Oleh :
Muhammad Ikhwan I
146080100111021
Latar Belakang
Ikan sidat (Anguilla sp) merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai
ekonomis tinggi dan merupakan komoditas ekspor dari sektor pertanian. Hal ini
dapat dibuktikan jika kita mengunjungi beberapa restaurant yang menyajikan
masakan Jepang di Indonesia, kita akan mendapati menu olahan sidat (unagi)
yang dijual dengan harga sangat tinggi, yakni mencapai Rp 200.000-Rp 250.000
per porsinya. Belum termasuk jenis makanan lainnya seperti kabayaki, unadon,
unajuu dan lain sebagainya.
Kompetitor dari negaranegara lain dalam hal ekspor sidat hampir
dikatakan tidak ada. Di wilayah ASEAN sendiri tidak ada negara lain selain
Indonesia yang mampu memproduksi sidat berkualitas baik. Jika ada kompetitor
dari negara lain, hanyalah dari Madagaskar, Mauritania, Afrika Selatan, dan
beberapa negara afrika lainnya yang jaraknya lebih jauh dari negara importir
sehingga mempengaruhi biaya pengiriman. Hal ini tentu saja membuat
permintaan terutama dari negaranegara Asia Timur lebih banyak mengalir ke
Indonesia yang secara geografis lebih dekat dan biaya pengirimannya lebih
murah.
Saat ini di Jepang, sidat telah dikategorikan menjadi hewan langka.
Kankyo Daijin atau kementerian lingkungan hidup Jepang mengindikasikan
spesies sidat di negara itu telah menurun hingga 90%. Bahkan, sebuah media
lokal di Jepang Yomiuri Shimbun, pada tahun 2011 melaporkan ikan sidat telah
masuk dalam red list atau daftar merah spesies yang harus dilindungi oleh
pemerintah Jepang. Salah satu jenis sidat yang ada di Indonesia, Anguilla bicolor
memiliki kedekatan atau kemiripan, baik secara morfologi, tekstur maupun cita
rasa dengan sidat Jepang, Anguilla japonica yang sudah langka dan saat ini
dilarang di tangkap. Hal ini juga menjadi salah satu faktor utama kenapa
konsumen Jepang lebih memilih melakukan ekspansi bisnis ke Indonesia.
Sidat dikenal dengan Unagi di Jepang sangat mahal harganya karena
memiliki kandungan protein 16,4% dan vitamin A yang tinggi sebesar 4700 IU.
Selain belut, daging sidat juga enak dan gurih. Kegurihannya ini karena sekitar
25% bobot badannya terdiri atas lemak dan sidat sering disebut ginseng air
karena dipercaya memperpanjang umur dan menghambat penuaan.
CV. Mitra Bina Usaha merupakan salah satu perusahaan budidaya ikan
sidat di Indonesia tanpa campur tangan negara asing dalam pengelolaannya.
Lokasi budidaya dalam pembesaran ikan sidat dibagi menjadi 3 lokasi, lokasi
pertama yaitu Taman Cimanggu tempat melakukan budidaya ikan sidat
pendederan 1, lokasi kedua yaitu di Gadog KP Pandan Sari pembesaran ikan
sidat menggunakan sistem flowtrough dan yang ketiga tempat yang baru
dibangun
di
Cikampak
pembesaran
ikan
sidat
beserta
dengan
unit
1.2.
Tujuan
Manfaat
Mengetahui
salah
satu
permasalahan
yang
mengakibatkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Konsep Biosecurity
penerapan
biosecurity
adalah
mengenali
jenis
penyakit
yang
Penerapan Biosecurity
Biosecurity merupakan pendekatan manajemen untuk meminimalkan
b.
c.
Penggunaan benih :
(Polymerase
Chain
Reaction);
d.
fluktuasi
kualitas
air
(suhu,
pH,
salinitas),
tubuh
dengan
pemberian
vitamin
atau
imunostimulan.
Tindakan Biosecurity
2.3.
penyakit,
peralatan,
membatasi
membatasi
jalan
pergerakan
masuk
bagi
udang/ikan,
umum,
karyawan,
meminimalkan
Seluruh lingkaran luar unit usaha diberi pagar tinggi dan pagar
rendah rapat untuk mencegah masuknya organisme carier seperti
kepiting, wideng, ketam, dll;
pemeliharaan
harus
disaring
dengan
menggunakan
tambak
yang
dilengkapi
dengan
gantungan
kertas
pengkilap;
Roda kendaraan yang mungkin telah berjalan di atas pematang
tambak lain harus melalui dua kolam yaitu kolam pembersihan dan
BAB III
METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode studi pustaka
(literature) yaitu metode pengumpulan data dengan cara mengambil data-data
yang diperlukan dari literatur-literatur yang berkaitan. Pustaka yang dicari dan
digunakan harus mutakhir dan relevan. Dari telaah pustaka akan diperoleh
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
proses produksi dapat berjalan dengan lancar. Wadah, media serta segala
sarana yang dipersiapkan dengan baik akan sangat mendukung keberhasilan
produksi ikan sidat. Agar terlaksananya semua kegiatan budidaya secara baik
maka dibutuhkan sarana utama budidaya, sarana pendukung lainnya dan
prasarana yang dapat dilihat pada Tabel 13 .
Tabel 13. Kelengkapan Sarana dan Prasarana CV Mitra Bina Usaha
No
1
Uraian
Pendederan
1 Pembesaran
dan 2
Sarana Utama
Wadah Budidaya
Sumber Air
Sumber Listrik
Ketersedian pakan
Sarana Penunjang
Sumber Energi Cadangan
Water Treatment
Aerasi
Alat transportasi
Prasarana Budidaya
Ruang Laboratorium
x
Pengolah Limbah
x
Bangsal Panen
x
Ruang Mesin
x
Tempat penyimpanan pakan
x
Tempat penyimpanan bahan
kimia
Kantor / ruang administrasi
x
X
X
X
X
X
X
X
2 sehingga grading
dilakukan terlambat.
4.1.1
Sarana Utama
4.1.1.1 Pengelolaan Wadah
Jenis wadah yang digunakan di CV. Mitra Bina Usaha adalah aquarium,
kolam beton lapis terpal dan kolam flowtrough. Penggunaan wadah aquarium
dimaksudkan agar mudah dalam pemantauan nafsu makan ikan, penyakit,
mortalitas
dan
pembuangan
feses dari
akuarium
menggunakan
seser.
Penggunaan wadah beton dilapis dengan terpal dengan tujuan agar mudah
dalam pemantauan pemberian pakan, pembuangan feses, suhu terkontrol, tidak
kontak langsung dengan tanah dan mudah dalam pembersihan. Penggunaan
wadah kolam flowtrough dimaksudkan agar hemat air dan listrik dalam
penggunaannya. Jenis wadah yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 9.
(A)
(B)
(C)
(D)
Gambar 9. (A) Akuarium Kecil, (B) Akuarium Besar, (C) Kolam Beton
Lapis Terpal, (D) Kolam Flowtrough
Wadah yang digunakan untuk pendederan sidat di CV. Mitra Bina Usaha
dibagi menjadi 2 yaitu pendederan 1 dan pendederan 2 dengan menggunakan
aquarium dan kolam. Pada tahap pendederan 1 untuk ukuran glass eel
pemeliharaan menggunakan akuarium dengan kapasitas maksimal 175 L dengan
dimensi ukuran 100x50x35 cm3 dengan ketebalan 5mm. Akuarium tersebut
berjumlah 88 buah, biasa digunakan untuk memelihara glass eel berukuran 0,161,5 gram dan mampu menampung 10 kg glass eel dalam satu siklusnya. Pada
tahap pendederan 2 untuk ukuran fingerling wadah yang digunakan untuk
pemeliharaan menggunakan akuarium besar sebanyak 25 unit dengan kapasitas
maksimal 945 L dimensi ukuran 210x90x50 cm 3 ketebalan kaca 8mm. Akuarium
tersebut digunakan untuk menampung elver hasil pemeliharaan glass eel dengan
ukuran 1,5-5 gram. dan kolam beton dilapis dengan terpal berjumlag 6 unit
dengan kapasitas maksimal 3200 L dengan dimensi ukuran 320 x 200 x 50 cm 3.
Pada tahap pembesaran di Gadog wadah yang digunakan untuk pemeliharaan
menggunakan kolam beton dengan kapasitas maksimal 8000 L dengan dimensi
10
ukuran 2x4x1 m3 dan mampu menampung sebanyak 500 kg untuk ikan berbobot
200 gr . Selain itu dasar kolam pada kolam flowtrough dibuat miring sebesar 3%
agar mudah dalam pemanenan dan pembilasan. Hal ini tidak sependapat
dengan Setianto (2011) bahwa bak pendederan adalah tempat untuk memelihara
elver hingga menjadi benih. Pendederan 1 dan pendederan lanjutan.
Pendederan 1 adalah untuk membuat elver mau makan dengan pakan yang
diberikan (belajar makan). Tahapan ini cukup kritis, sehingga sebaiknya
dilaksanakan dalam bak bak terkontrol atau dalam ruangan (indoor). Sedang
pendederan lanjutan (Pendederan 2 dan 3) adalah membesarkan elver menjadi
juvenil, dan tahapan ini baik dilakukan di bakbak outdoor. Ukuran bak
pendederan 1 cukup kecil saja misalnya 1,5x3x0,6 m 3 dan ukuran bak
pendederan kurang lebih berukuran 50100 m2 dengan kedalaman 0,8 m. Bentuk
kolam pembesaran flowtrough dari samping dapat dilihat dari Gambar 10.
ruangan
ruangan redup karena ikan sidat menyukai tempat yang gelap. Sedangkan pada
kolam flowtrough dilakukan secara outdoor yaitu dilakukan secara terbuka. Hal
ini sependapat dengan Setianto (2011) bahwa bak pendederan adalah tempat
untuk memelihara elver hingga menjadi benih. Pendederan ada 2 tahap, yaitu
pendederan 1 dan pendederan lanjutan. Pendederan 1 adalah untuk membuat
elver mau makan dengan pakan yang diberikan (belajar makan) tahapan ini
cukup kritis, sehingga sebaiknya dilaksanakan dalam bakbak terkontrol atau
dalam ruangan (indoor). Sedang pendederan lanjutan adalah membesarkan
elver menjadi juvenil dan tahapan ini baik dilakukan di bakbak outdoor. Lokasi
pendederan 1 dan 2 yang dilakukan indoor dan lokasi pembesaran yang
dilakukan secara outdoor dapat dilihat pada Gambar 11.
11
Keterangan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Akuarium
Breeding sponge
Shelter
Dop Filter
Pompa
Saluran outlet
7. Saluran inlet
(A)
(B)
Gambar 11. (A) Ruang pendederan 2, (B) Ruang pembesaran
4.1.1.2 Komponen Wadah
Komponen sistem yang harus disiapkan pada wadah pendederan 1 dan
2 berbentuk aquarium terdiri dari breeding sponge sebagai tempat pemberat
aerasi selain itu juga berfungsi sebagai filter, shelter yang terbuat dari tali rafia
yang dirumbai sebagai tempat sembunyi ikan sidat, sistem resirkulasi dengan
filter fisik, biologis dan kimia kemudian lengkap dengan instalasi air otomatis,
sehingga cukup mengganti air semua aquarium hanya dengan membuka sentral
balvalve. Hal ini sependapat dengan Setianto (2011) bahwa kondisi air juga perlu
dikontrol. Untuk memantau kondisi air anda memerlukan filtrasi. Hal ini karena air
jernih tidak selalu berarti air yang sehat untuk ikan, mungkin air tersebut
mengandung zat tidak berwarna seperti amonia dan nitrit, yang berbahaya dan
bahkan mematikan. Komponen wadah yang ada dalam wadah aquarium dapat
dilihat pada Gambar 12.
12
nitrat yang relatif tidak toksik menggunakan bioball kemudian keluar lagi
menggunakan pompa melalui pipa yang ujung pipa tersebut dibuat sempit agar
air yang keluar menjadi deras air pun dapat berputar. Hal ini tidak sependapat
dengan Sasongko et al (2007), bahwa baik pendederan maupun pembesaran,
sebaiknya tidak digunakan resirkulasi karena selain pembuatannya mahal juga
adanya dampak yang kurang baik terhadap kehidupan sidat, meskipun tidak
menimbulkan kematian. Hal ini karena kualitas air semakin menurun bila terlalu
lama digunakan. Resirkulasi sebaiknya hanya digunakan di lahanlahan atau
daerahdaerah yang kekurangan air. Zeolit dan Bioball yang digunakan dalam
sistem resirkulasi dapat dilihat pada Gambar 13.
(A)
(B)
Gambar 13. (A) Zeolit, (B) Bioball
4.1.1.3 Sterilisasi Wadah
Kegiatan persiapan wadah pada akuarium, kolam beton lapis terpal dan
kolam flowtrough hampir sama yaitu dengan cara melakukan pencucian dan
pembilasan akuarium tanpa detergen, kemudian diisi air dan ditambahkan
methylene blue sebanyak 2 ppm yang berfungsi sebagai sterilisasi dan antiseptik
untuk pencegahan pathogen setelah 24 jam. Hal ini tidak sependapat dengan
Sarwono (2011) bahwa Melakukan desinfeksi kolam caranya adalah dengan
menyiram bagian dinding dan dasar kolam dengan larutan kaporit 30 g/m 3. Hal
tersebut tentu saja bertujaun untuk memotong siklus bakteri yang dapat menjadi
sumber penyakit. Methylene blue yang digunakan sebagai desinfektan terdapat
pada Gambar 14.
13
pendederan
sidat
berada
di
daerah
pemukiman oleh karena itu sumber air yang didapat dari sumur bor sedalam 15m
dengan menggunakan jet pump berkekuatan 220 V dialirkan ke dalam tandon
pengendapan. Sedangkan untuk lokasi pembesaran dengan sistem flowtrough di
Gadog sumber mata air berasal dari mata air gunung salak yang berjarak sekitar
50 Km. Hal ini sependapat dengan Sarwono (2003) bahwa sumber air untuk
pengisi kolam dapat berasal dari saluran air atau sumur bor yang dipompa.
Berdasarkan penelitian lapangan, untuk menghasilkan panen sidat 20 ton,
diperlukan air sebanyak 450 m3 setiap hari. Air yang digunakan bisa jernih atau
keruh. Sumber mata air yang digunakan terdapat pada Gambar 15.
(A)
4.1.2
4.1.2.1
(B)
Gambar 15. (A) Sumur Bor (B) Sungai
Sarana Penunjang
Sistem Aerasi
Sumber aerasi pada pendederan ikan sidat farm CV Mitra Bina Usaha
Cimanggu berasal dari highblow LP-60 dan blower 120 watt bisa menyuplai
hingga 100 titik aerasi. Udara didistribusikan ke akuarium, sedangkan sistem
aerasi mengandalkan jumlah air yang masuk melalui saluran inlet. Pipa paralon
digunakan sebagai pengatur jumlah air yang masuk dan disetting ujung pipa
dibuat letter L dengan diameter 5 cm dimaksudkan agar terjadi semprotan yang
akan menambah suplai oksigen buatan. Apabila terjadi kekurangan air dapat
14
menggunakan pompa kolam resun 220 V yang diikat dengan bambu dan
diletakkan dipinggir kolam sebagai sistem aerasi cadangan. Hal ini sependapat
dengan Roy (2013) sidat merupakan hewan yang membutuhkan sirkulasi udara.
Sistem aerasi ini berguna untuk menjaga kadar oksigen terlarut didalam air tetap
pada ambang batas. Sistem ini biasanya terdiri dari blower, pipa paralon, keran
aerasi dan selang aerasi. Pompa yang digunakan sebagai aerasi cadangan dan
highblow LP-60 dapat dilihat pada Gambar 16
(A)
(B)
Gambar 16. (A) Pompa yang digunakan sebagai aerasi cadangan, (B)
highblow LP-60
4.1.2.2 Water Treatment
Air yang berasal dari sumber air dialirkan ke kolam pengendapan.
Kolam pengendapan digunakan agar kotoran atau partikel dalam sumber air
mengendap. Dalam melakukan pengendapan pada kolam pengendapan tidak
dilakukan water treatment. Kolam pengendapan pada pendederan ada 2 yaitu
kolam
pertama
untuk
pengendapan
selama
sehari,
setelah
dilakukan
pengendapan air selama 24 jam air dialirkan ke kolam tandon kedua, kolam
tandon kedua dipakai untuk yang dialirkan ke seluruh akuarium dan kolam
menggunakan pompa. Sedangkan pada kolam flowtrough tidak dilakukan water
treatment dikarenakan air yang didapat dari mata air selalu mengalir atau
berganti. Hal ini sependapat dengan Sarwono (2011) bahwa selain kolam utama,
diperlukan juga kolam pengendapan air yang terletak sebelum pintu masuk air.
Kolam ini berfungsi untuk mengendapkan air sehingga air yang masuk kedalam
kolam pemeliharaan tidak berpasir atau berlumpur. Dengan demikian, kualitas air
lebih terjamin. Struktur dari kolam ini berupa sekatsekat yang terbuat dari beton
sehingga terlihat seperti berkelokkelok. Kolam ini biasanya dibangun jika
sumber air yang digunakan berasal dari sungai adanya kolam ini, lumpur atau
pasir yang terbawa air akan tertahan oleh sekatsekat dari beton tersebut.
Tandon pengendapan yang digunakan perusahaan terdapat pada Gambar 18.
15
4.1.3
Bangunan yang dimiliki oleh Farm CV Mitra Bina Usaha Cimanggu terdiri
dari 1 unit bangunan seluas 400 m2. Bangunan ini dibagi menjadi beberapa
bagian, diantaranya ruang tamu sebagai ruang administrasi, ruang akuarium
glass eel, ruang bak elver/fingerling, dan ruang akuarium elver. Denah struktur
bangunan Cimanggu dapat dilihat pada Gambar 21.
Tandon
Saluran Inlet
Kolam Flowtrough
Saluran Outlet
Rumah Jaga
Dapur
Gudang Alat
Gudang Pakan
16
Toilet
Pengelolaan Benih
Asal Benih
CV. Mitra Bina Usaha membeli glass eel di pengumpul sesuai dengan
musim yaitu ketika bulan gelap karena persedian benih yang masih terbatas
mengambil dari alam. Akan tetapi pengumpul mencari glass eel setiap malam
hari dengan cara memberikan alat penangkap dan lampu pijar yang sudah
disediakan untuk nelayan. Nelayan bebas mencari glass eel tanpa ada paksaan
sedangkan pihak pengumpul hanya menyediakan konsumsi dan peralatan
penangkap saja. Hal ini sependapat dengan Setianto (2011) bahwa Waktu
penangkapan elver dimuara sungai yang baik adalah pada waktu malam hari
ketika air pasang adalah bahwa pada kondisi air laut tinggi, maka arus air sungai
dimuara menjadi diperlemah dan memudahkan elver naik. Kaitannya dengan
bulan gelap adalah karena sidat bersifat nocturnal yaitu aktif dimalam hari atau
suasana gelap, sehingga pada bulan terang sidat tidak terlihat muncul untuk
naik. Cara penangkapan glass eel yang dilakukan oleh nelayan terdapat pada
Gambar 23.
17
sependapat dengan Fahmi dan Hirnawati (2010) bahwa Teluk pelabuhan ratu
merupakan salah satu peairan pantai selatan Pulau Jawa yang memiliki potensi
besar dalam penyediaan glass eel. Sebagai perairan yang memiliki hubungan
dengan samudra Hindia diduga wilayah ini disinggahi oleh jenisjenis ikan sidat
yang ada dipeairan Samudra Hindia diantaranya ; A Bicolor dan A marmorata.
Salah satu lokasi yang menjadi tempat penangkapan ikan sidat adalah muara
Sungai Cimandiri yang berada dibagian selatan Teluk Pelabuhan Ratu.
Walaupun pihak perusahaan sudah memiliki jaringan pengumpul yang
banyak akan tetapi masih kekurangan jumlah kuota benih yang didapat untuk
mencapai target ekspor sidat, maka dari itu perlu dilakukan penyuluhan kepada
para pengumpul dan nelayan dengan bantuan pemerintah sendiri dikarenakan
pihak perusahaan belum mampu untuk melakukan penyuluhan kepada
pembudidaya dan pengumpul. Bantuan pemerintah diperlukan agar semakin
banyak pembudidaya yang mau membudidayakan sidat, nelayan penangkap
glass eel dan pengumpul semakin banyak dan tidak mengekspor sidat ukuran
glass eel. Ekspor sidat diperbolehkan dengan ukuran yang diperbolehkan oleh
pemerintah. Hal ini sependapat dengan Setianto (2011) bahwa jumlah produksi
benih yang dihasilkan dari alam belum sepadan dengan pemanfaatannya untuk
pembesaran. Dengan demikian perlu diwaspadai karena kenyataan lapangan
justru permintaan ekspor benih sidat (glass eel) semakin meningkat, misalnya
dengan dalih untuk penelitian.
4.2.2. Cara Penebaran
Glass eel ditebar pada pagi atau sore hari. Sebelum ditebar glass eel
diaklimatisasi suhu sampai suhu air dalam kantong sama dengan suhu yang ada
di akuarium. Kegiatan ini membutuhkan waktu selama 30 menit, akan tampak
embun bermunculan dipermukaan bagian dalam plastik jika suhu air dalam
kantong sudah sama dengan air yang ada di akuarium. Setelah itu plastik
langsung dibuka dan ikan ditebar ke akuarium. Dilakukan hal tersebut agar ikan
dapat menyesuaikan suhu pada tempat yang baru. Hal ini sependapat dengan
Suitha dan Suhaeri (2008) bahwa proses menyadarkan dilakukan dengan
mengapungkan plastik packing didalam kolam selama 5 menit. Selanjutnya,
karet pengikat dilepas agar udara masuk. Glass eel akan sadar setelah suhu
udara didalam plastik sama dengan udara sekitar. Proses aklimatisasi suhu yang
dilakukan perusahaan terdapat pada Gambar 24.
18
(A)
(B)
Gambar 27. (A) Pemberian pakan di anco (B) Pemberian pakan di
akuarium
4.3.2.
Kontrol Pakan
Kontrol pakan pada wadah akuarium dilakukan setelah 30 menit
pemberian pakan. Pakan diberikan langsung ke dalam wadah tanpa anco atau
tempat pakan. Pakan yang tidak termakan atau yang sudah menjadi feses
diserok
menggunakan
penampungan
sisa
scoopnet
pakan
dan
dan
feses.
dibuang
menggunakan
Penggunaan
wadah
baskom
akuarium
memudahkan untuk melihat sisa pakan yang tidak termakan secara visual. Hal
ini sependapat dengan Sasongko et al (2007) bahwa pengontrolan dilakukan
minimal empat kali dalam sehari. Waktunya bisa bersamaan dengan waktu
20
(A)
(B)
Gambar 28. (A) Baskom pembuangan feses (B) Scoopnet pengambilan
Feses
Sedangkan pada kolam pembesaran kolam flowtrough kontrol pakan
menggunakan anco. Pakan diletakkan di dalam anco yang terbuat dari bambu,
tali dan waring. Tempat pakan disesuaikan sesuai dengan level air tujuannya
agar memudahkan ikan mendapatkan makanan. Pakan diberi didalam anco
dengan tujuan apabila pakan tidak dimakan habis mudah dalam pengambilan
pakan sisanya dan juga ikan terbiasa makan didalam anco. Pengecekan sisa
pakan dilakukan setelah 30 menit pemberian pakan dengan cara menggangkat
anco. Apabila terdapat sisa pakan yang tidak dimakan anco langsung
dibersihkan menggunakan sikat. Pengecekan dilakukan bertujuan untuk melihat
nafsu makan ikan apabila nafsu makan berkurang terjadi indikasi ikan sakit
sehingga dilakukan pemuasaan. Hal ini sependapat dengan Setianto (2011)
bahwa untuk kontrol pakan bisa dipergunakan anco, habis tidaknya pakan dan
lamanya penyesuaian pemberian pakan. Kontrol pakan yang baik akan
menurunkan resiko pemborosan dan menekan konversi pakan, suatu faktor
utama yang berpengaruh pada tingkat keuntungan usaha.
4.3.3.
Penyediaan Pakan
Penyediaan pakan di perusahaan CV. Mitra Bina Usaha dengan cara
melakukan pemesanan 2 minggu sebelum pakan tersebut habis dikarenakan
pihak perusahaan tidak memiliki gudang pakan selain itu untuk menghindari dari
kadaluarsanya pakan yang akan di gunakan. Pakan yang digunakan berasal dari
PT. Java Comfeed CirebonJawa Barat yang akan diambil di distributor pakan di
daerah ParungJawa Barat.
21
(A)
(B)
Gambar 29. (A) Penyimpanan pakan di Cimanggu (B) Penyimpanan
4.4.
pakan di Gadog
Pengelolaan Kualitas Air
Pengelolaan kualitas air di CV. Mitra Bina Usaha salah satunya
pergantian air.
4.4.1
Pergantian Air
Pergantian air pada wadah aquarium dan kolam beton lapis terpal
dilakukan setiap hari sebanyak 2x pada pagi hari dan sore hari dengan
persentase 10% tiap harinya. Walaupun sudah menggunakan sistem resirkulasi
yang menggunakan filter dop, filter kimia, filter biologis dan sistem nitrifikasi akan
tetapi luasan filter hanya mencakup 10% dari total keseluruhan wadah. Oleh
karena itu perlu diganti airnya dengan air baru agar air selalu dalam keadaan
jernih. Hal ini tidak sependapat dengan Roy (2013) bahwa pergantian air
dilakukan tiga hari sekali agar kadar oksigen terlarut tetap terjaga pada kisaran
20 ppm. Teknik pergantian dilakukan dengan membuka outlet saluran
pembuangan hingga ketinggian air berkurang 2030%. Saluran inlet dan outlet
pada wadah akuarium dapat dilihat pada Gambar 36.
22
(A)
(B)
Gambar 36. (A) Saluran Inlet, (B) Saluran Outlet
Pergantian air dengan cara menyalakan pompa tandon lalu membuka
keran setiap blok yang akan diisi oleh air. Pergantian air menggunakan timer
yaitu dengan cara menghitung jumlah voleme air di tank dikali persentase
pergantian air dan dibagi debit inlet (Lt/jam), sehingga setiap blok akuarium
sudah disetting waktu pergantian air setiap harinya. Sebelum menyalakan timer
pompa blok yang akan diganti airnya terlebih dahulu dimatikan pompanya
sehingga kotoran tidak teraduk dan air dapat masuk ke saluran outlet
pembuangan.
Sedangkan pergantian air di lokasi gadog dengan sistem flowtrough
dilakukan secara 3 hari sekali dengan persentase sebanyak 100%. Dilakukan 3
kali sehari dikarenakan air sudah menggunakan sistem air mengalir akan tetapi
perlu dengan air yang baru agar sisa pakan dan lumpur yang masih mengendap
dapat hanyut ketika pergantian air. Dilakukan 3 hari sekali dengan tujuan agar
ikan tidak stress akibat pergantian air total dan pembuangan sisa pakan serta
lumpur. Hal ini sependapat dengan Suitha dan Suhaeri (2008) bahwa pergantian
air dilakukan tiga hari sekali. Fungsinya untuk menjaga kadar oksigen terlarut
kisaran 20 ppm. Selain itu, untuk membuang kotoran berupa sisa feses dan
kotoran lain yang terlarut.
Pergantian air dilakukan pada pagi hari dengan cara menutup saluran
inlet dan membuka pipa outlet pembuangan biarkan air menjadi surut hingga
hanya ada lumpur didasar kolam. Geser sisa pakan dan lumpur menuju outlet
pembuangan menggunakan air semprot, setelah cukup bersih tutup kembali pipa
outlet dan buka kembali pipa inlet isi air sesuai dengan voleme air yang
ditentukan. Hal ini sependapat dengan Suitha dan Suhaeri (2008) pergantian air
dilakukan dengan membuka outlet (saluran pembuangan) hingga ketinggian air
berkurang 2030%. Tutup outlet, kemudian buka inlet (saluran pengisian). Ujung
inlet dipasangi jaring halus untuk menyaring kotoran. Saluran inlet dan outlet
pada kolam pembesaran flowtrough dapat dilihat pada Gambar 37.
23
(A)
(B)
Monitoring Pertumbuhan
Teknik Sampling
Monitoring pertumbuhan dilakukan dengan cara sampling. Sampling
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan berat, panjang dan
ABW. Sampling pengambilan ikan pada dilakukan pada satu titik secara acak
dan dilakukan pada pagi hari pada kolam pembesaran hal ini dilakukan karena
pada pagi hari suhu tidak terlalu panas yang akan menyebabkan ikan stress. Hal
ini sependapat dengan Liviawaty dan Afrianto (1998) bahwa Untuk menghasilkan
pertumbuhan yang seragam, setiap jangka waktu tertentu sebaiknya dilakukan
proses seleksi ukuran.
Monitoring pertumbuhan dilakukan setiap seminggu sekali dan 15 hari
sekali selama ditempat praktek dengan mengabil sampel secara acak sebanyak
10 ekor ikan dengan menggunakan scoopnet lalu dihitung. Sampling dilakukan
setiap seminggu sekali dan sampel secara acak karena apabila terlalu sering
dilakukan dan dengan banyak titik yang diambil dalam satu wadah maka ikan
akan menjadi stress karena sering diaduk dan ditangkap. Hal ini sependapat
dengan Setianto (2011), bahwa monitoring pertumbuhan paling tidak dilakukan
setiap 2 minggu dengan mengambil sejumlah contoh dan mengukur panjang
total dan beratnya satu persatu. Bandingkan hasilnya dengan laju pertumbuhan
standar yang telah dibuat. Evaluasi laju pertumbuhan dan keseragaman
ukurannya. Scoopnet yang digunakan untuk mengambil ikan sesuai ukurannya
dapat dilihat pada Gambar 38.
24
(A)
(B)
Gambar 38. (A) Scoopnet 15 cm, (B) Scoopnet 50 cm
Sampling yang dilakukan memakai cara anestesi dikarenakan ikan sidat
yang tubuhnya yang berlendir dan sulit dipegang apabila dalam keadaan hidup.
Anestesi yang dilakukan memakai minyak cengkeh dengan dosis 2 liter air
dicampur dengan 10 tetes minyak cengkeh
akhirnya ikan pun pingsan. Minyak cengkeh yang digunakan untuk anestesi
dapat dilihat pada Gambar 39.
4.5.2
ini dikarenakan tingkat kanibalisme yang tinggi pada ikan sidat selain itu grading
ditujukan untuk menentukan perkembangan pertumbuhan, jumlah populasi,
bahan prediksi perkembangan produksi dan estimasi pakan. Maka dari itu CV.
Mitra Bina Usaha melakukan grading tiap sebulan sekali untuk tahap glass eel,
fingerling dan elver. Hal ini sependapat dengan Liviawaty dan Afrianto (1998)
bahwa untuk menghasilkan ukuran yang seragam, setiap jangka waktu tertentu
sebaiknya dilakukan proses seleksi ukuran.
Grading pada lokasi di Cimanggu untuk tahap glass eel menggunakan
sterofoam sebanyak 4 buah yang dilengkapi dengan aerasi digunakan bahan
sterofoam dikarenakan permukaan sterofoam tidak kasar sehingga tidak melukai
ikan. Ikan disortir menggunakan scoopnet dan dibedakan menjadi 3 ukuran yang
berbeda yang diletakkan pada sterofoam yang berbeda beda. Ukuran glass eel
disortir hanya sesuai dengan penglihatan visual. Hal ini tidak sependapat dengan
Liviawaty dan Afrianto (1998) bahwa proses seleksi elver dapat dilakukan dengan
25
kotak kayu yang bagian dasarnya berjeruji dengan jarak tertentu. Pada saat
dimasukkan ke dalam kotak tersebut, sidat yang berukuran besar akan tertahan
dan yang kecil akan jatuh. Cara grading yang dilakukan dilokasi Cimanggu dapat
dilihat pada Gambar 49.
(A)
(B)
Gambar 49. (A) Grading tampak dari samping, (B) Grading tampak dari
atas
Grading pada lokasi gadog dengan sistem flowtrough untuk tahap
pembesaran grading dilakukan sebulan sekali dan pada waktu pagi dikarenakan
pagi hari suhu tidak terlalu panas yang mengakibatkan ikan cepat stress.
Grading dilakukan dengan manual yaitu menggunakan hafa yang dibagi menjadi
3 bagian untuk dibagi sesuai dengan ukurannya. Sebelum melakukan grading
ikan
dipuasakan
terlebih
dahulu
kemudian
kolam
disurutkan
sehingga
(A)
(B)
26
Gambar 51. (A) Pembuangan feses dan bangkai di tempat budidaya (B)
Lumpur yang mengendap
Upaya pencegahan pada penyakit untuk penggunaan bahan kimia pihak
perusahaan hanya menggunakan methylene blue untuk sterilisasi lebih
ditekankan tidak menggunakan bahan kimia dalam menjaga kualitas air media
seperti pembuatan tandon , sistem resirkulasi, adanya persentase pergantian air,
pemakaian daun ketapang dan garam sebagai desinfektan setiap akuarium dan
kolam sedangkan untuk di Gadog kurang baik dikarenakan tidak adanya filter
hanya memanfaatkan air mengalir sehingga banyak ikan sidat yang terkena
penyakit kulit. Hal ini sependapat dengan Setianto (2011) bahwa dalam
pengelolaan kesehatan, pada dasarnya penggunaan bahan kimia dan obat
obatan untuk tindakan pencegahan penyakit ditekan seminimal mungkin.
Penggunaan daun ketapang dan methylene blue dapat dilihat pada Gambar 52.
27
(A)
(B)
Gambar 52. (A) Penggunaan Daun Ketapang, (B) Penggunaan
Methylene Blue
Upaya pencegahan pencegahan penyakit juga diterapkan juga dalam
penerapan biosecurity yaitu pencucian tangan dengan chlorin dengan dosis 5-10
ppm digunakan sebelum membersihkan filter ataupun pembersihan wadah,
penggunaan scoopnet setiap akuarium dan kolam disediakan satu hingga ketika
mengambil kotoran/sisa pakan sebelum memberi pakan scoopnet yang
digunakan hanya untuk satu aquarium sehingga tidak terkontaminasi dengan
wadah yang lain. Akan tetapi dalam pembuangan limbah kotoran dan sisa pakan
masih di area sekitar budidaya sehingga penerapan biosecurity pun belum
maksimal. Hal ini sependapat dengan Direktorat Perbenihan Sub Direktorat
Standarisasi dan Sertifikasi (2013), bahwa ruang lingkup kegiatan biosecurity
meliputi pengaturan tata letak, pengaturan akses masuk ke lokasi, Sterilisasi
wadah, peralatan & ruangan, sanitasi lingkungan, pengelolaan limbah,
pengendalian hama penyakit dan pengaturan personil / karyawan. Tempat
pencucian tangan menggunakan chlorin dan penggunaan scoopnet tiap kolam
dapat dilihat Gambar 53.
(A)
(B)
Gambar 53. (A) Tempat pencucian tangan, (B) Pencucian Dop Filter
Kelengkapan biosecurity meliputi pengturan akses masuk, sterilisasi
wadah, peralatan dan ruangan, pengaturan personil atau karyawan dan
pengelolaan limbah. Berikut ini kelengkapan sarana biosecurity perusahaan
dapat dilihat pada tabel 18
28
Tindakan Pencegahan
Pendederan
Pembesaran
1 dan 2
1
x
x
x
x
x
x
x
4.6.2
Penyakit Infeksi
Pada umumnya setiap melakukan budidaya pasti akan ada penyakit
infeksi yang menyerang dalam bentuk jamur, parasit, bakteri dan protozoa,
dalam budidaya sidat ini selama masa praktek di CV. Mitra Bina Usaha banyak
penyakit yang menyerang ikan sidat khususnya pada kolam pendederan. Seperti
sering timbul parasit dactylogyrus sp dan jamur Ichthyophthirius multifilis, akan
tetapi pihak perusahaan sudah mengantisipasi agar penyakit tersebut hilang atau
dicegah dengan melakukan pengobatan dan treatment.
a Bintik Putih (White Spot)
Ciri-ciri penyakit ini terlihat pada sebagian atau seluruh permukaan kulit
ikan yang dipenuhi bintik putih, akibatnya nafsu makan ikan menurun, kurus dan
lemah, sehingga seringkali terjadi kematian masal. Hal ini tidak sependapat
dengan Liviawaty dan Afrianto (1998) bahwa sidat yang terserang patogen ini
sering mengosokgosokkan tubuhnya kedasar kolam atau benda keras yang ada
didalam kolam. Jika serangan penyakit ini sudah parah, maka Sidat menjadi
malas berenang dan cenderung mengapung dipermukaan air.
Penyebab penyakit ini diantaranya adalah karena kualitas air yang buruk
akibat kepadatan tinggi, kelebihan pemberian pakan, sistem filtrasi tidak berjalan
atau karena kekurangan/kelebihan jumlah persentase pergantian air. Selain itu
juga dimungkinkan akibat masuknya bibit penyakit jamur Ichthyophthirius
multifilis dari ikan-ikan yang sebelumnya sudah terkena penyakit atau masuk
wabah penyakit dari lingkungan luar yang kotor atau bisa juga dari makanan
yang diambil dari tempat yang kotor seperti cacing Tubifex sp. Hal ini sependapat
29
dengan Liviawaty dan Afrianto (1998) bahwa Penyakit ini disebabkan oleh
Ichthyophthrius multifilis yaitu jenis protozoa yang sering menyerang pada ikan,
baik ikan hias ataupun ikan konsumsi.
b
lendir ikan keluar sehingga sekujur badan ikan diselimuti lendir dan pada lendir
tersebut menempel kotoran, nafsu makan ikan menurun, kondisinya lemah dan
apabila terlambat melakukan treatment akan terjadi kematian. Ikan yang terkena
penyakit lendir terkelupas dapat dilihat pada Gambar 55.
30
saprolegnia parasitica. Penyakit ini biasanya menyerang ikan sidat yang terkena
infeksi, dari infeksi tersebut jamur tersebut tumbuh. Pada ikan sidat yang terkena
jamur tersebut dapat dilihat dengan kasat mata tumbuh kapas berwarna putih
atau abuabu diluka ikan sidat tersebut. Hal ini sependapat dengan Liviawaty
dan Afrianto (1998), bahwa sidat yang terserang dapat diketahui dengan mudah
sebab terlihat sekumpulan benang halus yang tampak seperti kapas berwarna
putih kotor abuabu, terutama dibagian kulit kepala,mulut, ekor atau filamen
insang. Ikan yang terkena cotton cap dapat dilihat pada Gambar 56.
31
Luka akibat gigitan dari sidat lain atau benturan dan suhu air yang terlalu dingin
dapat menyebabkan penyakit kapas.
e Fin Rot
Penyakit ini biasanya menyerang ikan sidat ukuran fingerling dan besar.
Penyakit ini biasanya juga disebut fin rot apabila ikan sidat yang terkena penyakit
ini akan mengalami pendarahan pada sirip perut dan ekor hingga menjadi borok.
Bakteri patogen yang menyebabkan penyakit ini adalah Aeromonas sp yang
menyerang organisme Hal ini sependapat dengan Setianto (2011) bahwa sidat
yang terserang secara eksternal akan mengalami pendarahan yang selanjutnya
menjadi borok pada sirip perut dan ekor serta bagian anus, secara internal usus
dan lambung mengalami hyperemia yang akhirnya terkikis. Ikan yang terkena
penyakit Aeromonas sp dapat dilihat pada Gambar 57.
.
Gambar 57. Sidat yang terkena penyakit Aeromonas sp.
Penyebab penyakit ini disebabkan oleh pakan yang tidak berkualitas serta
pemberian pakan yang tidak teratur, sisa pakan dan feses yang menumpuk
didasar kolam, kualitas air yang buruk karena tidak memakai sistem filtrasi dan
suhu air rendah dibawah 25oC. Hal ini sependapat dengan Liviawaty dan Afrianto
(1998) bahwa serangan patogen ini umumnya terjadi apabila suhu air menurun
hingga 20oC dan jarang dijumpai menyerang sidat pada kondisi suhu air tinggi.
4.6.3
Hama
Hama yaitu organisme berukuran besar yang mampu menimbulkan
gangguan atau atau memakan sidat. Hama dapat berperan sebagai predator
yang bersifat memangsa Sidat, terutama larva ; kompetitor yang menimbulkan
persaingan dalam mendapatkan oksigen, pakan dan ruang gerak dan sebagai
pencuri.
a) Tikus
Hewan ini banyak ditemukan ditempat kotor dan kumuh karena itu
merupakan hewan pengerat yang dapat menimbulkan penyakit yang ditemukan
pada bulu, cakar atau liurnya. Hewan ini sering membuang feses ketika lewat
pipa aerasi dan kotorannya masuk kedalam akuarium. Selain itu hewan pengerat
32
ini sering kali merusak karung pakan yang membuat pakan menjadi berjamur
karena terbuka lubang pada kemasan pakan akibat gigitan tikus tersebut.
Cara penanggulangan hewan ini tidak masuk kedalam area budidaya
yaitu menutup sanitasi area masuk budidaya dengan menerapkan biosecurity,
membuat gudang pakan yang tertutup rapat dan selalu membersihkan area
budidaya secara rutin. Hal ini sependapat dengan Direktorat Perbenihan Sub
Direktorat Standarisasi dan Sertifikasi (2013), bahwa biosecurity merupakan
tindakan yang dilakukan dengan sengaja sebagai usaha untuk mencegah
masuknya oraganisme patogen dalam lingkungan budidaya yang dapat
menginfeksi organisme yang di budidayakan.
b) LabaLaba
Hewan ini banyak ditemukan apabila diaerea tersebut banyak sawangsawang dinding ataupun di goronggorong area budidaya. Debu ataupun kotoran
yang berasal dari udara menempel pada sawang tempat labalaba tersebut
hidup. Apabila sawang tersebut tidak dibersihkan maka kotoran yang menempel
akan jatuh kedalam akuarium atau kolam yang akan menimbulkan penyakit.
Cara penanggulangannya yaitu dengan cara sering membersihkan
dinding atau area budidaya dari serangan labalaba, perbaiki sanitasi lingkungan
dan lakukan penerapan biosecurity.
4.6.4
Pengobatan
Treatment pengobatan jika ikan terlanjur kena penyakit, yaitu cuci filter
resilkulasi, ganti air sekitar 2030 % selama 3 hari berturut-turut, buang ikan
yang mati atau sisa kotoran yang ada dibak atau tank, stop pakan selama
treatment
(biasanya
ikan
tidak
nafsu
makan),
dan
terakhir
apabila
memungkinkan pindahkan ikan ke tempat baru yang kualitas airnya baik ( Air
baru yang sudah di aerasi minimal 24 jam) dengan kepadatan standar.
Untuk ikan yang terkena penyakit white spot masukkan probiotik 2ppm,
diamkan 24 jam lalu masukan garam 0,5 ppt atau 0,5 gr/liter air, untuk ikan yang
terkena Dactylogyrus sp pengobatan dengan cara memberikan garam 0,5 ppt
atau 0,5 gr/liter air, untuk ikan yang terkena cotton cap pengobatan dengan cara
melakukan perendaman ke dalam larutan methylene blue sebanyak 2 ppm.
Perendaman dengan methylene blue dan garam yang digunakan untuk
pengobatan dapat dilihat pada Gambar 58.
33
(A)
(B)
Gambar 58. (A) Perendaman ikan menggunakan methylene blue, (B)
Garam yang digunakan.
4.7.
Pengelolaan Panen
4.7.1
Pemanenan
Kegiatan pemanenan dibagi dua, yaitu panen parsial dan panen total.
4.7.2
K1
2090
45.210
1074
K2
> 200
67.930
301
K3
160-190
148.690
889
K4
100-150
130.190
933
K5
100150
83.390
682
Packing
(A)
(B)
35
BAB V
KESIMPULAN
Biosecurity akan sangat efektif apabila dilakukan secara bersamasama dalam satu kawasan budidaya bila dibandingkan hanya dalam satu
petakan tambak dan akan mampu diterapkan untuk kemajuan industri
akuakultur ke depan bila dihadapkan dengan timbulnya penyakit baru.
Prinsip utama dalam penerapan biosecurity adalah : benur bebas
virus, persiapan tambak yang baik, penggunaan pakan yang berkualitas,
pengelolaan air dalam sistem budidaya yang baik dan pengelolaan air
buangan yang berbahaya bagi kemungkinan penularan penyakit.
Penerapan biosecurity dalam jangka panjang diharapkan mampu
menjadi solusi alternatif terhadap kegagalan panen akibat wabah
penyakit, sehingga tercipta budidaya perikanan yang berkelanjutan
(sustainable aquaculture).
36