Anda di halaman 1dari 16

Potensi Biomassa Adalah Sumber Energi Di

Hari Esok
Source: http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2012/01/21/potensi-biomassa-adalahsumber-energi-di-hari-esok/
Sumber energy baru terbarukan sedang
digalakan saat ini berbagai kuliah umum, seminar, dan konferensi telah banyak
membahas tentang sumber energy baru terbarukan hal ini diharapkan tumbuh
gagasan dan ide untuk mencari dan menemukan sumber energy alternative sebagai
penyeimbang sumber energy dari bahan bakar fosil. Khususnya untuk Indonesia
penggunaan energy masih dominan pada bahan bakar fosil, menurut BPS pada tahun
2008 mencatat penggunaan energi 26,5 % dari gas
bumi, 14% dari batubara dan 54 % dari minyak bumi. Sudah menjadi pengetahuan
umum bahwa bahan bakar fosil merupakan sumber energy yang tak terbarukan dimana
proses pembentukannya membutuhkan waktu yang sangat lama. Jika sumber energy
ini digunakan secara terus menerus maka akan mengalami kelangkaan yang akhirnya
berakibat pada krisis energy. Maka dari pada itu penggunaan energi dari bahan
bakar fosil harus diseimbangkan dengan sumber energy terbarukan seperti biogas,
sel surya, biomassa, angin, biooil, dan lain-lain. Indonesia memiliki potensi
yang besar untuk energy terbarukan salah satunya adalah biomassa, biomassa bisa
dijadikan penyeimbang dan meminimalisir ketergantungan terhadap bahan bakar
fosil, biomassa dapat diolah menjadi biogas sebagai penyeimbang gas alam,
biooil sebagai penyeimbang minyak, dan briket sebagai penyeimbang batubara
serta gas. Selain itu keterdapatan dan pengolahannya dapat dilakukan dengan
sederhana maupun perseorangan.

Sejumlah pakar
berpendapat, penggunaan biomassa sebagai sumber energi terbarukan
merupakan jalan keluar dari ketergantungan manusia pada bahan bakar fossil.
Saat ini BPS mencatat cadangan terbukti gas alam Indonesia
mencapai 3,18 triliun meter kubik diperkirakan akan habis 46 tahun lagi,
cadangan terbukti batubara 4,3 milyar ton diperkirakan akan habis 19 tahun lagi
dan cadangan terbukti minyak bumi Indonesia hanya 3,7 milyar barrel
diperkirakan akan habis sekitar 10 tahun lagi. Dengan catatan penggunaan energi
26,5 % dari gas bumi, 14% dari batubara dan 54 % dari minyak bumi. Jika
biomassa digunakan sebanyak 20% atau lebih maka dapat menghemat bahan bakar
fosil sehingga tidak menciptakan masalah krisis energy yang berdampak pada
bidang ekonomi dan kelangkaan bahan bakar fosil yang kita takutkan dapat diselesaikan
dan biomassa bisa menjadi cadangan energy yang efektif saat mencari atau
mengeksplorasi bahan bakar fosil yang masih ada. Indonesia sebagai Negara
agraris memiliki potensi yang besar untuk biomassa hal ini dikarenakan
Indonesia banyak ditumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai
biomassa baik saat masih hidup maupun sudah mati, berdasarkan studi yang
dilakukan sebuah lembaga riset di Jerman (Zentrum for rationalle

Energianwendung und Umwelt, ZREU) pada tahun 2000 mengestimasi potensi biomassa
Indonesia sebesar 146,7 juta ton per tahun. Sumber utama dari energi biomassa
berasal dari residu padi (potensi energi sebesar 150 GJ/ tahun), kayu
rambung/kayu karet (120 GJ/ tahun), residu gula (78 GJ/ tahun), residu kelapa
sawit (67 GJ/ tahun dan residu kayu lapis dan irisan kayu/ veneer, residu
penebangan, residu kayu ulin, residu kelapa dan sampah pertanian lain (kurang
dari 20 GJ/ tahun). Jika potensi ini dapat dimanfaatkan dengan maksimal maka
akan memecahkan permasalahan energy yang terjadi selama ini, salah satu sumber
biomassa yang mudah didapatkan dan berada disekitar kita adalah sampah.

Berdasar perhitungan Bappenas dalam


buku infrastruktur Indonesia pada tahun 1995 perkiraan timbunan sampah di
Indonesia sebesar 22.5 juta ton dan akan meningkat lebih dari dua kali lipat
pada tahun 2020 menjadi 53,7 juta ton. Sementara di kota besar produk sampah
perkapita berkisar antara 600-830 gram per hari (Mungkasa, 2004). Berdasarkan
data tersebut maka kebutuhan TPA pada tahun 1995 seluas 675 ha dan meningkat
menjadi 1610 ha di tahun 2020. Kondisi ini akan menjadi masalah besar dengan
terbatasnya lahan kosong di kota besar. Menurut data BPS pada tahun 2001
timbulan sampah yang diangkut hanya mencapai 18,3 %, ditimbun 10,46 %, dibuat
kompos 3,51 %, dibakar 43,76 % dan lainnya dibuang di pekarangan pinggir sungai
atau tanah kosong sebesar 24,24 % .

Sampah yang dapat dijadikan biomassa yaitu sampah organic


yang meliputi sampah atau limbah pertanian dan perkebunan (onggol jagung, sekam
padi, tandan kelapa sawit, dan lain-lain), sampah rumah tangga (sayur-sayuran,
buah-buahan, dan lain-lain), sampah perkantoran seperti kertas, dan banyak lagi
sampah-sampah organic yang dapat dijadikan sumber biomassa. Pemamfaatan
biomassa dari sampah dapat menyelesaikan permasalahan sampah yang terjadi saat
ini, selama ini kita menganggap sampah sesuatu yang tidak berguna dan sering
dibakar secara percuma atau tidak dimanfaatkan sama sekali, padahal jika sampah
ini diolah dengan teknologi biomassa seperti pirolisis, gasifikasi, dan
karbonisasi maka sampah yang tidak berguna tersebut bisa menjadi sesuatu yang
berguna yaitu briket yang dapat dijadikan bahan bakar kompor, bahan bakar cair
yang juga dapat dijadikan sebagai bahan bakar kompor, lebih baik lagi menjadi
biooil yang dapat menggerakan motor seperti bensin. Selain itu pemamfaatan
sampah sebagai biomassa dapat digunakan sebagai tenaga pembangkit listrik
biomassa, sampah-sampah organic seperti tandan kelapa sawit jika dimanfaatkan
dengan menggunakan pirolisis maka akan mendapatkan gas methane yang dapat
digunakan untuk menggerakan turbin, serta menjadi biogas yang berguna bagi
kebutuhan energy rumah tangga.

Limbah
perkebunan kelapa sawit juga memegang peran penting dalam potensi biomassa di
Indonesia, semua libah dari proses pengolahan kelapa sawit dapat dimanfaatkan

sebagai energy biomassa baik limbah padat maupun limbah cair. Limbah cair
berupa Palm Oil Mill Effluent (POME) setiap tahun sedikitnya mencapai: 32,3
juta ton. POME ini dapat menghasilkan biogas. Potensi produksi biogas yang
berbahan baku limbah cair tersebut diperkirakan 1.075 juta m3 . Nilai kalor (
heating value ) biogas rata-rata berkisar antara 47006000 kkal/m 3 (2024 MJ/m
3 ). Dengan nilai kalor tersebut, 1.075 juta m 3 biogas akan setara dengan 516.000
ton gas LPG, 559 juta liter solar, 666.5 juta liter minyak tanah, dan 5.052.5
MWh listrik.

Sebuah studi yang dilakukan ADB dan Golder


Associate (2006) yang dikutip dalam TNA Sektor Energi (2009) memperkirakan
potensi biomassa dari limbah pabrik minyak kelapa sawit di Indonesia setara
sekitar 230.530 TJ per tahun dan produksi listrik potensial yang dapat
dihasilkan adalah sekitar 4.243.500 MWh per tahun. Asumsi yang digunakan untuk
perhitungan ini adalah potensi TBS sebesar 15,18 juta ton/ tahun, 70% nya
digunakan untuk pembangkit listrik yang beroperasi 8000 jam per tahun. Ada
beberapa proyek pembangkit listrik berbasis biomassa yang sudah dan sedang
dikembangkan di Indonesia. Termasuk diantaranya adalah Proyek BKR Biomass 4
MWe Condensing Steam Turbine di Riau, Proyek Gasifikasi Biomass di
Industri Jamur di Jawa Tengah, Pembangkit Listrik Biomassa Mandau di Riau,
Proyek Biomassa menjadi Listrik PTIP (7MW) di Riau, Proyek Biomassa menjadi
Listrik PTMM 24 MWe di Sumatra Utara, Pembangkit Listrik Biomassa 4 MW dari
Kepingan Kayu dan Serbuk Gergaji di Jawa Tengah, Kogenerasi Biomassa Nagamas,
Kogenerasi Biomassa Amurang di Sulawesi Utara, MNA Biomass 9.7 MWe
Condensing Steam Turbine di Sumatra Utara dan MSS Biomass 9.7 MWe
Condensing Steam Turbine di Riau. Pengembangan pembangkit listrik tenaga
biomassa ini diharapkan dapat terus dikembangkan karena saat ini potensi yang
dimanfaatkan sangat sedikit jika dibandingkan dengan potensi yang dimiliki,
Potensi energi biomassa sebesar 50 000 MW hanya 320 MW yang sudah dimanfaatkan
atau hanya 0.64% dari seluruh potensi yang ada. Sudah saatnya pemerintah
membuat kebijakan untuk pemamfaatan biomassa dan mengembangkan teknologi
pemamfaatan biomassa yang efektif dan efisien demi tercapainya keseimbangan
sumber energy sehingga Indonesia kedepannya mampu menjadi lumbung energy dunia
untuk biomassa.

Teknologi yang telah dikembangkan saat ini


meliputi teknologi pirolisis, gasifikasi, dan karbonisasi. Ketiga teknologi ini
sudah digunakan untuk memproses biomassa dan mengkonversinya menjadi bahan
bakar yang dapat digunakan seperti arang untuk pembriketan, gas metana untuk
biogas, serta biooil untuk bahan bakar. Teknologi ini dapat dimanfaatkan untuk
skala kecil maupun besar. Sehingga untuk pemamfaatan biomassa tidak terlalu sulit
cukup ada keinginan dan pemahaman mengenai teknologi tersebut dan biomassa
sudah dapat digunakan untuk skala individu maupun sekelompok masyarakat. Memang
saat ini biomassa tidak dapat dimanfaatkan dengan optimal karena teknologi yang
kurang mendukung samahalnya dengan penggunaan energy fosil, awalnya juga kurang
efektif namun beriringan dengan perkembangan zaman yang terus kearah majunya

teknologi membuat energy fosil ini dapat dikonversikan dengan baik kebentuk
energy lain. begitu pula dengan biomassa saat ini belum ditemukan teknologi
yang dapat memanfaatkanya selelvel energy fosil namun dengan berkembangnya
zaman maka suatu saat nanti biomassa ini pun akan seperti energy fosil. Maka
untuk mencapai itu semua biomassa dengan teknologi yang ada saat ini sudah
saatnya digunakan sebagai penyeimbang energy fosil, sehingga mampu merangsang
untuk perbaikan teknologi selanjutnya yang akan membawa biomassa sebagai sumber
energy dunia disamping energy terbarukan yang lainya.

Pemamfaatan biomassa sebagai penyeimbang


energy fosil memiliki beberapa keuntungan diantaranya:

a.
Mengurangi adanya gas rumah kaca,

Penggunaan biomassa akan membuat sampah


organic yang dapat menghasilkan gas metana dapat dimanfaatkan sehingga gas
metana yang menyebabkan terbentuknya gas rumah kaca dapat diminimal. Seperti
kotoran-kotoran binatang ternak, tandan kelapa sawit, tongkol jagung, sekam
padi, dan lain-lain.

Selain itu penggunaan biomassa akan


mengurangi penggunaan energy fosil yang menyumbang gas-gas rumah kaca terbesar
saat ini serta penggunaan biomassa ini akan membuat semakin dimanfaatkan lahan
kosong untuk menanam tumbuh-tumbuhan yang dapat menghasilkan biodiesel seperti
jarak pagar, kelapa sawit, dan lain-lain.

b.
Melindungi kebersihan air dan tanah

Pemamfaatan
biomassa akan memanfaatkan sampah yang berbahaya bagi lingkungan karena akan
mencemari lingkungan sekitar seperti air dan tanah. Sampah yang tertimbun akan
mengeluarkan cairan yang berbahaya dan diserap oleh tanah dan mencemari air
tanah, sedangkan air tanah ini digunakan oleh masyarakat untuk konsumsi maupun
kebutuhan lain. dengan memanfaatkan biomassa sampah langsung dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar. Sehingga tidak mencemari air dan tanah.

c.
Mengurangi limbah organic.

Samahalnya seperti
melindungi kebersihan air dan tanah, pemamfaatan biomassa akan mengurangi
limbah organic karena sampah hasil olahan pabrik dapat dimanfaatkan untuk
biogas.

d.
Mengurangi polusi udara.

Pemamfaatan
biomassa seperti biogass, biodiesel, dan briket merupakan bahan bakar yang
ramah lingkungan atau sedikit menghasilkan gas-gas berbahaya yang menyebabkan
polusi udara.

Keuntungan-keuntungan penggunaan biomassa


akan tercapai jika biomassa dimanfaatkan. Pemamfaatan biomassa tidak harus
mematikan penggunaan energy fosil namun sebagai penyeimbang penggunaan energy
fosil yang ada saat ini. Sehingga kelangkaan energy fosil dapat diperlambat,
dan semakin banyak pilihan sumber energy yang kita gunakan akan semakin membuat
kehidupan kita didunia semakin membaik.

Potensi besar yang dimiliki oleh biomassa di Indonesia dapat dijadikan


penyeimbang penggunaan energy fosil yang sudah mengarah kepunahan, ini
dikarenakan potensi yang dimiliki biomassa diantaranya sampah organic,
tumbuh-tumbuhan, limbah pabrik sawit, dan kotoran-kotoran binatang ternak
sangat banyak dan mudah ditemukan di Negara agraris seperti indonesia.
Selain itu pemamfaatan biomassa akan menghasilkan berbagai macam bahan bakar
yang dapat dijadikan penyeimbang energy fosil diantaranya briket, biooil,
dan biogas serta menyelesaikan permasalahan-permasalahan pencemaran lingkungan
seperti udara, air dan tanah.

Potensi Energi Biomassa Untuk Listrik


Ferial

User Rating:
Poor

/0
Best

EBTKE-- Indonesia memiliki potensi energi sebesar 885,2


juta Gigajoule (GJ) pertahun dari potensi limbah biomassa yang bisa dimanfaatkan sebagai
bahan
bakar
pembangkit
listrik.
Hal ini diungkapkan Direktur Bioenergi, Maritje Hutapea dalam Seminar Mechanical Fair
2011, dengan Tajuk Menuju Indonesia Mandiri, di Pusat Studi Jepang, Fakultas Ilmu Budaya
(FIB) Universitas Indonesia, Depok, Jumat 04 Maret 2011."Kita memiliki potensi biomassa
yang besar,"ujar dia. Dia menjelaskan, potensi kalori sebesar itu diperoleh diantaranya jenis
limbah peremajaan kebun karet (496,0 juta GJ pertahun), sisa lodging (11,0 juta GJ
pertahun), limbah industri penggergajian kayu (10,6 juta GJ pertahun), tandan kosong kelapa
sawit (15,4 juta GJ pertahun), sabut sisa kelapa sawit (35,3 juta GJ pertahun), cangkang buah
sawit (17,2 juta GJ pertahun), bagas tebu (78,0 juta GJ pertahun), sekam padi (179,0 juta GJ
pertahun), tempurung kelapa (18,7 juta GJ pertahun) serta sabut kelapa (24,0 juta GJ
pertahun).
Sementara untuk potensi produksinya, menurut Maritje, pertahunnya 65,7 juta ton pertahun,
dengan rincian dari peremajaan kebun karet (31,0 juta ton pertahun), sisa lodging (1,2 juta
ton pertahun), limbah industri penggergajian kayu (1,1 juta ton pertahun), tandan kosong
kelapa sawit (3,5 juta ton pertahun), sabut sisa kelapa sawit (3,7 juta ton pertahun), cangkang
buah sawit (1,3 juta ton pertahun), bagas tebu (6,5 juta ton pertahun), sekam padi (14,3 juta
ton pertahun), tempurung kelapa (1,1 juta ton pertahun) serta sabut kelapa (2,0 juta ton
pertahun).

Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen
EBTKE) Luluk Sumiarso mengatakan pemerintah fokus dalam pengembangan energi
biomassa
sebagai
salah
satu
energi
baru
terbarukan.
Menurut dia, selama ini energi terbarukan khususnya biomassa hanya dipandang sebagai
energi alternatif pandangan ini merupakan dosa besar mengingat cadangan energi terbarukan
seperti panas bumi, air, matahari dan biomassa melimpah tetapi tidak
dimanfaatkan.Sebelumnya kita hanya menganggap energi terbarukan hanya sebagai energi
alternatif, pandangan ini harus dirubah, terutama biomassa tidak boleh lagi menjadi energi
alternatif
yang
sederhana
tetapi
menjadi
fokusujar
dia
Luluk menjelaskan, Indonesia memiliki potensi besar bioenergi, seperti berbagai jenis
tanaman untuk pengembangan biofuel, potensi besar kotoran ternak, limbah pertanian dan
biogas limbah industri dan biomassa kota dan limbah pertanian. Guna mendorong
penggunaan bioenergi,lanjut dia, pemerintah telah mengambil langkah-langkah tertentu,
seperti mengeluarkan kebijakan dan peraturan pada pengembangan bioenergi."Kami sangat
menyadari bahwa masih terdapat beberapa kendala yang harus diatasi,"tandasnya.
Dengan visi yang dicanangkan 25/25, menurut dia, pemerintah Indonesia berkomitmen
meningkatkan penggunaan energi terbarukan sampai 25 persen dari keseluruhan konsumsi
energi pada 2025, dengan demikian sektor energi diharapkan dapat memberi kontribusi 5,13
persen terhadap target pengurangan emisi nasional. "Ini adalah komitmen besar,bukan hanya
bicara angka besar, tetapi kita berbicara ambisi lebih untuk mengubah paradigma,"kata
Luluk.
Selama ini, kata dia, masyarakat terlalu bergantung pada penggunanaan energi fosil yang
disubsidi dalam jumlah besar serta dibayar dengan biaya berapapun, padahal uang ini dapat
dialokasikan kepada hal lain diantaranya kesehatan dan pendidikan.(ferial)

Potensi Limbah Biomassa Sawit sebagai Sumber Energi Terbarukan


(Energy Neilcy).Gejolak yang muncul akibat keputusan pemerintah menaikkan
harga BBM memunculkan kesadaran bahwa selama ini bangsa Indonesai sangat
tergantung pada sumber energi tak-terbarukan. Cepat atau lambat sumber
energi tersebut akan habis. Salah satu solusi mengatasi permasalahan ini adalah
dengan mengoptimalkan potensi energi terbarukan yang dimiliki bangsa ini.
Indonesia sebenarnya memiliki potensi energi terbarukan sebesar 311.232 MW,
namun kurang lebih hanya 22% yang dimanfaatkan. Masyarakat Indonesia
terlena dengan harga BBM yang murah, sehingga lupa untuk memanfaatkan dan
mengembangkan sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui. Sumber
energi terbarukan yang tersedia antara lain bersumber dari tenaga air ( hydro ),
panas bumi, energi cahaya, energi angin, dan biomassa.
Potensi energi tarbarukan yang besar dan belum banyak dimanfaatkan adalah
energi dari biomassa. Potensi energi biomassa sebesar 50 000 MW hanya 320
MW yang sudah dimanfaatkan atau hanya 0.64% dari seluruh potensi yang ada.
Potensi biomassa di Indonesia bersumber dari produk samping sawit,
penggilingan padi, kayu, polywood, pabrik gula, kakao, dan limbah industri
pertanian lainnya.
Proses pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi crude palm oil (CPO)
menghasilkan biomassa produk samping yang jumlahnya sangat besar. Tahun
2004 volumen produk samping sawit sebesar 12 365 juta ton tandan kosong
kelapa sawit (TKKS), 10 215 juta ton cangkang dan serat, dan 32 257 37 633
juta ton limbah cair ( Palm Oil Mill Effluent /POME). Jumlah ini akan terus
meningkat dengan meningkatnya produksi TBS Indonesia. Produksi TBS
Indonesia di tahun 2004 mencapai 53 762 juta ton dan pada tahun 2010
diperkirakan mencapai 64 000 juta ton.
Biomassa dari produk samping sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi
terbarukan. Salah satunya adalah POME untuk menghasilkan biogas. Potensi
produksi biogas dari seluruh limbah cair tersebut kurang lebih adalah sebesar
1075 juta m 3 . Nilai kalor ( heating value ) biogas rata-rata berkisar antara
47006000 kkal/m 3 (2024 MJ/m 3 ). Dengan nilai kalor tersebut 1075 juta m 3
biogas akan setara dengan 516 _ 000 ton gas LPG, 559 juta liter solar, 666.5 juta
liter minyak tanah, dan 5052.5 MWh listrik. TKKS dapat juga dimanfaatkan untuk
menghasilkan biogas walaupun proses pengolahannya lebih sulit daripada biogas
dari limbah cair.

Potensi energi yang dapat dihasilkan dari produk samping sawit yang lain dapat
dilihat dari nilai energi panas (calorific value ). Nilai energi panas untuk masingmasing produk samping sawit adalah 20 093 kJ/kg cangkang, 19 055 kJ/kg serat,
18 795 kJ/kg TKKS, 17 471 kJ/kg batang, dan 15 719 kJ/kg pelepah.
Cangkang dan serat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam
PKS. Cangkan dan serat digunakan sebagai bahan bakar boiler untuk memenuhi
kebutuhan steam (uap panas) dan listrik. Potensi energi dari seluruh cangkang
dan serat di tahun 2004 adalah sebesar 6 451 juta MW.
TKKS juga memiliki potensi energi yang besar sebagai bahan bakar generator
listrik. Sebuah PKS dengan kapasitas pengolahan 200000 ton TBS/tahun akan
menghasilkan sebanyak 44000 ton TKKS (kadar air 65%)/tahun. Nilai kalor
( heating value ) TKKS kering adalah 18.8 MJ/kg, dengan efisiensi konversi energi
sebesar 25%, dari energi tersebut ekuivalen dengan 2.3 MWe ( megawattelectric ). Total TKKS sebanyak 12365 juta ton di tahun 2004 berpotensi
menghasilkan energi sebesar 23463.5 juta MWe.
***
Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan produk samping sawit
sebagi sumber energi terbarukan. Kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu
komoditi yang mengalami pertumbuhan sangat pesat.
Pada periode tahun 1980-an hingga pertengahan tahun 1990-an luas areal kebun
meningkat dengan laju 11% per tahun. Sejalan dengan luas area produksi CPO
juga meningkat dengan laju 9.4% per tahun. Sampai dengan tahun 2010
produksi CPO diperkirakan meningkat dengan laju 5-6% per tahun, sedang untuk
periode 2010 2020 pertumbuhan produksi berkisar antara 2% - 4%.
Pengembangan produk samping sawit sebagai sumber energi alternatif memiliki
beberapa kelebihan. Pertama , sumber energi tersebut merupakan sumber
energi yang bersifat renewable sehingga bisa menjamin kesinambungan
produksi. Kedua , Indonesia merupakan produsen utama minyak sawit sehingga
ketersediaan bahan baku akan terjamin dan industri ini berbasis produksi dalam
negeri.
Ketiga , pengembangan alternatif tersebut merupakan proses produksi yang
ramah lingkungan. Keempat , upaya tersebut juga merupakan salah satu bentuk
optimasi pemanfaatan sumberdaya untuk meningkatkan nilai tambah.
***
Indonesia relatif tertinggal dalam mengembangkan teknologi energi alternatif
dari produk samping sawit dibandingkan dengan beberapa negara tetangga.
Sejak tahun 2001 Malaysia melaksanakan program pengembangan energi

terbarukan yang disebut dengan Small Renewable Energy Programe ( SREP ).


Salah satu energi terbarukan yang dikembangkan dalam program SREP ini
adalah pengembangan biogas dari POME. Bumibiopower (Pantai Remis) Sdn.
Bhd. adalah salah satu perusahaan di Malaysia yang melaksanakan proyek untuk
mengembangkan pabrik produksi biogas dari POME. Bekerjasama dengan
Malaysia bekerjasama dengan COGEN mengembangkan teknologi generator
listrik dengan bahan bakar produk samping sawit. Proyek pemanfaatan produk
samping sawit sebagai bahan bakar listrik dilaksanakan oleh TSH Bio Energy Sdn
Bhn di Sabah, Malaysia . Kapasitas listrik yang dihasilkan adalah sebesar 14 MW.
Melalui Kep.Men. No. 1122 K/30/MEM/2002 tentang Distribusi Pembangkit Listrik
Skala Kecil, Indonesia mulai mengembangkan energi terbarukan. Pada tahun
2002 sangat gencar dikampanyekan penggunaan gas pada kendaraan
bermontor. Namun, kemudian tak terdengar lagi kabarnya sekarang.
Tahun 2005 Indonesia mendapatkan bantuan sebesar $ US 500.000 dollar dari
ADB (Bank Pembangunan Asia) untuk mengembangkan energi terbarukan dari
limbah cair kelapa sawit (Kompas, 27 Desember 2004).
Teknologi yang sudah berhasil dikembangkan di Indonesia adalah pembuatan
briket arang dari cangkang dan serat sawit. Produk briket yang dihasilkan telah
memenuhi Standart Nasional Indonesia (SNI). Kelebihan lainnya dari briket ini
adalah permukaanya halus dan tidak meninggalkan bekas hitam di tangan.
***
Pengembangan biomassa kelapa sawit sebagai sumber energi alternatif yang
terbarukan harus dibarengi dengan pengembangan teknologi-tenologi lainnya.
Misalnya adalah pengembangan kendaraan berbahan bakar gas dan listrik.
Selain bersifat terbarukan ( renewable ) penggunaan bahan bakar gas dan listrik
lebih ramah lingkungan dari pada BBM. Teknologi ini sudah banyak dipakai di
negara-negara Eropa, seperti Jerman, Autria, dan Amerika. Bahkan di India sudah
banyak bis-bis kota yang berbahan bakar gas.
Belajar dari pengalaman tahun 2002, jangan terulang lagi kampanye bahan
bakar gas yang hanya sesaat. Pengembangan energi alternatif dari sumbersumber yang dapat diperbaharui adalah suatu keharusan. Kesungguhan dan
keseriusan pemerintahan SBY dalam hal ini sangat diharapkan.

0inShare

Potensi Biomassa dari Limbah Sawit


sebagai Sumber Energi Terbarukan di
Indonesia
OPINI | 11 January 2011 | 23:39 Dibaca: 1901

Komentar: 4

Nihil

Potensi Biomassa Dari Limbah Sawit Sebagai Sumber Energi Terbarukan Di Indonesia
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Gejolak yang muncul akibat keputusan pemerintah menaikkan harga BBM memunculkan
kesadaran bahwa selama ini bangsa Indonesai sangat tergantung pada sumber energi takterbarukan. Cepat atau lambat sumber energi tersebut akan habis. Salah satu solusi mengatasi
permasalahan ini adalah dengan mengoptimalkan potensi energi terbarukan yang dimiliki
bangsa ini.
Indonesia sebenarnya memiliki potensi energi terbarukan sebesar 311.232 MW, namun
kurang lebih hanya 22% yang dimanfaatkan. Potensi energi tarbarukan yang besar dan belum
banyak dimanfaatkan adalah energi dari biomassa. Biomassa adalah bahan organik yang
terbuat dari tumbuhan dan hewan. Biomassa mengandung energi tersimpan yang berasal dari
matahari. Tanaman menyerap energi matahari dalam proses yang disebut fotosintesis. Energi
kimia dalam tumbuhan akan diteruskan ke hewan dan orang-orang yang memakannya.
Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan produk samping sawit sebagi sumber
energi terbarukan. Kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditi yang mengalami
pertumbuhan sangat pesat.
1.2 Perumusan Masalah
Peningkatan luas perkebunan kelapa sawit telah mendorong tumbuhnya industri-industri

pengolahan, diantaranya pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) yang menghasilkan crued palm
oil (CPO). PMKS merupakan industri yang sarat dengan residu pengolahan. PMKS hanya
menghasilkan 25-30 % produk utama berupa 20-23 % CPO dan 5-7 % inti sawit (kernel).
Sementara sisanya sebanyak 70-75 % adalah residu hasil pengolahan berupa limbah.
Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen pencemaran yang terdiri
dari zat atau bahan yang tidak mempunyai kegunaan lagi bagi masyarakat. Limbah industri
dapat digolongkan kedalam tiga golongan yaitu limbah cair, limbah padat, dan limbah gas
yang dapat mencemari lingkungan. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh PMKS berkisar
antara 600-700 liter/ton. Saat ini diperkirakan jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh PMKS
di Indonesia mencapai 28,7 juta ton.
Pengolahan limbah cair PMKS dengan menggunakan digester anaerob dilakukan dengan
mensubtitusi proses yang terjadi di kolam anaerobik pada sistem konvensional kedalam
tangki digester. Tangki digester berfungsi menggantikan kolam anaerobik yang dibantu
dengan pemakaian bakteri mesophilic dan thermophilic (Naibaho, 1996). Kedua bakteri ini
termasuk bakteri methanogen yang merubah substrat dan menghasilkan gas methan.
1.3 Tujuan & Manfaat Penelitian
Tujuan akhir dari penelitian ini adalah memanfaatkan limbah kelapa sawit sebagai energi
biomassa terbaru di Indonesia. Energi biomassa yang digunakan diproses melalui sitem
Digester Anaerob.
1.4 Pembatasan Masalah
Batasan permasalahan pada laporan ini adalah:
1. Penggunaan biomassa yang digunakan berasal dari limbah kelapa sawit untuk
menghasilkan energi biogas.
2. Limbah kelapa sawit yang digunakan berupa limbah cair
3. Penggunaan sistem digester anaerob dapat memproduksi biogas dengan lebih maksimal
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penyusunan laporan ini penulis membaginya menjadi beberapa bab
yang berisikan uraian-uraian ataupun keterangan yang didapat. Sistematika tersebut berupa :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
pembatasan masalah, metode dan teknik pengumpulan data dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini menguraikan tentang teori-teori yang menunjang diantaranya perkembangan
industri kelapa sawit di Indonesia, masalah limbah serta penyelesaikan dari masalah tsb yang
dapat menghasilkan energy biomassa.
BAB III PENGUMPULAN DAN PENGELOHAN DATA
Dalam bab ini mencakup data pabrik kelapa sawit di Indonesia serta usaha pengolahan
limbah yang ada.
BAB IV HASIL DAN ANALISA
Dalam bab ini mengemukakan pengolahan data dan analisa dari hasil pengumpulan data.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan bab terakhir dari karya ilmiah ini yang berisi kesimpulan dari hasil penulisan dan
saran-saran yang diberikan penulis berkaitan dengan penulisan ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Karakteristik Limbah Cair PMKS
Limbah cair yang dihasilkan oleh PMKS berasal dari air kondensat pada proses sterilisasi, air
dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath), dan air pencucian pabrik. Jumlah air
buangan tergantung pada sistem pengolahan, kapasitas olah pabrik, dan keadaan peralatan
klarifikasi. Limbah cair PMKS mengandung bahan organik yang relatif tinggi dan tidak
bersifat toksik karena tidak menggunakan bahan kimia dalam proses ekstraksi minyak.
Komposisi kimia limbah cair PMKS dan komposisi asam amino limbah cair segar disajikan
pada tabel berikut.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Parameter yang menggambarkan karakteristik limbah terdiri dari sifat fisik, kimia, dan
biologi. Karakteristik limbah berdasarkan sifat fisik meliputi suhu, kekeruhan, bau, dan rasa,
berdasarkan sifak kimia meliputi kandungan bahan organik, protein, BOD, chemical oxygen
demand (COD), sedangkan berdasarkan sifat biologi meliputi kandungan bakteri patogen
dalam air limbah. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup ada 6 (enam)
parameter utama yang dijadikan acuan baku mutu limbah meliputi :
a. Tingkat keasaman (pH), ditetapkannya parameter pH bertujuan agar mikroorganisme dan
biota yang terdapat pada penerima tidak terganggu, bahkan diharapkan dengan pH yang
alkalis dapat menaikkan pH badan penerima.
b. BOD, kebutuhan oksigen hayati yang diperlukan untuk merombak bahan organik. Semakin
tinggi nilai BOD air limbah, maka daya saingnya dengan mikroorganisme atau biota yang
terdapat pada badan penerima akan semakin tinggi.
c. COD, kelarutan oksigen kimiawi adalah oksigen yang diperlukan untuk merombak bahan
organik dan anorganik, oleh sebab itu nilai COD lebih besar dari BOD.
d. Total suspended solid (TSS), menggambarkan padatan melayang dalam cairan limbah.
Pengaruh TSS lebih nyata pada kehidupan biota dibandingkan dengan total solid. Semakin
tinggi TSS, maka bahan organik membutuhkan oksigen untuk perombakan yang lebih tinggi.
e. Kandungan total nitrogen, semakin tinggi kandungan total nitrogen dalam cairan limbah,
maka akan menyebabkan keracunan pada biota.
f. Kandungan oil and grease, dapat mempengaruhi aktifitas mikroba dan merupakan pelapis
permukaan cairan limbah sehingga menghambat proses oksidasi pada saat kondisi aerobik.
2.2 Produksi Biogas Melalui Proses Digester Anaerob Limbah Cair PMKS
Metode pengolahan limbah dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan biologi. Pengolahan
limbah secara kimia dilakukan dengan proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan flotasi.
Proses kimia sering kurang efektif karena pembelian bahan kimianya yang cukup tinggi dan
menghasilkan sludge dengan volume yang cukup besar. Sedangkan pengolahan limbah secara
biologis dapat dilakukan dengan proses aerob dan anaerob.
Secara konvensional pengolahan limbah cair PMKS dilakukan secara biologis dengan
menggunakan kolam, yaitu limbah cair diproses dalam kolam aerobik dan anerobik dengan
memanfaatkan mikrobia sebagai perombak BOD dan menetralisir keasaman cairan limbah.
Pengolahan limbah cair PMKS secara konvesional banyak dilakukan oleh pabrik karena
teknik tersebut cukup sederhana dan biayanya lebih murah. Namun pengolahan dengan cara
tersebut membutuhkan lahan yang luas untuk pengolahan limbah. Dengan kapasitas 30 ton
TBS/jam, maka dibutuhkan sekitar 7 hektar lahan untuk pengolahan limbah. Selain itu
efisiensi perombakan limbah cair PMKS hanya 60-70 % dengan waktu retensi yang cukup
lama yaitu 120-140 hari. Kolam-kolam limbah konvensional akan mengeluarkan gas methan
(CH4) dan karbon dioksida (CO2) yang membahayakan karena merupakan emisi penyebab

efek rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan. Disamping itu kolam-kolam pengolahan
limbah sering mengalami pendangkalan, sehingga baku mutu limbah tidak tercapai.
Pengolahan limbah cair PMKS dengan menggunakan digester anaerob dilakukan dengan
mensubtitusi proses yang terjadi di kolam anaerobik pada sistem konvensional kedalam
tangki digester. Tangki digester berfungsi menggantikan kolam anaerobik yang dibantu
dengan pemakaian bakteri mesophilic dan thermophilic. Kedua bakteri ini termasuk bakteri
methanogen yang merubah substrat dan menghasilkan gas methan.
Fermentasi anaerobik dalam proses perombakan bahan organik yang dilakukan oleh
sekelompok mikrobia anaerobik fakultatif maupun obligat dalam satu tangki digester (reaktor
tertutup) pada suhu 35-55 0C. Metabolisme anaerobik selulose melibatkan banyak reaksi
kompleks dan prosesnya lebih sulit daripada reaksi-reaksi anaerobik bahan-bahan organik
lain seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Bidegradasi tersebut melalui beberapa tahapan
yaitu proses hidrolisis, proses asidogenesis, proses asetogenesis, dan proses methanogenesis.
Proses hidrolisis berupa proses dekomposisi biomassa kompleks menjadi gkukosa sederhana
memakia enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme sebagai katalis. Hasilnya biomassa
menjadi dapat larut dalam air dan mempunyai bentuk yang lebih sederhana. Proses
asidogenesis merupakan proses perombakan monomer dan oligomer menjadi asam asetat,
CO2, dan asam lemak rantai pendek, serta alkohol. Proses asidogenesis atau fase non
methanogenesis menghasilkan asam asetat, CO2, dan H2. Sementara proses methanogensesis
merupakan perubahan senyawa-senyawa menjadi gas methan yang dilakukan oleh bakteri
methanogenik. Salah satu bakteri methanogeneik yang populer dalam Methanobachillus
omelianskii.
Proses biokonversi methanogenik merupakan proses biologis yang sangat dipengaruhi oleh
faktor lingkungan baik lingkungan biotik maupun abiotik. Faktor biotik meliputi mikroba dan
jasad aktif. Faktor jenis dan konsentrasi inokulum sangat berperan dalam proses perombakan
dan produksi biogas. Hasil penelitian mengungkapkan inokulum LKLM II-20% (b/v) dengan
substrat 15 L, diperoleh produksi biogas paling baik dibandingkan konsentrasi lainnya
dimana produksi biogasnya mencapai 121 liter.
Sedangkan faktor abiotik meliputi pengadukan (agitasi), suhu, tingkat keasaman (pH), kadar
substrat, kadar air, rasio C/N, dan kadar P dalam substrat, serta kehadiran bahan toksik.
Diantara faktor abiotik di atas, faktor pengendali utama produksi biogas adalah suhu, pH, dan
senyawa beracun.
Kehidupan mikroba dalam cairan memerlukan kedaaan lingkungan yang cocok antara lain
pH, suhu, dan nutrisi. Derajat keasaman pada mikroba yaitu antara pH 5-9. Oleh karena itu
limbah cair PMKS yang bersifat asam (pH 4-5) merupakan media yang tidak cocok untuk
pertumbuhan bakteri, maka untuk mengaktifkan bakteri cairan limbah PMKS tersebut harus
dinetralisasi. Penambahan bahan penetral pH dapat meningkatkan produksi biogas. Namun
keasamannya dibatasi agar tidak melebihi pH 9, karena pada pH 5 dan pH 9 dapat
menyebabkan terganggunya enzim bakteri (enzim teridir dari protein yang dapat
mengkoagulasi pada pH tertentu). Peningkatan pH optimum akan memacu proses
pembusukan sehingga meningkatkan efektifitas bakteri methanogenik dan dapat
meningkatkan produksi biogas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH substrat awal 7
memberikan peningkatan laju produksi biogas lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pH
yang lain.
Peningkatan suhu juga dapat meningkatkan laju produksi biogas. Mikroba menghendaki suhu
cairan sesuai dengan jenis mikroba yang dikembangkan. Berdasarkan sifat adaptasi bakteri
terhadap suhu dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :
a. Phsycrophill, yaitu bakteri yang dapat hidup aktif pada suhu rendah yaitu 10 0C, bakteri ini
ditemukan pada daerah-daerah sub tropis.
b. Mesophill, yaitu bakteri yang hidup pada suhu 10-50 0C dan merupakan jenis bakteri yang

paling banyak dijumpai pada daerah tropis.


c. Thermophill, yaitu bakteri yang tahan panas pada suhu 50-80 0C. bakteri ini banyak
dijumpai pada tambang minyakyang berasal dari perut bumi.
Perombakan limbah dapat berjalan lebih cepat pada penggunaan bakteri thermophill. Suhu
yang tinggi dapat memacu perombakan secara kimiawi, perombakan yang cepat akan
dimanfaatkan oleh bakteri metahonogenik untuk menghasilkan gas methan, sehingga dapat
produksi biogas. Peningkatan suhu sebesar 40 0C dapat menghasilkan 68,5 liter biogas.
Limbah cair mengandung karbohidrat, protein, lemak, dan mineral yang dibutuhkan oleh
mikroba. Komposisi limbah perlu diperbaiki dengan penambahan nutrisi seperti untur P dan
N yang diberkan dalam bentuk pupuk TSP dan urea. Jumlah kandungan bahan makanan
dalam limbah harus dipertahankan agar bakteri tetap berkembang dengan baik. Jumlah lemak
yang terdapat dalam limbah akan mempengaruhi aktifitas perombak limbah karbohidrat dan
protein. Selain kontinuitas makanan juga kontak antara makanan dan bakteri perlu
berlangsung dengan baik yang dapat dicapai dengan melakukan agitasi (pengadukan). Agitasi
juga berpengaruh terhadap produksi biogas. Pemberian agitasi berpengaruh lebih baik
dibandingkan tanpa agitasi dalam peningkatan laju produksi gas. Dengan agitasi substrat akan
menjadi homogen, inokulum kontak langsung dengan substrat dan merata, sehingga proses
perombakan akan lebih efektif. Agitasi dimaksudkan agar kontak antara limbah cair PMKS
dan bakteri perombak lebih baik dan menghindari padatan terbang atau mengendap. Agitasi
pada 100 rpm dapat meningkatkan produksi biogas.
Reaksi perombakan anaerobik tidak menginginkan kehadiran oksigen, karena oksigen akan
menonaktifkan bakteri. Kehadiran oksigen pada limbah cair dapat berupa kontak limbah
dengan udara. Kedalaman reaktor akan mempengaruhi reaksi perombakan. Semakin dalam
reaktor akan semakin baik hasil perombakan.
Kehadiran bahan toksik juga menghambat proses produksi biogas. Kehadiran bahan toksik ini
akan menghambat aktifitas mikroorganisme untuk melakukan perombakan. Maka untuk
memperoleh produksi biogas yang baik, kehadiran bahan toksik harus dicegah.
Hasil produksi biogas juga ditentukan oleh faktor waktu fermentasi. Hal ini disebabkan untuk
melakukan perombakan anaerob terdiri atas 4 (empat) tahapan. Untuk itu setiap proses
membutuhkan waktu yang cukup. Pengaruh waktu fermentasi memberikan hasil yang
berbeda pada produksi biogas. Semakin lama proses fermentasi, maka akan semakin tinggi
produksi biogas.
Hasil penelitian menyatakan parameter kinetik merupakan dasar penting dalam desain
bioreaktor terutama konstanta laju pertumbuhan mikroba maksimum dan menetukan waktu
tinggal biomassa minimum. Parameter kinetik biodegradasi anerob limbah cair PMKS
optimum diperoleh pada konstanta setengah jenuh (Ks) 1,06 g/L, laju pertumbuhan spesifik
maksimum (m) 0,187 / hari, perolan biomassa (Y) 0,395 gVSS/gCOD, konstanta laju
kematian mikroorganisme (Kd) 0,027 / hari, dan konstanta pemanfaatan substat maksimum
(k) 0,474 / hari.
Potensi biogas yang dihasilkan dari 600-700 kg limbah cair PMKS dapat diproduksi sekitar
20 m3 biogas dan setiap m3 gas methan dapat diubah menjadi energi sebesar 4.700 6.000
kkal atau 20-24 MJ. Sebuah PMKS dengan kapasitas 30 ton TBS/jam dapat menghasilkan
tenaga biogas untuk energi setara 237 KwH.
Selain menghasilkan biogas, pengolahan limbah cair dengan proses digester anaerobik dapat
dilakukan pada lahan yang sempit dan memberi keuntungan berupa penurunan jumlah
padatan organik, jumlah mikroba pembusuk yang tidak diinginkan, serta kandungan racun
dalam limbah. Disamping itu juga membantu peningkatan kualitas pupuk dari sludge yang
dihasilkan, karena sludge yang dihasilkan berbeda dari sludge limbah cair PMKS biasa yang
dilakukan melalui proses konvesional. Kelebihan tersebut adalah :
a. Penurunan kadar BOD bisa mencapai 80-90 %.

b. Baunya berkurang sehingga tidak disukai lalat.


c. Berwarna coklat kehitam-hitaman.
d. Kualitas sludge sebagai pupuk lebih baik, yaitu
1). Memperbaiki struktur fisik tanah,
2). Meningkatkan aerasi, peresapan, retensi, dan kelembaban,
3). Meningkatkan perkembangbiakan dan perkembangan akar
4). Meningkatkan kandungan organik tanah, pH, dan kapasitas tukar kation tanah
5). Meningkatkan populasi mkroflora dan mkrofauna tanah maupun aktivitasnya.
IV. METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian yang dilakukan adalah dengan cara pengumpulan data-data,
seperti:
1. Browsing, yaitu melakukan pencarian informasi melalui internet dengan membuka
website-website yang berhubungan dengan topik bahasan.
2. Studi kepustakaan, yaitu melakukan pencarian informasi melalui literature- literature yang
berhubungan dengan permasalahan yang ditulis.

Anda mungkin juga menyukai