Dengan bantuan enzim rhodanase sianida
yang terbentuk akan clikeluarkan melalui urine (CHURCH, 1974) .
BLACKLEY dan Coop (1949) yang disitasi oleh SOETRISNO et al . (1981)
memperhitungkan, bahwa untuk menghilangkan pengaruh racun sianida pada
domba cliperlukan 1,2 gram Sulfur (S) untuk setiap 1 gram asam -sianida yang
dikonsumsi. Selain itu vitamin B 12 juga dapat membantu mengurangi

toksisitas

asam

sianida

dengan

cara

mengubahnya

melalui

jalur

Cyanocobalamine. Bagi peternak memilih cara mengeringkan (menjemur) lebih


praktis dan ekonomis clibanding dengan cara-cara lainnya. Akan tetapi pada
musim hujan, cara lain yang lebih sesuai dapat dipilih sebagai alternatif . Di
samping itu memilih jenis daun singkong yang ticlak terlalu tinggi kandungan
sianidanya adalah sangat dianjurkan bagi peternak seperti varietas daun
singkong manis dan daun singkong karet. Daun singkong karet berdasarkan
hasil analisis yang dilakukan laboratorium pakan BPT menganclung sianida
yang lebih rendah dibandingkan dengan daun singkong manis . Daun singkong
karet mucla 370 ppm sedangkan yang tua 350 ppm (HASIL ANALISIS
PAKAN TERNAK, 1993) .
H. Memilih dan Mengolah Singkong
Penganan singkong seakan tak pernah habis. Ada saja kue - kue yang
bisa dibuat dari singkong. Untuk membuat penganan dari singkong kita harus
pandai memilih dan mengolahnya. Anda bisa memilih dan mengolah singkong
yang bisa dilakukan dengan beberapa cara ini :

Kupas kulit singkong dengan kuku Anda. Lihat warnanya, konon yang
warnanya kekuningan lebih baik daripada yang putih.

Patahkan sedikit ujungnya, perhatikan baik - baik, kalau ada bagian yang
membiru sebaiknya jangan dipilih. Singkong yang telah lama disimpan
memang cenderung mengeluarkan noda biru atau hitam yang diakibatkan
enzim poliphenolase yang bersifat racun.

Banyak orang memilih singkong dari tanah yang membungkusnya. Kalau


tanahnya belum kering berarti singkongnya masih baru, pasti belum ada
noda.

Saat diolah singkong harus dicuci bersih untuk menghilangkan tanah yang
menempel di umbi singkong.

Setelah itu singkong bisa dikupas. Cara mengupasnya cukup mudah, kerat
saja bagian tengahnya singkong secara memanjang, lalu tarik bagian yang
terkelupas hingga lepas sama sekali dari singkong.

Cuci kembali singkong supaya bersih pada air yang mengalir. Apabila
belum diolah, rendam singkong terlebih dahulu agar warnanya tidak

berubah. Yang mesti diingat, singkong adalah umbi akar yang teksturnya
cukup keras, sehingga apabila akan diubah menjadi penganan harus diolah
terlebih dahulu seperti dikukus atau diparut.

Apabila singkong hendak dihaluskan seperti untuk membuat getuk,


sebaiknya pengukusan singkong harus dilakukan hingga benar - benar
empuk. Untuk menghaluskannya bisa menggunakan garpu atau ditumbuk
dalam cobek (batu lumpang). Yang harus diingat, singkong sebaiknya
dihaluskan selagi masih panas.
BAB III
KESIMPULAN
Singkong mengandung suatu glikosida cyanogenik, artinya suatu ikatan

organik yang dapat menghasilkan racun biru atau HCN (cyanida) yang bersifat
sangat toksik. Zat glikosida ini diberi nama Linamarin. Penyebab keracunan
singkong adalah asam cyanida yang terkandung didalamnya. Asam ini akan
mengganggu oksidasi (pengakutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzym
sitokrom oksidasi.HCN adalah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Umbi
dan daun singkong yang mengandung racun biasanya ditandai dengan rasa pahit
dan baunya langu.
Gejala yang timbul akibat mengkonsumsi singkong yaitu gangguan saluran
pencernaan seperti mual, muntah dan diare, sesak nafas dan cyanosis, perasaan
pusing, lemah, kesadaran menurun dari apatis sampai koma, renjatan.

DAFTAR PUSTAKA

Surayah

Askar,

Bogor,

http://kalteng.litbang.pertanian.go.id/eng/pdf/all-

pdf/peternakan/fullteks/wartazoa/wazo51-5.pdf

M. Mintarti, 2012, Yogyakarta, http://eprints.uny.ac.id/9289/2/BAB%201%20%2010604227399.pdf

Anda mungkin juga menyukai