Anda di halaman 1dari 6
S$. Kedudukan Penelitian imu pengetahuan berkembang sesuai dengan perkembangan ke- butuhan manusia, Sedangkan kebutuhan manusia adalah sesuatu yang berkembang di dalam dan bersama dengan perkembangan kebudayaan. Maka manusia selalu berupaya berdasarkan disiplin metodologi flmiah, dengan tujuan menemukan prinsip-prinsip baru untuk mengantisipasi perubahan dan perkembangan kebutuhannya. Itulah yang disebut pe- nelitian. IL ~=METODOLOGI PENELITIAN FILSAFAT 1, Filsafat itu Pengertian Refleksif limu pengetahuan merupakan eksplisitasi tentang realitas yang di- hadapi manusia, Kebanyakan cabang ilmu mencari pemahaman untuk langsung dapat diterapkan dan bertindak dalam hidup sehart-hari, Tetapi di antaranya filsafat adalah kegiatan refleksif. Filsafat itu memang juga kegiatan akal budi, tetap! lebih berupa perenungan dan suatu tahap lebih lanjut dari kegiatan rasional umum tadt. Yang direflekstkan adalah pada prinsipnya apa sajc, tanpa terbatas pada bidang atau tema tertenty Tujuannya ialah memperoleh kebenaran yang mendasar; menemukan makna, dan inti segala inti. Oleh karena itu filsafat merupakan eksplisitasi tentang hakikat realitas yang ada dalam kehidupan manusia. Itu meliputi hakikat manusia itu sendiri, hakikat semesta, bahkan hakikat Tuhan, baik menurut segi struktural, maupun menurut segi normatifnya. 2, Filsafat itu Inu Dengan Jalan refleks! itu filsafat dapat membertkan suatu pandangan. hidup. Tetapi hasil filsafat berbeda dari pengertian awam tentang pan- danganhidup, sebab/ilsafat menguraikan dan merumuskan hakikat realitas secara sistematismetodis. Oleh karena itu juga filsafat merupakan ilmu pengetahuan. Dari satu pihak justru di sinilah letak kekuatan filsafat sebagai suatu ilmu: karena menjadisistematisasi pandanganhidup secara menycluruh. Maka terdapat keterlibatan erat antara filsuf dengan ilmu yang digelutinya. Dari lain pthak dapat disebut sebagai kelemahan lilsalat, bahwa sebagai akibat keterlibatan erat tersebut, filsafat akan memper- lihatkan jumlah aliran dan sistem serta varias| metode yang besar. Ini merupakan perbedaan mencolok antara filsafat dan imu pengetahuan 15 Jain, khususnya eksakta, yang tidak memiliki pengalaman hubungan pri- bad seperti filsafat berhubungan dengan yang menekuninya. Hanya ilmu sosial dan human mendekati lilsafat dalam hal ini. Maka sesungguhnya sangat ideallah pendapat yang menyatakan, bahwa ilmu filsafat itu bersilat personal, Dan dengan demikian tujuan pendalaman dalam ilmu filsafat ialah agar mengantar dan membimbing orang yang mempelajarinya, untuk menjalankan filsafat secara pribadi. Tetap! sifat personal ini untuk kondisi tertentu mengandung kelemahan, karena bisa mengaburkan arti 'kebenaran’ sebagal tujuan utama segala ilmu pengetahuan, termasuk filsafat itu sendiri. 3. Gaya Berfilsafat Dalam setiap ilmu pengetahuan, jadi juga dalam ilmu filsafat dapat dibedakan beberapa gaya metodologis untuk melakukan dan mengatur pengetahuan ilmiahnya. a. Gaya edukatif Cara edukatif memberikan penjelasan teratur dan sistematis tentang seluruh bidang filsafat, atau tentang salah satu bagian sejauh sudad di- hasitkan: tentang topik-topiknya, pendapat-pendapat atau aliran-aliran berhubungan dengan topik tsb; dalam bentuk kuliah, atau berbentuk buku. Tetapi bahaya gaya metodologis ini ialah, bahwa bahan disajikan terlalu objektivistis dan statis, sebagai satu kantong pengetahuan yang selesai jadi. Peserta didikan menjadi seperti ‘bank’ yang menyimpan dengan setia semua yang dimasukkan (Freire 1985, him. 49-70). Lahirlah ahli yang dapat menerangkan iImu filsafat dengan tepat, namun tanpa keyakinan pribadi dan tanpa kecenderungan mengambil sikap pribadi, Pengetahuan ini tidak beriungsi, apabila orang dihadapkan dengan pu- tusan, pilihan, atau tindakan yang menyangkut nilal. Filsafat sedemikian itu tidak lagi dapat bertindak selaku pandangan hidup. Sebagai reaksi dapat muncul gaya ekstrim sebaliknya, yang bisa disebut gaya emansipatoris atau konsientisasi, Cara itu tidak mengajar bahan telah jadi, melainkan secara sistematis-metodis mendidik dan mendorong orang untuk menyusun pandangan hidup sendiri, dan me- mecahkan masalahnya sendiri, Amat dihormati pandangan hiduppribadi, atas dasar pemikiran bahwa filsafat sebagai ilmu pun bersifat personal. Tetapi lalu ditekankan sifat subjektivistis. Akan lahir filsuf yang mempu- 16 nyai keyakinan pribadl yang kokoh, namun yang sangat tertutupdan tidak tahu menahu mengenal pemahaman dan pemeeahan aliran-aliran dan tokoh-tokoh lain. b. Gaya inventif Untuk mencegah pelaksanaan gaya edukatif menurut salah satu seg! ekstrim, haruslah gaya inventif melengkapi gaya edukatil tersebut. Gaya inimencari pemataman barsterhadapmodal pemikiran yangtelahdikum- pulkan, dan berusaha memberikan pemecafan bagi masalah-masalah yang belum diselesaikan. Cara inventif ini dari satu pihak mengoreks| tendensi objektivistis, dengan menekankan evaluasi terhadap pengetahu- an. yang disajikan sebagai data. Tetapi dari lain pihak cara ini juga menghindarkan diri dari kecenderungan subjektivistis, dengan meng- adakan komparasi dengan kekayaan pemikiran yang telah diperoleh. Maka gaya ini sesungguhnya berupaya menggabungkan modal penge- tahuan sepanjang sejarah, dengan pemahaman dan keyakinan personal. 4. Penelitian di Bidang Filsafat Penelitian di bidang filsafat pada dasarnya berpijak pada gaya inven- tif tadi, Agar mampu memberikan evaluasi, seorang filsuf harus mempu- nyai pendapat pribadi; dan agar mampu menyusun sistematika pribadi, ia membutuhkan inspirasi, komunikasi, bahkan konfrontasi dengan filsuf- filsuf lain. Penelitian ini merupakan syarat mutlak bagi pengembangan ilmu filsafat. Penelitian ini bersifat heuristis. Heuristika dalam filsafat adalah aktu- alisas pemikirannya terus-menerus. Filsafat harus berupaya selalu lagi kembali menyajikan permasalahan yang bersifat mendasar. Filsafat harus mencegah pemikiran melulu rutin, dan mengembalikannya ke jalur reflek- sit-pribadi, sehingga urgensi masalah disadari. Filsafat harus menolak pemikiran mekanistis, dan membangun kembali arus pikiran yang di- namis dan kreatil. 5. Dialog dengan Himu-imu Lain Dalam kegiatannya, di samping mengintegrasikan tradisi pemikiran dalam rangka ilmunya senditi, bagi penelitian filsafat tidak cukup untuk hanya merefleksikan data-data dan struktur faktual dalam pengalaman filsuf yang spontan. IImu filsafat memerlukan juga dialog dengan semua W imu bukan filsafat sebagal sumber pengalaman (parsial) yang otentik, Contohnya epistemologi harus memperhatikan logika dan. lingulstik; kosmologi mempertimbangkan data imu eksakta, termasuk ilmu biolog|; filsafat manusla memperhitungkan data antropologi budaya, pstkolog! dan sosiologi; filsafat ketuhanan tidak boleh mengabaikan studi tentang agama dan data-data teologis dari masing-masing agama. Keahtian dalam masing-masing ilmu pengetahuan lain harus diperhatikan secara serlus olch ilmu filsafat, dan merupakan modal penting sekali dalam melak- sanakan model-model penelitiannya. 6. Peraturan Penelitian Filsafat yang Khusus Dapat dirumuskan sejumlah peraturan metodatogis unum, yang ber- laku dalam setiap Ilmu, misalnya analisis dan sintesis. Tentunya mereka juga berlaku bagi filsafat. Akan tetap/ setiap ilmu mengkonkretkan per- aturan-peraturan umum itu sesual dengan objeknya yang khas. Oleh karena itu harus dijawab pertanyaan tentang perbedean metodalogi pe- nelitian filsafat dengan fmu-Himu lain. Antara lain: apakah penelitian fil- safat masuk dalam metodologi kuantitatif atau kualitatif? Pertanyaan perbedaan itu lebih mendesak lagi, jikalau dilihat kenya- taan di lingkungan kita sendiri. Di banyak pusat penelitian di Indonesia dikenal hanya satu metode penelitian, yaitu yang berlaku bagi jlom-ilmu empiris. Metode itu mempergunakan langkah-langka: kerangka teoretis, hipotesis, metode penelitian dengan alat penelitian, pelaksanaan peneli an sendiri dengan mengumpulkan data, interpretasi data-data, kesimpul- an, Menurut pengalaman umum di banyak lembaga dan pusat penelitian ilmiah, metodologi penelitian filsafat_ menurut kekhususannya belum dikenal dan belum diterima sebagai metode ilmiah yang sah, Akan tetapi filsafat itu merupakan ilmu tersendiri, dengan objek for. mal khusus, Filsafat itu mencari suatu pemahaman kenyataan yang ber- beda dari ilmu-iimu lain. Maka perlu agar diberikan uraianteraturmengenal metodologi penelitian yang sesuai dengan objek formalnya. Ml, MANFAAT PENELITIAN FILSAFAT 1, Filsafat Berdialog dengan Imudimu lmu pengetahuan berkembang atas dasar dilakukannya penelitian, sedangkan pemilihanmasalah bagi suatu penelitian tergantung dari suatu 1B kepentingan tertentu. Maka sebelum melakukan penelitian perlu diberi kejelasan nila, Sejak abad ke-I7 ilmu pengetahuan empiris berkembang dengan pesat. Namun perkembangan itu juga membawa dampak negatif, yaitu mundurnya reflekst filosofis ilmu. Metode ilmu eksakta seringkali diterap- kan secara tidak relevan pada bieang penyelidikan yang sebenarnya me- merlukan metode khas. Akhirnya dibutuhkan alternatif dalam metodo- Jogi, untuk mengimbangi pendekatan timpang empiristis-positivistis yang cenderung luput menangkap dimensi penghayatan manusia, dan pulad perlukan upaya untuk menggunakan metode yang tepat terhadap bidang bidang keilmuan yang tidak boleh dipaksakan pendekatannya. Perlulah kebenaran ditangkap secara holistis, dan perkembanganilmu pun berjalan secara bertanggung jawab. Dalam hidup praktis sebagai penerapan kegiatan ilmiah, filsuf dibutuh- kan, Ahl-abli filsafat diperlukan untuk melengkapl| spesialisasi disiplin timu pengetahuan yang terlalu tajam dan terisolasi, sehingga mereka menjadi tertutup bagi tingkat kebenaran disiplin lainnya. Para filsuf die butubkan pada lembaga-lembaga formal pengambilan keputusan yang menyentub hidup orang banyak, pada lembaga-tembaga pendidikan, ke- agamaan, hukum, sosial, dan budaya. Mereka membantu untukmenjamin pelengkapan pandangan menyeluruh, danuntukmenjelaskan filsafat yang, tersembunyi dalam pengambilan keputusan kebijaksanaan dan pelak- sanaannya. Untuk itu mereka juga harus diikutsertakan dalam studi-studi dan penelitian.penelitian antardisipliner. 2. Filsafat Sendiri menjadi Operasional Secara khusus sarjana filsafat, setelah menyelesalkan studi formal nya, harus mampu menfungstonalkan keahliannya dalam rangka hidup masyarakat, Memang mungkin saja, bahwa ia membatasi diri pada ke- giatan bergaya edukati{, yaltu hanya mengajar dengan mengikut! buku pegangan rutin. Akan tetapi tanpa mengadakan penelitian formal, ke- ahlian filsafat sendiri sudah akan ketinggalan. Apalagi dengan gaya edu- katif semata-mata tidak akan tereapal apa yang diharapkan dari abil filsafat, ialah sumbangannya untuk memecahkan masalah baru di ma- syarakat secara holistis, “Pasar tenaga kerja’ terbuka lebar bagi para filsuf, tetapi dia harus selalu berusaha, supaya ilmu filsafat bersifat eksistensial dan relevan. 19 Maka pemahaman filosofis yang sistematis perlu dibuat operasional, dan diruncingkan pada situasi konkret; dengan kata lain para filsuf mem- butuhkan metodologi untuk mengadakan penelitian. Tidak cukup hanya. menguasal metodolog! untuk menyusun karangan ilmiah. Perlu sudah dimiliki ketepatan dalam memilih dari antara bermacam-macam model penelitian filsafat. IV, KEDUDUKAN STUDI METODOLOGI PENELITIAN FILSAFAT Sebagal studi khusus sendiri metodologi penelitian filsafat memillkc tempatnya dalam keseluruhan bidang studi filsafat, Metodologi ilmiah pada umumnya berhubungan dengan pengetahuan manusia, Maka sejauh dipelajari secara filosofis, metodologi pada umumnya merupakan bagian’ epistemologi (atau filsafat pengetahuan). Akan tetapi dalam hal penelitian lilsafat ini metodologi diterapkan pada suatu ilmu khusus (yaitu filsafat), maka menjadi bagian dalam filsafat imu (yaitu epistemologi khusus). Berhubungan dengan kedudukan dalam studi ilsafat formal tersebut, ada prasyaratunituk mempelajari Metodologi Penelitian Filsafat. Prasyarat itu ialah pengenalan dan penguasaan Metode-Metode Filsafat utama yang dipergunakan sepanjang sejarah. Sebagai konsekuensi berikut itu berarti, bahwa diperlukan sebagal prasyarat lagl: Filsalat Pengetahuan atau Epis- temologl. Dan oleh karena itu akhimya juga Logika lebth dulu harus di- kuasai secara matang, DAFTAR PUSTAKA: Axor Haxie Nasorriow, “Peningkatan Peran Perguruan Tinggi dalam Usaha Penelitian dan Pengembangan”;makalah utama pertemuanalumni Widyakarya, Penataran Pengelolaan Penelitian dan Pengembang- an. Jakarta, 18-20 Februari 1986. P. Fatine, Pendlidian kaurn tertindas. Jakarta, LP3ES, 1985. (Aslk: Pedagogy ‘of the Oppressed. 1972) Korwruunnczat (ed.). MetodeMetode Penelitian Masyarakat, Jakarta, Gramedia, 1977. C.A. van Peunsen, Susunan dimu Pengetahuar., Jakarta, Gramedia, 1985. 20

Anda mungkin juga menyukai