Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Abses leher dalam adalah abses yang terbentuk di dalam ruang
potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat perjalanan infeksi dari
berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga
tengah dan leher. Abses leher dalam itu sendiri terbagi atas abses peritonsil,
abses retrofaring, abses parafaring, abses submandibula dan angina
ludovici.1,2
Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan
pus pada daerah retrofaring.Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya
abses retrofaring yaitu infeksi saluran napas atas yang menyebabkan limfa
adenitis retrofaring, trauma dinding belakang faring dan tuberkulosis vertebra
servikalis bagian atas.Abses retrofaring biasanya ditemukan pada anak yang
berusia di bawah 5 tahun terutama pada bayi atau anak-anak kecil yang
berusia di bawah 2 tahun. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ruang
retrofaring masih berisi kelenjar limfa, masing-masing 2-5 buah pada sisi
kanan dan kiri. Kelenjar ini menampung aliran limfa dari hidung, sinus
paranasal, nasofaring, faring, tuba eustachius dan telinga tengah. Pada usia di
atas 6 tahun kelenjar limfa akan mengalami atrofi. 1,2,3
Insidensi abses retrofaring di Amerika Serikat tahun 2003 yaitu
sebanyak 1321 kasus. Di Bagian THT-KL Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang
selama 1 tahun terakhir (Oktober 2009 sampai September 2010) didapatkan
abses leher dalam sebanyak 33 orang, abses peritonsil 11 (32%) kasus, abses
submandibula 9 (26%) kasus, abses parafaring 6 (18%) kasus, abses
retrofaring 4 (12%) kasus, abses mastikator 3(9%) kasus, abses pretrakeal 1
(3%) kasus.4,5
Akhir-akhir ini abses retrofaring sudah semakin jarang dijumpai.Hal
ini disebabkan penggunaan antibiotik yang laus terhadap infeksi saluran nafas
1

atas.Pemeriksaan mikrobiologi berupa isolasi bakteri dan uji kepekaan kuman


sangat membantu dalam pemilihan antibiotik yang tepat. Walaupun demikian,
angka mortalitas dari komplikasi yang timbul akibat abses retrofaring masih
cukup tinggi sehingga diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangat
dibutuhkan.3,4,5
Penatalaksanaan abses retrofaring dilakukan secara medikamentosa
dan operatif . Pada umumnya abses retrofaring mempunyai prognosis yang
baik apabila didiagnosis secara dini dan dengan penanganan yang tepat
sehingga komplikasi tidak terjadi.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna
vertebra, terdiri dari faring dan laring. Bagian terpenting dari tenggorokan
adalah epiglottis, ini menutup jika ada makanan dan minuman yang lewat dan
menuju esophagus.6
Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga
mulut terletak di depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior
dan dasar lidah. Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot
orbikularis oris yang dipersarafi oleh nervus fasialis. Vermilion berwarna
merah karena ditutupi lapisan sel skuamosa. Ruangan diantara mukosa pipi
bagian dalam dan gigi adalah vestibulum oris.6
Palatum dibentuk oleh dua bagian yaitu premaksila yang berisi gigi
seri dan berasal prosesusnasalis media, dan palatum posterior baik palatum
durum dan palatum mole, dibentuk oleh gabungan dari prosesus palatum,
oleh karena itu, celah palatum terdapat garis tengah belakang tetapi dapat
terjadi ke arah maksila depan.6,7
Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah
bagian depan terutama berasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi
oleh nervus lingualis dengan cabang kordatimpani dari saraf fasialis yang
mempersarafi

cita

rasa

dan

sekresi

kelenjar

submandibula.

Saraf

glosofaringeus mempersarafi rasa dari sepertiga lidah bagian belakang. Otot


lidah berasal dari miotom posbrankial yang bermigrasi sepanjang duktus
tiroglosus ke leher. Kelenjar liur tumbuh sebagai kantong dari epitel mulut
yang

terletak

dekat

sebelah

depan

saraf-saraf

penting.

Duktus

submandibularis dilalui oleh saraf lingualis. Saraf fasialis melekat pada


kelenjar parotis. 6,7
Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang mulut.
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong,

yang besar di bagian atas dan sempit dibagian bawah. Kantong ini mulai dari
dasar tengkorak terus menyambung ke esophagus setinggi vertebra servikalis
ke enam. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana,
ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus orofaring,
sedangkan dengan laring dibawah berhubungan melalui aditus laring dan ke
bawah berhubungan dengan esophagus. Panjang dinding posterior faring pada
orang dewasa kurang lebih empat belas sentimeter, bagian ini merupakan
bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput
lender,

fasia

faringobasiler,

pembungkus

otot

dan

sebagian

fasia

bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring


(hipofaring).6,8
Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput
inferior, kemudian bagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra
servikalis lain. Nasofaring membuka kearah depan hidung melalui koana
posterior. Superior, adenoid terletak pada mukosa atap nasofaring. Di
samping, muara tuba eustachius kartilaginosa terdapat di depan lekukan yang
disebut fosa rosenmuller. Otot tensor velipalatini, merupakan otot yang
menegangkan palatum dan membuka tuba eustachius masuk ke faring melalui
ruangan ini.7
Orofaring ke arah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila
faringeal dalam kapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga
mulut. Di depan tonsila, arcus faring anterior disusun oleh otot palatoglossus,
dan di belakang dari arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus,
otot-otot ini membantu menutupnya orofaring bagian posterior. Semua
dipersarafi oleh pleksus faringeus.7,8
-

Vaskularisasi
Berasal dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan.
Yang utama berasal dari cabang a. karotis eksterna serta dari cabang
a.maksilaris interna yakni cabang palatine superior.

Persarafan

Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari


pleksus faring yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang dari
n.vagus, cabang dari n.glosofaringeus dan serabut simpatis. Cabang
faring dari n.vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang
ekstensif ini keluar untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaringeus yang
dipersarafi langsung oleh cabang n.glossofaringeus.
-

Kelenjar Getah Bening


Aliran limfe dari dinding faring dapat melalui 3 saluran yaitu
superior, media dan inferior. Saluran limfe superior mengalir ke kelenjar
getah bening retrofaring dan kelenjar getah bening servikal dalam atas.
Saluran limfe media mengalir ke kelenjar getah bening jugulodigastrik
dan kelenjar getah bening servikal dalam atas, sedangkan saluran limfe
inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah.

Berdasarkan letak, faring dibagi atas:


1. Nasofaring
Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya
adenoid, jaringan limfoid pada dinding lareral faring dengan resessus
faring yang disebut fosa rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan
invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu
refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba eustachius,
konka foramen jugulare, yang dilalui oleh nervus glosofaring, nervus
vagus dan nervus asesorius spinal saraf kranial dan vena jugularis interna
bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba
eustachius.8

Gambar 1. Anatomi faring dan struktur sekitarnya8


2. Orofaring
Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum
mole, batas bawahnya adalah tepi atas epiglotis ke depan adalah rongga
mulut sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal. Struktur yang
terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatina fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil
lingual dan foramen sekum.8
a. Dinding Posterior Faring
Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut
terlibat pada radang akut atau radang kronik faring, abses retrofaring,
serta gangguan otot bagian tersebut. Gangguan otot posterior faring
bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan dengan
gangguan n.vagus.
b. Fosa tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior.
Batas lateralnya adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas atas
yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang
dinamakan fossa supratonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan
biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi
abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari
fasia bukofaring dan disebut kapsul yang sebenar- benarnya bukan
merupakan kapsul yang sebenar-benarnya.

c. Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan
ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya.
Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil
palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran
yang disebut cincin waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut
tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil
seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong
faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar
lidah.
Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan
mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil
ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus
biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas,
bakteri dan sisa makanan.
Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering
juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot
faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.Tonsil
mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina ascendens, cabang
tonsil a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis dorsal.
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua
oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior
massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang
terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang
menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik
merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual
thyroid) atau kista duktus tiroglosus.
3. Laringofaring (hipofaring)
Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu di
bawah valekula epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika
menelan minuman atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju

ke sinus piriformis (muara glotis bagian medial dan lateral terdapat


ruangan) dan ke esofagus, nervus laring superior berjalan dibawah dasar
sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Sinus piriformis terletak di
antara lipatan ariepiglotika dan kartilago tiroid. Batas anteriornya adalah
laring, batas inferior adalah esofagus serta batas posterior adalah vertebra
servikal. Lebih ke bawah lagi terdapat otot-otot dari lamina krikoid dan
di bawahnya terdapat muara esofagus.7,8
Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada
pemeriksaan laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada
pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama yang tampak di
bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah
cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan
ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga
kantong pil ( pill pockets), sebab pada beberapa orang, kadang-kadang
bila menelan pil akan tersangkut disitu.9
Dibawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini
berbentuk omega dan perkembangannya akan lebih melebar, meskipun
kadang-kadang bentuk infantil (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa.
Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan
tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak
menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi)
glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus
tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus. Nervus laring
superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi
laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian anestesia
lokal di faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.7
RUANG FARINGEAL
Ada dua ruangan yang berhubungan dengan faring yang secara klinik
mempunyai arti penting, yaitu ruang rerofaring dan ruang parafaring.8
1. Ruang retrofaring (Retropharyngeal space)
8

Batas-batas:
Anterior
: ruang buccofaringeal (faring dan esophagus)
Posterior
: Alar fascia
Lateral
: Cloison sagittale
Superior
: Basis cranii
Inferior
: Superior mediastinum
Dinding anterior ruang ini adalah dinding belakang faring
faringobasilaris dan otot-otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat jarang
dan fasia prevertebralis. Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian
atas sampai batas paling bawah dan fasia servikalis. Serat-serat jaringan
ikat di garis tengah mengikatnya pada vertebra. Di sebelah lateral ruang
ini berbatasan dengan fosa faringomaksila. Abses retrofaring sering
ditemukan pada bayi atau anak. Kejadiannya ialah karena di ruang
retrofaring terdapat kelenjar-kelenjar limfa. Pada peradangan kelenjar
limfa itu, dapat terjadi supurasi, yang bilamana pecah. Nanahnya akan
tertumpah di dalam ruang retrofaring. Ini akan banyak menghilang pada
pertumbuhan anak.
2. Ruang Parafaring (Fosa Faringo-maksila = pharyngo-maxillary
fossa)
Batas batas:
Anterior
: raphe pterygomandibular
Posterior
: prevertebral fascia
Medial
: fascia buccofaringeal
Lateral
: m. pterygoid medial
Superior
: basis cranii
Inferior
: os. hyoid
Ruang ini berbentuk kerucut dengan dasarnya yang terletak pada
dasar tengkorak dekat foramen ugularis dan puncaknya pada kornu
mayus os hioid. Ruang ini dibatasi di bagian dalam oleh m.konstriktor
faring superior, batas luarnya adalah ramus asenden mandibula yang
melekat dengan m.pterigoid interna dan bagian posterior kelenjar parotis.
Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh
os stiloid dengan otot yang melekat padanya. Bagian anterio r(presteloid)
adalah bagian yang lebih luas dan dapat mengalami proses supuratif
sebagai akibat tonsil yang meradang, beberapa bentuk mastoiditis atau
petrositis, atau dari karies dentis.
9

Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (post stilid) berisi


a.karotis interna, v.jugularis interna, n.vagus, tan dibungkus dalam suatu
sarung yang disebut selubung karotis (carotid sheath). Baguan ini
dipisahkan dari ruang retrofaring oleh suatu lapisan fasia yang tipis. 2
B. FISIOLOGI
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan,
resonasi suara dan untuk artikulasi.7
Proses menelan
Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan
makanan dari mulut ke faring secara volunter. Tahap kedua, transport
makanan melalui faring dan tahap ketiga, jalannya bolus melalui
esofagus, keduanya secara involunter. Langkah yang sebenarnya adalah:
pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah, elevasi
lidah dan palatum mole mendorong bolus ke orofaring, otot supra hiod
berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam
gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi, gerakan yang kuat dari
lidah bagian belakang akan mendorong makanan ke bawah melalui
orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis media
dan superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot
konstriktor faringis inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus
berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan makanan

melalui esofagus dan masuk ke lambung.


Proses Berbicara
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otototot palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan
palatum mole kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini
terjadi sangat cepat dan melibatkan m.salpingofaring dan m.palatofaring,
kemudian m.levator veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring
superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini
menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding
posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of)

10

Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam


mekanisme,
m.palatofaring

yaitu

pengangkatan

(bersama

faring

m.salpingofaring)

sebagai
oleh

hasil

gerakan

kontraksi

aktif

m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak


pada waktu bersamaan.
C. ABSES RETROFARING
1. Definisi
Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai
pembentukan pus pada daerah retrofaring. Pada umumnya sumber infeksi
pada ruang rerofaring berasal dari proses infeksi di hidung, adenoid,
nasofaring, dan sinus paranassal, yang menyebar ke kelenjar retrofaring.3
2. Epidemiologi
Abses retrofaring biasanya ditemukan pada anak yang berusia di
bawah 5 tahun dan terutama pada bayi atau anak-anak kecil yang berusia
di bawah 2 tahun. Pada anak yang lebih tua atau dewasa penyakit ini
hampir selalu terjadi sekunder (abses spatium parafaringeum atau
gangguan traumatik).1,2
3. Etiologi dan Klasifikasi
Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya abses retrofaring adalah:4,8
a. Infeksi saluran napas

atas

yang menyebabkan limfadenitis

retrofaring.
b. Trauma dinding belakang faring oleh benda asing seperti tulang ikan
atau tindakan medis seperti adenoidektomi, intubasi endotrakea, dan
endoskopi.
c. Tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas (abses dingin).
Pada banyak kasus sering ditemukan adanya kuman aerob dan
anaerob secara bersamaan. Beberapa organisme yang dapat menyebabkan
abses retrofaring adalah:4,10

11

a. Bakteri aerob: Streptococcus beta hemolyticus group A (paling


sering), Streptococcus pneumoniae, Streptococcus non hemolyticus,
Staphylococcusaureus, Haemophillus sp.
b. Bakteri anaerob: Bacteroidessp, Veilonella, Peptostreptococcus,
Fusobacteria.
Secara umum abses retrofaring terbagi menjadi 2 jenis yaitu:3,4,8
a. Akut
Sering terjadi pada anak-anak berumur di bawah 4 - 5 tahun.
Keadaan ini terjadi akibat infeksi pada saluran napas atas seperti
pada adenoid, nasofaring, rongga hidung, sinus paranasal dan tonsil
yang meluas ke kelenjar limfe retrofiring (limfadenitis) sehingga
menyebabkan supurasi pada daerah tersebut. Sedangkan pada
dewasa terjadi akibat infeksi langsung oleh karena trauma akibat
penggunaan instrumen (intubasi endotrakea, endoskopi, sewaktu
adenoidektomi) atau benda asing.
b. Kronis
Biasanya terjadi pada orang dewasa atau anak-anak yang
lebih tua. Keadaan ini terjadi akibat infeksi TB pada vertebra
servikalis dimana pus secara langsung menyebar melalui ligamentum
longitudinal anterior. Selain itu abses dapat terjadi akibat infeksi TB
pada kelenjar limfe retrofaring yang menyebar dari kelenjar limfe
servikal.
4. Patofisiologi
Ruang retrofaring berada di anterior fasia prevertebra yang
berjalan inferior dari basis kranii sepanjang faring. Ruang ini merupakan
lanjutan ruang parafaring dan fossa infratemporal. Ruang retrofaring dan
parafaring dipisahkan oleh fasiaalar, yang merupakan barier yang kurang
efektif terhadap penyebaran infeksi. Ruang retrofaring berhubungan
dengan mediastinum superior dan posterior, sehingga dapat menjadi jalur
yang potensial penyebaran infeksi ke thoraks.8
Ruang retrofaring terdiri dari jaringan areolar longgar dan cincin
limfe, sehingga dapat mengikuti pergerakan faring dan esofagus pada

12

saat menelan. Kelenjar limfe retrofaring menerima aliran limfe dari


hidung, sinus paranasalis, tuba eustachius dan faring. Pembentukan pus
pada kelenjar limfe retrofaring pada umumnya terlokalisir dengan baik,
sehingga penyebaran vertikal dari infeksi biasanya terjadi setelah
beberapa waktu dalam progresi penyakit, meskipun keadaan ini jarang
terjadi pada praktiknya. Sebagian besar gejala abses retrofaring
berhubungan dengan obstruksi saluran napas bagian atas dan iritasi lokal
otot (misalnya sternomastoid dan pterigoid). Danger space berada
diantara ruang retrofaring dan ruang prevertebra yang dipisahkan oleh
dua komponen yaitu fasia alar dan fasia prevertebra. Hal ini dapat
menyebabkan penyebaran infeksi diantara basis kranii dan mediastinum
posterior sampai pada level diafragma.3,4
Ruang retrofaring dapat mengalami infeksi yang berkembang
menjadi abses melalui dua cara, yaitu penyebaran infeksi melalui aliran
limfe (sebagian besar) secara lokal dari sumber infeksi atau inokulasi
langsung bakteri melalui trauma tembus atau benda asing.
Pada anak, abses retrofaring akut paling banyak disebabkan
infeksi saluran pernapasan atas seperti tonsilitis dan faringitis, sinusitis
paranasalis, otitis media dan infeksi gigi yang kemudian menyebar dan
menyebabkan limfadenopati retrofaring. Limfadenopati retrofaring
kemudian menyebabkan abses retrofiring akibat supurasi kelenjar getah
bening nasofaring. Hal ini merupakan alasan abses retrofaring yang
disebabkan oleh proses non traumatik jarang ditemukan pada orang
dewasa karena kelenjar getah bening retrofaring telah mengalami
regresi.8
Kasus trauma tembus pada faring sebagai penyebab sekunder
abses retrofaring akut yang terjadi pada anak dapat disebabkan benda
asing seperti tulang ikan, tangkai eskrim, dan pensil. Sedangkan
penyebab sekunder iatrogenik misalnya trauma post laringoskopi,
intubasi endotrakeal, endoskopi, pemasangan pipa orogastrik, maupun
prosedur dental. Trauma pada faring menyebabkan inokulasi langsung

13

agen patogen piogenik ke dalam ruang retrofaring yang kemudian terjadi


proses supurasi dan membentuk abses.3,8
Abses retrofaring akut pada orang dewasa biasanya disebabkan
oleh inokulasi langsung patogen piogenik kedalam ruang retrofaring
yang disebabkan trauma pada faring atau esofagus akibat tertelan benda
asing atau prosedur medis yang traumatik seperti endoskopi, laringoskopi
direk, maupun intubasi endotrakeal. Penyakit-penyakit seperti diabetes
melitus, keganasan, alkoholisme kronik, dan AIDS dilaporkan sebagai
predisposisi abses retrofaring pada orang dewasa.4,8
Abses retrofaring kronis pada anak dapat terjadi akibat infeksi
tuberkulosis. Pada anak usia kurang dari 5 tahun, abses retrofaring kronis
disebabkan penyebaran dari infeksi tuberkulosis pada kelenjar limfe
servikal dalam ke kelenjar retrofaring yang membentuk abses dingin.
Abses retrofaring kronis yang demikian dikenal sebagai tipe lateral
karena secara klinis terlihat lebih ke arah lateral dari garis tengah tubuh,
fluktuan, dengan tanda inflamasi yang minimal. Pada anak yang lebih tua
dan orang dewasa abses retrofaring kronis biasanya disebabkan
spondilitis tuberkulosis pada vertebra servikalis ( Potts disease) dimana
pus menyebar melalui ligamentum longitudinal anterior dan dikenal
sebagai tipe sentral. Abses terjadi diantara korpus vertebra dan fasia
prevertebra. Abses mula-mula terbentuk pada garis tengah dan menyebar
ke lateral. Pada pemeriksaan ditemukan pembengkakan pada garis tengah
dan dinding faring yang berfluktuasi dengan tanda inflamasi yang
minimal.2,3,4,8
5. Diagnosa
a. Anamnesa
Pada anamnesa ditemukan adanya demam, hilangnya nafsu
makan, perubahan dalam bicara, kesulitan dalam menelan, nyeri
menelan, pembengkakan pada leher disertai nyeri.1,2
b. Pemeriksaan Fisik 4,8

14

Inspeksi : dipsnea, dinding posterior faring membengkak dan


hiperemis pada satu sisi
Palpasi : kelenjar getah bening membesar biasanya bersifat
unilateral, teraba massa yang lunak, berfluktuasi dan nyeri tekan
Auskultasi : ditemukan stridor
c. Pemeriksaan Laboratorium8
Darah rutin : lekositosis
Kultur spesimen : untuk mengetahui organisme penyebab abses
Patologi anatomi : untuk menyingkirkan leukimia dan limfoma
d. Radiologis
Pada kasus ini ditemukan gambaran radiografi jaringan lunak
lateral leher menunjukkan peningkatan bayangan jaringan lunak yang
jelas antara saluran udara faring dan korpus vertebral cervikalis.1
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang awal yang dapat dilakukan untuk
menunjang diagnosis abses retrofaring dijelaskan dalam tabel berikut:4,8
a. Pemeriksaan hasil darah lengkap
Hasil : Leukosistosis (terutama netrofil)
b. Laju endap darah
Menentukan derajat penyakit inflamasi apabila tidak ditemukan
netrofilia yang signifikan.
Hasil : Meningkat
c. CT scan leher dengan kontras
Pemeriksaan definitif.
Mengkonfirmasi adanya

abses

dan

membantu

dalam

merencanakan approach tindakan bedah. Adanya udara di dalam


atau di sebelah akumulasi cairan atau udara bebas yang berlebih
diantara fascia leher sangat prediktif untuk abses.
Hasil : lesi hipodens dikelilingi cincin pada rongga retrofaring.
d. Foto polos servikalsoft tissue lateral
Dilakukan apabila terdapat kecurigaan tetapi tidak tersedia CT
scan tetapi dapat dilakukan sebelum CT scan apabila kecurigaan

tinggi terhadap abses retrofaring.


Hasil :

15

o Pembengkakan pada ruang retrofaring setinggi C2 > 7mm


pada anak dan dewasa
o Pelebaran retrotrakeal setinggi C6 > 14 mm pada anak dan
> 22 mm pada orang dewasa.
e. Pemeriksaan dengan anestesi
Dilakukan apabila kecurigaan tinggi dan terdapat gangguan

jalan napas atau apabila tidak terdapat fasilitas CT scan.


Dapat dilakukan apabila kecurigaan tinggi tetapi hasil pencitraan
tidak konsisten dengan abses retrofaring. Pemeriksaan ini dapat
mengkonfirmasi diagnosis dan langsung dilakukan insisi

transoral dan drainase serta pengambilan pus untuk kultur.


Hasil : Bulging pada dinding posterior orofaring.
f. Kultur pus
Pus yang didapatkan dari drainase dilakukan kultur dan uji

sensitivitas antibiotik.
Hasil : Positif terhadap organisme penyebab.
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain

foto polos dada yang di indikasikan apabila terdapat kecurigaan


timbulnya komplikasi berupa pneumonia aspirasi atau mediastinitis.
Kultur darah tidak rutin dilakukan kecuali pada kecurigaan terjadinya
sepsis.3,4
Untuk abses retrofaring kronis pemeriksaan penunjang yang
mendukung diagnosis adalah leukositosis, peningkatan laju endap
darah, dan tes Mantoux yang positif. Foto polos servikal lateral
menunjukkan destruksi korpus vertebra dengan peningkatan ruang
retrofaring dan bayangan udara di dalamnya. CT scan dapat lebih
mengkonfirmasi temuan tersebut.8
7. Diagnosis Banding
a. Adenoiditis
Adenoiditis adalah kondisi medis yang ditandai dengan hidung
tersumbat, secret hidung dan nyeri tenggorok. Hal ini disebabkan
karena perandangan pada adenoid, suatu benjolan jaringan yang
terletak pada bagian belakang dari tenggorok, diatas tonsil. Adenoid
16

adalah kelenjar getah bening, yang terdiri dari limfosit (sel darah
putih) yang membantu menyaring dan membunuh pathogen asing dan
bakteri. Akan tetapi, jaringan ini kadang sangat membesar karena
bakteri dan terinfeksi menyebabkan adenoiditis. Hal ini paling sering
pada anak-anak tetapi sesekali dapat terjadi pada orang dewasa.11
b. Abses peritonsil
Abses peritonsil merupakan terkumpulnya material purulen
yang terbentuk di luar kapsul tonsil dekat kutub atas tonsil.12
Abses peritonsil merupakan abses yang paling banyak
ditemukan, dan biasanya merupakan komplikasi tonsilitis akut atau
infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus Weber di kutub atas
tonsil. Biasanya kuman penyebab sama dengan penyebab tonsilitis,
dapat ditemukan kuman aerob dan anaerob.12
Daerah superior dan lateral fossa tonsilaris merupakan jaringan
ikatlonggar, oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial
pritonsil tersering menempati daerah ini, sehingga tampak palatum
mole membengkak. Pada stadium permulaan (stadium infiltrat), selain
pembengkakan

tampak permukaannya

hiperemis.

Bila

proses

berlanjut, terjadi supurasi sehingga daerah tersebut lebih lunak.


Pembengkakan peritonsil akan mendorong tonsil dan uvulake arah
kontralateral. Bila proses berlanjut terus, peradangan jaringan
disekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m. pterygoideus interna,
sehingga timbul trismus. Abses dapat pecah spontan, mungkin dapat
terjadi aspirasi ke paru.12
Pada abses peritonsil didapatkan gejala demam, nyeri
tenggorok, nyerimenelan (odinofagia), hipersalivasi, nyeri telinga
(otalgia) dan suara bergumam (hot potato voice). Rasa nyeri di telinga
ini karena nyeri alih melalui saraf N.Glossopharyngeus (N.IX).
Mungkin terdapat muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor exore)
dan

kadang-kadang

Pada pemeriksaan

fisik

sukar

membuka

didapatkan

mulut

palatum

mole

(trismus).
tampak

membengkak dan menonjolke depan, dapat teraba fluktuasi, arkus

17

faring tidak simetris, pembengkakan didaerah peritonsil, uvula


terdorong ke sisi yang sehat, dan trismus. Tonsil bengkak,hiperemis,
mungkin banyak detritus dan terdorong ke sisi kontra lateral. Kadang-kadang
sukar memeriksa seluruh faring karena trismus. Abses ini dapat
meluas kedaerah parafaring. Untuk memastikan diagnosis dapat
dilakukan pungsi aspirasi dari tempat yang paling fluktuatif.12
c. Abses parafaring
Abses parafaring dapat terjadi setelah infeksi faring, tonsil,
adenoid, gigi, parotis, atau kelenjar limfatik. Pada banyak kasus
abses parafaring merupakan perluasan dari abses leher dalam yang
berdekatan seperti; abses peritonsil, abses submandibula, abses
retrofaring maupun mastikator.2
Gejala utama abses parafaring berupa demam, trismus, nyeri
tenggorok,odinofagi dan disfagia. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
pembengkakan didaerah parafaring, pendorongan dinding lateral
faring ke medial, dan angulusmandibula tidak teraba. Pada abses
parafaring yang mengenai daerah prestiloidakan memberikan gejala
trismus yang lebih jelas.1,2
d. Aneurisme aorta
Aneurisma aorta merupakan dilatasi dinding aorta yang
sifatnya patologis, terlokalisasi, dan permanen (irreversible).
Dinding aorta yang mengalami aneurisma lebih lemah daripada
dinding aorta yang normal. Oleh karena itu, karena tekanan yang
begitu besar dari darah menyebabkan dinding aorta menjadi
melebar.13
8. Prognosis
Pada umumnya prognosis abses retrofaring baik apabila dapat
didiagnosis secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi
tidak terjadi. Pada fase awal dimana abses masih kecil maka tindakan
insisi dan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat menghasilkan
penyembuhan yang sempurna.4,8
Apabila terjadi mediastinitis, angka mortalitas mencapai 40-50%
walaupun dengan pemberian antibiotik. Ruptur arteri karotis mempunyai

18

angka mortalitas 20-40%, sedangkan trombisis vena mempunyai angka


mortalitas 60%.
9. Penatalaksanaan
a. Pertahankan jalan napas8
Posisi pasien supine dengan leher ekstensi
Pemberian O2
Intubasi endotrakea dengan visualisasi langsung / intubasi fiber
optik
Trakeostomi / krikotirotomi
b. Medikamentosa2,3
Antibiotik
Antibiotik dosis tinggi untuk kuman anaerob dan aerob,
termasuk untuk stafilokokus, streptokokus dan strain Bacteroides
(B.fragilis) yang resisten terhadap penisilin.Antibiotik diberikan
secara parenteral (IV).Pilihan utama adalah klindamisin yang
dapat

diberikan

tersendiri

atau

dikombinasikan

dengan

sefalosporin generasikedua ( seperticefuroxime ) atau beta


lactamase resistant penicillin seperti ticarcillin / clavulanate,
piperacillin / tazobactam, ampicillin / sulbactam. Pemberian
antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari.
Simptomatik
Bila terdapat dehidrasi, diberikan cairan untuk memperbaiki
keseimbangan cairan elektrolit.
Pada infeksi Tuberkulosis diberikan obat tuberkulostatika.
c. Operatif
Aspirasi pus
Aspirasi pus dilakukan melalui laringoskopi direk dalam posisi
pasien baring Trendelnburg.Pus yang keluar segera dihisap agar
tidak terjadi aspirasi. Tindakan ini dapat dilakukan dalam
analgesik lokal atau anastesi umum.2
Insisi dan Drainase
Jalan napas harus dilindungi, kepala direndahkan sehingga
pengeluaran pus tidak akan diaspirasi dan dengan menggunakan
19

pisau scapel tajam yang kecil dilakukan insisi vertikal yang


pendek pada titik pembengkakan paling besar. Jika pus tidak
keluar dimasukkan hemostat tertutup yang kecil pada luka,
kemudian dengan lembut didorong kearah lebih dalam dan
meluas.1
10. Komplikasi
Komplikasi pada abses retrofaring dapat terjadi akibat:3,4,8
a. Efek desak massa (abses): obstruksi jalan napas.
b. Ruptur abses: asfiksia, pneumonia aspirasi, abses paru.
c. Penyebaran infeksi ke daerah sekitar:
Inferior: edema laring , mediastinitis, pleuritis, empiema, abses

mediastinum.
Lateral: trombosis vena jugularis, ruptur arteri karotis, abses

parafaring.
Posterior : osteomielitis dan erosi kolumna spinalis.
d. Proses infeksi: necrotizing fasciitis sepsis dan kematian
BAB III
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
1. Abses retrofaring paling sering dijumpai pada anak anak, terutama
disebabkan oleh infeksi saluran nafas yang menjalar ke ruang retrofaring.
2. Pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh trauma, benda asing atau
infeksi tuberculosis korpus vertebra.
3. Gejala klinis yang ditimbulkan dapat berupa gejala yang ringan seperti
demam, sulit dan sakit menelan sampai timbul gejala yang berat seperti
obstruksi jalan nafas dapat menimbulkan kematian.
4. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis,
disertai aspirasi dan pemeriksaan radiologis.
5. Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan medikamantosa dan operatif
berdasarkan luasnya abses.
6. Prognosis bergantung dari penanganan yang cepat dan tepat sehingga
komplikasi yang dapat mengancam jiwa seperti obstruksi jalan nafas,
asfiksia, pneumonia aspirasi, abses paru, rupture arteri karotis interna
hingga necrotizing fasciitis sepsis dan kematian dapat dicegah.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. George L. Adams, MD. 1997. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6.
Jakarta. EGC
2. Fachruddin, D. 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher Edisi Ketujuh. Jakarta. FKUI.
3. Berger TJ, Shahidi H. retropharyngeal abscess. eMedicine Journal. August
13

2011,

Volume

2,

Number

http://author.emedicine.com/PED/topic2682.htm
4. Rambe, A.Y. 2013. Abses Retrofaring. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
5. Kahn JH. 2012. Retropharyngeal Abscess in Emergency Medicine (Online)
http://emedicine.medscape.com/article/764421-overview
6. Richard S,Snell. 2009. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi
Keenam. Jakarta. EGC
7. Anatomi
dan
fisiologi

hidung.

Available

from

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21283/4/Chapter%20II.pdf
8. Yunita,A.
2003.
Abses
retrofaring.
Diunduh
dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3464/1/tht-andrina2.pdf
9. Murray A.D. MD, Marcincuk M.C. MD. Deepneck infections. Diunduh dari:
www.eMedicine Specialties//Otolaringology andfacial plastic surgery.com
10. Pulungan, M..Rusli. Pola Kuman Abses Leher Dalam. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/48074146/POLA-KUMAN-ABSES-LEHER DALAM-Revisi.

21

11. Anonim.

2012.

Adenoiditis.

Diunduh

dari

http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditionsdiseases/adenoiditis-_-9510001031302
12. Edinger
JT,
Hilal

EY,

Dastur

KJ. Bilateral Peritonsillar Abscesses:AC hallenging Diagnosis. Ear, Nose &


Throut Journal. 86(3):162-3. 2007. Diunduh dari: www.entjournal.com
2009.
Aneurisme
aorta.
Diunduh
dari

13. Anonim.

http://nurvidha.wordpress.com/2009/10/04/aneurisma-aorta/

22

Anda mungkin juga menyukai