Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM EVALUASI SENSORIS

PENGEMBANGAN PRODUK DAN EVALUASI SENSORIS

HEDONIC TEST

Nowanda

Disusun oleh : Kelompok 7


125100100111035

Fitrotul Muflihatin

125100100111037

Sabrina

125100100111039

Raehana Saleh

1251001011110

Cita Ka Widuri

125100101111047

Fitrullah Ilhamadi

125100107111011
Kelas G

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengujian organoleptik adalah ilmu pengetahuan yang menggunakan inderamanusia
untuk mengukur tekstur, penampakan, aroma atau flavor, rasa pada produk pangan. Dalam
pengembangan produk pengujian organoleptik berperan penting karena dapat meminimalkan
resiko dalam pengambilan keputusan. Ini dikarenakan penerimaan konsumen terhadap suatu
produk dapat tercermin dari hasil identifikasi dan penilaian sejumlah panelis tentang sifat-sifat
sensori produk yang akan membantu untuk mendeskripsikan produk yang disukai konsumen.
Uji kesukaan pada pengujian sensori disebut juga dengan uji hedonik.
Menurut Anonim (2013),uji mutu hedonik (uji kesukaan) tidak menyatakan suka atau
tidak suka melainkan menyatakan kesan tentang baik atau buruk. Kesan baik buruk ini
disebut kesan mutu hedonik. Karena itu beberapa ahli memasukkan uji mutu hedonik kedalam
uji hedonik. Kesan mutu hedonik lebih spesifik dari pada sekedar kesan suka atau tidak suka.
Mutu hedonik dapat bersifat umum, yaitu baik atau buruk dan bersifat spesifik seperti empuk /
keras untuk daging, pulen keras untuk nasi, renyah, liat untuk mentimun. Rentangan skala
hedonik berkisar dari extrim baik sampai ke extrim jelek. Skala hedonik pada uji mutu
hedonik sesuai dengan tingkat mutu hedonik. Jumlah tingkat skala juga bervariasi tergantung
dari rentangan mutu yang diinginkan dan sensitivitas antar skala. Skala hedonik untuk uji
mutu hedonik dapat berarah satu dan berarah dua. Seperti halnya pada uji kesukaan pada uji
mutu hedonik, data penilaiaan dapat ditransformasi dalam skalanumerik dan selanjutnya dapat
dianalisis statistik untuk interprestasinya.
Pada praktikum kali ini menggunakan sampel kreker. Ini dikarenakan kreker memiliki
karakteristik yang mudah dikenali dan dinilai. Yaitu parameter pengujiannya diantaranya rasa,
tekstur, kerenyahan, dan aroma. Produk kreker ini sendiri banyak dijumpai di toko-toko mulai
dari harga terjangkau sampai dengan harga yang lumayan mahal, dengan rasa original saja
banyak merek dan perusahaan yang memasarkan dan menjual di masyarakat. Sehingga dapat
dikatakan kreker merupakan salah satu jenis biskuit yang banyak pesaing dan banyak
peminatnya. Untuk itu perlu diuji tingkat kesukaan kreker seperti apa yang sedang digemari
saat ini.
Dalam uji hedonik pada praktikum kali ini, pengujiannya menggunakan dua produk
kreker yang berbeda. Yang mana kreker tersebut dari merek yang berbeda. Sehingga dalam

pengujian organoleptik ini mahasiswa diharapkan mampumengetahui dan menganalis


kesukaan panelis terhadap suatu produk.
1.2 Rumusan Masalah
1.Bagaimana cara melakukan uji hedonik kepada panelis?
2.Bagaimana analisis hasil dari pengujian hedonik?
1.3 Manfaat
1.Dapat mengetahui cara melakukan uji hedonik kepada panelis.
2.Dapat menganalisis hasil pengujian hedonik.
1.4 Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk menentukan uji organoleptik (rasa, tekstur, aroma
dan kerenyaan) dari dua produk yang diujikan yaitu kreker dengan merek berbeda sehingga
diketahui mana kesukaan panelisantara kedua kreker tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biskuit crackers
Biskuit crackers adalah produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang
adonan yang mengandung bahan dasar tepung terigu, lemak dan bahan pengembang dengan
atau tanpa penambahan bahan tambahan lain yang diizinkan (Yunawati, 2002). Biskuit
crackers merupakan makanan kecil ringan yang sudah memasyarakat dan banyak dijumpai di
pasaran. Hal ini setidaknya dapat dibuktikan dengan tersedianya biskuit crackers di hampir
semua toko yang menjual makanan kecil di perkotaan maupun hingga warung-warung di
pelosok desa. Gambaran tersebut diatas menandakan bahwa hampir semua lapisan masyarakat
sudah terbiasa menikmati biskuit crackers. Biskuit crackers dibuat dengan bahan dasar
tepung terigu jenis hard dengan kandungan protein 11,13% (Driyani, 2007).
2.2 Indera yang Terlibat
Dalam penilaian bahan pangan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu
produk adalah sifat indrawinya. Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu pertama
menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat
kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut.
Indera yang digunakan pada uji hedonik ini antara lain indera pembau, indera peraba, dan
indera pengecap.
2.2.1 Indera Pembau
Pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator terjadinya kerusakan
pada produk, misalnya ada bau busuk yang menandakan produk tersebut telah mengalami
kerusakan. ndera penciuman adalah indera yang kita gunakan untuk mengenali
lingkungan sekitar melalui aroma yang dihasilkan. Seseorang mampu dengan mudah
mengenali makanan yang sudah busuk dengan yang masih segar dengan mudah hanya
dengan mencium aroma makanan tersebut. Di dalam hidung kita terdapat banyak sel
kemoreseptor untuk mengenali bau. Indera penciuman terletak pada rongga hidung. Di
dalam rongga hidung terdapat rambut-rambut halus yang berfungsi untuk menyerap
kotoran yang masuk melalui sistem pernafasan (respiratory). Selain itu, terdapat konka
nasal superior, intermediet serta inferior. Pada bagian konka nasal superior terdapat akar
sel-sel dan jaringan syaraf penciuman (nervus olfaktorius yang merupakan syaraf kranial
pertama) yang berfungsi untuk mendeteksi bau-bauan yang masuk melalui hirupan nafas.

Tanggung jawab sistem pembau (sistem olfaction) adalah mengindikasikan molekulmolekul kimia yang dilepaskan di udara yang mengakibatkan bau. Molekul kimia diudara
dapat dideteksi bila ia masuk ke reseptor olfactory epithelia melalui proses penghirupan.
Manusia dapat membedakan berbagai macam bau bukan karena memiliki banyak
reseptor pembau namun kemampuan tersebut ditentukan oleh prinsip-prinsip komposisi
(component principle), organ pembau hanya memiliki tujuh reseptor namun dapat
membedakan lebih dari 600 aroma yang berbeda. Alat pembau biasa juga disebut dengan
organon olfaktus, yang dapat menerima stimulus benda-benda kimia sehingga
reseptornya disebut pula chemoreceptor. Organon olfaktus terdapat pada hidung bagian
atas, yaitu pada concha superior dan membran ini hanya menerima rangsang bendabenda yang dapat menguap dan berwujud gas.
2.2.2 Indera Peraba
Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur
merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat
diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi merupakan tebal, tipis
dan halus. Kulit terdiri dari lapisan luar yang disebut epidermis dan lapisan dalam atau
lapisan dermis. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah dan sel saraf. Epidermis
tersusun atas empat lapis sel. Dari bagian dalam ke bagian luar, pertama adalah stratum
germinativum berfungsi membentuk lapisan di sebelah atasnya. Kedua, yaitu di sebelah
luar lapisan germinativum terdapat stratum granulosum yang berisi sedikit keratin yang
menyebabkan kulit menjadi keras dan kering. Selain itu sel-sel dari lapisan granulosum
umumnya menghasilkan pigmen hitam (melanin). Kandungan melanin menentukan
derajat warna kulit, kehitaman, atau kecoklatan. Lapisan ketiga merupakan lapisan yang
transparan disebut stratum lusidum dan lapisan keempat (lapisan terluar) adalah lapisan
tanduk disebut stratum korneum.
Kulit berfungsi sebagai alat pelindung bagian dalam, misalnya otot dan tulang;
sebagai alat peraba dengan dilengkapi bermacam reseptor yang peka terhadap berbagai
rangsangan; sebagai alat ekskresi; serta pengatur suhu tubuh. Sehubungan dengan
fungsinya sebagai alat peraba, kulit dilengkapi dengan reseptorreseptor khusus. Reseptor
untuk rasa sakit ujungnya menjorok masuk ke daerah epidermis. Reseptor untuk tekanan,
ujungnya berada di dermis yang jauh dari epidermis. Reseptor untuk rangsang sentuhan
dan panas, ujung reseptornya terletak di dekat epidermis.
2.2.3 Indra pengecap
Sistem pengecap atau sistem gustatory terdapat di lidah. Pada lidah, terdapat
reseptor perasa yang dapat membedakan rasa yang disebut taste buds. Reseptor pada

lidah akan digantikan oleh reseptor yang baru setiap 10 hari sekali. Lidah mempunyai
lapisan mukosa yang menutupi bagian atas lidah, dan permukaannya tidak rata karena
ada tonjolan-tonjolan yang disebut dengan papilla, pada papilla ini terdapat reseptor
untuk membedakan rasa makanan. Apabila pada bagian lidah tersebut tidak terdapat
papilla lidah menjadi tidak sensitif terhadap rasa (Annonim, 2013).
Terdapat 4 tipe rasa dasar pada lidah yaitu asam, asin, manis, dan pahit. Seluruh
rasa ini dapat dirasakan oleh seluruh permukaan lidah. Keempat rasa ini dikenal dengan
istilah sensasi rasa primer. Selain itu, ada rasa kelima yang telah teridentifikasi yakni
umami yang dominan ditemukan pada glutamat (Soekarto, 1985). Indera perasa
merupakan salah satu yang terpenting pada human senses, dimana indera perasa dapat
membantu individu dalam memilih sesuatu untuk dikonsumsi. Umumnya pada produk
pangan misalnya gula atau garam dalam produk pangan biasanya dapat diterima bila
berada diatas threshold (Kartika, 1987).
2.3 Uji Hedonik
Uji kesukaan juga disebut uji hedonik. Panelis dimintakan tanggapan pribadinya
tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Disamping panelis mengemukakan
tanggapan senang, suka atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat
kesukaannya. Tingkat tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal
suka dapat mempunyai skala hedonik seperti : amat sangat suka, sangat suka, suka, agak
suka. Sebaliknya jika tanggapan itu tidak suka dapat mempunyai skala hedonik seperti
suka dan agak suka, terdapat tanggapannya yang disebut sebagai netral, yaitu bukan suka
tetapi juga bukan tidak suka ( neither like nor dislike ). Skala hedonik dapat direntangkan
atau diciutkan menurut rentangan skala yang dikehendakinya. Skala hedonik dapat juga
diubah menjadi skala numerik dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan. Dengan data
numeric ini dapat dilakukan analisis secara statistik. Penggunaan skala hedonik pada
prakteknya dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan. Sehingga uji hedonic sering
digunakan untuk menilai secara organoleptik terhadap komoditas sejenis atau produk
pengembangan. Uji hedonik banyak digunakan untuk menilai produk akhir. (Soekarto, 1981)
Faktor yang dapat mempengaruhi uji hedonik ini adalah kepekaan setiap orang
berbeda-beda, begitu pula tingkat kesukaan terhadap suatu produk berbeda pula. Kelemahan
dan keterbatasan uji organoleptik diakibatkan beberapa sifat inderawi tidak dapat
dideskripsikan, manusia yang dijadikan panelis terkadang dapat dipengaruhi oleh kondisi
fisik dan mental sehingga panelis menjadi jenuh dan kepekaan menurun, serta dapat terjadi
salah komunikasi antara penyaji dan panelis (Ayustaningwarno, 2014).

BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Laboratorium Fisika Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya untuk analisis Hedonic. Dilaksanakan pada
Kamis, 28 Mei 2015 puul 10.00-11.50.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan
-

Biscuit kreker
Bahan penetral indra pencicip (air)

Alat
-

Kertas kue
Pisau
Label
Dan spidol.

3.3 Prosedur Pelaksanaan


3.3.1 Diagram Alir
Sampel biscuit kreker
Biscuit kreker

Di potong ukuran siap makan


Diletakka diatas wadah (kertas kue) sesuai kode
wadah di letakkan dengan posisi sampel A di atas B dibawah
panelis melakukan pencicipan berurutan atas ke bawah
Hasil

3.3.3 Analisa Prosedur


Persiapan sampel uji
Sampel yang digunakan pada uji hedonic ini adalalah biscuit kreker jenis Roma dan Top .
sampel biscuit disiapkan untuk 27 orang panelis, biscuit dipotong-potong dengan ukuran
siap makan untuk mempermudah panelis dalam menganalisa, kemudian sampel siap
diletakkan diatas wadah yang telah diberi 3 digit angka acak sebagai kode.
3.3.4 Penyajian Sampel Uji
Sampel A dan B diletakkan di atas wadah kue yang telah disediakan, kemudian cara
penyajian sampelnya untuk sampel A diatas dan sampel B dibawah denan air putih
sebagai penetral untuk indra perasa panelis.
3.3.5 Penilaian Panelis
Penilaian sampel dilakukan dengan cara panelis mencicipi. Pertama dengan minum air
sebagai kontrol awal indra pencicip supaya lebih bisa membedakan perbedaan antara
sampel A dan B. Kemudian dilakukan pencicipan dari atas ke bawah, dimana cara
penilaiannya dengan dilakukan pencicipan dan dikunyah hingga halus di dalam mulut.
Kemudian dilakuakn penilaian terkait rasa, terkstur, aroma dan kerenyahan berdasarkan
kesukaan panelis Respon diberikan dengan cara mem beri tanda centang () pada kolom
suka, agak suka, kurang suka, tidak suka, sesuai kesukaan panelis terhadap sampel yang
diujikan pada kuisioner yang tersedia. Setelah mencicip suatu sampel, maka indera
pencicip diistirahatkan sejenak sebelum melakukan pengujian pada sampel berikutnya
kemudian dinetralkan dengan air untuk menetralkan indra pencicip
3.3.6 Analisis Data Uji Hedonik
Hasil uji hedonik ditabulasikan dalam suatu tabel, kemudian dilakukan analisis
dengan ANOVA dan uji lanjut dengan Duncan`s Multiple Test. Hasil yang telah diperoleh
dari uji hedonik ditabulasikan dan dihitung total perlakuan (Yi), total kelompok (Yj), total
umum (Y...) dan dihitung pula Y2 untuk setiap perlakuan dan kelompok. Kemudian
dilakukan analisis varian untuk membedakan contoh satu dengan yang lainnya.

BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Pemahasan
Berikut ini merupakan data hasil uji pengujian hedonik biskuit crakers dengan merk A dan
merk B,
No panelis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
1
2
3
4

Sampel
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
B
B
B
B

Rasa
4
4
3
3
3
4
3
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
2
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4

Kerenyahan
3
4
3
4
3
4
2
4
4
4
4
3
4
4
3
4
4
3
4
3
3
3
4
4
3
4
3
4
4
4
4

Tekstur
3
4
4
3
2
3
3
3
3
4
4
3
4
4
3
4
4
3
3
3
2
4
4
4
4
4
3
4
4
3
2

Aroma
3
4
2
2
3
4
2
4
4
3
3
2
4
3
3
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
2
2
2
3
4

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B

4
2
4
2
4
2
3
4
4
2
3
3
3
4
3
4
3
2
3
2
3
3
1

4
4
3
3
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
3
4
2
4
4
3
2

4
4
3
4
4
4
4
3
4
2
4
4
3
3
3
4
3
4
2
4
4
3
3

3
2
2
3
3
3
3
2
4
4
4
3
3
2
2
4
2
3
2
1
4
2
3

4.2 Analisis Data


Dari data hasil uji hedonik terhadap sampel biskuit crakers dilakukan analisis menggunakan
Analysis of

Variance (ANOVA) pada minitab dengan menggunakan metode one way dan

General Linear Model (GLM). Metode

GLM digunakan untuk membandingkan antar

karakteristik mana yang disukai antar sampel. Sedangkan metode one way digunakan untuk
membandingkan antar sampel mana yang lebih disukai oleh panelis.
Dari data hasil pembahasan dengan menggunakan General Linear Model (GLM) dengan
nilai confidence sebesar 95%. Jika nilai P pada parameter lebih besar dari 0.05 maka tidak ada
perbedaan yang nyata diantara kedua biskuit. Namun, jika P lebih kecil dari 0.05, maka terdapat
perbedaan nyata diantara kedua sampel biskuit crakers. Pembahasan pada masing-masing
parameter akan dijelaskan sebagai berikut,
1. Parameter Rasa
Hasil perhitungan uji ANOVA metode General Linear Model (GLM) pada parameter rasa
antara kedua sampel adalah sebagai berikut,

Analysis of Variance for Rasa, using Adjusted SS for Tests


Source DF
No panelis 26
Sampel
1
Error
26
Total
53

Seq SS
9.0370
6.0000
18.0000
33.0370

Adj SS
9.0370
6.0000
18.0000

Adj MS
0.3476
6.0000
0.6923

F
0.50
8.67

P
0.958
0.007

S = 0.832050 R-Sq = 45.52% R-Sq(adj) = 0.00%


Grouping Information Using Tukey Method and 95.0% Confidence for Rasa
Sampel
A
B

N
27
27

Mean Grouping
3.741 A
3.074 B

Berdasarkan hasil uji tersebut, nilai P dari sampel lebih kecil jika dibandingkan dengan
0.05 sehingga rasa pada kedua sampel memiliki perbedaan yang nyata. Kemudian dengan
menggunakan tukey method dapat dilihat bahwa kedua sampel memiliki perbedaan yang nyata
dan rasa sampel A lbih disukai jika dibandingkan dengan rasa sampel B. Hal ini dapat dilihat
dari nilai Mean sampel A lebih besar 3.741 jika dibandingkan dengan sampel B 3.074.
2. Parameter Kerenyahan
Hasil perhitungan uji ANOVA metode General Linear Model (GLM) pada parameter
kerenyahan antara kedua sampel adalah sebagai berikut,
Analysis of Variance for Kerenyahan, using Adjusted SS for Tests

Source
No panelis
Sampel
Error
Total

DF
26
1
26
53

Seq SS
10.0370
0.2963
8.7037
19.0370

Adj SS
10.0370
0.2963
8.7037

Adj MS
0.3860
0.2963
0.3348

F
1.15
0.89

S = 0.578583 R-Sq = 54.28% R-Sq(adj) = 6.80%


Grouping Information Using Tukey Method and 95.0% Confidence for Kerenyahan
Sampel N
B
27

Mean
3.667

Grouping
A

P
0.360
0.355

27

3.519

Berdasarkan hasil uji tersebut, nilai P dari sampel lebih besar jika dibandingkan dengan
0.05 sehingga kerenyahan pada kedua sampel tidak memiliki perbedaan yang nyata. Kemudian
dengan menggunakan tukey method dapat dilihat bahwa dari segi kerenyahan kedua sampel
tidak memiliki perbedaan yang nyata. Hal ini ditunjukan pada notasi yang sama pada sampel A
maupun sampel B.
3. Parameter Tekstur
Hasil perhitungan uji ANOVA metode General Linear Model (GLM) pada parameter
tekstur antara kedua sampel adalah sebagai berikut,

Analysis of Variance for Tekstur, using Adjusted SS for Tests


Source
DF
No panelis 26
Sampel
1
Error
26
Total
53

Seq SS
11.7037
0.0185
11.4815
23.2037

Adj SS
11.7037
0.0185
11.4815

Adj MS
0.4501
0.0185
0.4416

F
1.02
0.04

P
0.481
0.839

S = 0.664526 R-Sq = 50.52% R-Sq(adj) = 0.00%


Grouping Information Using Tukey Method and 95.0% Confidence for Tekstur
Sampel
B
A

N
27
27

Mean Grouping
3.444 A
3.407 A

Berdasarkan hasil uji tersebut, nilai P dari sampel lebih besar jika dibandingkan dengan
0.05 sehingga tekstur pada kedua sampel tidak memiliki perbedaan yang nyata. Kemudian
dengan menggunakan tukey method dapat dilihat bahwa dari segi tekstur kedua sampel tidak
memiliki perbedaan yang nyata. Hal ini ditunjukan pada notasi yang sama pada sampel A
maupun sampel B.
4. Parameter Aroma

Hasil perhitungan uji ANOVA metode General Linear Model (GLM) pada parameter
tekstur antara kedua sampel adalah sebagai berikut,
Analysis of Variance for Aroma, using Adjusted SS for Tests
Source
No panelis
Sampel
Error
Total
53

DF
Seq SS
26
13.7037
1
4.7407
26
21.2593
39.7037

Adj SS
13.7037
4.7407
21.2593

Adj MS
0.5271
4.7407
0.8177

F
0.64
5.80

P
0.865
0.023

S = 0.904248 R-Sq = 46.46% R-Sq(adj) = 0.00%


Grouping Information Using Tukey Method and 95.0% Confidence for Aroma
Sampel N
A
27
B
27

Mean
3.370
2.778

Grouping
A
B

Berdasarkan hasil uji tersebut, nilai P dari sampel lebih kecil jika dibandingkan dengan 0.05
sehingga aroma pada kedua

sampel memiliki perbedaan yang nyata. Kemudian dengan

menggunakan tukey method dapat dilihat bahwa kedua sampel memiliki perbedaan yang nyata
dan aroma sampel A lebih disukai jika dibandingkan dengan aroma sampel B. Hal ini dapat
dilihat dari nilai Mean sampel A lebih besar 3.370 jika dibandingkan dengan sampel B 2.778.
Pada pengujian dengan menggunakan metode one way untuk mengetahui analisa tiap sampel
dengan parameter yang ditunjukkan didapatkan hasil sebagai berikut,
One-way ANOVA: Parameter versus Sampel
Source DF

SS

Sampel 1

3.894 3.894 7.02

Error 214

118.731 0.555

Total

122.625

215

MS

P
0.009

S = 0.7449 R-Sq = 3.18% R-Sq(adj) = 2.72%

Grouping Information Using Tukey Method


Sampel N

Mean Grouping

108

3.5093

108

3.2407

Berdasarkan hasil uji tersebut, nilai P dari sampel lebih kecil jika dibandingkan dengan 0.05
sehingga kedua sampel memiliki perbedaan yang nyata. Kemudian dengan menggunakan tukey
method dapat dilihat bahwa kedua sampel memiliki perbedaan yang nyata dan parameter seperti
(aroma, rasa, kerenyahan dan tekstur) sampel A lebih disukai jika dibandingkan dengan rasa
sampel B. Hal ini dapat dilihat dari nilai Mean sampel A lebih besar 3.5093 jika dibandingkan
dengan sampel B 3.2407.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada praktikum yang telah dilakukan yaitu uji hedonik dapat ditarik kesimpulan bahwa
uji hedonik merupakan uji yang berperan penting dalam pengembangan produk dengan
meminimalkan resiko dalam pengambilan keputusan. Pengujian ini digunakan untuk menguji
reaksi konsumen terhadap suatu bahan atau mengetahui reaksi konsumen terhadap sampel yang
diujikan. Dalam pengujian hedonik didapatkan hasil untuk uji rasa, uji kerenyahan, uji tekstur
dan uji aroma. Pada uji rasa, dari penilaian panelis terdapat perbedaan yang nyata dari kedua
sampel dan rasa sampel A lebih disukai jika dibandingkan dengan rasa sampel B. Untuk uji
kerenyahan, dari penilaian panelis tidak memiliki perbedaan yang nyata, hal ini ditunjukkan pada
analisis data dengan tukey method notasi sampel A dan sampel B hampir sama yaitu 3.519 dan
3.667. Pada uji tekstur, dari penilaian panelis juga tidak memiliki perbedaan yang nyata, hal ini
ditunjukkan pada analisis data dengan tukey method notasi sampel A dan sampel B hampir sama
yaitu 3.407 dan 3.444. sedangkan untuk uji aroma, dari penilaian panelis kedua sampel memiliki
perbedaan yang nyata. Aroma sampel A lebih disukai dibandingkan dengan aroma sampel B.

Dan hasil analisis tukey method dengan parameter versus sampel dari segi rasa, aroma,
kerenyahan, dan tekstur dapat disimpulkan bahwa sampel A lebih disukai dibandingkan dengan
sampel B. Hal ini dapat dilihat dari nilai Mean sampel A lebih besar 3.5093 jika dibandingkan
dengan sampel B 3.2407. Faktor yang mempengaruhi uji hedonik adalah kepekaan dan tingkat
kesukaan setiap orang yang berbeda-beda. Kemudian beberapa sifat inderawi tidak dapat
dideskripsikan. Manusia yang dijadikan panelis terkadang dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik
dan mental sehingga panelis menjadi jenuh dan kepekaan menurun, serta dapat terjadi salah
komunikasi antara penyaji dan panelis.
5.2 Saran
Dalam praktikum uji hedonic seharusnya panelis datang tepat waktu, karena tingkat
kesiapan panelis juga dapat mempengaruhi hasil uji. Serta dalam penyajian sampel yang
diberikan kurang besar, sehingga untuk menilai aroma, rasa, kerenyahan, dan tekstur kurang.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Modul Penanganan Mutu Fisis (Organoleptik). Diakses pada 03 Juni 2015
<http://tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2014/03/Uji-Organoleptik-ProdukPangan.pdf>
Ayustaningwarno, F. 2014. Teknologi Pangan; Teori Praktis dan Aplikasi. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Driyani, Y. 2007. Effect of Sugar Type and Flour Moisture on Surface. Cracking of Sugar
Snap Cookies. Journal Cereal Chemistry. 3 (2) : 15-18.
Kartika, B. 1987. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi, Yogyakarta
Soekarto, Soewarno T., 1981, Penilaian Organoleptik, untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian, PUSBANGTEPA / Food Technology Development Center, Institut Pertanian
Bogor.
Yunawati. 2002. Mempelajari Pengolahan Biskuit dengan Substitusi Tepung Ikan
Kembung. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai