BAB I........................................................................................................................... 2
LANDASAN TEORI........................................................................................................ 2
A. Pertolongan Pertama pada Gawat Darurat (PPGD).............................................................2
1. Prinsip PPGD........................................................................................................ 2
2. Langkah-langkah Dasar........................................................................................... 2
3. Algortima Dasar PPGD........................................................................................... 2
B. Resusitasi Jantung Paru (RJP)...................................................................................... 3
1. Pengertian Resusitasi Jantung Paru (RJP)....................................................................3
2. Tujuan Resusitasi Jantung Paru.................................................................................4
3. Prosedur Standar RJP............................................................................................. 4
4. Langkah-langkah Melakukan RJP............................................................................. 8
5. Penggolongan RJP.............................................................................................. 15
6. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan tindakan RJP......................................18
BAB II........................................................................................................................ 19
HASIL PERCOBAAN.................................................................................................... 19
BAB III....................................................................................................................... 21
PEMBAHASAN........................................................................................................... 21
BAB IV....................................................................................................................... 24
KESIMPULAN............................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 25
BAB I
LANDASAN TEORI
keadaan
6. Call for Help, mintalah bantuan kepada masyaralcat di sekitar untuk menelpon
ambulans (118) dengan memberitahulcan:
a. Jumlah korban
b. Kesadaran korban (sadar atau tidak sadar)
c. Perkiraan usia dan jenis kelamin ( cx: lelaki muda atau ibu tua)
d.Tempat teijadi kegawatan ( alamat yang lengkap)
ditemukan bernafas namun tidak sadar maka posisikan dalam keadaan mantap
agar jalan nafas tetap bebas dan sekret dapat keluar dengan sendirinya.
2. Tujuan Resusitasi Jantung Paru
1. Bebaskan lah korban dan pakaian di daerah dada (buka kancing baju
bagian atas agar dada terlihat
2. Posisikan din di sebelah korban, usahakan posisi kaki yang mendekati
kepala sejajar dengan bahu pasien
3. Cek apakah ada tanda-tanda berikut:
a. Tanda-tanda cedera pada bagian leher sangat berbahaya karena
pada bagian ini terdapat syaraf-syaraf yang mengatur fungsi vital
manusia (pernapasan, denyut jantung)
b. jika tidak ada tanda-tanda tersebut maka lakukanlah Head Tilt and
Chin Lift Chin Lift
gerakan ini dilakukan untuk menghindari adanya cedera lebih lanjut pada
tulang belakang bagian leher korban
4.
5.
Listen :
abnormal
sebagian)
Jika suara nafas tidak terdengar karena ada hambatan total pada
jalannya nafas maka dapat dilakukan :
Feel : Rasakan dengan pipi apakah ada hawa nafas dari korban.
6
6.
7.
jika frekuensi nafas normal, pantau terus kondisi korban dengan tetap
melakukan Look Listen and Feel.
8.
9.
jika korban mengalami henti nafas berikan nafas buatan (detail tentang
nafas buatan dibawah)
10.
setelah diberikan nafas buatan maka lakukan pengecekan nadi carotis yang
terletak di leher, ceklah dengan 2 jari, letakkan jari di tonjolan di tengah
tenggorokan, lalu gerakanlah jari ke samping sampai terhambat oleh otot
leher (sternocleidomastoideus), rasakan denyut nadi carotis selama 10
detik
.
11.
jika tidak ada denyut nadi lakukanlah Pijat Jantung, diikuti dengan nafas
buatan, ulang sampai 6 kali siklus pijat jantung-napas buatan yang
diakhiri
dengan pijat jantung
12.
cek lagi nadi karotis selama 10 detik, jika teraba lakukan Look Listen and
Feel (kembali ke poin 12) lagi. Jika tidak teraba ulangi poin nomor 18.
13.
14.
15.
sirkulasi
Capilarry Refill Time > 2 detik (CRT dapat diperiksa dengan cara
menekan ujung kuku pasien dengan kuku pemeriksa selama 5
detik, lalu lepaskan, cek berapa lama waktu yang dibutuhkan agar
warna ujung kuku merah lagi)
jika korban shock, lakukan Shock Position pada pasienm yaitu dengan
mengangkat kaki korban setinggi 45 derajat dengan harapan
darah akan lebih banyak ke jantung.
16.
17.
18.
setelah kondisi pasien stabil, tetap monitor selalu kondisi korban dengan
Look Listen and Feel, karena korban sewaktu-waktu dapat memburuk
secara tiba-tiba
a.
Danger (D)
Yaitu kewaspadaan terhadap bahaya dimana pertama penolong
harus mengamankan diri sendiri dengan memakai alat proteksi diri
(APD). Alat proteksi yang paling dianjurkan adalah sarung tangan untuk
mencegah terjadinya penularan penyakit dari pasien kepada penolong.
Selanjutnya penolong mengamankan lingkungan dari kemungkinan
bahaya lain yang mengancam, seperti adanya arus listrik, ancaman
kejatuhan benda (falling object). Setelah penolong dan lingkungan aman
maka selanjutnya mengamankan pasien dan meletakan korban pada
tempat yang rata, keras, kering dan jauh dari bahaya.
b. Respon (R)
Mengecek kesadaran atau respon korban dapat dilakukan secara
verbal maupun nonverbal. Secara verbal dilakukan dengan memanggil
nama. Sedangkan secara nonverbal dilakukan dengan menepuk-nepuk
bahu korban. Jika dengan memanggil dan menepuk tidak ada respos, maka
lakukan pengecekan kesadaran dengan melakukan rangsangan nyeri.
Lakukan rangsang nyeri dengan menekan tulang dada pasien dengan cara
penolong menekuk jari-jari tangan kanan, lalu tekan dengan sudut ruas
jari-jari tangan yang telah ditekuk. Jika tidak ada respon dengan
rangsangan nyeri berarti pasien tidak sadar dan dalam kondisi koma.
c.
f.
Cek Nadi
Pengecekan nadi korban dilakukan untuk memastikan apakah
jantung korban masih berdenyut atau tidak. Pada orang dewasa
pengecekan nadi dilakukan pada nadi leher (karotis) dengan menggunakan
2 jari. Caranya letakan 2 jari tangan pada jakun (tiroid) kemudian tarik ke
arah samping sampai terasa ada lekukan rasakan apakah teraba atau tidak
denyut nadi korban. Pada bayi pengecekan nadi dilakukan pada lengan
atas bagian dalam. Dengan menggunakan 2 jari rasakan ada tidaknya
denyut nadi pada lengan atas bagian dalam korban (nadi brakialis). Jika
nadi tidak teraba berarti pasien mengalami henti jantung, maka segera
lakukan penekanan / kompresi pada dada korban. Jika nadi teraba berarti
jantung masih berdenyut maka lanjutkan dengan membukan jalan napas
dan pemeriksanaan napas.
10
bahu korban. Letakan satu tumit tangan diatas tulang dada, lalu letakan
tangan yang satu lagi diatas tangan yang sudah diletakan diatas tulang
dada (dua jari di bawah xifoideus). Setelah itu tekan dada korban dengan
menjaga siku tetap lurus Tekan dada korban sampai kedalaman sepertiga
dari ketebalan dada atau 3-5 cm / 1-2 inci (korban dewasa), 2-3 cm (pada
anak), 1-2 cm (bayi).
h. Airway Control (A)
Yaitu membuka jalan napas, setelah melakukan kompresi
selanjutnya membuka jalan napas. Sebelum membuka jalan napas pertama
harus melakukan pemeriksaan jalan napas. Tindakan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda asing. Jika
terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa
cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi
dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras atau asing
dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan.
Mulut dapat dibuka dengan teknik finger sweep dimana ibu jari diletakkan
berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing,
biasa pada pasien tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan
epiglotis akan menutup faring dan laring, inilah salah satu penyebab
sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan
dengan cara Angkat Dagu-Tekan Dahi atau disingkat ADTD (Head tild
chin lift) dan Perasat Pendorongn Rahang Bawah (Jaw Thrust Maneuver).
1. Angkat Dagu - Tekan Dahi (ADTD)
Teknik ini dilakukan pada penderita yang tidak
mengalami trauma pada kepala, leher maupun tulang
belakang.
Caranya :
a. Letakkan tangan Anda pada dahi penderita. Gunakan
tangan yang paling dekat dengan kepala penderita.
11
setiap
2 menit. Dan setelah pasien berdenyut nadinya dan bernapas posisi pasien
dimiringkan ke arah kiri (posisi recovery).
Tindakan RJP dapat dihentikan apabila :
1.
2.
3.
4.
Posisikan penderita
14
b.
c.
d.
5. Penggolongan RJP
a. Nafas Bantuan
15
3.
b. Nafas Buatan
Cara melakukan nafas buatan sama dengan nafas bantuan, bedanya nafas
buatan diberikan pada pasien yang mengalami henti napas. Diberikan 2 kali efektif
(dada mengembang )
c. Pijat Jantung
16
17
6. setelah menekan, tarik sedikit tangan ke atas agar posisi dada kembali
normal (seperti gambar kanan atas)
7. satu set pijat jantung dilakukan sejumlah 30 kali tekanan, untuk
memudahkan menghitung dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
satu dua tiga empat SATU satu dua tiga empat DUA satu dua tiga empat
TIGA satu dua tiga empat EMPAT satu dua tiga empat LIMA satu dua tiga
empat ENAM
8. Prinsip pijat jantung adalah :
push deep
push hard
push fast
18
BAB II
HASIL PERCOBAAN
PERTANYAAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
JAWABAN
1. Karena mahasiswa fakultas kedokteran gigi merupakan calon seorang dokter gigi, dimana salah
satu ruang lingkup kerja dokter gigi adalah memberikan pelayanan darurat (basic emergency
care) yang terdiri dari BLS, sesuai dengan Kep. Menkes No 39 th 2009
2. Pertama melakukan pengecekan dengan cara cross-finger yaitu menggunakan dua jari (ibu jari
dan telunjuk) yang digunakan untuk chin lift, ibu jari mendorong rahang atas ke atas dan telunjuk
menekan rahang bawah ke bawah. Lalu lihat apakah ada gigi tiruan atau benda kecil lain yang
tertelan. Kemudian mengeluarkan benda tersebut.. Jika pasien bayi atau anak-anak menggunakan
metode black blow dengan memukul menggunakan telapak tangan daerah diantara tulang scapula
di punggung. Jika pasien orang dewasa, menggunakan metode Heimlich Manuver. Metode ini
dlakukan untuk mengeluarkan gigi tiruan yang tertelan agar dapat dimuntahkan.
3. Kegunaan back blow dikhususkan untuk bayi, karena jika dilakukan untuk orang dewasa
dikhawatirkan menjadi sumbatan penuh. Hal ini utamanya dilakukan pada saat pasien mengalami
tersedak benda kecil yang padat (misal gigi tiruan) yang membuntu jalan nafas.
19
4. Metode heimlich manuever dilakukan jika metode back blow tidak berhasil mengeluarkan benda
padat yang tertelan. Namun, bagian yang ditekan pada metode ini berbeda dengan back blow,
yaitu pada bagian ulu hati. Hal ini dilakukan saat benda sudah mencapai perut.
5. Kegunaan chest thrust dikhususkan untuk bayi, anak yang gemuk, dan wanita hamil, yang
nantinya akan dipadukan dengan back blow untuk mengeluarkan benda asing.
6. Mencoba memberikan PPDG dengan langkah awal yang harus dilakukan ialah pengkajian
korban, meliputi pernapasan korban dan peredaran darahnya, jika pasien tidak sadar, yang
pertama diperiksa adalah pernapasannya dilihat dari terangkatnya dada/ pupil mata, kemudian
diperiksa juga denyut nadi melalui arteri carotis yang ada di leher, jika memang dibutuhkan
berikan napas buatan atau segera menghubungi dokter lain untuk bantuan.
20
BAB III
PEMBAHASAN
Gawat darurat berasal dari bahasa Latin yaitu Mergere yang diartikan sebagai mencelupkan,
terjun, membanjiri, menguasai atau mengubur.1 Menurut Miles dari Medical Council New Zealand,
kegawatdaruratan medis adalah keadaan tiba-tiba yang terjadi dan membutuhkan perawatan segera untuk
menyelamatkan nyawa atau mencegah kecacatan atau rasa sakit pada pasien. Kegawatdaruratan medis
merupakan keadaan yang jarang terjadi di praktek dokter gigi, tetapi bisa saja terjadi pada setiap waktu
atau pada saat yang tidak terduga.
Beberapa kasus kegawatdaruratan terjadi pada pasien dewasa, namun ternyata dapat pula terjadi pada
pasien anak-anak.
Penelitian yang dilakukan di Jepang oleh Committe for the Prevention of Systematic
Complications During Dental Treatment of The Japanese Dental Society pada tahun 2005, menunjukkan
bahwa 19-44% dokter gigi mendapatkan kasus kegawatdaruratan setiap tahun. Sekitar 90% merupakan
kasus ringan yaitu sinkope dan sekitar 8% merupakan kasus yang cukup berat yaitu syok anafilaktik atau
alergi obat. Penelitian yang dilakukan di Kanada menunjukkan bahwa sekitar 50% kasus yang sering
ditemukan oleh dokter gigi adalah pingsan atau sinkope.
Selain pingsan, kegawatdaruratan yang juga dapat terjadi adalah syok, fraktur dentoalveolar, cardiac
arrest, asma, tertelan benda asing, angina, kejang serta epilepsi. Tindakan perawatan gigi lain yang juga
sering menimbulkan kegawatdaruratan adalah perdarahan dan rasa sakit akibat penyuntikan dan
pencabutan gigi. Prosedur perawatan gigi sering menyebabkan pasien mengalami stres psikis terutama
pada individu yang belum pernah ke dokter gigi atau pasien
yang mempunyai pengalaman tidak menyenangkan dengan perawatan gigi sebelumnya.
Sekitar 70,2% dokter gigi pernah menangani peristiwa kegawatdaruratan medis. Kurangnya
pengetahuan dan pelatihan seorang dokter gigi terhadap kegawatdaruratan di praktek mereka dapat
menyebabkan risiko yang berbahaya dan terkadang dapat berlanjut ke arah hukum, karena keadaan
kedaruratan yang terjadi di praktek dokter gigi merupakan tanggung jawab seorang dokter gigi, maka
seorang dokter gigi perlu untuk mengetahui pengelolaan kasus kegawatdaruratan medis dan prinsipprinsip dasar kegawatdaruratan.
Melakukan basic life support (BLS) merupakan tindakan paling penting dari dokter gigi karena
dapat menentukan prognosa perawatan yang akan diberikan untuk keadaan kedaruratan medis. Tujuan
BLS adalah mencegah sirkulasi yang tidak adekuat atau masalah pada pernafasan (airway) dan juga
membantu sirkulasi dan respirasi pasien melalui CPR (cardiopulmonary resuscitation).
Orang tersedak sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Tersedak bisa terjadi pada siapapun
baik yang masih anak anak hingga dewasa. Tersedak atau choking bukanlah suatu keadaan sepele.
Choking adalah salah satu kegawat daruratan medis yang jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat
dapat menyebabkan kematian. Otak adalah organ yang sangat sensitif jika ada penurunan asupan oksigen.
Hal ini terjadi saat seseorang tersedak karena benda asing akan menyumbat jalan napas atas sehingga kita
tidak dapat bernapas dengan baik. Otak akan mulai mengalami kerusakan setelah 6 menit dan akan rusak
permanen jika tidak mendapat oksigen selama 10 menit. Saat seseorang kesulitan bernapas karena
21
choking, kita HANYA memiliki waktu EMPAT menit sebelum terjadi kematian atau kerusakan otak
Henry Heimlich MD
Banyak yang beranggapan bahwa jika seseorang tersedak isinya harus dimuntahkan. Hal ini
kuranglah tepat karena benda asing yang tersedak akan masuk bukan ke saluran pencernaan. Setelah
melewati mulut, makanan atau benda lainnya seperti gigi tiruan akan masuk ke suatu saluran yang
bernama esofagus atau kerongkongan menuju lambung. Di belakang mulut terdapat suatu percabangan
yang ditutupi oleh suatu katup bernama epiglottis yang akan memisahkan saluran makan (esofagus)
dengan saluran pernapasan (trakea). Saat menelan atau bernapas, katup ini akan bergantian menutup
masing masing saluran agar makanan tidak salah masuk ke saluran napas. Saat seseorang makan sambil
tertawa atau bicara, kemungkinan makanan/ benda asing (gigi tiruan) untuk masuk ke trakea semakin
besar sehingga bisa terjadi choking. Makanan/ benda asing (gigi tiruan) yang masuk ke trakea ini
nantinya akan mengganggu secara penuh atau sebagian aliran udara ke paru paru.
The Heimlich Maneuver merupakan suatu metode standar untuk mengeluarkan benda asing dari
orang yang mengalami choking. Prosedur ini ditemukan oleh Dr. Henry Heimlich seorang ahli bedah
thorax pada tahun 1974. Prinsipnya adalah memberikan tekanan pada perbatasan perut dan dada
seseorang sehingga udara akan menghentak benda asing yang tertelan. Manuver Heimlich adalah sebagai
berikut:
Memanggil bantuan. Minta orang lain memanggil ambulans atau nomer gawat darurat.
Memastikan orang itu tersedak. Kita bisa bertanya Apa anda tersedak? kepada orang yang
terlihat seperti gambar disamping. Kedua tangan yang memegangi leher adalah tanda universal
tersedak. Orang yang tidak bisa menjawab, mengangguk, atau menunjuk nunjuk lehernya perlu
diberikan pertolongan segera karena terdapat sumbatan jalan napas.
Berdirilah di belakangnya. Sambil berdiri di belakangnya, kita meminta korban untuk sedikit
membungkuk dan merenggangkan kakinya. Mengepal tangan kanan dan bersiap memberi
hentakan.
Memberi hentakan dengan kepalan tangan. Kepalan tangan kanan dikatubkan dengan tangan kiri
lalu memberi tekanan pada dua jari di atas pusar. Tekanan diberikan ke atas dan belakang.
Berikan tekanan sebanyak 5 hitungan lalu tanyakan apakah masih tersedak atau tidak. Prosedur
ini diulangi hingga penyumbatnya keluar atau hingga tenaga bantuan tiba.
Penekanan tersebut tidak boleh memantul, dan pada waktu di puncak tekanan perlu diberi
waktu untuk menahan 0.5-1 detik dan setelah itu tekanan dilepas, perbuatan ini harus
diulang-ulang beberapa kali. Naiknya diafragma secara mendadak menekan paru-paru
yang dibatasi oleh dinding rongga dada, meningkatkan tekanan intrathoracal dan
memaksa udara serta benda asing keluar dari dalam saluran pernapasan.
b.
Korban dalam keadaan tidak sadar.
Korban berbaring terlentang dan penolong berlutut melangkahi panggul korban. Penolong
menumpukan kedua belah tanggannya dan meletakkan panggkal salah satu telapak tangan pada abdomen
korban, kemudian melaksanakan prosedur yang sama pada posisi berdiri.
Selain metode Heimlick manuever, ada beberapa metode lain yang dapat digunakan untuk
mengatasi tersedak, yakni :
Back Blow (untuk bayi)
Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau
berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang garis
antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)
Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)
Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari telunjuk
atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara kedua putting susu pasien). Bila
penderita sadar, tidurkan terlentang, lakukanchest thrust, tarik lidah apakah ada benda asing, beri
nafas buatan.
23
BAB IV
KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
25