Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia terletak di pertemuan antara plat tektonik Australia, Eurasia,
Philippines dan Pasific yang bertemu di kepulauan Maluku. Hal tersebut berpengaruh
terhadap kondisi sismotektonik di Indonesia. Dengan kondisi tersebut, maka sebagian
besar wilayah Indonesia terutama yang padat penghuni adalah rawan gempa.
Yogyakarta merupakan salah satu daerah istimewa di Indonesia yang terletak pada
lintasan patahan yang memang rawan gempa. Menurut Kepala Badan Geologi
Bambang Dwiyanto, wilayah Yogyakarta terletak di atas patahan (sesar) yang masih
aktif. Pergeseran sesar inilah yang berpotensi menimbulkan gempa bumi. Selain
pulau Jawa merupakan zona subduksi. Kondisi tanah di wilayah Yogyakarta terdiri
dari endapan kuarter berupa endapan alluvial, endapan alluvial pantai, endapan batu
gamping, serta endapan gunung api yang bersifat urai lepas. Endapan itu belum
terkonsolidasi serta memperkuat efek goncangan dan getaran gempa bumi (sinar
Harapan, 2006) Akibatnya, ketika terjadi gempa bumi potensi terjadinya kerusakan
bangunan cukup tinggi dan mengakibatkan presentasi jumlah korban besar.
Mengingat besarnya presentase jumlah korban akibat kerusakan bangunan
akibat gempa, maka evauasi kekuatan struktur bangunan selayaknya menjadi suatu
pembahasan yang penting. Sejauh ini evaluasi terhadap kekuatan struktur banyak
dilakukan setelah terjadinya gempa bumi untuk mengetahui seberapa besar kerusakan
yang terjadi akibat gempa bumi tersebut. Namun evaluasi struktur bangunan dalam
upaya mitigasi untuk meminimalisasi resiko gempa bumi masih jarang dilakukan.
Dalam rangka upaya mitigasi terhadap bencana gempa bumi, tidak hanya
mempelajari sejarah kegempaan, namun juga harus memahami secara benar
mengenai kerentanan dari kondisi tanah maupun struktur bangunan terhadap gempa
bumi. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik

melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan


masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana. Pembangunan fisik meliputi tata
bangunan, pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur dan pelaksanaan
infrastruktur. (UU No. 24 Tahun 2007).
Peningkatan ketahanan struktur terhadap gaya gempa merupakan dasara dari
pencegahan bencana gempa bumi. Seperti yang diketahui, terdapat kecenderungan
perbedaan kekuatan struktur

pada struktur kondisi existing dengan pada saat

perencanaan. Hal ini bias di sebabkan oleh banyak hal, antara lainperbedaan pada saat
perencanaan dan pelaksanaan, serta kejadian alam dan aktifitas aktifitas manusia
yang bekerja pada struktur tersebut. Leh karena itu perlu dilakukan evaluasi terhadap
kerentanan struktur bangunan terhadap gempa bumi.
Pengaruh gempa bumi terhadap struktur seharusnya dianalisis untuk
mengetahui karakteristik gerakan gempa bumi dan karakteristik dunamik pada
struktur dengan mempertimbangkan spektrum bumi serta perilaku nonlinear dari
struktur. Konfigurasi bangunan, pengaruh gempa arah horizontal atau vertikal perlu
diperhitungkan dalam evaluasi suatu struktur, sehingga dapat diketahui kerentanan
suatu struktur terhadap gempa bumi.
Bangunan bangunan gedung mempunyai factor keutamaan yang
bergantung pada tingkatan penting atau tidaknya suatu bangunan. Pada saat itu telah
berkembang suatu konsep perencanaan berbasis kinerja (performance based design)
yang merupakan kombinasi dari aspek tahanan

dan aspek layan. Ditinjau dari

fungsinya, suatu bangunan akan mempunyai tingkat kerentanan yang berbeda untuk
fungsi yang berbeda dengan parameter tingkat kinerja atau level of performance
bangunan setelah terkena terkena gempa. Dengan berpedoman pada performance
based design, maka bangunan dievaluasi sesuai dengan tingkatan kinerja pada
bangunan tersebut.
Menurut FEMA 302 (1997) berdasarkan fungsi bangunan dapat digolongkan
menjadi tiga kelompok kegunaan atau seismic use group, yaitu kelompok III, II, dan
I. Kelompok kegunaan III, yaitu bangunan bangunan dengan fasilistas penting
(lifeline facilities) yang sangat dibutuhkan pada masa tanggap darurat sesaat setelah
terjadi gempa, atau bangunan - bangunan yang berisi bahan bahan berbahaya

dengan jumlah yang besar. Bangunan bangunan yang termasuk dalam daftar
lifeline facilities untuk prioritas dilakukan evaluasi terhadap bahaya gempa adalah
bangunan yang digunakan untuk rumah sakit, pemadam kebakaran, gedung markas
besar polisi, pusat siaga tanggap darurat, pusat pembangkit listrik, hangar pesawat,
pusat komunikasi, dan fasilitas pengolahan air minum. Kelompok kegunaan III ini
harus memiliki tingkat kinerja fully operational yaitu harus dapat beroperasi secara
penuh setelah terjadi gempa.
Kelompok kegunaan II, yaitu bangunan bangunan fasilitas umum dengan
jumlah orang yang beraktivitas di dalamnya cukup banyak, antara lain gedung
pendidikan, bangunan dengan jumlah penghuni lebih dari 300 orang, penjara, dan
pusat perawatan dengan jumlah orang lebih dari 150, kelompok kegunaan II harus
memiliki tingkat kinerja immediate occupancy, yaitu harus dapat tetap beroperasi
walaupun tidak secara penuh, kerusakan struktur bangunan ringan, sehingga aman
untuk langsung di huni kembali. Gedung pendidikan selain harus memiliki kesiapan
pakai (occupancy) juga harus dapat melindungi penghuninya pada saat terjadi gempa,
sebagai markas dari lembaga lembga pemberi bantuan, selain itu dapat di fungsikan
sebagai tempat pengungsian jika di daerah bencana bencana tersebut belum memiliki
fasilitas tempat pengungsian.
Kelompok kegunaan I, yaitu bangunan yang tidak termasuk pada kelompok
kegunaan III dan II. Kelompok kegunaan I memiliki tingkat kinerja life safety dan
collapse prevention setelah terjadi gempa. Belajar dari gempa Yogyakarta tahun 2006
silam, terjadi kerusakan pada gedung gedung pendidikan yang mengakibatkan
kerugian dalam jumlah besar. Menurut Elnashai,et. al (2007), akibat gempa Jogja
sebanyak 2155 fasilitas pendidikan mengalami kerusakan/runtuh. Kabupaten Bantul
90% bangunan pendidikan mengalami kerusakan, Jawa Tengah 752 gedung rusak.
Kabupaten Klaten sebanyak 64 gedung roboh dan 257 gedung mengalami kerusakan
yang mana ini 38% dari jumlah gedung di wilayah Kabupaten Klaten.
Bahaya gempa tidak bias dihindari karena kejadian alam tetapi bias
dikurangi dampaknya. Dalam rangka memitigasi agar tidak terulang resiko kerugian
yang besar akibat gempa pada masa dating, maka perlu dilakukan evaluasi pada

gedung gedung pendidikan. Dalam studi ini akan dievaluasi bangunan gedung Lab.
Kedokteran Universitas Islam Indonesia. Gedung ini merupakan salah satu gedung
yang berada di komplek kampus Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Gedung
yang berada di Jalan Kaliurang KM 14,5 tersebut terletak di wilayah dengan
seismisitas besar yakni adanya gempa vulkanik yang terjadi pada Gunung Merapi
yang terletak tidak jauh dari lokasi gedung tersebut serta dekat dengan zona subduksi
yang terletak di sebelah selatan pulau Jawa. Meskipun gedung ini baru saja selesai
pembangunannya, namum gedung ini menarik untuk dievaluasi. Gedung ini memiliki
ruangan ruangan dengan tribun di dalamnya dengan balok miring sebagai struktur
penyangganya serta gedung ini memiliki balok dengan bentang panjang.
Seperti diketahui bahwa sampai saat ini, di Indonesia belum ada suatu
standar baku dan makro mengenai metode evaluasi yang dapat digunakan untuk
memeriksa ketahanan suatu bangunan terhadap beban gempa rencana . Hanya pada
Rancangan Standar Nasional Indonesia 2002 (RSNI) pada Bab 22 dapat ditemukan
tata cara tentang evaluasi kekuatan struktur yang telah berdiri, namun belum secara
terinci memperhatikan leve performance bangunan. Sedangkan pada SNI 03-17262002 tentang tata cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung,
tidak mencakup prosedur evaluasi (Teguh 2008).
Beberapa prosedur evaluasi bangunan di Negara Negara lain telah banyak
dikembangkan. Salah satu cara mengevaluasi bangunan adalah menggunakan
pedoman dari Federal Emergency and Management Agency (FEMA) yakni FEMA
310 untuk mengevaluasi bangunan secara menyeluruh. Penelitian ini akan dilakukan
tiga tahapan sesuai dengan FEMA 310 yakni tahapan satu secara Rapid Visual
Screening dan tahapan dua dengan analisis linear terhadap struktur bangunan serta
tahapan analisis nonlinear struktur bangunan. Perilaku seismik pada struktur ini
dievaluasi menggunakan evaluasi kinerja, pada analisis nonlinear menggunakan
pushover analysis dan time history analysis.
Telah diuraikan bahwa dengan berpedoman pada performance based design,
maka bangunan dievaluasi sesuai dengan tingkatan kinerja pada bangunan tersebut.
Beberapa standar yang telah beredar antara lain SEAOC (1995, 1996, 1999), ATC-40
(1996), FEMA 273, 274 (1997), FEMA 356 (2000) telah memberikan standar

bagaimana mengaplikasikan konsep P-BSD pada bangunan baru atau bangunan yang
telah berdiri (Bartero 2004). Pada penelitian ini akan digunakan ATC-40 dan FEMA
356 sebagai pedoman dalam mengevaluasi kinerja struktur.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan fungsi bangunan yang termasuk kategori kelompok kegunaan
II, akan dilakukan evaluasi terhadap struktur bangunan Lab. Kedokteran UII apabila
terjadi gempa besar dengan periode ulang gempa 500 tahun. Pada penelitian ini dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana hasil evaluasi secara cepat (screening) pada bangunan sesuai
dengan FEMA 154 dan FEMA 310?
2. Bagaimana kinerja dan kekakuan struktur bangunan pada kondisi existing
terhadap bahaya gempa?
3. Apakah gedung ini mampu memenuhi level kinerja immediate occupancy
sesuai yang diharapkan untuk bangunan pendidikan?
4. Dimana prediksi letak kerusakan yang dapat terjadi pada struktur serta
berapa nilai factor daktilitas dan nilai faktor reduksi gempa gedung?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian diuraikan sebagai berikut ini :
1. Evaluasi struktur bangunan pada kondisi existing terhadap bahaya gempa
dengan melalui rapid visual screening sesuai FEMA 310.
2. Mengevaluasi kinerja dan kekuatan struktur bangunan pada kondisi existing
terhadap bahaya gempa secara detail mengacu pada FEMA 310 yakni analisis
linear dan analisis nonlinear struktur.
3. Memprediksi performance level gedung kuliah umum apabila terkena gempa
bumi.
4. Mengetahui daerah yang mengalami sendi plastis, nilai factor daktilitas dan
factor reduksi gempa gedung.
1.4 Batasan Penelitian

Untuk memberikan arah dalam melaksanakan penelitian dan agar tidak


terjadi pengembangan masalah menjadi lebih komplek, maka dilakukan pembatasan
pembatasan sebagai berikut ini :
1. Bangunan yang di teliti adalah Gedung Lab. Kedokteran Universitas Islam
Indonesia. Terletak di Jl. Kaliurang KM 4.5 Yogyakarta
2. Penelitian difokuskan pada evaluasi kinerja struktur pada kondisi existing
terhadap bahaya bencana gempa bumi yaitu demand capacity ratio (DCR),
drift ratio dan level performance bangunan.
3. Komponen yang akan dievaluasi pada rapid visual screening hanya
komponen struktur dan sebagian komponen non-struktur. Sedangkan pada
analisis linear dan nonlinear hanya akan dilakukan evaluasi pada komponen
struktur.
4. Pondasi dan kondisi tanah tidak dievaluasi.
5. Denah bangunan (disesuaikan dengan structural drawing

Gedung Lab,

Kedokteran UII 2012)


a. Site plan, denah lantai 1-lantai 3, serta fungsi bangunan untuk setiap
lantai disajikan pada lampiran 1
b. Denah gedung, tinggi antar lantai beserta perletakan balok untuk setiap
lantai seperti pada lampiran 1.
6. Elemen struktur
a. Mutu beton pada kolom (fc) = 25 Mpa dan pada balok fc = 22.5 Mpa
b. Mutu baja tulangan, fy = 350 Mpa ( < 13 mm, polos)
fy = 400 Mpa ( > 13 mm, ulir)
c. Pelat lantai kaku sempurna (diafragma)
7. Analisis
a. Gedung dianalisis secara 3 dimensi.
b. Tumpuan yang digunakan dalam pemodelan numeric adalah sendi.
c. Pemodelan numerik dibuat sebagai open frame.
d. Balok dan kolom diasumsikan sebagai frame
e. Plat lantai dimodelkan sebagai shell.
f. Pembebanan yang digunakan dalam analisis sesuai pada PPPURG 1987.
g. Tidak dilakukan peninjauan redistribusi momen.
h. Daktilitas bangunan d anggap elastic, dengan factor reduksi gempa (R) =
1.6
i. Jumlah tingkat yang di analisis ada 4 tingkat.
j. Gaya lateral yang ditinjau adalah beban gempa horizontal.
k. Pengaruh bebban angina hanya diperhitungkan pada atap

l. Analisis linear (Tier 2) dan nonlinear (Tier 3) struktur menggunakan


program SAP2000 versi 14.
m. Analisis yang digunakan pada Tier 2 adalah analisis linear dengan level
pembebanan yang digunakan dalam analisis adalah elastic dan jenis
perilaku material bersifat linear.
n. Analisis linear yang dilakukan dalam evaluasi adalah analisis linear
static dan analisis linear dinamik.
o. Analisis yang digunakan pada Tier 3 adalah analisis nonlinear
p. Analisis nonlinear yang dilakukan dalam evaluasi adalah analisis
nonlinear static (pushover analysis)
q. Lokasi gedung di wilayah gempa 4 jenis tanah sedang (sesuai SNI 031726-2002)
r. Analisis static pushover yang digunakan sesuai prosedur pada ATC-40
dan FEMA 356 yang telah built-in dalam program SAP2000.
s. Analisis momen-curvature balok dan kolom sebagai input dalam
property sendi untuk mendefnisikan perilaku nonlinear dilakukan secara
auto pada program SAP 2000.
t. Analisis kapasitas momen penampang balok dan kolom menggunakan
program Aplikasi rekayasa konstruksi dengan visual basic 6.0
Analisis dan Desain Penampang Beton Bertulang sesuai SNI 03-28472002
8. Peraturan
a. Evaluasi menggunakan pedoman FEMA 310 handbook for the seismic
evaluation of building- A prestandard
b. Evaluasi secara rapid visual screening juga mengacu pada FEMA 154Rapid Visual Screening of Building for Potential Seismic Hazards : A
Handbook.
c. Evaluasi kinerja struktur mengacu pada ATC-40 dan FEMA 356prestandard and Commentary for The Seismic Rehabilitation of
Buildings.
d. Evaluasi komponen non struktur mengacu pada FEMA 302- NEHRP
Recommended Provisions for Seismic Regulation for New Buildings and

Other Structures dan FEMA 356- Prestandard and Commmentary for


The Seismic Rehabilitation of Buildings.
e. Perhitungan dan analisis beban gempa mengacu pada Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung (SNI 031726-2002)
f. Kombinasi pembebanan mengacu pada Tata Cara Perhitungan Struktur
Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002).

Anda mungkin juga menyukai