Anda di halaman 1dari 13

TETANUS NEONATORUM

Hasbiallah Yusuf
NIM: 0907101010112
A. Definisi
Tetanus

neonatorum

adalah

tetanusumum(generalized

tetanus)

akibatinfeksi

basilClostridium tetani padaneonatus. Penyakit initerutamaterjadidi negaraberkembangdan


bertanggung jawab atas 50%kematianneonatus. Penyebabutamanya adalahpenggunaan
bahanyang terkontaminasiuntuk memutuskanatau menutuptali pusatpada bayi baru lahir
danibuyang tidak diimunisasi. Masainkubasibiasanya 3-10hari setelah persalinan. Neonatus
yang terinfeksi biasanya rewel, tidak nafsu makan, tubuh kaku, wajah meringisdan
menagalami kejangyang parahhanya dengan sentuhan. Angka kematiantetanus neonatorum
melebihi70% (Tolan & Steele, 2012).
B. Etiologi
Agen etiologi tetanus, Clostridium tetani, adalah bakteribasil (batang), Gram Positif
dan anaerobik yang membentuk spora berbentuk oval dan tidak berwarna pada ujung tepi
batangnya, sehingga menghasilkan bentuk yang menyerupai raket tenis atau stik drum
(Gambar 1). Organisme ini ditemukan di seluruh dunia. Spora dapat bertahan hidup selama
bertahun-tahun di berbagai macam lingkungan.Memiliki resistensi terhadap desinfektan dan
tahan panas dalam air mendidih selama 20 menit. Sel vegetatif mudah aktif dan rentan
terhadap beberapa antibiotik(Tolan & Steele, 2012).

Gambar 1.Clostridium tetani, dengan pembentukan spora (bentuk


oval di ujung basil); Sumber: CDC, 2013
1

Basil C. tetanimemiliki panjang sekitar4mikron. Spora dari bakteri inidapatditemukan


di dalam tanah, kotoranhewan dan manusia, airtercemardan instrumenbedah tidak sterilyang
dapat bertahanselama bertahun-tahun. Pembentukan spora memerlukan kondisi anaerob. Jika
tidak terkena cahaya matahari, spora dapat bertahan di lingkungan terbuka selama bertahuntahun. BentukvegetatifC. tetanimudahdinonaktifkandansensitif terhadapberbagai senyawa
antimikroba,

namun

bentuk

vegetatif

ini

bertanggung

jawabuntuk

produksitetanospasmin,racunyang menyebabkangejalaklinis tetanus. Racun lainnya adalah


tetanolysin, yang dalam pengetahuan saat ini belum jelas pengaruhnya terhadap manifestasi
klinis (PAHO, 2005; Gomes et al., 2011).
C. Epidemiologi
Clostridiumtetaniditemukandi seluruh dunia. Umunya terdapat didalam tanah yang
terkontaminasikotoran hewandan, terkadang, kotoran manusia. Penyakit iniumum didaerah di
manatanahdipakai sebagai budidaya agrikultural, seperti di daerah pedesaan beriklimhangat
atauselamamusim panas. Di negara-negaratanpaprogram imunisasiyang komprehensif,
tetanusterutamaberkembangpada usia anak yang menyebabkansekitar 60.000kematian anak
setiap tahunnyadi mana hampir semuanya adalah neonatus danbayi (Tolan & Steele, 2012).
Di negera berkembang, tetanusneonatorumbertanggung jawab untukseparuh dari
semuakematianneonatusakibatpenyakit yang dapat dicegah dengan vaksin danhampir14%
dari seluruh kematianbayi.Organisme C. tetani paling sering ditemukandi daerah padat
penduduk dengan iklim panas dan lembab, di mana tanah kaya dengan materi organik.
Neonatus sangat umum terserang tetanus di negara-negara berkembang dan jarang terjadidi
negara-negara industri, di mana perbaikan dalam proses kelahiran telah dilaksanakan dan
program imunisasi tetanustelah dicapai.Hasil studi yang dilakukan masyarakat pada awal
1970 hingga 1980 di Amerika Latin dan negara-negara berkembang lainnya menunjukkan
bahwa angka kematian dari tetanus neonatorum berkisar dar 5 sampai lebih dari 60 kasus
per1.000 kelahiran hidupkelahiran. Di beberapa negara berkembang, angka kematian berkisar
antara 23-72% dari semua kematian neonatus. Saat ini, berdasarkan laporan dari berbagai
negara, diperkirakan terdapat 500.000 kematian bayi tahunan di seluruh dunia akibat tetanus
neonatorum, namun di beberapa negara dengan kurangnya prosedur pengawasan, WHO
hanya mendeteksi sekitar 5% dari jumlah kasus sebenarnya (PAHO, 2005).
Laporan dikumpulkan dari rumah sakit dan survei masyarakat menunjukkanbahwa
rasio laki-laki terhadap perempuan pada kasus tetanus neonatorum di seluruh duniaberkisar
2

antara 1:1 hingga 1:3. Perempuan lebih dominan terinfeksi diduga akibat bayi laki-laki yang
umumnya menerima perawatan lebih baik setelah lahir, namun di Amerika Serikat rasio
umumnya dekat dengan 1:1. Rerata usia ibu dari neonatus yang terinfeksi biasanya berkisar
antara20 hingga 30 tahun, atau selama periode frekuensi tertinggi kehamilan. Walaupun
begitu, di beberapanegara, kelompok usia ibu juga mencakup akhir masa remaja dari 15
sampai 19 tahun. Pada berbagai fasilitas kesehatan, ibu dan anak sering dipulangkan pada 6
sampai 12 jam setelah melahirkan. Dalam kasus tersebut, terdapat kemungkinan besar sisatali
pusar diperlakukan secara salah pada perawatan rumah. Penularan biasanya terjadi melalui
infeksi selama pemotongan tidak steril dari tali pusar atau penanganan yang tidak tepat dari
sisa tali pusar.Pada berbagai kepercayaan dan budaya, terkadang tali pusar "diobati" atau
"dibalut" dengan bahan yang mungkin terkontaminasi dengan spora C. tetani, misalnya,
dengan tanah liat yang mungkin terkontaminasi kotoran hewan(PAHO, 2005).
Masa inkubasi C. tetani pada tetanus neonatorum adalah waktu antara awal infeksi dan
terjadinya gejala pertama, yang biasanya adalah trismus (lockjaw). Pada neonatus, infeksi
dimulai segera setelah lahir. Masa inkubasi biasanya 6 hari, namun berkisar antara 3 sampai
28 hari. Tetanus tidak dapat ditularkan langsung dari orang ke orang (PAHO, 2005).
Bayi yang lahir dari ibu yang memiliki imunitas, memperoleh kekebalan sementara
selama sekitar lima bulan. Namun, jika bayi lahir kurang dari 15 hari setelah ibu menerima
tetanus toksoid dosis kedua atau berikutnya, bayi tidak akan terlindungi karena vaksin belum
merangsang produksi antibodi. Kekebalan yang baik pada ibu (dan pada bayi setelah usia 6
minggu) dapat dicapai jika dua dosis tetanus toksoid diberikandengan jarak empat
minggu.Dua dosis ini harus diperkuat dengan dosis ketiga yang diberikan 6 sampai 12 bulan
kemudian. Lamanya kekebalan setelah tiga dosis toksoid tetanus dapat mencapai setidaknya
lima tahun, dengan total lima dosis akan memberikan kekebalan seumur hidup. Saat ini tes
yang paling spesifik yang tersedia untuk menentukan kekebalan tetanus adalah tes netralisasi
in vivo. Tes ini tergolong mahal, memakan waktu dan membutuhkan sejumlah besar hewan.
Pelaksanaan teknik in vitro, termasuk hemoagglutinasi pasif, ELISA dan radioimmunoassay,
lebih sederhana, sensitif dan cepat,namun kurang spesifik dibandingkan tes netralisasi.
Meskipun hasil tes ini, yang mengukur tingkat antitoksin, tidak sepenuhnya dapat
dibandingkan, tingkat serumlebih dari 0,01 unit internasional per mililiter (IU/mL) umumnya
dianggap protektif (PAHO, 2005).
.
D. Patogenesis

Pada neonatus, basilC. tetanihampir selalumasuk melaluilukapemotongan tali pusar.


Dengan

adanyajaringan

matidan

kemungkinan

bertumbuhdanbasilberkembang

mikroorganismelain,spora

biak

inokulasiprimer,memproduksitoksintetanospasmin,

yang

padatempat
menyebabkangejala

dantanda-

tandatetanus. Toksinmenyebarmelaluialiran darah danpembuluh limfatik. Racunakan


berusaha mencapaibatangsaraf motorik,kemudian naikke korda spinalis. Manifestasi
kliniskhastetanusdisebabkan olehefektetanospasminpada sistemsaraf pusat. Spasme seperti
kekakuanrahang

(lockjaw)

terjadi

karenatoksinmenyebabkanbeberapa

kelompok

ototberkontrasisecara bersamaan. Kejangdapat terjadi dansistem saraf otonommungkin akan


terpengaruh (PAHO, 2005).
Transformasibasil

C.

tetanimenjadi

bentukvegetatif

danproses

produksiracunmembutuhkankondisi yang tepat, termasuk kondisianaerobik dankeberadaan


zatdengan potensireduksi oksidatifrendah.Tetanushanya dapat terjadi dalamkondisi ini,
padalukadengan jaringanmatiataunekrotik. Toksindilepaskanke dalam lukadan mencapaisaraf
terminal motorikperifer, di mana iaberkembangmelaluiaksonke sistemsaraf pusat, korda
spinalis

danbatang

otak.

Toksinmelintasiterminalsinaptikuntuk

mencapaimembranpra-

sinapsis, yang akan menghentikanpelepasanneurotransmitter inhibitorik sepertiglisindan


asamgamma-amino butirat(GABA). Aktivitaspada neuronmotorikyang istirahatmeningkat,
sehingga menyebabkanhiperrefleksdanspasme otot. Demikian pula, terjadi penghambatandari
inhibitor

saraf

simpatik

pra-ganglionikmungkin

hilang,

sehingga

menyebabkanhipereksitabilitassimpatik dankadar katekolamin yang tinggi, berkontribusi


terhadap

timbulnya

toksinmencapaisirkulasi

dysautonomia.
darah

Dalamtetanus
dan

kelenjar

umum

(generalized

getah

tetanus),

bening,kemudian

disebarluaskanketerminalsaraf lainnya. Sarafyang pendekbiasanya lebih dahulu diserang,


sehingga

menjelaskanmanifestasiyang

berurutanmulai

darikepala,

batang

tubuh

danakhirnyaekstremitas. Dalambentuktetanus lokal(localized tetanus) dantetanus kepala


(cephalic tetanus), hanyasejumlah saraf tertentu yang terserang, sehinggahanya terjadi
spasme ototlokal (Gomes et al., 2011).
E. Manifestasi Klinis
Tetanus neonatorum terjadi di sisa tali pusat akibat dari kondisi non-aseptik.Penyebab
lainnya adalahkurangnya program vaksinasi (termasuk vaksinasi untuk wanita hamil) dan
perawatan prenatal dalam penyakit pada anak neonatal. Gambaran klinis tetanus neonatorum
4

akan terlihat setelah 5-13 hari masa inkubasi dan dimulai dari kesulitan menyusui akibat
ketidakmampuan menghisap, yang kemudian berlanjutke trismus (kekakuan rahang) dan
ketidakmampuan untuk menelan. Selanjutnya, hypertonia, opisthotonus dan kejang umum
terjadi.Tabel 1 merangkum kategoritetanus neonatorum menurut skor Bazin tahun 1976.
Tetanus neonatorum adalah penyakit yang sangat parah dengan tingkat kematian yang dapat
melebihi 90% jika tidak diterapi secara adekuat. Kematian biasanya karena gangguan
keseimbangan hidro-elektrolit atau asfiksia dan dapat terjadi bahkan setelah terapi yang
memadai. Dalam kasus terapi yang memadai, ketidakstabilan hemodinamik merupakan
penyebab umum dari kematian(Gomes et al., 2011).
Tabel 1.Kategori skor Bazin (1976) untuk terapi dan prognosis tetanus neonatorum
Skor
5

Usia Neonatus
< 7 hari

Periode Onset
< 12 jam

7-10 hari

12-24 jam

> 10 hari

> 24 jam

Jenis Spasme
Sering, insensitas tinggi, durasi lama, apneu.
Kuat, sering, durasi pendek, spontan atau
akibat rangsangan.
Tidak ada atau lemah,durasi pendek, umumnya
akibat rangsangan.

Masa inkubasi adalah waktu sejak infeksibakteriC. tetanisampai gejala dan tanda-tanda
klinis pertama timbul.Masa inkubasi tetanus neonatorum rata-rata 7 hari, meskipun dapat
berlangsung dari 5 sampai 15 hari setelah infeksi C. tetani. Faktor lain yang sangat penting
untuk merawatpasien adalah periode onset, yaitu waktu antara gejala pertama timbulhingga
spasme menyeluruh terjadi. Masa inkubasi dan periode onset yang lebih pendek berkorelasi
dengan prognosis yang lebih buruk. Semua jenis tetanus juga tidak memberikan kekebalan
padapenderita setelah sembuh (Gomes et al., 2011).
Tetanus neonatorum mengikuti pola retrograde padasaraf terlibat. Setalah kaku rahang
dan mulut, gejala diikuti dengan kesulitan menelan, kekakuan pada leher, kekakuan otot
perut, dan kenaikan suhu 2-4Cdi atas normal. Spasme dapat sering terjadi dan berlangsung
selama beberapa menit. Setelah munculnya gejala pertama, kekakuan menyeluruh sering
terjadi pada waktu yang sama dengan inisiasi spasme. Rahang berkontraksi dan bibir
teregang lateral mengarah ke atas. Alis sering melengkung, dan ekspresi wajah mirip dengan
senyum sinis (sardonicus risus). Kadang-kadang bibir mengerucut seolah bersiul (PAHO,
2005).
Setelah melewati periode onset, spasme tetanik menjadi lebih sering dan dapat terjadi
akibat rangsangan cahaya atau suara. Spasme dapat berlangsung selama beberapa detik
5

hingga lebih dari satu menit. Akibat sulit bernapas, bayi dapat menjadi pucat atau sianosis,
dan beberapa mungkin meninggal selama serangan. Lengan biasanya fleksi pada siku dan
dapat ditarik ke arah dada selama spasme. Ketika tinju mengepal erat, jempol sering terkunci
di antara jari. Kaki dorsofleksi dengan jari-jari kaki erat mencengkeram. Hiperfleksi dari jarijari kaki ini sangat khaspada kekakuan dan hipertonia dari otot-otot plantar. Leher sedikit
melengkung ke belakang, otot-otot perut dan punggung sangat kaku. Karena kejang otot,
punggung nampak melengkung. Setelah penanganan, kejang akan mereda secara bertahap
dan akhirnya menghilang. Pada setengah dari neonatus dengan tetanus, infeksi pusar
(omphalitis) tidak jelas. Infeksi yang luas dapat menyebabkan peradangan menyebar dari
semua otot-otot perut anterior. Kematian neonatusdapat terjadi akibat anoxia atau apnea
serius selama spasme, akibat gastroenteritis akut pada 2 hinggan 4 hari kemudian, atau akibat
komplikasi dari kesulitan menelan yang menjadi pneumonia (PAHO, 2005).
F. Diagnosis
Diagnosistetanus

neonatorumdidasarkan

padatemuan

klinis,

termasukkekakuan

ototdanspasme ototyang nyeri. Ada atau tidaknya organisme penyebabtetanus (C. tetani)
tidakmengkonfirmasidiagnosis, juga tidakdapat membantahdiagnosispada pasien yang
memiliki manifestasiklinistetanus. Kultur fokusinfeksiataukultur darahtidak memilikinilai
diagnostik.Dalamdiagnosisbandingtetanusneonatorum, harus dipertimbangkanefeksamping
dari pemberian obat tambahan(misalnya, untuk metoclopramide), gangguan metabolisme tau
hidro-elektrolitik (misalnya, hypocalcemia)danmeningoencephalitis(Gomes et al., 2011).
G. Diagnosis Banding
Tidak ada penyakit lain yang secara klinis menyerupai tetanus neonatal secara utuh,
namun ada sejumlah kondisi medis yang dapat menampilkan satu atau lebih karakteristik
klinis yang serupa. Diagnosis banding harus memperhitungkan penyebab terjadinyaspasme
neonatal. Secara umum, ada tiga kategori etiologi spasmepada neonatus(PAHO, 2005):

Keadaan kongenital (anomali otak).


Keadaan perinatal (partus sulit, trauma perinatal dan anoxia, atau perdarahan
intrakranial).
6

Keadaan postnatal (infeksi dan gangguan metabolisme).


Kerusakan otak akibat gangguan bawaan atau perinatal dapat menyebabkan spasme,

gerakan tubuh abnormal dan kejang. Bayi dengan kerusakan otak akan sering stupor atau
koma, dan kejang biasanya berkembang kemudiansetalah hari pertama kelahiran. Kontusio
cerebral (memar otak), biasanya merupakan trauma sekunder yang terkait dengan kelahiran
sungsang atau kesulitan obstetri, terjadi terutama pada bayi cukup bulan yang berukuran
tubuh besar. Sindrom kerusakan otak sering menghasilkan dari mulut dan lidah yang lemah,
refleks mengisap mungkin tidak ada dan tidak bisa menelan sejak hari pertama kelahiran.
Namun, tidak satu pun dari kondisi ini menghasilkan trismus seperti tetanus(PAHO, 2005).
Infeksi yang paling penting selama periode neonatal adalah meningitis, yang sering
dikaitkan dengan septikemia. Meningitis pada neonatus mungkin akibat dari infeksi oleh Bstreptokokus, Escherichia coli, Lysteriamonocytogenes, atau mikroorganisme KlebsiellaEnterobacter-Serratia. Dua mikroorganismepertama bertanggng jawab atas 70% dari semua
infeksi bakteri sistemik pada neonatus. Bayi dengan meningitis dapat menderita lesu, kejang,
apnea episodik, sulit makan, hipotermia atau hipertermia, dan terkadang gangguan
pernapasan pada minggu pertama atau setelahnya. Tanda yang sering tampak adalah ubunubun (fontanelle) menonjol. Namun, sekali lagi trismus tidak ada dalam penyakit yang
disebutkan di atas, dan kejang berbeda dari yang disebabkan oleh tetanus dan cenderung
berdurasi lebih pendek, kurang menyentak dan hanya mempengaruhi sebagian anggota tubuh.
Dalam tetanus neonatal juga tidak ada ubun-ubun yang menonjol(PAHO, 2005).
Gangguan metabolisme termasuk hipoglikemia(yang sering terjadi pada bayi dengan
berat badan kurang atau bayi dengan ibu yang menderita diabetes) dan hipokalsemia. Ada dua
puncak utama dari kejadian hipokalsemia pada periode neonatal: yang pertama dalam 2 atau
3 hari pertama setelah lahir (pada bayi dengan berat badan rendah dan akibat trauma
obstetrik) dan yang kedua pada akhir minggu pertama atau awal minggu kedua setelah
kelahiran. Onsetselanjutnya darihipokalsemia biasanya terlihat pada bayi cukup bulan yang
besar, yang banyak mengkonsumsi susu dengan hubungan kalsium-fosfor suboptimal, seperti
susu sapi. Hipokalsemia tetanik padaneonatus dapat menghasilkan kejang dan kadang-kadang
spasme pada laring. Kejang yang timbul berbeda dari yang disebabkan oleh tetanus, dan
biasanya disertai tremor dan kedutan otot, tapi hipokalsemia tidak menghasilkan trismus atau
kekakuan tubuh menyeluruhsepertiyang khas pada tetanus. Bayi dengan Hipokalsemia
tetanikdapat tampak normal di antara dua episode kejang(PAHO, 2005).
7

H. Penatalaksanaan
Sasaran terapi harus mencakup sebagai berikut: a) netralisasi beredar (yaitu, tidak
terikat pada reseptor) racun, b) penghapusan sumber toksin yang memproduksi (yaitu,
vegetatif C. tetani bentuk), dan khususnya, c) pengelolaan fitur klinis menggunakan
dukungan ventilasi, gizi dan hemodinamik di samping pengobatan kejang otot(Gomes et al.,
2011).
Aktivitas toksin penetral
Unbound toksin tetanus dapat ditemukan dalam cairan organ, khususnya, dalam darah
dan jaringan sekitarnya luka. Untuk tujuan netralisasi, heterolog anti-tetanus serum (ATS)
atau hyperimmune imunoglobulin tetanus manusia (TIG) harus diberikan sesegera mungkin,
idealnya sebelum toksin tetanus telah mulai migrasi aksonal ke arah tulang belakang, setelah
netralisasi tidak mungkin lagi . Tidak ada perbedaan jelas dalam efektivitas klinis antara ATS
dan TIG. TIG mampu mempertahankan tingkat serum lagi, sedangkan ATS memerlukan
pengujian sensitivitas sebelumnya karena risiko mengembangkan reaksi serum heterolog.
Meskipun dosis melaporkan yang dapat digunakan bervariasi dalam literatur medis,
Departemen Kesehatan Brasil merekomendasikan dosis berikut: ATS, antara 10.000 dan
20.000 IU diberikan secara intravena, TIG, antara 1.000 dan 3.000 IU diberikan
intramuskuler, dengan dosis terbagi menjadi dua massa otot yang berbeda. Saat ini, intratekal
TIG administrasi umumnya tidak dianjurkan(Gomes et al., 2011).
Penghapusan sumber racun penghasil
Meskipun debridement dan penghapusan benda asing dari luka yang terinfeksi C. tetani
sangat penting untuk pengendalian penyakit pasca-neonatal, menghapus tunggul tali pusat
tidak dianjurkan pada tetanus neonatal. Namun, rejimen berikut direkomendasikan: 1)
pembersihan ketat dari puntung tali pusat dan 2) terapi antibiotik sistemik (1) Obat pilihan
adalah penisilin G atau metronidazole, yang keduanya diberikan secara intravena, atau,
sefaleksin lisan dan eritromisin dapat diberikan, terutama dalam kasus-kasus yang kurang
parah(Gomes et al., 2011).

Pengelolaan klinis
Aspek pengobatan yang paling penting adalah menjamin kelangsungan hidup sampai
toksin dilepaskan dari reseptor dalam sel, yang tujuannya adalah untuk mempertahankan
fungsi dan nutrisi penting dan untuk mencegah infeksi yang terkait.Mengingat keparahan
penyakit dan tingkat lethality tinggi, masuk ke unit perawatan intensif dianjurkan. Selain
kejang-kejang yang khas dari penyakit ini, bayi yang baru lahir dengan tetanus neonatal dapat
mengalami ketidakstabilan beberapa sistem organ dan mungkin juga mengalami kegagalan
pernapasan, perubahan hemodinamik, hiperaktif simpatik dan aritmia jantung, kombinasi ini
dapat menyebabkan keadaan hypercatabolic dengan potensi tinggi untuk gejala sisa dan
bahkan kematian. Beberapa unit perawatan intensif melaporkan tingkat ketahanan hidup di
atas 90%, sedangkan pengobatan di luar unit perawatan intensif membawa tingkat
kelangsungan hidup 20-50%(Gomes et al., 2011).
Bayi yang baru lahir harus menerima penanganan minimal dan harus disimpan dalam
lingkungan yang tenang dengan cahaya ambient rendah, sebagai stimulus dapat memicu
kejang otot.Koordinasi antara medis, keperawatan dan fisioterapi tim-serta profesional
kesehatan lainnya-adalah dianjurkan untuk menyediakan baik cepat dan efektif perawatan
pasien. Hydro-elektrolit dan gangguan asam-basa harus dikontrol dan diperbaiki, dan
memasok nutrisi yang tepat sangat penting.Kejang otot dikendalikan oleh infus intravena
benzodiazepin, karena senyawa ini memberikan anxiolytic, sifat sedatif dan otot-santai.
Sebuah infus midazolam kontinu pada dosis sampai 6-8 mcg / kg / menit dan diazepam pada
0,3-2,0 mg / kg / menit adalah obat yang paling umum digunakan, dan dosis mereka harus
dititrasi berdasarkan respon klinis pasien(Gomes et al., 2011).
Kejang otot sangat menyakitkan, sehingga obat analgesik harus selalu diberikan,
dengan fentanil sebagai pilihan yang baik. Dalam kasus di mana benzodiazepin dan analgesik
gagal mengatasi kejang, pasien harus curarized dengan pancuronium atau vecuronium, dalam
hal ini, pasien harus sudah ventilasi mekanik(Gomes et al., 2011).

I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat menyertai tetanus neonatorum adalah sebagai berikut (PAHO, 2005):
9

Laringospasme: spasme pita suara dan/atau otot-otot pernapasan yang menyebabkan

gangguan pernapasan.
Fraktur kompresi tulang belakang atau tulang panjang sebagai akibat dari kontraksi

berkelanjutan dan spasme.


Hiperaktif dari sistem saraf otonom yang mengarah ke hipertensi, denyut jantung

yang abnormal, atau keduanya.


Koma.
Infeksi umum dari kateter.
Emboli paru.
Aspirasi pneumonia: akhir dari komplikasi umum tetanus.
Kematian: tanpa perawatan suportif yang baik, tingkat kematian kasus dapat melebihi
90%.Sebagian besar kematian akibat tetanus neonatorum terjadi selama minggu
pertama penyakit.

J. Pencegahan
Bentuk yang paling penting dari pencegahan adalah melalui vaksinasi pada wanita
hamil dan berpotensi melahirkan. Jadwal vaksinasi harus diperbarui atau dimulai pada
perawatan prenatal menggunakan toksoid tetanus. Tabel 2dan Tabel 3menunjukkan jadwal
imunisasi dasar untuk anak dan wanita usia subur. Dari sudut pandang epidemiologi,
pengendalian penyakit biasanya dicapai dengan menyediakan cakupan vaksinasi untuk 7080% populasi rentan. Selain itu, perawatan sisatali pusar harus ditekankan, khususnya
penanganan dengan teknik aseptik baik selama dan setelah melahirkan, dan ibu harus dididik
tentang perawatan pascamelahirkan yang tepat(Gomes et al., 2011).

Tabel 2 . Jadwal imunisasidasar


Anak-anak

Untukanak di bawahusia 6 tahun: berikan DPT, yang terdiri daritoksoid


tetanus, difteritoksoiddankomponen pertusis. Harus diberikansebanyaktiga
dosisawal

dalaminterval4-8minggu,

Idealnya,dosisharus

diberikanpadausia
10

atau
2,

dan

minimal1

bulan.

6bulan.

Duadosis

boosterharus diberikan, yang pertamapada usia15bulandan yang keduadi


Remaja

antara usia4 dan 6tahun.


Bagi remajayang sebelumnyatelah

Keterangan

DTataudT, diberikan1dosis booster.


Pada anak dengan usia lebihdari 6 tahun, remajaataupasien dewasa, berikan

menerima

3atau

lebihdosisDPT,

vaksingandauntuk dewasa (dT).


Intervalantardosisminimal30 hari.
Dosis boosterharus diberikanpada interval10tahun.
Jika

terjadikasus

lukaparah,

berikan

dosisboosterdalam

waktu

tahundihitung daridosis terakhir.


Tabel3. Langkah-langkah profilaksistetanus neonatorumdan kontrol
Edukasi dan

Publikasikan tindakan pencegahan menggunkan bahasa yang umum

komunikasi

digunakan masyarakat untuk menjelaskan tetanus neonatorumagar tercapai

kesehatan
Perawatan

komunikasi yang jelas dengan populasi umum.


Penilaian yang tepat terhadap status vaksin, bimbingan persalinan aseptik,

prenatal

menyusui, keluarga berencana dan perawatan higienis pada neonatus dan


sisa tali pusar. Ada hubungan langsung antara proses persalinan dan

Vaksinasi

perawatan pascamelahirkan terhadap tetanus neonatorum.


Jadwalkan vaksinasi dT penuh untuk setiap wanita usia subur, baik hamil
atau tidak, antara 12 dan 49 tahun. Wanita hamil yang belum diimunisasi
harus menentukan jadwal sesegera mungkin. Kekebalan diberikan pada bayi
baru lahir dengan imunisasi yang sesuai pada ibu dengan setidaknya 2 dosis.
Anak-anak dari ibu yang divaksinasi dengan 3 dosis dalam lima tahun
terakhir memiliki kekebalan pasif sampai berusia dua bulan. Imunitas pasif
melalui anti-tetanus serum (ATS) dapat bertahan 2 minggu dan human antitetanus immuno globulin (HATIG) akan bertahan selama3 minggu.

Perawatan Lahir

Persalinandengan teknik aseptik ketat danmenggunakan alat-alat steril serta

Perawatan

balutan aseptik untuk sisa tali pusar.


Pendidikan untuk kesehatan dan penggunaan bahan steril untuk perawatan

pascamelahirka

tali pusar. Ibu dan orang yang bertanggung jawab harus dididik di semua

peluang mengenai perawatan bayi baru lahir dan perawatan higienis dari
puntung tali pusar. Konsultasi postpartum memberikan kesempatan untuk
edukasi dan deteksi penyakit predisposisi sekaligus memperbarui kalender

11

vaksinasi untuk ibu dan anak.


K. Prognosis
Secara umum, tetanus neonatorum memiliki prognosis buruk, namun juga bergantung pada
masa inkubasiC. tetani, waktu dari inokulasi spora ke gejala pertama dan waktu dari gejala
pertama ke spasme tetanik pertama, sebagai berikut (Hinfrey & Cunha, 2013):

Secara umum, interval yang lebih pendek menunjukkan tetanus yang lebih parah dan

prognosis yang lebih buruk.


Pasien biasanya dapat bertahan dari tetanus dan kembali pulih.
Pemulihan tetanus memakan waktu lama, biasanya selama 2-4 bulan.
Beberapa pasien tetap hipotonik setelah pulih.
Tetanus secara klinis tidak menghasilkan imunitas dari infksi C. tetani, sehingga
pasien yang bertahan hidup memerlukan imunisasi aktif dengan tetanus toksoid untuk
mencegah kekambuhan.

12

DAFTAR PUSTAKA
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2013. Tetanus. http://www.cdc.gov/
tetanus/index.html. [diakses April 2013].
Gomes AP, de Freitas BAC, Rodrigues DC, da Silveira GL, Tavares W & Siqueira-Batista R.
2011. Clostridium tetani infections in newborn infants: a tetanusneonatorum review.
Rev Bras Ter Intensiva, 23(4):484-491.
Hinfrey PB & Cunha BA. 2013. Tetanus. http://emedicine.medscape.com/article/229594overview#showall. [diakses April 2013].
Pan American Health Organization (PAHO). 2005. Neonatal TetanusElimination: Field
Guide. 2ndEdition. Washington DC: PAHO.
Tolan RWJr & Steele RW. 2012. Pediatric Tetanus.http://emedicine.medscape.com/
article/972901-overview#showall. [diakses April 2013].

13

Anda mungkin juga menyukai