PENDAHULUAN
perencanaan. Hal ini bias di sebabkan oleh banyak hal, antara lainperbedaan pada saat
perencanaan dan pelaksanaan, serta kejadian alam dan aktifitas aktifitas manusia
yang bekerja pada struktur tersebut. Leh karena itu perlu dilakukan evaluasi terhadap
kerentanan struktur bangunan terhadap gempa bumi.
Pengaruh gempa bumi terhadap struktur seharusnya dianalisis untuk
mengetahui karakteristik gerakan gempa bumi dan karakteristik dunamik pada
struktur dengan mempertimbangkan spektrum bumi serta perilaku nonlinear dari
struktur. Konfigurasi bangunan, pengaruh gempa arah horizontal atau vertikal perlu
diperhitungkan dalam evaluasi suatu struktur, sehingga dapat diketahui kerentanan
suatu struktur terhadap gempa bumi.
Bangunan bangunan gedung mempunyai factor keutamaan yang
bergantung pada tingkatan penting atau tidaknya suatu bangunan. Pada saat itu telah
berkembang suatu konsep perencanaan berbasis kinerja (performance based design)
yang merupakan kombinasi dari aspek tahanan
fungsinya, suatu bangunan akan mempunyai tingkat kerentanan yang berbeda untuk
fungsi yang berbeda dengan parameter tingkat kinerja atau level of performance
bangunan setelah terkena terkena gempa. Dengan berpedoman pada performance
based design, maka bangunan dievaluasi sesuai dengan tingkatan kinerja pada
bangunan tersebut.
Menurut FEMA 302 (1997) berdasarkan fungsi bangunan dapat digolongkan
menjadi tiga kelompok kegunaan atau seismic use group, yaitu kelompok III, II, dan
I. Kelompok kegunaan III, yaitu bangunan bangunan dengan fasilistas penting
(lifeline facilities) yang sangat dibutuhkan pada masa tanggap darurat sesaat setelah
terjadi gempa, atau bangunan - bangunan yang berisi bahan bahan berbahaya
dengan jumlah yang besar. Bangunan bangunan yang termasuk dalam daftar
lifeline facilities untuk prioritas dilakukan evaluasi terhadap bahaya gempa adalah
bangunan yang digunakan untuk rumah sakit, pemadam kebakaran, gedung markas
besar polisi, pusat siaga tanggap darurat, pusat pembangkit listrik, hangar pesawat,
pusat komunikasi, dan fasilitas pengolahan air minum. Kelompok kegunaan III ini
harus memiliki tingkat kinerja fully operational yaitu harus dapat beroperasi secara
penuh setelah terjadi gempa.
Kelompok kegunaan II, yaitu bangunan bangunan fasilitas umum dengan
jumlah orang yang beraktivitas di dalamnya cukup banyak, antara lain gedung
pendidikan, bangunan dengan jumlah penghuni lebih dari 300 orang, penjara, dan
pusat perawatan dengan jumlah orang lebih dari 150, kelompok kegunaan II harus
memiliki tingkat kinerja immediate occupancy, yaitu harus dapat tetap beroperasi
walaupun tidak secara penuh, kerusakan struktur bangunan ringan, sehingga aman
untuk langsung di huni kembali. Gedung pendidikan selain harus memiliki kesiapan
pakai (occupancy) juga harus dapat melindungi penghuninya pada saat terjadi gempa,
sebagai markas dari lembaga lembga pemberi bantuan, selain itu dapat di fungsikan
sebagai tempat pengungsian jika di daerah bencana bencana tersebut belum memiliki
fasilitas tempat pengungsian.
Kelompok kegunaan I, yaitu bangunan yang tidak termasuk pada kelompok
kegunaan III dan II. Kelompok kegunaan I memiliki tingkat kinerja life safety dan
collapse prevention setelah terjadi gempa. Belajar dari gempa Yogyakarta tahun 2006
silam, terjadi kerusakan pada gedung gedung pendidikan yang mengakibatkan
kerugian dalam jumlah besar. Menurut Elnashai,et. al (2007), akibat gempa Jogja
sebanyak 2155 fasilitas pendidikan mengalami kerusakan/runtuh. Kabupaten Bantul
90% bangunan pendidikan mengalami kerusakan, Jawa Tengah 752 gedung rusak.
Kabupaten Klaten sebanyak 64 gedung roboh dan 257 gedung mengalami kerusakan
yang mana ini 38% dari jumlah gedung di wilayah Kabupaten Klaten.
Bahaya gempa tidak bias dihindari karena kejadian alam tetapi bias
dikurangi dampaknya. Dalam rangka memitigasi agar tidak terulang resiko kerugian
yang besar akibat gempa pada masa dating, maka perlu dilakukan evaluasi pada
gedung gedung pendidikan. Dalam studi ini akan dievaluasi bangunan gedung Lab.
Kedokteran Universitas Islam Indonesia. Gedung ini merupakan salah satu gedung
yang berada di komplek kampus Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Gedung
yang berada di Jalan Kaliurang KM 14,5 tersebut terletak di wilayah dengan
seismisitas besar yakni adanya gempa vulkanik yang terjadi pada Gunung Merapi
yang terletak tidak jauh dari lokasi gedung tersebut serta dekat dengan zona subduksi
yang terletak di sebelah selatan pulau Jawa. Meskipun gedung ini baru saja selesai
pembangunannya, namum gedung ini menarik untuk dievaluasi. Gedung ini memiliki
ruangan ruangan dengan tribun di dalamnya dengan balok miring sebagai struktur
penyangganya serta gedung ini memiliki balok dengan bentang panjang.
Seperti diketahui bahwa sampai saat ini, di Indonesia belum ada suatu
standar baku dan makro mengenai metode evaluasi yang dapat digunakan untuk
memeriksa ketahanan suatu bangunan terhadap beban gempa rencana . Hanya pada
Rancangan Standar Nasional Indonesia 2002 (RSNI) pada Bab 22 dapat ditemukan
tata cara tentang evaluasi kekuatan struktur yang telah berdiri, namun belum secara
terinci memperhatikan leve performance bangunan. Sedangkan pada SNI 03-17262002 tentang tata cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung,
tidak mencakup prosedur evaluasi (Teguh 2008).
Beberapa prosedur evaluasi bangunan di Negara Negara lain telah banyak
dikembangkan. Salah satu cara mengevaluasi bangunan adalah menggunakan
pedoman dari Federal Emergency and Management Agency (FEMA) yakni FEMA
310 untuk mengevaluasi bangunan secara menyeluruh. Penelitian ini akan dilakukan
tiga tahapan sesuai dengan FEMA 310 yakni tahapan satu secara Rapid Visual
Screening dan tahapan dua dengan analisis linear terhadap struktur bangunan serta
tahapan analisis nonlinear struktur bangunan. Perilaku seismik pada struktur ini
dievaluasi menggunakan evaluasi kinerja, pada analisis nonlinear menggunakan
pushover analysis dan time history analysis.
Telah diuraikan bahwa dengan berpedoman pada performance based design,
maka bangunan dievaluasi sesuai dengan tingkatan kinerja pada bangunan tersebut.
Beberapa standar yang telah beredar antara lain SEAOC (1995, 1996, 1999), ATC-40
(1996), FEMA 273, 274 (1997), FEMA 356 (2000) telah memberikan standar
bagaimana mengaplikasikan konsep P-BSD pada bangunan baru atau bangunan yang
telah berdiri (Bartero 2004). Pada penelitian ini akan digunakan ATC-40 dan FEMA
356 sebagai pedoman dalam mengevaluasi kinerja struktur.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan fungsi bangunan yang termasuk kategori kelompok kegunaan
II, akan dilakukan evaluasi terhadap struktur bangunan Lab. Kedokteran UII apabila
terjadi gempa besar dengan periode ulang gempa 500 tahun. Pada penelitian ini dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana hasil evaluasi secara cepat (screening) pada bangunan sesuai
dengan FEMA 154 dan FEMA 310?
2. Bagaimana kinerja dan kekakuan struktur bangunan pada kondisi existing
terhadap bahaya gempa?
3. Apakah gedung ini mampu memenuhi level kinerja immediate occupancy
sesuai yang diharapkan untuk bangunan pendidikan?
4. Dimana prediksi letak kerusakan yang dapat terjadi pada struktur serta
berapa nilai factor daktilitas dan nilai faktor reduksi gempa gedung?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian diuraikan sebagai berikut ini :
1. Evaluasi struktur bangunan pada kondisi existing terhadap bahaya gempa
dengan melalui rapid visual screening sesuai FEMA 310.
2. Mengevaluasi kinerja dan kekuatan struktur bangunan pada kondisi existing
terhadap bahaya gempa secara detail mengacu pada FEMA 310 yakni analisis
linear dan analisis nonlinear struktur.
3. Memprediksi performance level gedung kuliah umum apabila terkena gempa
bumi.
4. Mengetahui daerah yang mengalami sendi plastis, nilai factor daktilitas dan
factor reduksi gempa gedung.
1.4 Batasan Penelitian
Gedung Lab,