Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Multipel Sklerosis (MS) merupakan suatu penyakit autoimun pada sistem saraf
pusat dan ditandai dengan proses patofisiologi yang kompleks diantaranya inflamasi,
demielinasi multifokal, hilangnya akson, dan remielinasi. Fokus demielinasi dan infiltrasi
pada substansia alba oleh limfosit dan sel mononuclear merupakan tanda khas patologis
pada penyakit ini. Lesi MS biasanya terlihat pada hemisfer serebri, batang otak, dan
bagian servikal dari mielin korda spinalis. Timbulnya gejala awal biasanya terjadi pada
umur 20 40 tahun. 1,2
Melengkapi
evaluasi
klinis
dari
MS,
sebuah
pemeriksaan
penunjang
1 |Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. EPIDEMIOLOGI
Multipel sklerosis adalah salah satu gangguan neurologis yang paling sering
menyerang orang muda. Di Amerika Serikat diperkirakan 250.000 hingga 350.000
orang yang terinfeksi ( 1 dari 1000 atau kurang dari sepersepuluh dari 1% Reingold,2000). Perempuan terinfeksi dua kali lipat daripada laki-laki, walaupun rasio
perempuan-laki-laki lebih jarang muncul pada multiple sklerosis awitan yang lebih
lambat. Gejala jarang muncul sebelum usia 15 tahun atau setelah 60 tahun. Usia ratarata timbulnya gejala adalah 30 tahun, dengan kisaran antara 18 tahun hingga 40 tahun
pada sebagian besar pasien. Multiple sklerosis ditandai dengan timbulnya destruksi
bintik mielin yang meluas diikuti oleh gliosis pada substansia alba susunan saraf pusat.
Ciri khas perjalanan multiple sklerosis adalah serangkaian serangan terbatas yang
menyerang bagian susunan saraf pusat yang berlainan. Masing-masing serangan
kemudian akan memperlihatkan beberapa derajat pengurangan, namun keseluruhan
gambaran adalah suatu keadaan yang makin memburuk.7
Multiple sklerosis lebih sering ditemukan di area dengan suhu sedang
dibandingkan iklim tropis. Perbedaan etnis pada insidensi penyakit merupakan
argument kerentanan genetic terhadap kondisi ini. Akan tetapi, variasi geografis juga
memperlihatkan peran faktor lingkungan misalnya virus. Hal ini terutama terlihat dari
pandemi munculnya multiple sklerosis. Misalnya pada kepulauan Faroe dan Islandia.
Terdapat juga bukti bahwa orang yang dilahirkan pada area berisiko tinggi untuk
multiple sklerosis akan membawa resiko itu jika mereka berpindah keresiko yang
rendah, dan sebliknya, tetapi hanya jika perpindahan tersebut pada usia remaja. Hal ini
menunjukkan bahwa virus yang berdasarkan hipotesis bekerja pada dekade pertama
atau kedua kehidupan. 8
Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki (1,5 : 1).
Penyakit ini dapat terjadi pada segala umur, walaupun onset pertama jarang terjadi
pada anak-anak dan orang usia lanjut. Biasanya usia munculnya gejala antara 20-40
tahun. Di Inggris, prevalensinya diperkirakan 1 dari 1000 orang. 8
2 |Page
II.
tonjolan saraf. Mielin menghalangi aliran ion natrium dan kalium melewati membran
neuronal dengan hampir sempurna. Selubung meilin tidak kontinyu di sepanjang
tonjolan saraf dan terdapat celah-celah yang tidak memiliki meilin yang disebut Nodus
Ranvier. Tonjolan saraf pada susunan saraf pusat dan tepi dapat bermeilin dan dapat
tidak bermeilin dan dalam susunan saraf pusat di namakan substansia alba. Serabutserabut tak bermielin di dalam susunan saraf pusat disebut massa kelabu atau
substansia gresia. Transmisi impuls saraf disepanjang serabut bermielin lebih cepat
dari impuls serabut tak bermielin karena impuls berjalan dengan cara meloncat dari
nodus yang satu ke nodus yang lain disepanjang selubung mielin. Cara tersebut di
sebut konduksi saltatorik. 9
Hal terpenting dari peran mielin pada proses transmisi dapat terlihat dengan
mengamati hal yang terjadi jika tidak lagi terdapat mielin di sana. Pada orang-orang
dengan multiple sklerosis, lapisan mielin yang mengelilingi serabut saraf menjadi
hilang. Sejalan dengan hal itu, orang tersebut perlahan-perlahan kehilangan
kemampuan mengontrol otot-ototnya dan akhirnya tidak mampu sama sekali. 9
Sifat dasar gangguan yang menyebabkan multiple sklerosis tidak diketahui
dengan pasti. Bukti-bukti terbaru mendukung teori bahwa multiple sklerosis adalah
penyakit autoimun, mungking berkaitan dengan pemicu lingkungan yang tidak dapat
ditentukan seperti infeksi virus. Hipotesis ini berasal dari observasi bahwa infeksi virus
biasanya menyebabkan peradangan yang melibatkan produksi interferon gamma, yaitu
suatu zat kimia yang diketahui dapat memperburuk multiple sklerosis. Sejumlah virus
telah diajukan sebagai agen penyebab yang mungkin pada multiple sklerosis. Virus
yang lambat memiliki masa inkubasi yang lama dan hanya mungkin berkembang
dengan keadaan defisiensi atau imun yang abnormal. Antigen histokompabilitas
tertentu ( HLA-A3, HLA-A7) telah ditemukan lebih sering pada pasien multiple
sklerosis dibandingkan dengan subjek yang terkontrol. Adanya antigen ini mungkin
berkaitan dengan defisiensi pertahanan imunologis dalam melawan infeksi virus.9
III.
MORFOLOGI
3 |Page
Lesi-lesi (plakat) adalah daerah-daerah berbatas tegas dengan diskolorasi abuabu substansia alba yang terjadi terutama disekeliling ventrikel tetapi potensial terjadi
dimana saja sistem saraf pusat. Plakat-plakat aktif memperlihatkan pemecahan mielin,
Makrofag berisi lipid dan preservasi relatif akson-akson. Sel-sel limfosit dan
mononuklear menonjol di pinggir-pinggir plakat dan disekitar venula-venula dan
sekitar plakat. Plakat-plakat inaktif tidak mempunyai infiltrat sel radang dan
memperlihatkan gliosis, sebagian besar akson didalam lesi tetap tidak bermielin.10
Gb. 2. Demielinasi
IV.
GEJALA KLINIS
Lokasi lesi menentukan manifestasi klinisnya. Segala bentuk kombinasi tanda
4 |Page
2.
Gangguan penglihatan
Kekaburan penglihatan, lapang pandang yang abnormal dengan bintik
buta (skotoma). Kebutaan total, Diplopia akibat lesi pada batang otak yang
menyerang nukleus atau serabut-serabut traktus dari otot-otot ekstraokular dan
nistagmus.
Gangguan afek
Euforia, terserangnya substansia alba lobus frontalis. Tanda lain
gangguan serebral dapat berupa hilangnya daya ingat dan demensia.
V.
begitu juga lesi-lesi sampai sekecil 4 x 3 mm. Dengan MRI dan penambahan
gadolinium, plak-plak yang segar dapat diidentifikasi yang akan menghilang setelah
eksaserbasi mereda.12
Kriteria diagnosis McDonald tahun 2001 untuk Multipel Sklerosis termasuk
bukti MRI diseminasi dalam ruang (Dissemination in Space/ DIS) dan diseminasi
5 |Page
6 |Page
Gb. 3. Densitas proton axial, T2-weighted dan FLAIR pada pasien dengan RRMS
memperlihatkan lesi-lesi hiperintens dengan predominan periventrikular. Lesi-lesi
biasanya berbentuk oval atau bulat.
Kebanyakan lesi terutama pada tahap awal penyakit berlainan pada MRI
konvensional, namun tetap terlihat, abnormal dan difus pada gambaran T2weighted. Area ini memiliki batas yang buruk biasanya terlihat di sekitar ventrikel
dan disebut Dirty Appering White Matter (DAWM). Kelainan tersebut terdapat
pada 17% dari pasien dengan remitting-relapsing (RR) MS. 16
Lesi akut memiliki gambaran yang lebih kompleks pada T2-weighted dan
memperlihatkan hiperintens sentral dengan cincin iso sampai hipointens disekitar
hiperintens sentral sesuai dengan area cicin Gd pada T1-weighted dengan kontras.
Hasil hipointens ini berasal dari radikal bebas paramagnetic yang diproduksi oleh
makrofag. 17
Fluid-attenuated inversion recovery (FLAIR) memperlihatkan gambaran
yang lebih berat dibanding T2-weighted. Dengan menekan intensitas sinyal dari
air, gambar FLAIR lebih ketara pada area periventikular. Namun disayangkan,
gambar FLAIR kurang sensitif untuk melihat plak pada batang otak dan serebelum,
jadi lesi biasanya tidak di hiraukan pada fossa posterior.18
7 |Page
(a)
(b)
(c)
(d)
Gb. 4 (a) Axial FLAIR, memperlihatkan gambaran khas lesi MS hiperintens ovoid
periventrikular (b) Axial FLAIR scan, memperlihatkan lesi juxtakortikal (c) Sagital T2weighted, lesi pada korpus kalosum dan substansia alba periventrikular dengan
karakteristik perluasan (Dawsons fingers) (d) Axial T2, karakteristik keterlibatan
infratentorial
8 |Page
(a)
(b)
Gb. 5. (a) Axial T1-Weighted MRI non-kontras, memperlihatkan hipointens kronik pada
substansia alba bagian periventrikuler frontalis kanan. (b) Hiperintens pada FLAIR scan
9 |Page
(a)
(b)
Gb. 6. (a) Tanda baca (punctuate), homogeneous, dan cicin (b) Lesi pada spinal
BAB III
KESIMPULAN
10 | P a g e
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
19. Cotton
12 | P a g e