Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA DENGAN KEJADIAN ISPA

PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS BERGAS


Annisa Eka Agustina1), Rini Susanti 2), Puji Pranowowati3)
Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo
Email : UP2M@AKBIDNgudiWaluyo.ac.id
ABSTRAK
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA
BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS BERGAS. ISPA merupakan salah satu penyebab
kematian dan kesakitan pada anak, terutama pada usia dibawah 5 tahun. Faktor penyebab dari ISPA
yaitu status gizi, imunisasi, lingkungan, ASI, BBLR, dan pengetahuan. Ibu menganggap ISPA pada
balita merupakan penyakit biasa yang sering timbul dan tidak berbahaya serta bisa menghilang
dengan sendirinya, apabila ISPA tidak segera ditangani dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan
Kemenkes RI tahun 2012 terdapat penderita ISPA sebanyak 17.311 orang. Untuk mengatasi
penyakit ISPA tersebut tidak cukup hanya dengan menguasai teknologi pengobatan maupun
penanganan saja tetapi dibutuhkan suatu pengetahuan yang cukup tentang pencegahan ISPA pada
keluarga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang ISPA
dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Puskesmas Bergas.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik korelasi dengan
pendekatan cross sectional dan data pengambilan data menggunakan data primer (kuisioner) dan
data sekunder (Rekam Medik). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai
balita berumur 1-5 tahun yang berkunjung ke Puskesmas Bergas bulan Juli Tahun 2013. Sampel
dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan tekhnik Accidental sampling sebanyak 78
responden. Analisa data menunjukkan uji Chi-Square.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai pengetahuan
yang cukup tentang ISPA yaitu sebanyak 31 responden (39,7%) dan sebagian besar responden
mengalami ISPA yaitu sebanyak 53 responden (67,9%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji
Chi-Square didapatkan nilai p (0,007 )<(0,05) jadi kesimpulannya ada hubungan bermakna tingkat
pengetahuan tentang ISPA dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Puskesmas Bergas.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan ibu tentang tanda-tanda awal
penyakit yang sering menyerang balita dan lebih memperhatikan kesehatan balitanya.
Kata Kunci: Pengetahuan, ISPA, balita
ABSTRACT
THE CORRELATION BETWEEN MOTHERS KNOWLEDGE ABOUT ACUTE
RESPIRATORY INFECTION (ARI) AND THE INCIDENCE OF ARI ON UNDER-FIVE
YEARS CHILDREN AT THE REGION OF BERGAS HEALTH CENTER WORKING
AREA. Acute Respiratory Infection is one of the causes of mortality and morbidity in children,
especially who aged under-five years. Causative factor of the ISPA is nutritiobal status,
immunization, enviromental, brastfeeding, low birth weight and mother knowledge. The assume of
mother if ISPA in children is a common disease that often arise and are not dangerous and can be
disappear by itself, ISPA if not treated immediately can lead to death. By Strathmore University in
2012 there were as many as 17.311 people ARI patients. To overcome this disease is not enough by
mastering the treatment and handling technology but requires a considerable knowledge about the
prevention of acute respiratory infections among family members. The purpose of this study is to
Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang ISPA dengan Kejadian ISPA pada Balita
di Wilayah Puskesmas Bergas.

find the correlation between mothers knowledge about acute respiratory infection (ARI) and the
incidence of ARI in under-five years children at Bergas Health Center Working Area.
This study used analytical correlation design with cross-sectional approach and data collected by
using both of primary data (questionnaires) and secondary data (medical records). The population in
this study was all mothers with children aged 1-5 years who visited Bergas health center in July
2013. The samples were taken by using accidental sampling technique as many as 78 respondents.
Data analysis used Chi-Square test.
The results of this study indicate that most of respondents have sufficient knowledge about ARI
as many as 31 respondents (39.7%) and the majority of respondents infected by ARI as many as 53
respondents (67.9%). The result of statistical tests using Chi-Square test obtained p-value of (0.007)
<(0.05). It can be concluded that there is no significant correlation between level of knowledge
about acute respiratory infection and the incidence of ARI in under-five years children at the region
of Bergas Health Center Working Area.
This study is expected as can improve mothers knowledege of the early signs of the disease that
often affects infants and more attention to the health of their babies.
Keywords: knowledge, acute respiratory infection, under-five years children
PENDAHULUAN
Latar Belakang
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi
Saluran Pernafasan Akut. Istilah ini didapat
dari istilah dalam Bahasa Inggris Acute
Respiratory Infections (ARI). Penyakit infeksi
akut yang menyerang salah satu bagian atau
lebih dari saluran nafas mulai dari hidung
(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
termasuk jaringan adneksanya seperti sinus,
rongga telinga tengah dan pleura yang
berlangsung sampai dengan 14 hari
(Bahiyatun, 1996). Survey mortalitas yang
dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2007
menempatkan ISPA sebagai penyebab
kematian dengan presentasi 22,30% dari
seluruh kematian bayi, kematian yang terbesar
umumnya adalah karena pneumonia dan
terjadi pada bayi berumur kurang dari 2
bulan. Hingga saat ini angka mortalitas ISPA
masih tinggi (Depkes RI, 2007).
World Health Organization (WHO)
memperkirakan insiden infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) di negara berkembang
dengan angka kematian balita di atas 40/1000
kelahiran hidup adalah 15% - 20% per tahun
pada golongan usia balita. Menurut WHO
13 juta anak balita di dunia meninggal setiap
tahun dan sebagian besar kematian tersebut
terdapat di negara berkembang dimana
pneumonia merupakan salah satu penyebab

utama kematian dengan 4 juta balita setiap


tahun (Depkes, 2000).
Indonesia, infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA) menempati urutan pertama yang
menyebabkan kematian pada kelompok bayi
dan balita. Selain itu, ISPA juga sering berada
pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah
sakit. Secara teoritis diperkirakan bahwa 10%
dari penderita Pneumonia akan meninggal
bila tidak diberi pengobatan. Bila hal ini
benar, maka diperkirakan tanpa pemberian
pengobatan akan didapat 250.000 kematian
balita akibat pneumonia setiap tahunnya.
Perkiraan angka kematian pneumonia secara
nasional ialah 6/1000 balita atau berkisar
150.000 balita/tahun (Program P2, 1996).
ISPA juga merupakan salah satu penyebab
utama kunjungan pasien ke sarana kesehatan.
Berdasarkan angka-angka di rumah sakit di
Indonesia didapat bahwa 40% sampai 70%
anak yang berobat ke rumah sakit adalah
penderita ISPA (Depkes, 1985). Sebanyak 40
- 60% kunjungan pasien ISPA berobat ke
puskesmas dan 15 - 30% kunjungan pasien
ISPA berobat ke bagian rawat jalan dan rawat
inap rumah sakit (Depkes RI, 2001).
Ada banyak faktor yang mempengaruhi
kejadian ISPA baik secara langsung maupun
tidak langsung. Menurut Sutrisna (1993),
faktor risiko yang menyebabkan ISPA pada
balita adalah sosial ekonomi (pendapatan,
perumahan, pendidikan orang tua), status gizi,
tingkat pengetahuan ibu dan faktor
lingkungan (kualitas udara). Sedangkan

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang ISPA dengan Kejadian ISPA pada Balita
di Wilayah Puskesmas Bergas.

Depkes (2002), menyebutkan bahwa faktor


penyebab ISPA pada balita adalah Berat
Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR), status
gizi buruk, imunisasi yang tidak lengkap,
kepadatan tempat tinggal dan lingkungan
fisik.
Berdasarkan
Ditjen
Bina
Upaya
Kesehatan, Kemenkes RI tahun 2012 terdapat
penderita ISPA sebanyak 17.311 orang
sedangkan yang meninggal ada 1.315 orang
(7,6%). Menurut data profil Kesehatan Kota
Semarang tahun 2011, menyebutkan bahwa
ISPA mengalami kenaikan dari tahun
sebelumnya 152 kasus dari 1.448 menjadi
1.600.
Tingginya angka kejadian ISPA tersebut
disebabkan karena kurangnya perilaku ibu
terhadap pencegahan ISPA seperti: kurangnya
imunisasi lengkap, kurangnya status gizi
seimbang, kurangnya pemberian ASI Ekslusif
dan kondisi lingkungan rumah yang buruk.
Sedikit ibu yang hanya mengetahui perilaku
pencegahan ISPA. Meskipun mereka sudah
tahu, kebanyakan dari mereka tidak
melaksanakan tindakan tersebut, misal dalam
pemberian ASI Ekslusif, mereka tidak
memberikan ASI Ekslusif secara penuh
sampai umur 6 bulan. Kemudian kurangnya
status gizi seimbang, para ibu tidak

mengetahui bahwa gizi seimbang dapat


mencegah
ISPA,
mereka
kurang
memperhatikan kandungan gizi yang terdapat
dalam makanan anaknya sehingga gizinya
pun kurang terpenuhi.
Berdasarkan data profil Puskesmas
Bergas, menunjukkan bahwa ISPA merupakan
penyakit infeksi yang banyak diderita oleh
masyarakat khususnya kelompok bayi dan
anak-anak
setelah
penyakit
diare..
Berdasarkan data pada bulan Agustus 2012
terdapat penderita ISPA sebanyak 260 balita
(6,4%), bulan September 2012 terdapat 323
balita (8,5%) dan bulan Oktober 2012
didapatkan penderita ISPA berjumlah 363
balita (9,2%).
Berdasarkan hasil wawancara dari 5 Ibu
balita penderita ISPA tentang pengertian,
tanda
gejala,
penyebab,
pencegahan,
pengobatan dan faktor resiko didapatkan
bahwa 3 ibu balita tidak tahu tentang penyakit
ISPA dan 2 ibu balita sudah tahu tentang
penyakit ISPA. Berdasarkan data inilah maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang Hubungan Antara Pengetahuan Ibu
Tentang ISPA dengan Kejadian ISPA pada
Balita di Wilayah Puskesmas Bergas.

METODE PENELITIAN
Definisi Operasional
Tabel 1 Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi Operasional
1 Independen
Pemahaman yang dimiliki ibu
Pengetahuan
tentang ISPA meliputi :
tentang ISPA. pengertian, penyebab, gejala
dan akibat, pencegahan
penyakit dan penatalaksanaan

Dependen
Kejadian
ISPA.

Cara Ukur
Pengukuran dengan
menggunakan kuisioner
dengan 17 pertanyaan
dengan kriteria jawaban
Benar :1
Salah : 0

Penyakit yang ditandai dengan Pengukuran dengan


gejala ISPA, batuk dan sesak
menggunakan rekam
berdasarkan hasil pemeriksaan medis hasil pemeriksaan.
dari tenaga kesehatan (dokter,
perawat maupun bidan).

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang ISPA dengan Kejadian ISPA pada Balita
di Wilayah Puskesmas Bergas.

Hasil Ukur
Dikategorikan skor :
0 = kurang, jika
menjawab benar < 56%
(< 9 pertanyaan).
1 = cukup, jika
menjawab benar 56
75% (10 13
pertanyaan).
2 = baik, jika menjawab
benar 76 100% (14-17
pertanyaan)

Skala
Ordinal

0 = ISPA
1 = Tidak ISPA

Nominal

Proses penatalaksanaan penelitian yang


dilakukan
adalah
observasional
dan
pendekatan dalam penelitian ini menggunakan
Cross Sectional yaitu suatu pendekatan
penelitian pada variabel-variabel yang
diobservasi yaitu variabel independen yang
mencakup pengetahuan tentang ISPA dan
dependen yang mencakup kejadian ISPA pada
balita sekaligus dalam waktu yang sama
(Notoatmodjo, 2002).
Populasi sasaran dalam penelitian ini
adalah semua ibu yang mempunyai balita
yang berkunjung di Puskesmas Bergas yang
didapatkan rata-rata per bulan sejumlah 363
orang. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu
yang mempunyai anak balita berumur 1 5
tahun di Puskesmas Bergas. Teknik sampel
yang digunakan adalah accidental sampling.
Besarnya sampel pada penelitian ini sebanyak
78 orang.
Alat pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian dengan menggunakan
kuesioner mengenai tingkat pengetahuan ibu
tentang ISPA dan kejadian ISPA pada balita di
Puskesmas Bergas. Uji validitas dilakukan
kepada ibu sejumlah 20 responden di
Puskesmas Bawen. Dari 20 pertanyaan
didapat hasil 17 dikatakan valid sedangkan 3
dikatakan tidak valid dengan nomor item 7,
17 dan 20, dimana nilai r hitungnya yaitu
0,165, 0,262 dan 0,352. Dimana untuk n=20
pada taraf signifikansi 5% dari r tabelnya
adalah 0,444. Item soal yang tidak valid
dihilangkan kemudian tidak digunakan
sebagai kuisioner. Uji reliabilitas instrumen
skala Guttman dengan menggunakan teknik
Koefisiensi realibilitas (KR 20) dengan hasil
0,902.
Etika Penelitian
Etika penelitian ini meliputi :
1. Informed Consent
Lembar persetujuan ini diberikan
kepada responden yang akan diteliti yang
memenuhi kriteria inklusi dan disertai
dengan judul penelitian. Sebelum
dilakukan pengambilan data penelitian,
calon responden diberi penjelasan tentang
tujuan dan manfaat penelitian yang
dilakukan. Apabila calon responden
bersedia untuk diteliti maka calon

responden harus menandatangani lembar


persetujuan tersebut, dan jika calon
responden menolak untuk diteliti maka
peneliti tidak boleh memaksa dan tetap
menghormatinya.
2. Anonimity
Menjaga kerahasiaan responden pada
lembar pengumpulan data cukup memberi
urutan masing-masing lembar tersebut.
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi
responden
akan di jamin oleh peneliti. Data hanya
digunakan untuk kepentingan penelitian.
Setelah selesai digunakan, data akan
dimusnahkan dengan cara dibakar
(Hidayat, 2003).
HASIL DAN BAHASAN
Hasil Penelitian
Analisa Bivariat
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Umur Ibu di
wilayah Puskesmas Bergas
Umur ibu
<20
20-35
>35
Jumlah

Frekuensi
2
67
9
78

Persentase (%)
2,6
85,9
11,5
100,0

Berdasarkan Tabel di atas diketahui


bahwa sebagian besar responden berumur 2035 tahun sebanyak 67 responden (85,9%), dan
terendah umur <20 tahun sebanyak 2
responden (2,6%).
Tabel 3.

Distribusi frekuensi pendidikan


responden
di
Wilayah
Puskesmas Bergas

Pendidikan
SD
SMP
SMA
PT
Jumlah

Frekuensi
6
27
41
4
78

Persentase (%)
7,7
34,6
52,6
5,1
100,0

Berdasarkan Tabel diatas diketahui bahwa


sebagian besar responden berpendidikan SMA
sebanyak 41 responden (52,6%) dan terendah
berpendidikan PT sebanyak 4 responden
(5,1%).

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang ISPA dengan Kejadian ISPA pada Balita
di Wilayah Puskesmas Bergas.

Tabel 4. Distribusi frekuensi pekerjaan


responden di Wilayah Puskesmas
Bergas
Pekerjaan
Buruh
IRT
Karyawan
Swasta
PNS
Swasta
Jumlah

Frekuensi
3
39
5

Persentase(%)
3,8
50,0
6,4

1
30
78

1,3
38,5
100,0

Berdasarkan Tabel diatas diketahui bahwa


sebagian besar responden sebagai ibu rumah
tangga (IRT) sebanyak 39 responden (50,0
%), dan swasta sebanyak 30 responden (38,5.

Tabel 6

Pernyataan

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)


merupakan suatu kelompok penyakit yang
mengenai saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dikenal
sebagai penyakit influenza.
Asap pembakaran sangat berpengaruh terhadap
terjadinya ISPA.
Penyebab ISPA adalah virus.
Ventilasi rumah yang luas menyebabkan ISPA.
Asap dapur dapat menyebabkan ISPA.
Demam bukan salah satu gejala ISPA.
Mual dan muntah bukan merupakan tanda gejala
dari ISPA.
ASI Ekslusif dapat menyebabkan terjadinya
ISPA.
Menjauhkan anak dari penderita batuk salah
satu pencegahan ISPA.
Lingkungan yang bersih dapat mencegah
penyakit ISPA pada balita.
Mencuci tangan dengan sabun dapat
menyebabkan ISPA.
Balita dengan gizi kurang akan lebih mudah
terserang ISPA.
Pencemaran udara dalam rumah merupakan
salah satu faktor resiko ISPA.
Berat badan lahir rendah faktor resiko ISPA.
Jika kesadaran sudah menurun dan nafsu makan
menurun bukan termasuk ISPA berat.
Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) berat hanya cukup diobati dan dirawat
dirumah saja.

3
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

Tabel 5. Distribusi frekuensi berdasarkan


pengetahuan ibu di wilayah
Puskesmas Bergas
Pengetahuan
Kurang
Cukup
Baik
Total

Frekuensi
19
31
28
78

Persentase (%)
24,4
39,7
35,9
100,0

Berdasarkan Tabel diatas diketahui bahwa


sebagian besar responden berpengetahuan
cukup sebanyak 31 responden (39,7%) dan
terdapat 19 responden (24,4%) yang
berpengetahuan kurang.

Distribusi Pengetahuan Responden Berdasarkan Pertanyaan

No

Analisa Univariat

66

Frekuensi
S (Tidak
%
tahu)
84,6%
12

15,4%

47

60,3%

31

39,7%

46

59,0%

32

41,0%

43
43
35
47
31

55,1%
55,1%
44,9%
60,3%
39,7%

35
35
43
31
47

44,9%
44,9%
55,1%
39,7%
60,3%

28

35,9%

50

64,1%

48

61,5%

30

38,5%

42

53,8%

36

46,2%

43

55,1

35

44,9%

48

61,5%

30

38,5%

51

65,4%

27

34,6%

39
37

50,0%
47,4%

39
41

50,0%
52,6%

67

85,9%

11

14,1%

B (Tahu)

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang ISPA dengan Kejadian ISPA pada Balita
di Wilayah Puskesmas Bergas.

Tabel 7. Distribusi frekuensi berdasarkan


kejadian ISPA di wilayah
Puskesmas Bergas
Kejadian ISPA
ISPA
Tidak ISPA
Total

Frekuensi
53
25
78

Persentase
67,9
32,1
100,0

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui


bahwa sebagian besar balita mengalami ISPA
sebanyak 53 responden (67,9%).
Berdasarkan hasil penelitian pada Table
4.6 mengenai distribusi frekuensi kejadian
ISPA di Wilayah Puskesmas Bergas diketahui
dari 78 responden, didapatkan sebanyak 53
balita menderita ISPA, sedangkan yang tidak
ISPA sebanyak 25 balita.
ISPA merupakan salah satu penyebab
kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,
terutama pada usia di bawah 5 tahun. Insiden
infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di
negara berkembang dengan angka kematian
balita di atas 40/1000 kelahiran hidup adalah
15% - 20% per tahun pada golongan usia
balita (WHO).
Berdasarkan angka-angka di rumah sakit
di Indonesia di dapat bahwa 40% sampai 70%
anak yang berobat ke rumah sakit adalah
penderita ISPA (Depkes, 1985).
Tabel 8. Distribusi frekuensi berdasarkan
hubungan
pengetahuan
ibu
dengan kejadian ISPA di wilayah
Puskesmas Bergas
Pengetahuan
Kurang
Cukup
Baik
Total

Kejadian ISPA
Tidak
ISPA
ISPA
f
%
f %
14 73,7
5 26,3
26 83,9
5 16,1
13 46,4
15 3,6
53 67,9
25 32,1

Total
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%

P value = 0,007
Berdasarkan hasil uji hubungan antara
tingkat pengetahuan Ibu dengan kejadian
ISPA di Wilayah Puskesmas Bergas
menunjukkan bahwa ibu yang mempunyai
pengetahuan cukup memiliki anak ISPA
sebanyak 26 responden (83,9%) dan ibu yang
mempunyai pengetahuan kurang memiliki
anak ISPA sebanyak 14 responden (73,7%)
lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang
mempunyai pengetahuan baik memiliki anak
ISPA sebanyak 13 responden (46,4%).
Sedangkan ibu yang mempunyai pengetahuan

yang baik yang tidak memiliki anak ISPA


sebanyak 15 responden (53,5%) dan ibu yang
mempunyai pengetahuan kurang memiliki
anak tidak ISPA sebanyak 5 responden
(26,3%) lebih tinggi dibandingkan dengan ibu
yang mempunyai anak tidak ISPA sebanyak 5
responden (16,1%), sehingga semakin baik
pengetahuan ibu semakin kecil angka
kejadian ISPA.
Berdasarkan uji Chi-Square didapatkan
nilai p value 0,007 maka Ho ditolak dan
disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara pengetahuan ibu tentang
ISPA dengan kejadian ISPA di Wilayah
Puskesmas Bergas. Didapatkan hasil uji ChiSquare=0,007 < (0,05%) menunjukkan
korelasi positif yang artinya semakin baik
pengetahuan ibu maka kejadian ISPA akan
semakin berkurang.
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel
4.7 mengenai distribusi frekuensi hubungan
pengetahuan ibu tentang ISPA dengan
kejadian ISPA di Wilayah Puskesmas Bergas
diketahui dari 78 responden, diketahui bahwa
dari penelitian di Puskesmas Bergas
didapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan
kurang mengalami ISPA yaitu sebanyak 14
responden (73,7%) dan responden dengan
tingkat pengetahuan kurang sebagian besar
mengalami ISPA yaitu sebanyak 26 responden
(83,9%). Ibu yang mempunyai tingkat
pengetahuan baik tetapi anaknya menderita
ISPA disebabkan karena kurangnya perhatian
ibu terhadap anaknya karena ibu sibuk bekerja
sehingga ibu tidak dapat melakukan
pencegahan sedini mungkin. Pengetahuan ibu
yang cukup/rendah dan anaknya menderita
ISPA disebabkan karena ketidaktahuan ibu
dalam tindakan pencegahan ISPA yang
disebabkan karena kurangnya pengetahuan
ibu tentang ISPA.
Pembahasan
Analisa Univariat
1. Pengetahuan Tentang ISPA
Berdasarkan hasil penelitian dari
responden yang diteliti diketahui sebagian
besar pengetahuan Ibu tentang ISPA
adalah cukup 31 responden (39,7%).
Pengetahuan yang rendah dapat dilihat
dari jawaban kuisioner yang diberikan.
Dilihat bahwa jawaban responden yang
menjawab
salah
terbanyak
pada
pertanyaan mengenai penyebab ISPA,
Gejala dan akibat ISPA, Pencegahan
penyakit ISPA, dan faktor resiko ISPA.
Dilihat dari jawaban responden tersebut,
sebanyak
43
responden
(55,1%)
menjawab bahwa asap dapur tidak

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang ISPA dengan Kejadian ISPA pada Balita
di Wilayah Puskesmas Bergas.

menyebabkan ISPA, padahal jelas sekali


bahwa asap dapur dapat menyebabkan
terjadinya ISPA. Kemudian dari jawaban
47 responden (60,3%) ibu menjawab
bahwa mual dan muntah bukan salah satu
gejala ISPA, yang mana salah satu gejala
ISPA ditandai dengan demam, mual dan
muntah. Kemudian dari 50 responden
(64,1%) menjawab bahwa ASI Ekslusif
dapat menyebabkan ISPA. Sedangkan
menurut teori, ASI Esklusif salah satu
pencegahan ISPA, kemudian 41 responden
(52,6% menjawab jika kesadaran sudah
menurun dan nafsu makan menurun
termasuk ISPA berat, ibu tidak tahu bahwa
ISPA memiliki penggolongan yang
berbeda-beda.
Adapun beberapa faktor yang
mempengaruhi pengetahuan salah satunya
yaitu umur, semakin cukup umur tingkat
kematangan dalam kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir dan
bekerja.
Dari
segi
kepercayaan
masyarakat seseorang lebih dewasa
dipercaya dari orang yang belum tinggi
kedewasaannya. Hal ini akan sebagai
pengalaman dan kematangan jiwa.
Berdasarkan dari umur responden
diketahui bahwa sebagian besar responden
dalam penelitian ini adalah berumur 20-35
tahun sebanyak 67 responden (85,9%),
>35 tahun sebanyak 9 responden (11,5%)
dan<20 tahun sebanyak 2 responden
(2,6%). Pada umur ini merupakan umur
yang dikatakan daya kemampuan secara
fisik dan psikologisnya masih baik
sehingga dalam menghadapi kejadian
ISPA pada anaknya ibu masih bisa
melakukan pencegahan dengan tepat
sesuai dengan pengetahuan ISPA.
Usia mempengaruhi terhadap daya
tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirnya, sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik. Pada usia
madya, individu akan lebih berperan aktif
dalam masyarakat dan kehidupan sosial
serta lebih banyak melakukan persiapan
demi suksesnya upaya penyesuaian diri
menuju usia tua, selain itu orang usia
madya akan lebih banyak menggunakan

banyak
waktu
untuk
membaca
(Notoatmodjo, 2007).
Berdasarkan
latar
belakang
pendidikan diketahui bahwa sebagian
besar responden dalam penelitian ini
adalah lulusan SMA sebanyak 41
responden (52,6%), dan sebagian kecil
responden mempunyai tingkat pendidikan
perguruan tiggi (PT) yaitu sebanyak 4
responden
(5,1%).
Hal
tersebut
merupakan salah satu dasar tingkat
pengetahuan responden yang cukup
khususnya dalam pengetahuan mengenai
ISPA.
Untuk menunjang pengetahuan yang
baik maka diperlukan pendidikan yang
memadai untuk menunjang pengetahuan
tersebut. Tingkat pendidikan seorang ibu
akan sangat berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan seseorang khususnya tentang
cara ibu untuk menghadapi kejadian ISPA
yang dapat mempengaruhi kesehatan
anaknya. Hal ini sesuai pendapat Slamet
(2008), menyatakan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan maka wawasan
pengetahuan semakin bertambah dan akan
semakin menyadari bahwa begitu penting
kesehatan bagi kehidupan.
Menurut Warman (2008), bahwa
pendidikan orang tua, terutama ibu
merupakan salah satu kunci perubahan
sosial budaya. Pendidikan yang relatif
tinggi akan memiliki praktik yang lebih
terhadap pemeliharaan kesehatan keluarga
terutama balita. Hal ini dibuktikan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Putro
(2008) yaitu sebagian keluarga yang
mempunyai balita ISPA dirumah adalah
dengan ibu yang tidak mengetahui cara
pencegahan ISPA.
Pengetahuan sangat eratnya dengan
pendidikan dimana diharapkan seseorang
dengan pendidikan tinggi, maka orang
tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Namun perlu ditekankan
bahwa seseorang yang berpendidikan
rendah
tidak
berarti
mutlak
berpengetahuan rendah pula. Peningkatan
pengetahuan tidak mutlak dioeroleh dari
pendidikan formal, akan tetapi juga dapat
diperoleh pada pendidikan non formal.
Pengetahuan seseorang tentang suatu

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang ISPA dengan Kejadian ISPA pada Balita
di Wilayah Puskesmas Bergas.

objek juga mengandung dua aspek yaitu


aspek positif dan negatif. Kedua aspek
inilah yang akhirnya akan menentukan
sikap seseorang terhadap objek tertentu.
Semakin banyak aspek positif dari objek
yang diketahui, akan menumbuhkan sikap
makin positif terhadap objek tersebut.
2. Kejadian ISPA
Berdasarkan hasil penelitian pada
Table 4.6 mengenai distribusi frekuensi
kejadian ISPA di Wilayah Puskesmas
Bergas diketahui dari 78 responden,
didapatkan sebanyak 53 balita menderita
ISPA, sedangkan yang tidak ISPA
sebanyak 25 balita.
ISPA merupakan salah satu penyebab
kematian dan kesakitan tertinggi pada
anak, terutama pada usia di bawah 5
tahun. Insiden infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA) di negara berkembang dengan
angka kematian balita di atas 40/1000
kelahiran hidup adalah 15% - 20% per
tahun pada golongan usia balita (WHO).
Berdasarkan angka-angka di rumah
sakit di Indonesia di dapat bahwa 40%
sampai 70% anak yang berobat ke rumah
sakit adalah penderita ISPA (Depkes,
1985).
ISPA merupakan penyakit infeksi akut
yang menyerang salah satu bagian atau
lebih dari saluran nafas mulai dari hidung
(saluran atas) hingga alveoli (saluran
bawah) termasuk jaringan adneksanya
seperti sinus, rongga telinga tengah dan
pleura yang berlangsung sampai dengan
14 hari (Bahiyatun, 1996). Faktor
penyebab ISPA pada umumnya adalah
faktor infeksi yaitu infeksi saluran
pernafasan yang merupakan penyebab
utama ISPA pada anak yang diberasal dari
virus. Faktor lingkungan yang dapat
menimbulkan ISPA yaitu pencemaran
udara dalam rumah misal asap
pembakaran dapur dan asap rokok.
Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang ISPA
Dengan Kejadian ISPA
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel
4.7 mengenai distribusi frekuensi hubungan
pengetahuan ibu tentang ISPA dengan
kejadian ISPA di Wilayah Puskesmas Bergas

diketahui dari 78 responden, diketahui bahwa


dari penelitian di Puskesmas Bergas
didapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan
kurang mengalami ISPA yaitu sebanyak 14
responden (73,7%) dan responden dengan
tingkat pengetahuan kurang sebagian besar
mengalami ISPA yaitu sebanyak 26 responden
(83,9%). Ibu yang mempunyai tingkat
pengetahuan baik tetapi anaknya menderita
ISPA disebabkan karena kurangnya perhatian
ibu terhadap anaknya karena ibu sibuk bekerja
sehingga ibu tidak dapat melakukan
pencegahan sedini mungkin. Pengetahuan ibu
yang cukup/rendah dan anaknya menderita
ISPA disebabkan karena ketidaktahuan ibu
dalam tindakan pencegahan ISPA yang
disebabkan karena kurangnya pengetahuan
ibu tentang ISPA.
Berdasarkan analisa data yang diperoleh
dengan menggunakan uji Chi Square
didapatkan p value 0,007 < (0,05%), jadi
Ho ditolak. Kesimpulan dari uji tersebut
adalah ada hubungan antara pengetahuan ibu
tentang ISPA dengan kejadian ISPA pada
balita di Wilayah Puskesmas Bergas.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut
dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan
responden sangat berpengaruh terhadap cara
pencegahan, penatalaksanaan, dan berbagai
hal yang berhubungan dengan ISPA. Tingkat
pengetahuan yang cukup dan kurang tentang
ISPA pada sebagian besar responden
menjadikan responden tidak dapat menjaga
kebersihan dan hal-hal yang merupakan faktor
terjadinya ISPA sehingga kejadian ISPA tidak
dapat dicegah sejak awal.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Juliati (2000), yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara pengetahuan ibu dengan
kejadian ISPA pada balita. Ibu yang
mempunyai tingkat pengetahuan kurang
mempunyai risiko 2,5 kali terserang ISPA
dibandingkan pada balita dengan tingkat
pengetahuan baik.
Berdasarkan ilmu pengetahuan pada saat
ini dimana tekhnologi untuk pencegahan ISPA
sudah
cukup
dikuasai,
akan
tetapi
permasalahan tentang penyakit ISPA dalam
masyarakat, sampai saat ini masih merupakan
masalah yang relatif besar yang terjadi pada

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang ISPA dengan Kejadian ISPA pada Balita
di Wilayah Puskesmas Bergas.

keluarga pra sejahtera yang mempunyai


keterbatasan dalam pendidikan, pendapatan,
dan pengetahuan yang benar tentang
pencegahan ISPA (Depkes, 2005). Hal ini
dapat disimpulakan bahwa untuk mengatasi
penyakit ISPA tidak cukup hanya dengan
menguasai tekhnologi pengobatan maupun
penanganan saja tetapi dibutuhkan suatu
pengetahuan yang cukup tentang pencegahan
ISPA pada keluarga (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh
faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat
erat hubungannya dengan pendidikan, dimana
diharapkan bahwa dengan pendidikan yang
tinggi maka orang tersebut akan semakin luas
pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu
ditekankan, bukan berarti seseorang yang
berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan
rendah pula. Hal ini mengingat bahwa
peningkatan pengetahuan tidak mutlak
diperoleh dari pendidikan formal saja, akan
tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non
formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu
obyek mengandung dua aspek ini yaitu aspek
positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini
yang akan menentukan sikap seseorang,
semakin banyak aspek positif dan obyek yang
diketahui maka akan menimbulkan sikap
makin positif terhadap obyek tertentu.
(Notoatmodjo, 2007).
Pendidikan orang tua, terutama ibu
merupakan salah satu kunci perubahan sosial
budaya. Pendidikan yang relatif tinggi akan
memiliki praktik yang lebih baik terhadap
pemeliharaan kesehatan keluarga terutama
balita. Pengetahuan ibu yang benar tentang
ISPA dapat membantu mendeteksi dan
mencegah penyakit ISPA lebih awal
(Warman, 2008). Dengan meningkatnya
pengetahuan ibu tentang stimulasi diharapkan
akan terjadi perubahan perilaku ke arah yang
mendukung kesehatan khususnya dalam
pencegahan dan penatalaksanaan ISPA
sehingga angka kejadian ISPA berkurang.

Dari hasil penelitian pada 78 ibu balita di


Wilayah Puskesmas Bergas diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Sebagian besar responden mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang ISPA
yaitu sebanyak 31 responden (39,7%) dan
sebagian kecil responden mempunyai
pengetahuan yang kurang yaitu sebanyak
19 responden (24,4%).
2. Sebagian
kecil
responden
tidak
mengalami ISPA yaitu sebanyak 25
responden (32,1%) dan sebagian besar
responden
mengalami
ISPA yaitu
sebanyak 53 responden (67,9%).
3. Ada hubungan antara pengetahuan ibu
dengan kejadian ISPA di Wilayah
Puskesmas Bergas dengan nilai P=0.007.
Saran
Berdasarkan hasil dari simpulan dari
penelitian diatas, maka peneliti mempunyai
saran antara lain : 1) Bagi Masyarakat
Khususnya ibu-ibu yang mempunyai balita
berupaya untuk meningkatkan pengetahuan
dengan cara aktif mengikuti penyuluhan yang
ada di lingkungannya, bertukar pikiran
dengan sesama ibu balita agar bisa lebih
waspada dan dapat mengenali tanda-tanda
awal serta tanda gejala dari penyakit yang
sering menyerang balita seperti ISPA dan
memberikan perawatan dirumah selama balita
sakit. 2) Bagi Puskesmas Diharapkan bagi
bidan atau perawat dapat melakukan
tindakan-tindakan seperti penyuluhan tentang
kesehatan balita secara rutin pada saat
kegiatan
posyandu
keliling,
supaya
masyarakat dapat memperoleh informasiinformasi yang penting dan dapat melakukan
tindakan pencegahan secara dini. 3) Bagi
Peneliti Lain
Peneliti lain diharapkan dapat meneliti
variabel lain seperti perilaku pencegahan
ISPA yang dapat mempengaruhi terjadinya
ISPA pada balita selain pengetahuan ibu yang
kurang.

PENUTUP
Kesimpulan

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang ISPA dengan Kejadian ISPA pada Balita
di Wilayah Puskesmas Bergas.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul
A.
2006.
Pengantar
Ilmu
Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba
Medika.

Fida Maya. 2012. Pengantar Ilmu Kesehatan


Anak. Yogyakarta : D-Medika.

Alimul Aziz. 2005. Pengantar Ilmu


Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba
Medika.

Handayani, Yuli. 2010. Gambaran Tingkat


Pengetahuan Ibu Tentang Penyakit ISPA
Pneumonia Pada Balita di Puskesmas
Bangetayu Kota Semarang Tahun 2010.
Diakses pada tanggal 15 Januari 2013.

Al-Sagaff, H. dan Mukty, A. (2004). Dasardasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :


Airlangga.
Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta :
Rineka Cipta.
Citra, Ayu. 2009. Faktor-faktor resiko
terjadinya ISPA pada Balita. Diakses
pada tanggal 04 Maret 2013.
Depkes RI. 1996. Pedoman Program
Pemberantasan Penyakit ISPA. Jakarta :
Depkes RI.

Hartono, Dwi Rahmawati. 2012. Gangguan


Pernafasan pada Anak. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Hidayat, Alimul Aziz. 2001.
Riset
Keperawatan dan Tehnik Penulisan
Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.
Hidayat, Alimul Aziz. 2009. Metode
Penelitian Kebidanan dan Tekhnik Data
Analisis. Jakarta : Salemba Medika.
Ngastiyah. 2004. Perawatan Anak Sakit.
Jakarta : EGC.

Depkes RI. 2002. ISPA Pembunuh Utama.


Desember 2004. http://www.depkes.go.id.
Diakses pada tanggal 15 januari 2013.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit.


Jakarta : EGC.

Depkes RI. 2004. Pedoman Program


Pemberantasan Penyakit ISPA Untuk
Penanggulangan Pada Balita. Jakarta :
Depkes RI.

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan


Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rhineka
Cipta.

Depkes RI. 2008. Perawatan ISPA Pada


Balita. Jakarta : Depkes RI.
Dinkes DKI. 2005. Infeksi Saluran
Pernafasan
Akut
(ISPA).
http://www.dinkes.dki.go.id/penyakit,htm
#ispa. Diakses pada tanggal 15 januari
2013.
Dinkes Jawa Tengah. 2005. Pencegahan dan
Pemberantasan
Penyakit
ISPA.
http://www.health-irc.or.id/sdm bab 3
htm. Diakses pada tanggal 15 januari
2013.
Djumiati. 2008. Hubungan Antara Tingkat
Pengetahuan Tentang Perawatan ISPA
Dengan Frekuensi Kejadian ISPA Pada
Balita Rawat Jalan di Puskesmas Pulo
Kulon 1 Kabupaten Grobogan. Diakses
pada tanggal 24 Juni 2013.
Elvira Syahrani, Arlina. 2011. Pengaruh
Pendidikan
Kesehatan
Tentang
Penatalaksanaan
ISPA
Terhadap
Pengetahuan dan Ketrampilan Ibu
Merawat Balita ISPA di Rumah. Diakses
pada tanggal 22 Juni 2013.

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian


Kesehatan. Jakarta : Rhineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2005. Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rhineka
Cipta.
Nursalam.
2001.
Pendekatan
Praktis
Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta :
Sagung Seto.
Riyanto, Agus. 2010. Aplikasi Metodologi
Penelitian Kesehatan. Bandung : Nuha
Medika.
Riza.
Mukhlis.
2008.
Hubungan
Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu
Dengan Kejadian Pneumonia Pada
Balita di IRNA Anak RSMH Palembang
Tahun 2008. Diakses pada tanggal 09
Januari
Sugiyono. 2003. Statistik Untuk Penelitian.
Bandung : Alfabeta.
Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian.
Bandung : Alfabeta.
Sulistyoningsih, Hariyani. 2010. FaktorFaktor yang Berhubungan dengan
Kejadian ISPA di Wilayah Kerja

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang ISPA dengan Kejadian ISPA pada Balita
di Wilayah Puskesmas Bergas.

10

Puskesmas DTP Jamanis Kabupaten


Tasikmalaya Tahun 2010. Diakses pada
tanggal 22 Juni 2013.

Yuliani, Rita dan Suriadi. 2001. Asuhan


Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Fajar
Interpratama.

Wawan, A dan M, Dewi.2010. Teori dan


Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Manusia. Jogjakarta : Nuha
Medika.
WHO. 2003. Penanganan ISPA Pada Anak di
Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang.
Jakarta : EGC.

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang ISPA dengan Kejadian ISPA pada Balita
di Wilayah Puskesmas Bergas.

11

Anda mungkin juga menyukai