Anda di halaman 1dari 25

Daftar Isi

BAB I........................................................................................................................... 2
LANDASAN TEORI........................................................................................................ 2
A. Pertolongan Pertama pada Gawat Darurat (PPGD).............................................................2
1. Prinsip PPGD........................................................................................................ 2
2. Langkah-langkah Dasar........................................................................................... 2
3. Algortima Dasar PPGD........................................................................................... 2
B. Resusitasi Jantung Paru (RJP)...................................................................................... 3
1. Pengertian Resusitasi Jantung Paru (RJP)....................................................................3
2. Tujuan Resusitasi Jantung Paru.................................................................................4
3. Prosedur Standar RJP............................................................................................. 4
4. Langkah-langkah Melakukan RJP............................................................................. 8
5. Penggolongan RJP.............................................................................................. 15
6. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan tindakan RJP......................................18
BAB II........................................................................................................................ 19
HASIL PERCOBAAN.................................................................................................... 19
BAB III....................................................................................................................... 21
PEMBAHASAN........................................................................................................... 21
BAB IV....................................................................................................................... 24
KESIMPULAN............................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 25

BAB I
LANDASAN TEORI

A. Pertolongan Pertama pada Gawat Darurat (PPGD)


Pertolongan Pertama Pada Gawat Darurat (PPGD) adalah serangkaian usahausaha pertama yang harus dilakukan pada kondisi gawat darurat untuk menolong korban
dan kematian. Di luar negeri, PPGD sudah banyak diajarkan pada orang-orang awam atau
orang-orang awam khusus, namun yang patut disayngkan, sepertinya pengetahuan ini
masih sangat jarang diketahui oleh masyarakat Indonesia.
1. Prinsip PPGD

Prinsip PPGD adalah menyelamatkan korban dari kematian pada kondisi


kritis/gawat darurat.
Filosofi dalam PPGD adalah Time Saving is Life Saving, yang artinya "seluruh
tindakan yang dilaksanakan pada saat kondisi gawat darurat haruslah benar-benar
efektif dan efisien, karena pada kondisi tersebut pasien dapat kehilangan nyawa dalam
hitungan menit saja ( henti nafas selama 2-3 menit dapat mengakibatkan kematian".
2. Langkah-langkah Dasar

Langkah-langkah dasar dalam PPGD dikenal dengan singkatan DRS.ABC


(Disability-Airway -Breathing -Circulation). Keenam poin tersebut harus sangat
diperhatikan dalam penanggulangan pasien dalam kondisi gawat darurat.
3. Algortima Dasar PPGD

1. Ada pasien tidak sadar.


2. Pastikan kondisi tempat pertolongan aman bagi pasien dan penolong.
3. Beritahukan kepada lingkungan kalau anda akan berusaha menolong
4. Cek kesadaran pasien
5. Lakukan dengan metode AVPU
A (Alert)
:
Korban sadar jika tidalk sadar lanjut ke poin V
V (Verbal)

Cobalah memanggil-manggil korban dengan


berbicara keras di telinga korban
( pada tahap ini
jangan menyentak,
menggoyang atau menyentuh
pasien ), jika
2

tidak merespon lanjut ke P


P (Pain)
:
kuku
juga
(supra orbital).
U (Unresponsive)

keadaan

Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang


paling mudah adalah menekan bagian putih
tangan (di pangkal kuku), selain itu dapat
dengan menekan bagian tengah tulang dada
(sternum) dan juga areal diatas mata
Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih
tidak berealcsi malca pasien berada dalam
unresponsive

6. Call for Help, mintalah bantuan kepada masyaralcat di sekitar untuk menelpon
ambulans (118) dengan memberitahulcan:
a. Jumlah korban
b. Kesadaran korban (sadar atau tidak sadar)
c. Perkiraan usia dan jenis kelamin ( cx: lelaki muda atau ibu tua)
d.Tempat teijadi kegawatan ( alamat yang lengkap)

B. Resusitasi Jantung Paru (RJP)


1. Pengertian Resusitasi Jantung Paru (RJP)

Resusitasi atau reanimasi mengandung arti harfiah menghidupkan


kembali, dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu
episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi jantung
paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan sirkulasi dan
pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian
biologis. Resusitasi jantung paru (RJP) atau juga dikenal dengan cardio pulmonier
resusitation (CPR) merupakan gabungan antara pijat jantung dan pernafasan
buatan.
Komplikasi dari teknik ini adalah pendarahan hebat. Jika korban
mengalami pendarahan hebat, maka pelaksanaan RJP akan memperbanyak darah
yang keluar sehingga kemungkinan korban meninggal dunia lebih besar. Namun,
jika korban tidak segera diberi RJP, korban juga akan meninggal dunia. RJP harus
segera dilakukan dalam 4-6 menit setelah ditemukan telah terjadi henti nafas dan
henti jantung untuk mencegah kerusakan sel-sel otak dan lain-lain. Jika penderita
3

ditemukan bernafas namun tidak sadar maka posisikan dalam keadaan mantap
agar jalan nafas tetap bebas dan sekret dapat keluar dengan sendirinya.
2. Tujuan Resusitasi Jantung Paru

a. Mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas


(respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest) pada orang
dimana fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab yang memungkinkan
untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja
kembali.
b. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi (nafas)
c. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkukasi (fungsi jantung) dan
ventilasi (fungsi pernafasan/paru) pada pasien/korban yang mengalami
henti jantung atau henti nafas melalui Cardio Pulmonary Resuciation
(CPR) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP).

3. Prosedur Standar RJP

1. Bebaskan lah korban dan pakaian di daerah dada (buka kancing baju
bagian atas agar dada terlihat
2. Posisikan din di sebelah korban, usahakan posisi kaki yang mendekati
kepala sejajar dengan bahu pasien
3. Cek apakah ada tanda-tanda berikut:
a. Tanda-tanda cedera pada bagian leher sangat berbahaya karena
pada bagian ini terdapat syaraf-syaraf yang mengatur fungsi vital
manusia (pernapasan, denyut jantung)
b. jika tidak ada tanda-tanda tersebut maka lakukanlah Head Tilt and
Chin Lift Chin Lift

Dilakukan dengan cara menggunakan dua jari lalu mengangkat


tulang dagu (bagian dagu yang keras) ke atas. Ini disertai dengan
melakukan Head Tilt yaitu menahan kepala dan mempertahankan
posisinya. Hal ini dilakukan untuk membenaskan jalan napas korban. J
ika ada tanda-tanda tersebut, maka beralihlah ke bagian atas
pasien, jepit kepala pasien dengan paha, usahakan agar kepalanya tidak
bergerak-gerak lagi (imobilisasi) dan lakukanlah Jaw Thrust

gerakan ini dilakukan untuk menghindari adanya cedera lebih lanjut pada
tulang belakang bagian leher korban
4.

sambil melakukan a atau b diatas, lakukanlah pemeriksaan kondisi Airway


(jalan napas) dan Breathing (Pernapasan) korban.

5.

metode pengecekan menggunakan metode Look, Listen, and Feel


Look :
Lihat apakah ada gerakan dada (gerakan bernapas),
apakah gerakan tersebut simetris ?
5

Listen :
abnormal
sebagian)

Dengarkan apakah ada suara nafas normal, dan


apakah ada suara nafas tambahan yang
(bisa timbul karena ada hambatan

Jenis-jenis suara nafas karena hambatan sebagian jalan napas :

Snoring : suara seperti dengkur, kondisiini menandakan


adanya kebuntuan jalan nafas bagian atas
oleh
benda padat, jika ada suara ini maka
lakukanlah
pengecekan langsung dengan
cara cross finger
untuk
membuka
mulut
(menggunakan dua jari yaitu
ibu jari dan jari
telunjuk kanan yang digunakan
untuk chin lift
tadi, ibu jari mendorong rahang atas
ke atas,
telunjuk menekan rahang bawah ke bawah).
Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di
tenggorokan (contoh, gigi palsu) pindahkan benda
tersebut

Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena


ada kebuntuan yang disebabkan oleh cairan
(contoh
darah), maka lakukan cross-finger,
lalu lakukanlah
finger-sweep (gunakan 2 jari
yang telah dibalut
dengan
kain
untuk
menyapu rongga mulut dari
cairan-cairan)

Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebabkan


karena pembengkakan (edema) pada trakea,
untuk
pertolongan pertama tetap lakukan
maneuver head
tilt and chin lift atau jaw
thrust saja

Jika suara nafas tidak terdengar karena ada hambatan total pada
jalannya nafas maka dapat dilakukan :

Black Bow sebanyak 5 kali, yaitu dengan memukul menggunakan


telapak tangan daerah antara tulang scapula di punggung

Heimlich Maneuver, dengan cara memposisikan diri seperti


gambar, lalu menarik tangan ke arah belakang atas.

Chest Thrust, dilakukan pada ibu hamil, bayi atau obesitas


dengan cara memposisikan diri seperti gambar lalu mendorong
tangan kearah dalam atas.

Feel : Rasakan dengan pipi apakah ada hawa nafas dari korban.
6

6.

jika ternyata pasien masih bernapas, maka hitunglah berapa frekuensi


pernapasan korban dalam 1 menit (normalnya 12-20 kali permenit)

7.

jika frekuensi nafas normal, pantau terus kondisi korban dengan tetap
melakukan Look Listen and Feel.

8.

jika frekuensi nafas < 12 kali permenit, berikan nafas bantuan

9.

jika korban mengalami henti nafas berikan nafas buatan (detail tentang
nafas buatan dibawah)

10.

setelah diberikan nafas buatan maka lakukan pengecekan nadi carotis yang
terletak di leher, ceklah dengan 2 jari, letakkan jari di tonjolan di tengah
tenggorokan, lalu gerakanlah jari ke samping sampai terhambat oleh otot
leher (sternocleidomastoideus), rasakan denyut nadi carotis selama 10
detik

.
11.

jika tidak ada denyut nadi lakukanlah Pijat Jantung, diikuti dengan nafas
buatan, ulang sampai 6 kali siklus pijat jantung-napas buatan yang
diakhiri
dengan pijat jantung
12.
cek lagi nadi karotis selama 10 detik, jika teraba lakukan Look Listen and
Feel (kembali ke poin 12) lagi. Jika tidak teraba ulangi poin nomor 18.
13.

pijat jantung dan nafas buatan dihentikan jika :

penolong kelelahan dan sudah tidak kuat lagi

pasien sudah menunjukkan tanda-tanda kematian (kaku mayat)


7

14.

15.
sirkulasi

bantuan sudah datang

teraba denyut nadi karotis

setelah berhasil mengamankan kondisi di atas, periksalah tanda-tanda


shock pada korban

denyut nadi > 100 kali permenit

telapak tangan basah dingin dan pucat

Capilarry Refill Time > 2 detik (CRT dapat diperiksa dengan cara
menekan ujung kuku pasien dengan kuku pemeriksa selama 5
detik, lalu lepaskan, cek berapa lama waktu yang dibutuhkan agar
warna ujung kuku merah lagi)

jika korban shock, lakukan Shock Position pada pasienm yaitu dengan
mengangkat kaki korban setinggi 45 derajat dengan harapan
darah akan lebih banyak ke jantung.

16.

pertahankan posisi shock sampai bantuan datang atau tanda-tanda shock


menghilang

17.

jika ada pendarahan pada korban, cobalah menghentikan pendarahan


dengan menekan atau membebat luka (membebat jangan terlalu erat
karena dapat menyebabkan jaringan yang dibebat mati)

18.

setelah kondisi pasien stabil, tetap monitor selalu kondisi korban dengan
Look Listen and Feel, karena korban sewaktu-waktu dapat memburuk
secara tiba-tiba

4. Langkah-langkah Melakukan RJP

Berdasarkan konvensi American Heart Association (AHA) terbaru pada tanggal


18 Oktober 2010, dimana mengalami perubahan yaitu dari ABC menjadi CAB
(Circulatory Support, Airway Control, dan Breathing Support) prosedur CPR terbaru
adalah sebagai berikut :
8

a.

Danger (D)
Yaitu kewaspadaan terhadap bahaya dimana pertama penolong
harus mengamankan diri sendiri dengan memakai alat proteksi diri
(APD). Alat proteksi yang paling dianjurkan adalah sarung tangan untuk
mencegah terjadinya penularan penyakit dari pasien kepada penolong.
Selanjutnya penolong mengamankan lingkungan dari kemungkinan
bahaya lain yang mengancam, seperti adanya arus listrik, ancaman
kejatuhan benda (falling object). Setelah penolong dan lingkungan aman
maka selanjutnya mengamankan pasien dan meletakan korban pada
tempat yang rata, keras, kering dan jauh dari bahaya.

b. Respon (R)
Mengecek kesadaran atau respon korban dapat dilakukan secara
verbal maupun nonverbal. Secara verbal dilakukan dengan memanggil
nama. Sedangkan secara nonverbal dilakukan dengan menepuk-nepuk
bahu korban. Jika dengan memanggil dan menepuk tidak ada respos, maka
lakukan pengecekan kesadaran dengan melakukan rangsangan nyeri.
Lakukan rangsang nyeri dengan menekan tulang dada pasien dengan cara
penolong menekuk jari-jari tangan kanan, lalu tekan dengan sudut ruas
jari-jari tangan yang telah ditekuk. Jika tidak ada respon dengan
rangsangan nyeri berarti pasien tidak sadar dan dalam kondisi koma.
c.

Shout For Help (S) /meminta bantuan


Jika pasien tidak berespons selanjutnya penolong harus segera
memanggil bantuan baik dengan cara berteriak, menelepon, memberi
tanda pertolongan dan cara lainya. Berteriak contohnya dengan
memanggil orang disekitar lokasi kejadian agar membantu pertolongan
atau disuruh mencari pertolongan lebih lanjut. Selanjutnya menelepon
yaitu menghubungi pusat bantuan darurat (emergency call number) sesuai
9

dengan nomor dilokasi / negara masing-masing, seperti 911 dan 118.


Ketiga adalah Emergency signal yaitu dengan membuat asap, kilauan
cahaya, suara dan lain-lain jika lokasi ada didaerah terpencil.
d. Memperbaiki posisi pasien
Untuk melakukan tindakan RJP yang efektif, pasien harus dalam
posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. Jika
korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi
pasien ke posisi terlentang.
e.

Mengatur posisi penolong


Penolong berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat
memberikan bantuan napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah
posisi atau menggerakkan lutut.

f.

Cek Nadi
Pengecekan nadi korban dilakukan untuk memastikan apakah
jantung korban masih berdenyut atau tidak. Pada orang dewasa
pengecekan nadi dilakukan pada nadi leher (karotis) dengan menggunakan
2 jari. Caranya letakan 2 jari tangan pada jakun (tiroid) kemudian tarik ke
arah samping sampai terasa ada lekukan rasakan apakah teraba atau tidak
denyut nadi korban. Pada bayi pengecekan nadi dilakukan pada lengan
atas bagian dalam. Dengan menggunakan 2 jari rasakan ada tidaknya
denyut nadi pada lengan atas bagian dalam korban (nadi brakialis). Jika
nadi tidak teraba berarti pasien mengalami henti jantung, maka segera
lakukan penekanan / kompresi pada dada korban. Jika nadi teraba berarti
jantung masih berdenyut maka lanjutkan dengan membukan jalan napas
dan pemeriksanaan napas.

g. Circulatory Support (C) / Bantuan Sirkulasi


Yaitu kompresi dada jika korban tidak teraba nadinya berarti
jantungnya berhenti berdenyut maka harus segera dilakukan penekanan /
kompresi dada sebanyak 30 kali. Caranya : posisi penolong sejajar dengan

10

bahu korban. Letakan satu tumit tangan diatas tulang dada, lalu letakan
tangan yang satu lagi diatas tangan yang sudah diletakan diatas tulang
dada (dua jari di bawah xifoideus). Setelah itu tekan dada korban dengan
menjaga siku tetap lurus Tekan dada korban sampai kedalaman sepertiga
dari ketebalan dada atau 3-5 cm / 1-2 inci (korban dewasa), 2-3 cm (pada
anak), 1-2 cm (bayi).
h. Airway Control (A)
Yaitu membuka jalan napas, setelah melakukan kompresi
selanjutnya membuka jalan napas. Sebelum membuka jalan napas pertama
harus melakukan pemeriksaan jalan napas. Tindakan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda asing. Jika
terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa
cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi
dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras atau asing
dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan.
Mulut dapat dibuka dengan teknik finger sweep dimana ibu jari diletakkan
berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing,
biasa pada pasien tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan
epiglotis akan menutup faring dan laring, inilah salah satu penyebab
sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan
dengan cara Angkat Dagu-Tekan Dahi atau disingkat ADTD (Head tild
chin lift) dan Perasat Pendorongn Rahang Bawah (Jaw Thrust Maneuver).
1. Angkat Dagu - Tekan Dahi (ADTD)
Teknik ini dilakukan pada penderita yang tidak
mengalami trauma pada kepala, leher maupun tulang
belakang.
Caranya :
a. Letakkan tangan Anda pada dahi penderita. Gunakan
tangan yang paling dekat dengan kepala penderita.

11

b. Tekan dahi sedikit mengarah ke belakang dengan


telapak tangan sampai kepala penderita terdorong ke
belakang.
c. Letakkan ujung jari tangan yang lainnya di bawah
bagian ujung tulang rahang bawah.
d. Angkat dahu ke depan, lakukan gerakan ini bersamaan
tekanan dahi, sampai kepala penderita pada posisi
ekstensi maksimal. Pada pasien bayi dan anak kecil
tidak dilakukan sampai maksimal tetapi sedikit ekstensi
saja.
e. Pertahankan tangan di dahi penderita untuk menjaga
posisi kepala tetap ke belakang.
f. Buka mulut penderita dengan ibu jari tangan yang
menekan dagu.
2. Perasat Pendorongan Rahang Bawah (Jaw Thrust Manaeuver)
Teknik ini digunakan sebagai pengganti teknik
tekan dahi angkat dagu. Perlu diingat teknik ini sangat sulit
dilakukan, tetapi merupakan teknik yang aman untuk
membuka jalan nafas bagi penderita yang mengalami
trauma pada tulang belakang. Dengan mempergunakan
teknik ini berarti kepala dan leher penderita dibuat dalam
posisi alami/normal.
Caranya :
a. Berlutut di sisi atas kepala penderita letakan kedua siku
penolong sejajar dengan posisi penderita, kedua tangan
memegang sisi kepala.
b. Kedua sisi rahang bawah dipegang (jika pasien
anak/bayi, gunakan dua atau tiga jari pada sisi rahang
bawah).
c. Gunakan kedua tangan untuk menggerakkan rahang
bawah ke posisi depan secara perlahan. Gerakan ini
mendorong lidah ke atas sehingga jalan napas terbuka.
d. Pertahankan posisi mulut pasien tetap terbuka.
i.

Breathing Support (B) atau memberikan napas buatan


12

Jika pasien masih teraba denyut nadinya maka perlu dilakukan


pemeriksaan apakah masih bernapas atau tidak. Pemeriksaaan pernapasan
dilakukan dengan melihat ada tidaknya pergerakan dada (look),
mendengarkan suara napas (listen) dan merasakan hembusan napas (feel). Jika
pasien berdenyut jantungnya tetapi tidak bernapas maka hanya diberikan
napas buatan saja sebanyak 12-20 kali per menit. Bantuan napas dapat
dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma
(lubang yang dibuat pada tenggorokan).
1. Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini
merupakan cara yang tepat dan efektif untuk memberikan udara ke
paru-paru pasien. Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut
ke mulut, penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu
dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut
pasiendengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat
mengghembuskan napas dan juga penolong harus menutup lubang
hidung korban/pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk
mencegah udara keluar kembali dari hidung.
2. Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut
pasien tidak memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana
mulut korban mengalami luka yang berat, dan sebaliknya jika
melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup mulut
korban/pasien.
3. Mulut ke Stoma
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang
(stoma) yang menghubungkan trakhea langsung ke kulit. Bila
pasien mengalami kesulitan pernapasan maka harus dilakukan
ventilasi dari mulut ke stoma.
13

Jika pasien masih berdenyut jantungnya dan masih


bernapas maka korban dimiringkan ke kiri (posisi recovery) agar
ketika muntah tidak terjadi aspirasi.
Pasien yang berhenti denyut jantungnya / tidak teraba nadi maka tidak perlu
dilakukan pemeriksaan pernapasan karena sudah pasti berhenti napasnya, penolong
setelah melakukan kompresi dan membuka jalan napas langsung memberikan napas
buatan sebanyak 2 kali. Rasio perbandingan kompresi : napas buatan pada orang dewasa
baik 2 orang penolong maupun 1 orang penolong perbandingan yaitu 30 : 2.
Adapun frekuensi napas buatan yang diberikan yaitu :
1.
2.
3.
4.

Dewasa : 10-12x pernapasan/menit, masing-masing 1,5-2 detik


Anak (1-8 thn) : 20x pernapasan /menit masing-masing 1-1,5 detik
Bayi (0-1 thn) : lebih dari 20x pernapasan/menit masing-masing 1-1,5 detik
Bayi baru lahir : 40x pernapasan/menit, masing-masing 1-1,5 detik
J.

Evaluasi pada CPR dilakukan setiap 5 Siklus. (5 x 30 kompresi) + (5 x 2

napas buatan). Evaluasi pada pemberian napas buatan saja dilakukan

setiap

2 menit. Dan setelah pasien berdenyut nadinya dan bernapas posisi pasien
dimiringkan ke arah kiri (posisi recovery).
Tindakan RJP dapat dihentikan apabila :
1.
2.
3.
4.

Penderita pulih kembali.


Penolong kelelahan.
Diambil alih oleh tenaga yang sama atau yang lebih terlatih.
Jika ada tanda pasti mati, tidak usah lakukan RJP.

Adapun langkah-langkah melakukan RJP pada Anak dan Bayi


Anak (1-8 tahun) dan bayi (0-1 tahun) memerlukan sedikit perbedaan dalam
pertolongan. Pemeriksaan nadi pada bayi dilakukan pada nadi brakial (nadi lengan atas).
Sedangkan untuk anak seperti orang dewasa. Pada anak rasio perbandingan kompresi :
napas buatan yaitu untuk 1 penolong 30 : 2 dan untuk 2 penolong perbandingannya
menjadi 15 : 2.
Jika bayi atau anak tidak bernapas dan nadi tidak berdenyut, mulailah RJP dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
a.

Posisikan penderita
14

b.
c.

Buka baju penderita bagian dada.


Tentukan titik pijatan, untuk bayi satu jari di bawah garis imajiner/semu kedua

d.

puting susu. Untuk anak, sama dengan orang dewasa.


Lakukan pijatan jantung, untuk bayi dengan mempergunakan jari tengah dan jari
manis. Sedangkan untuk anak mempergunakan, satu turnit tangan saja.
Kecepatan pijatan pada bayi sekurang-kurangnya 100x/menit.
Cacatan :
Khusus untuk bayi baru lahir maka perbandingan antara jantung luar dan
bantuan pernapasan adalah 3 : 1, mengingat dalam keadaan normal bayi
baru lahir memiliki denyut nadi di atas 120x/menit dan pernapasan
mendekati 40x/menit.

5. Penggolongan RJP
a. Nafas Bantuan

Nafas Bantuan adalah nafas yang diberikan kepada pasien untuk


menormalkan frekuensi nafas pasien yang di bawah normal. Misal frekuensi
napas : 6 kali per menit, maka harus diberi nafas bantuan di sela setiap nafas
spontan dia sehingga total nafas permenitnya menjadi normal (12 kali).
Prosedurnya :
1.
2.

Posisikan diri di samping korban


Jangan lakukan pernapasan mouth to mouth langsung, tapi
gunakanlah kain sebagai pembatas antara mulut anda dan korban
untuk mencegah penularan penyakit.

15

3.

sambil tetap melakukan Chin lift, gunakan tangan yang


digunakan untuk Head Tilt untuk menutup hidung pasien
(agar udara yang diberikan tidak keluar lewat
hidung)
4.
mata memperhatikan dada korban, kemudian tutuplah seluruh
mulut korban dengan mulut penolong hembuskanlah nafas satu
kali (tanda jika nafas yang diberikan masuk adalah dada korban
mengembang) lepaskan penutup hidung dan jauhkan mulut sesaat
untuk membiarkan korban menghembuskan nafas keluar
(ekspirasi) lakukan lagi pemberian nafas sesuai dengan
perhitungan agar nafas kembali normal

b. Nafas Buatan

Cara melakukan nafas buatan sama dengan nafas bantuan, bedanya nafas
buatan diberikan pada pasien yang mengalami henti napas. Diberikan 2 kali efektif
(dada mengembang )

c. Pijat Jantung

Pijat Jantung adalah usaha untuk memaksa jantung memompakan darah


ke seluruh tubuh, pijat jantung dilakukan pada korban dengan nadi karotis
yang tidak teraba. Pijat jantung biasanya dipasangkan dengan nafas buatan
(seperti
yang dijelaskan pada alogaritma diatas).
Prosedur Pijat Jantung :
1. posisikan diri di samping pasien
2. posisikan tangan seperti gambar di center of chest (tepat di tengah-tengah
dada)

16

3. posisikan tangan tegak lurus korban seperti gambar

4. tekanlah dada korban menggunakan tenaga yang diperoleh dari sendi


panggul (hip joint)
5. tekanlah dada kira-kira 4-5 cm (seperti gambar kiri bawah)

17

6. setelah menekan, tarik sedikit tangan ke atas agar posisi dada kembali
normal (seperti gambar kanan atas)
7. satu set pijat jantung dilakukan sejumlah 30 kali tekanan, untuk
memudahkan menghitung dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
satu dua tiga empat SATU satu dua tiga empat DUA satu dua tiga empat
TIGA satu dua tiga empat EMPAT satu dua tiga empat LIMA satu dua tiga
empat ENAM
8. Prinsip pijat jantung adalah :

push deep

push hard

push fast

maximum recoil (berikan waktu jantung relaksasi)

minimum interruption (pada saat melakukan prosedur ini penolong


tidak boleh diinterupsi)

6. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan tindakan RJP

a. RJP jangan berhenti lebih dari 5 detik dengan alasan apapun.


b. Tidak perlu memindahkan penderita ke tempat yang lebih baik, kecuali bila ia
sudah stabil.
c. Jangan menekan prosesus xifoideus pada ujung tulang dada, karena dapat
berakibat robeknya hati
d. Diantara tiap kompresi, tangan harus melepas tekanan tetapi melekat pada
sternum, jari-jari jangan menekan iga korban.
e. Hindarkan gerakan yang menyentak. Kompresi harus lembut, teratur dan tidak
terputus
f. Perhatikan komplikasi yang mungkin karena RJP seperti :
1. Patah tulang dada dan tulang iga
2. Bocornya paru-paru (pneumotoraks)
3. Perdarahan dalam paru-paru / rongga dada (hemotoraks)
4. Luka dan memar pada paru-paru
5. Robekan pada hati

18

BAB II
HASIL PERCOBAAN
PERTANYAAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Jelaskan mengapa mahasiswa fakultas kedokteran gigi memerlukan BLS?


Apa yang anda lakukan apabila anda temukan gigi tiruan pasien anda tertelan?
Apa gunyanya metode back blow di bidang kedokteran gigi ?
Apa gunyanya metode Heimlich Manuever di bidang kedokteran gigi ?
Apa gunyanya metode Chest Thrust di bidang kedokteran gigi ?
Apa yang anda lakukan pada saat anda jumpai pasien anda mengalami pingsan setelah dilakukan
anastesi ? jelaskan !

JAWABAN
1. Karena mahasiswa fakultas kedokteran gigi merupakan calon seorang dokter gigi, dimana salah
satu ruang lingkup kerja dokter gigi adalah memberikan pelayanan darurat (basic emergency
care) yang terdiri dari BLS, sesuai dengan Kep. Menkes No 39 th 2009
2. Pertama melakukan pengecekan dengan cara cross-finger yaitu menggunakan dua jari (ibu jari
dan telunjuk) yang digunakan untuk chin lift, ibu jari mendorong rahang atas ke atas dan telunjuk
menekan rahang bawah ke bawah. Lalu lihat apakah ada gigi tiruan atau benda kecil lain yang
tertelan. Kemudian mengeluarkan benda tersebut.. Jika pasien bayi atau anak-anak menggunakan
metode black blow dengan memukul menggunakan telapak tangan daerah diantara tulang scapula
di punggung. Jika pasien orang dewasa, menggunakan metode Heimlich Manuver. Metode ini
dlakukan untuk mengeluarkan gigi tiruan yang tertelan agar dapat dimuntahkan.
3. Kegunaan back blow dikhususkan untuk bayi, karena jika dilakukan untuk orang dewasa
dikhawatirkan menjadi sumbatan penuh. Hal ini utamanya dilakukan pada saat pasien mengalami
tersedak benda kecil yang padat (misal gigi tiruan) yang membuntu jalan nafas.

19

4. Metode heimlich manuever dilakukan jika metode back blow tidak berhasil mengeluarkan benda
padat yang tertelan. Namun, bagian yang ditekan pada metode ini berbeda dengan back blow,
yaitu pada bagian ulu hati. Hal ini dilakukan saat benda sudah mencapai perut.
5. Kegunaan chest thrust dikhususkan untuk bayi, anak yang gemuk, dan wanita hamil, yang
nantinya akan dipadukan dengan back blow untuk mengeluarkan benda asing.
6. Mencoba memberikan PPDG dengan langkah awal yang harus dilakukan ialah pengkajian
korban, meliputi pernapasan korban dan peredaran darahnya, jika pasien tidak sadar, yang
pertama diperiksa adalah pernapasannya dilihat dari terangkatnya dada/ pupil mata, kemudian
diperiksa juga denyut nadi melalui arteri carotis yang ada di leher, jika memang dibutuhkan
berikan napas buatan atau segera menghubungi dokter lain untuk bantuan.

20

BAB III
PEMBAHASAN
Gawat darurat berasal dari bahasa Latin yaitu Mergere yang diartikan sebagai mencelupkan,
terjun, membanjiri, menguasai atau mengubur.1 Menurut Miles dari Medical Council New Zealand,
kegawatdaruratan medis adalah keadaan tiba-tiba yang terjadi dan membutuhkan perawatan segera untuk
menyelamatkan nyawa atau mencegah kecacatan atau rasa sakit pada pasien. Kegawatdaruratan medis
merupakan keadaan yang jarang terjadi di praktek dokter gigi, tetapi bisa saja terjadi pada setiap waktu
atau pada saat yang tidak terduga.
Beberapa kasus kegawatdaruratan terjadi pada pasien dewasa, namun ternyata dapat pula terjadi pada
pasien anak-anak.
Penelitian yang dilakukan di Jepang oleh Committe for the Prevention of Systematic
Complications During Dental Treatment of The Japanese Dental Society pada tahun 2005, menunjukkan
bahwa 19-44% dokter gigi mendapatkan kasus kegawatdaruratan setiap tahun. Sekitar 90% merupakan
kasus ringan yaitu sinkope dan sekitar 8% merupakan kasus yang cukup berat yaitu syok anafilaktik atau
alergi obat. Penelitian yang dilakukan di Kanada menunjukkan bahwa sekitar 50% kasus yang sering
ditemukan oleh dokter gigi adalah pingsan atau sinkope.
Selain pingsan, kegawatdaruratan yang juga dapat terjadi adalah syok, fraktur dentoalveolar, cardiac
arrest, asma, tertelan benda asing, angina, kejang serta epilepsi. Tindakan perawatan gigi lain yang juga
sering menimbulkan kegawatdaruratan adalah perdarahan dan rasa sakit akibat penyuntikan dan
pencabutan gigi. Prosedur perawatan gigi sering menyebabkan pasien mengalami stres psikis terutama
pada individu yang belum pernah ke dokter gigi atau pasien
yang mempunyai pengalaman tidak menyenangkan dengan perawatan gigi sebelumnya.
Sekitar 70,2% dokter gigi pernah menangani peristiwa kegawatdaruratan medis. Kurangnya
pengetahuan dan pelatihan seorang dokter gigi terhadap kegawatdaruratan di praktek mereka dapat
menyebabkan risiko yang berbahaya dan terkadang dapat berlanjut ke arah hukum, karena keadaan
kedaruratan yang terjadi di praktek dokter gigi merupakan tanggung jawab seorang dokter gigi, maka
seorang dokter gigi perlu untuk mengetahui pengelolaan kasus kegawatdaruratan medis dan prinsipprinsip dasar kegawatdaruratan.
Melakukan basic life support (BLS) merupakan tindakan paling penting dari dokter gigi karena
dapat menentukan prognosa perawatan yang akan diberikan untuk keadaan kedaruratan medis. Tujuan
BLS adalah mencegah sirkulasi yang tidak adekuat atau masalah pada pernafasan (airway) dan juga
membantu sirkulasi dan respirasi pasien melalui CPR (cardiopulmonary resuscitation).
Orang tersedak sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Tersedak bisa terjadi pada siapapun
baik yang masih anak anak hingga dewasa. Tersedak atau choking bukanlah suatu keadaan sepele.
Choking adalah salah satu kegawat daruratan medis yang jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat
dapat menyebabkan kematian. Otak adalah organ yang sangat sensitif jika ada penurunan asupan oksigen.
Hal ini terjadi saat seseorang tersedak karena benda asing akan menyumbat jalan napas atas sehingga kita
tidak dapat bernapas dengan baik. Otak akan mulai mengalami kerusakan setelah 6 menit dan akan rusak
permanen jika tidak mendapat oksigen selama 10 menit. Saat seseorang kesulitan bernapas karena
21

choking, kita HANYA memiliki waktu EMPAT menit sebelum terjadi kematian atau kerusakan otak
Henry Heimlich MD
Banyak yang beranggapan bahwa jika seseorang tersedak isinya harus dimuntahkan. Hal ini
kuranglah tepat karena benda asing yang tersedak akan masuk bukan ke saluran pencernaan. Setelah
melewati mulut, makanan atau benda lainnya seperti gigi tiruan akan masuk ke suatu saluran yang
bernama esofagus atau kerongkongan menuju lambung. Di belakang mulut terdapat suatu percabangan
yang ditutupi oleh suatu katup bernama epiglottis yang akan memisahkan saluran makan (esofagus)
dengan saluran pernapasan (trakea). Saat menelan atau bernapas, katup ini akan bergantian menutup
masing masing saluran agar makanan tidak salah masuk ke saluran napas. Saat seseorang makan sambil
tertawa atau bicara, kemungkinan makanan/ benda asing (gigi tiruan) untuk masuk ke trakea semakin
besar sehingga bisa terjadi choking. Makanan/ benda asing (gigi tiruan) yang masuk ke trakea ini
nantinya akan mengganggu secara penuh atau sebagian aliran udara ke paru paru.
The Heimlich Maneuver merupakan suatu metode standar untuk mengeluarkan benda asing dari
orang yang mengalami choking. Prosedur ini ditemukan oleh Dr. Henry Heimlich seorang ahli bedah
thorax pada tahun 1974. Prinsipnya adalah memberikan tekanan pada perbatasan perut dan dada
seseorang sehingga udara akan menghentak benda asing yang tertelan. Manuver Heimlich adalah sebagai
berikut:

Memanggil bantuan. Minta orang lain memanggil ambulans atau nomer gawat darurat.

Memastikan orang itu tersedak. Kita bisa bertanya Apa anda tersedak? kepada orang yang
terlihat seperti gambar disamping. Kedua tangan yang memegangi leher adalah tanda universal
tersedak. Orang yang tidak bisa menjawab, mengangguk, atau menunjuk nunjuk lehernya perlu
diberikan pertolongan segera karena terdapat sumbatan jalan napas.

Berdirilah di belakangnya. Sambil berdiri di belakangnya, kita meminta korban untuk sedikit
membungkuk dan merenggangkan kakinya. Mengepal tangan kanan dan bersiap memberi
hentakan.

Memberi hentakan dengan kepalan tangan. Kepalan tangan kanan dikatubkan dengan tangan kiri
lalu memberi tekanan pada dua jari di atas pusar. Tekanan diberikan ke atas dan belakang.
Berikan tekanan sebanyak 5 hitungan lalu tanyakan apakah masih tersedak atau tidak. Prosedur
ini diulangi hingga penyumbatnya keluar atau hingga tenaga bantuan tiba.

Manuever Heimlich (The Committee on Trauma: American College of Surgeon (Yayasan


Essentia Medica, 1983: 22) ini merupakan metode yang paling efektif untuk mengatasi obstruksi saluran
pernapasan atas akibat makanan atau benda asing yang terperangkap dalam pharynx posterior atau glottis.
Korban menjadi pucat yang diikuti dengan bertambahnya cyanosis, anoxia dan kematian. Pada
kondisi tersebut di atas, maneuver dapat dilaksanakan dengan posisi penolong berdiri atau berbaring.
a.

Korban dalam keadaan sadar.


Penolong berdiri di belakang korban dan memeluk pinggang korban dengan
kedua belah tanggan, kepalan salah satu tangan digenggam oleh tangan yang lain. Sisi ibu
jari kepalan penolong menghadap abdomen korban diantara umbilicus dan thoraks.
Kepalan tersebut ditekankan dengan sentakan ke atas yang cepat pada abdomen korban.
22

Penekanan tersebut tidak boleh memantul, dan pada waktu di puncak tekanan perlu diberi
waktu untuk menahan 0.5-1 detik dan setelah itu tekanan dilepas, perbuatan ini harus
diulang-ulang beberapa kali. Naiknya diafragma secara mendadak menekan paru-paru
yang dibatasi oleh dinding rongga dada, meningkatkan tekanan intrathoracal dan
memaksa udara serta benda asing keluar dari dalam saluran pernapasan.
b.
Korban dalam keadaan tidak sadar.
Korban berbaring terlentang dan penolong berlutut melangkahi panggul korban. Penolong
menumpukan kedua belah tanggannya dan meletakkan panggkal salah satu telapak tangan pada abdomen
korban, kemudian melaksanakan prosedur yang sama pada posisi berdiri.
Selain metode Heimlick manuever, ada beberapa metode lain yang dapat digunakan untuk
mengatasi tersedak, yakni :
Back Blow (untuk bayi)
Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau
berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang garis
antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)
Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)
Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari telunjuk
atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara kedua putting susu pasien). Bila
penderita sadar, tidurkan terlentang, lakukanchest thrust, tarik lidah apakah ada benda asing, beri
nafas buatan.

23

BAB IV
KESIMPULAN

Pertolongan Pertama Pada Gawat Darurat (PPGD) adalah serangkaian usaha-usaha


pertama yang harus dilakukan pada kondisi gawat darurat untuk menolong korban dan kematian.
Langkah-langkah dasar dalam PPGD dikenal dengan singkatan DRS.ABC (Disability-Airway
-Breathing -Circulation). Keenam poin tersebut harus diperhatikan dalam penanggulangan
pasien dalam kondisi gawat darurat.
Resusitasi atau reanimasi mengandung arti harfiah menghidupkan kembali, dimaksudkan
usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi
kematian biologis. Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan
sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian
biologis. Resusitasi jantung paru (RJP) atau juga dikenal dengan cardio pulmonier resusitation
(CPR) merupakan gabungan antara pijat jantung dan pernafasan buatan.
Resusitasi Jantung Paru digolongkan menjadi 3, yakni :
Nafas Bantuan
Nafas Buatan
Pijat Jantung
Tersedak bisa terjadi pada siapapun baik yang masih anak anak hingga dewasa. Tersedak atau
choking bukanlah suatu keadaan sepele. Choking adalah salah satu kegawat daruratan medis yang jika
tidak ditangani dengan cepat dan tepat dapat menyebabkan kematian. Otak adalah organ yang sangat
sensitif jika ada penurunan asupan oksigen. Hal ini terjadi saat seseorang tersedak karena benda asing
akan menyumbat jalan napas atas sehingga kita tidak dapat bernapas dengan baik. Otak akan mulai
mengalami kerusakan setelah 6 menit dan akan rusak permanen jika tidak mendapat oksigen selama 10
menit. Metode yang dapat dilakukan untuk mengatasi tersedak yakni :
Back blow
Heimlich Mauever
Chest Thrust

24

DAFTAR PUSTAKA

Chin, Daek. 2014. Teknik Resusitasi Jantung Paru (Rjp)


Etja. 2007. Pertolongan Pertama pada Gawat Darurat (PPGD)
Medis, Dokter. 2009. Pengelolaan Jalan Napas Airway

25

Anda mungkin juga menyukai