Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Iklim dan Cuaca


2.1.1. Pengertian Cuaca
Cuaca adalah keadaan udara pada suatu waktu yang relatif singkat dan
tempat yang relatif sempit.
2.1.2. Pengertian Iklim
Secara Umum Iklim dedefinisikan sebagai keadaan rata-rata cuaca
pada suatu wilayah dalam jangka waktu yang relatif lama. Ada beberapa
ahli yang juga mendefinisak iklim sebagai berikut:

Sintesis kejadian cuaca selama kurun waktu yang panjang, yang secara
statistik cukup dapat dipakai untuk menunjukkan nilai statistik yang
berbeda dengan keadaan pada setiap saatny (World Climate
Conference, 1979)

Kondep abstrak yang menyatakan kebiaasan cuaca dan unsur-unsur


atmosfer di suatu daerah selama kurun waktu yang panjang (Glenn T.
Trewartha, 1980)

Peluang statistik berbagai keadaan atmosfer, antara lain suhu, tekanan,


angin kelembaban, yang terjadi di suatu daerah selama kurun waktu
yang panjang (Gibbs, 1978)

2.2. Unsur-Unsur Pembentuk Cuaca dan Iklim


2.2.1.Radiasi Matahari
Yang menyebabkan adanya panas di permukaan bumi. Radiasi matahari
datang ke bumi. Radiasi matahari datang ke bumi dalam bentuk gelombang
elektromagnetik. Unsur radiasi matahari yang perlu diperhatikan adalah
intensitas radiasi dan lamanya radiasi berlangsung. Intensitas radiasi
matahari terbesar terjadi di daerah tropis.

Gambar 2.1. Proses terjadinya radiasi matahai


Sumber : http//www.Google.com

2.2.2.Temperatur Udara
Temperatur udara adalah derajat panas udara. Alat untuk mengukur
temperature udara adalah termometer. Faktor-faktor yang mempengaruhi
suhu udara suatu daerah adalah :
a.

Sudut datang sinar matahari

b.

Cerah tidaknya cuaca

c.

Lama penyinaran matahari

d.

Letak lintang

e.

Ketinggian tempat

2.2.3.Tekanan Udara
Tekanan udara adalah tekanan yang diberikan oleh setiap satuan luas
bidang datar dari permukaan bumi sampai batas atmosfer. Alat untuk
mengukur tekanan udara disebut barometer. Faktor utama yang
mempengaruhi perbedaan tekenan udara adalah temperature udara. Daerah
yang mendapat panas terus-menerus merupakan daerah yang mempunyai
tekanan udara minimum sedangkan daerah yang pemanasannya kurang,
bertekanan maksimum.
2.2.4.Angin
Angin adalah udara yang bergerak. Udara bergerak dari daerah yang
bertekanan maksimum ke daerah yang bertekanan minimum. Angin terjadi

akibat adanya perbedaan tekanan udara. Alat untuk mengukur kecepatan


angin adalah anemometer.
Jenis-jenis angin dapat dibedakan :
a. Angin tetap yang meliputi angin barat, angin timur, angina pasat, angin
anti pasat
b. Angin periodik yang meliputi angin muson adalah angin yang setiap
setengah tahun bertiupnya berganti arah angin muson dapat dibedakan
menjadi angin muson laut dan angin muson darat selain angin muson
ada angin darat dan angin laut, angina gunung dan angin lembah.

Gambar 2.2. Proses terjadinya angina lembah dan angina gunung


Sumber : http//www.Google.com

c. Angin lokal yang meliputi angin siklon yaitu angin di daerah depresi
yang memiliki barometris minimum dan di kelilingi barometris
maksimum, Angin antisiklon adalah angin di daerah kompresi yang
memiliki barometris maksimum dan di kelilingi barometris minimum,
Angin fohn angin yang bersifat panas dan kerin yang turun di daerah
pegunungan.

Gambar 2.3. Proses terjadinya Angin Siklon


Sumber : http//www.Google.com

2.2.5. Kelembapan Udara


Dalam udara terdapat air yang terjadi karena penguapan. Makin tinggi
suhu udara, makin banyak uap air yang dikandungnya. Hal ini berarti,
makin lembablah udara tersebut. Jadi, Humidity adalah banyaknya uap air
yang dikandung oleh udara. Alat pengukurnya adalah higrometer..
2.2.6. Awan
Awan terjadi akibat adanya proses kondensasi dari uap air. Awan yang
mencapai permukaan bumi disebut kabut.

Gambar 2.4. Klasifikasi awan berdasarkan Morfologi


Sumber : http//www.Google.com

2.2.7. Hujan
Hujan adalah peristiwa jatuhnya titik air dari atmosfer ke permukaan
bumi secara alami. Alat untuk mengukur besarnya curah hujan adalah
ombrometer atau disebut raingauge. Berdasarkan bentuknya hujan
dibedakan sebagai berikut yaitu hujan air, hujan salju, hujan es. Berdasar
proses terjadinya hujan dibedakan yaitu hujan orografis yaitu hujan yang
terjadi di daerah pegunungan, hujan konveksi, hujan frontal hujan yang
terjadi di daerah sub tropis, hujan konvergen hujan yang terjadi karena

adanya pengumpulan awan yang disebabkan oleh angin. Berikut disajikan


video animasi sederhana proses terjadinya hujan.

2.3. Klasifikasi Iklim


2.3.1. Iklim Matahari
Dasar perhitungan untuk mengadakan pembagian daerah iklim matahari
ialah banyaknya sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi.
Menurut teori, makin jauh dari khatulistiwa, makin besar sudut datang sinar
matahari, sehingga makin sedikit jumlah sinar matahariyang diterima oleh
permukaan bumi.
Pembagian daerah iklim matahari didasarkan pada letak lintang adalah
sebagai berikut :
a.Daerah Iklim Tropis :
0 derajat LU-23,5 derajat LU dan 0 derajat LS-23,5 derajat LS
b.Daerah Iklim Sedang :
23,5 derajat LU-66,5 derajat Lu dan 23,5 derajat LS-90 derajat LS
c. Daerah Iklim Dingin :
66,5 derajat LU-90 derajat LU dan 66,5 derajat LS-90 derajat LS
Pembagian daerah iklim menurut iklim matahari didasarkan 1 teori,
bahwa temperatir udara makin rendah jika letaknya makin jauh dari
khatulistiwa. Maka dari itu, ada ahli yang menyebut iklim matahari sebagai
iklim

teoritis.

Menurut

kenyataanya,

temperatur

menyimpang dari teori tersebut.

Gambar 2.5. Iklim Matahari


Sumber : http//www.Google.com

beberapa

tempat

10

2.3.2. Iklim Fisis


Iklim fisis adalah iklim yang dipengaruhi alam sekitar. Misalnya,
daratan, lautan, pegunungan , dataran rendah, dataran tinggi, angin, laut,
maupun letak geografis. Berikut adalah pembagian Iklim fisis :
a. Iklim Kontinental atau Iklim Darat, iklim ini terjadi di daerah yang
sangat luas, sehingga angin yang terpengaruh terhadap daerah tersebut
adalah angin darat yang kering. Di daerah ini, pada siang hari terasa
panas sekali dan pada malam hari terasa sangat dingin. Curah hujannya
sangat rendah, sehingga kadang-kadang terbentuk gurun pasir. Misalnya
Gobi, Tibet, Arab, Sahara, Kalahari, Australia Tengah, dan Nevada.
b. Iklim Laut, iklim ini terdapat di daerah eropa tropis dan subtropis. Angin
yang berpengaruh terhadap daerah tersebut adalah angin laut yang
lembab. Ciri-ciri iklim laut adalah curah hujan yang rata-rata tinggi. Suhu
tahunan dan harian yang hampir sama, sifatnya banyak hujan.
c. Iklim Dataran Tinggi, iklim ini mengalami perubahan suhu harian dan
tahunan, takanan rendah, sinar matahari terik dan hanya mengandung
sedikit uap air.
d. Iklim Pegunungan, iklim initerdapat di daerah pegunungan. Di daerah
pegunungan udaranya sejuk dan hujan sering turun. Hujan terjadi karena
awan yang naik ke lereng pegunungan mengalami kondensasi sehingga
turun hujan. Hujan seperti ini disebut hujan orografis.
2.3.3. Iklim Koppen
Klasifikasi ini dikemukakan oleh Dr Wladimir Koppen ahli ilmu iklim
dari Jerman, 1918. Koppen membuat klasifikasi iklim seluruh dunia
berdasarkan suhu dan kelembaban udara. Kedua unsur iklim tersebut sangat
besar pengaruhnya terhadap permukaan bumi dan kehidupan di atasnya.
Berdasarkan ketentuan itu Koppen membagi iklim dalam lima daerah iklim
pokok. Masing-masing daerah iklim diberi simbol A, B, C, D, dan E.
a. Pembagian iklim Koppen secara rinci, adalah sebagai berikut:

Af = iklim hujan tropic

Aw = Iklim savana tropic

BS = iklim stepa

11

BW = iklim gurun

Cf = iklim hujan sedang, panas tanpa musim kering

Cw = iklim hujan sedang, panas dengan musim dingin kering

Cs = iklim hutan sedang, panas dengan musim panas yang kering

Df = iklim hutan salju tanpa musim kering

Dw = iklim hutan salju dengan musim dingin yang kering

Et = iklim tundra

Ef = iklim salju

b. Penjelasan

Iklim Hujan Tropis

Af

Iklim hutan hujan tropis

Aw

Iklim savanna

Am

Iklim monsoon tropis

Iklim kering

BSh

Iklim stepa kering

BSk

Iklim stepa sejuk

BWh

Iklim gurun terik

BWk

Iklim gurun sejuk

Iklim Hujan Sedang Panas

Cfa

Kelembaban sepanjang musim, musim panas terik

Cfb

Kelembaban sepanjang musim, musim panas panas

Cfc

Kelembaban sepanjang musim, musim panas pendek, sejuk

Cwa

Hujan musim panas,musim panas terik

Cwb

Hujan musim panas,musim panas panas

Csa

Hujan musim dingin,musim panas terik

Csb

Hujan musim dingin,musim panas panas

Iklim Hutan Salju Sejuk

12

Dfa

Kelembaban sepanjang musim, musim panas terik

Dfb

Kelembaban sepanjang musim, musim panas panas

Dfc

Kelembaban sepanjang musim, musim panas pendek, sejuk

Dfd

Kelembaban sepanjang musim, musim dingin dingin luar biasa

Dwa

Hujan musim panas,musim panas terik

Dwb

Hujan musim panas,musim panas panas

Dwc

Hujan musim dingin,musim panas terik

Dwd

Kelembaban sepanjang musim, musim dingin dingin luar biasa

Iklim Kutub

ET

Tundra

EF

Salju dan es abadi

c. Menurut Koppen di Indonesia terdapat tipe-tipe iklim Af, Aw, Am, C,


dan D.

Af dan Am
terdapat di daerah Indonesia bagian barat, tengah, dan utara, seperti
Jawa Barat, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi Utara.

Aw
terdapat di Indonesia yang letaknya dekat dengan benua Australia
seperti daerah-daerah di Nusa Tenggara, Kepulauan Aru, dan Irian
Jaya pantai selatan.

C
terdapat di hutan-hutan daerah pegunungan.

D
terdapat di pegunungan salju Irian Jaya.

d. Kriteria utama iklim A,B,C,D,E

Suhu rata-rata bulan terdingin minimal 18C, curah hujan


tahunan > evapotranspirasi tahunan.

Evapotranspirasi potensial tahunan rata-rata > curahan


tahunan rata-rata. Tidak ada kelebihan air.

13

Suhu rata-rata bulan terdingin -3 s.d 18C . Bulan terpanas


> 10 C.

Suhu rata-rata bulan terdingin < 10 C, bulan terpanas >10


C.

Suhu rata-rata bulan terpanas < 10 C, untuk daerah tundra


0 s.d 10 C, untuk daerah salju abadi < 10C.

e. Huruf kedua menunjukkan tingkat kelembapan, tingkat kekeringan, atau


kebekuan wilayah. Untuk tipe iklim A, C, dan D huruf keduanya antara
lain:

Huruf F menunjukkan lembap, ditandai dengan curah hujan cukup


setiap bulan dan tidak terdapat musim kering;

Huruf W menandai periode musim kering jatuh pada musim dingin


(winter)

Huruf S menandai periode musim kering jatuh pada musim panas


(summer);

Huruf M menunjukkan muson, ditandai dengan adanya musim


kering yang jelas walaupun periodenya pendek.

f. Khusus untuk tipe iklim B, huruf keduanya adalah:

Huruf S (steppa atau semi arid), ditandai dengan rata-rata curah


hujan tahunan berkisar antara 380 mm-760 mm.

Huruf W (gurun atau arid), ditandai dengan rata-rata curah hujan


tahunan kurang dari 250 mm.

g. Khusus untuk tipe iklim E, huruf keduanya adalah:

Huruf T artinya tundra.

Huruf F artinya salju abadi (senantiasa tertutup es).

Huruf H artinya iklim salju pegunungan tinggi.

2.3.4. Iklim Schmidt-Ferguson

14

Klasifikasi ini sangat populer di Indonesia dan beberapa negara


tetangga yang memiliki musim kering-musim hujan. Menyadari bahwa
variasi iklim Indonesia sangat beragam, Kementerian Perhubungan meminta
kedua sarjana tersebut untuk membuat suatu sistem klasifikasi yang cocok
bagi keadaan Indonesia.
Khusus untuk keperluan dalam bidang pertanian dan perkebunan,
Schmidt dan Ferguson membuat penggolongan iklim khusus daerah tropis.
Dasar pengklasikasian iklim ini adalah jumlah curah hujan yang jatuh
setiap bulan sehingga diketahui rata-rata bulan basah, lembap, dan bulan
kering. Bulan kering adalah bulan-bulan yang memiliki tebal curah hujan
kurang dari 60 mm, bulan lembap adalah bulan-bulan yang memiliki tebal
curah hujan antara 60 mm100 mm. Bulan basah adalah bulan-bulan yang
memiliki tebal curah hujan lebih dari 100 mm.
Terdapat delapan kelompok iklim yang didasarkan pada nisbah bulan
kering (BK) ke bulan basah (BB), yang disimbolkan sebagai Q (dalam
persen). Bulan kering adalah bulan dengan presipitasi total di bawah 60 mm
dan bulan basah adalah bulan dengan presipitasi total di atas 100 mm.
Delapan kelompok iklim menurut Schmidt dan Ferguson adalah sebagai
berikut:

Iklim A, Q < 14,3, daerah sangat basah, hutan hujan tropis

Iklim B, 14,3 =< Q < 33,3, daerah basah, hutan hujan tropis

Iklim C, 33,3 =< Q < 60,0, daerah agak basah, hutan rimba peluruh
(daun gugur pada musim kemarau)

Iklim D, 60,0 =< Q < 100,0, daerah sedang, hutan peluruh

Iklim E, 100,0 =< Q < 167,0, daerah agak kering, padang sabana

Iklim F, 167,0 =< Q < 300,0, daerah kering, padang sabana

Iklim G, 300,0 =< Q < 700,0, daerah sangat kering, padang ilalang

Iklim H, Q >= 700,0, daerah ekstrim kering, padang ilalang


Seperti halnya klasikasi iklim menurut Vladimir Koppen, sistem

klasikasi penggolongan iklim menurut Schmidt-Ferguson menggunakan


sistem huruf yang didasarkan atas nilai Q, yaitu persentase perbandingan

15

rata-rata jumlah bulan basah dan bulan kering. Untuk menentukan tipe iklim
Schmidt-Ferguson digunakan rumus sebagai berikut:

dengan:
Q

:perbandingan bulan kering dan bulan basah (%).

Md

:mean (rata-rata) bulan kering, yaitu perbandingan antara jumlah


bulan kering dibagi dengan jumlah tahun pengamatan.

Mw

:mean (rata-rata) bulan basah, yaitu perbandingan antara jumlah


bulan basah dibagi dengan jumlah tahun pengamatan.

Gambar 2.6. Klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson


Sumber : http//www.Google.com

2.3.5. Iklim Oldeman


Klasifikasi ini sangat populer di Indonesia dan beberapa negara tetangga
yang memiliki musim kering-musim hujan. Menyadari bahwa

Oldeman membagi iklim menjadi 5 tipe iklim yaitu:


Iklim A, iklim yang memiliki bulan basah lebih dari 9 kali berturut-turut.
Iklim B, iklim yang memiliki bulan basah 7-9 kali berturut-turut.
Iklim C, iklim yang memiliki bulan basah 5-6 kali berturut-turut.
Iklim D, iklim yang memiliki bulan basah 3-4 kali berturut-turut.

16

Iklim E, iklim yang memiliki kurang dari 3 bulan basah berurutan.


Kriteria bulan basah (wet month), bulan lembab (humid month) dan
bulan kering (dry month) menurut Oldeman adalah sebagai berikut:

1. Bulan Basah (BB)


Bulan dengan rata-rata curah hujan > 200 mm
2. Bulan Lembab (BL)
Bulan dengan rata-rata curah hujan 100 mm 200 mm
3. Bulan Kering (BK)
Bulan dengan rata-rata curah hujan < 100 mm
Dalam penentuan klasifikasi iklimnya, Oldeman menggunakan
panjang periode bulan basah dan bulan kering berturut-turut. Bulan
lembab tidak digunakan dalam penentuan klasifikasi iklimnya.
Tipe Utama klasifikasi Oldeman dikelompokkan menjadi 5 tipe yang
didasarkan pada jumlah bulan basah (BB) berturut-turut, sedangkan sub
divisinya dikelompokkan menjadi 4 yang didasarkan pada jumlah bulan
kering (BK) berturut-turut.
Tabel 2.1. Kriteria Klasifikasi Oldeman
Tipe Utama
A
B
C
D
E

BB Berturutturut
>9
79
56
34
<3

Sub Divisi
1
2
3
4

BK Berturutturut
<2
23
46
>6

Oldeman menjelaskan hubungan antara klasifikasi iklim dengan


pertanian khususnya tanaman pangan, seperti terlihat pada Tabel 3.2. di bawah
ini:
Tabel 2.2. Penjabaran Kegiatan Pertanian Berdasarkan Klasifikasi Oldeman
Tipe
Iklim
A1

Penjabaran Kegiatan

Keterangan

Sesuai untuk padi terus-menerus,

3 PS umur pendek

17

Tipe
Iklim
A2

Penjabaran Kegiatan

Keterangan

produksi kurang, karena fluks radiasi

atau 2 PS + 1 PL

surya rendah
Sesuai untuk padi terus-menerus,
B1

dengan perencanaan yang baik,

3 PS umur pendek

produksi tinggi bila panen musim

atau 2 PS + 1 PL

kemarau
Dua kali padi varietas umur pendek,
B2

musim kemarau yang pendek cukup

2 PS + 1 PL

untuk palawija
C1

Tanam Padi sekali dan palawija dua


kali

C2

Tanam padi sekali, palawija kedua

C3

jangan jatuh pada musim kemarau

1 PS + 2 PL

1 PS + 1 PL + 1 SK

C4
D1
D2
D3
D4
E

Padi umur pendek satu kali, produksi


tinggi, palawija
Hanya mungkin satu kali padi atau
satu kali palawija
Terlalu kering, hanya mungkin satu
kali palawija

1 PS + 1 PL

1 PS atau 1 PL

1 PL

Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada


jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi.
Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlansung
secara berturut-turut. Oldeman, et al (1980) mengungkapkan bahwa
kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150 mm per bulan sedangkan
untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan, dengan asumsi bahwa peluang
terjadinya hujan yang sama adalah 75% maka untuk mencukupi kebutuhan
air tanaman padi 150 mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar 220

18

mm/bulan, sedangkan untuk mencukupi kebutuhan air untuk tanaman


palawija diperlukan curah hujan sebesar 120 mm/bulan, sehingga menurut
Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan
bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah
hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm.
Lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh
jenis/varietas yang digunakan, sehingga periode 5 bulan basah berurutan
dalan satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9
bulan basah maka petani dapat melakukan 2 kali masa tanam. Jika kurang
dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak dapat membudidayakan padi tanpa
irigasi tambahan (Tjasyono, 2004).
Oldeman membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona
iklim merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturutturut yang terjadi dalam setahun. Sedangkan sub zona iklim merupakan
banyaknya jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun. Pemberian
nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B, zone C, zone D
dan zone E sedangkan pemberian nama sub zone berdasarkana angka yaitu
sub 1, sub 2, sub 3 sub 4 dan sub 5.
Zone A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zone B
hanya dapat ditanami padi 2 periode dalam setahun. Zone C, dapat ditanami
padi 2 kali panen dalam setahun, dimana penanaman padi yang jatuh saat
curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan sistem gogo
rancah. Zone D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa tanam. Zone E,
penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik. (Oldeman,
et al., 1980)
Klasifikasi iklim menurut Oldeman didasarkan atas kebutuhan air dan
hubungannya dengan tanaman pertanian yang sangat diperlukan. Pembagian
iklim menurut Oldeman adalah sebagai berikut:

A1 bulan basah lebih dari 9 bulan berurutan

B1 7-9 bulan basah berurutan dan satu bulan kering

B2 7-9 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering

C1 5-6 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering

19

C2 5-6 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering

C3 5-6 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering

D1 3-4 bulan basah berurutan dan satu bulan kering

D2 3-4 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering

D3 3-4 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering

D4 3-4 bulan basah berurutan dan lebih dari 6 bulan bulan kering

E1 kurang dari 3 bulan basah berurutan dan kurang dari 2 bulan


kering

E2 kurang dari 3 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering

E3 kurang dari 3 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering

E4 kurang dari 3 bulan basah berurutan lebih dari 6 bulan

Disajikan dalam bemtuk table seperti gambar berikut ini:

Gambar 2.7. Klasifikasi iklim Oldeman


Sumber : http//www.Google.com

20

Gambar 2.8. Diagram klasifikasi iklim Oldeman


Sumber : http//www.Google.com

2.3.6. Iklim Junghunh


Seperti halnya Schmidt dan Ferguson, untuk keperluan pola
pembudidayaan tanaman perkebunan, seperti tanaman teh, kopi, dan kina,
seorang ahli Botani dari Cina bernama Yunghuhn membuat penggolongan
iklim khususnya di negara Indonesia terutama di Pulau Jawa berdasarkan
pada garis ketinggian. Indikasi tipe iklim adalah jenis tumbuhan yang
cocok hidup pada suatu kawasan.
Yunghuhn membagi lima wilayah iklim berdasarkan ketinggian
tempat di atas permukaan laut sebagai berikut:
1.

Zone Iklim Panas, antara ketinggian 0650 meter di atas permukaan


laut, dengan suhu rata-rata tahunan di atas 22C. Daerah ini sangat
cocok untuk ditanami padi, jagung, tebu, dan kelapa.

2.

Zone Iklim Sedang, antara ketinggian 6501.500 meter di atas


permukaan laut, dengan suhu rata-rata tahunan antara 17,1C22C.
Daerah ini sangat cocok untuk ditanami komoditas perkebunan teh,
karet, kopi, dan kina.

3.

Zone Iklim Sejuk, antara ketinggian 1.5002.500 meter di atas


permukaan laut, dengan suhu rata-rata tahunan antara 11,1C17,1C.
Daerah ini sangat cocok untuk ditanami komoditas hortikultur seperti
sayuran, bunga-bungaan, dan beberapa jenis buah-buahan.

4.

Zone Iklim Dingin, antara ketinggian 2.5004.000 meter di atas


permukaan laut, dengan suhu rata-rata tahunan kurang dari 11,1C.
Tumbuhan yang masih mampu bertahan adalah lumut dan beberapa
jenis rumput.

21

Gambar 2.9. Klasifikasi iklim Yunghuhn


Sumber : http//www.Google.com

2.4. Evaporasi
Evaporasi merupakan proses perubahan zat cair menjadi gas dan
pemindahannya dari suatu permukaan ke atmosfer. Evaporasi dapat berlangsung
pada permukaan laut, danau, rawah ,sungai , tanah , dan permukaan yang basah.
Evaporasi merupakan faktor penting dalam studi tentang pengembangan sumbersumber daya air. Evaporasi sangat mempengaruhi debit sungai besarnya
kapasitas waduk, besarnya kapasitas pompa untuk irigasi, penggunaan konsumtif
(comsumptive use) untuk tanaman dan lain-lain.
Evaporasi yang mungkin terjadi pada kondisi air yang tersedia berlebihan
disebut evaporasi potensial. Meskipun demikian kondisi air berlebih sering tidak
terjadi. Evaporasi tetap terjadi dalam kondisi air tidak berlebihan meskipun tidak
sebesar evaporasi potensial. Kehilangan air akibat evaporasi biasanya dilihat dari
dua sisi. Pertama, evaporasi dari permukaan air (E0), yaitu penguapan air
langsung dari danau, sungai dan badan air lainnya. Kedua, kehilangan air
melalui vegetasi oleh proses-proses intersepsi dan transpirasi.

22

Air akan menguap dari tanah, baik tanah gundul atau yang tertutup oleh
tanaman dan pepohonan, permukaan tidak tembus air seperti atap dan jalan raya,
air bebas dan mengalir. Laju evaporasi atau penguapan akan berubah-ubah
menurut warna dan sifat pemantulan permukaan (albedo) dan hal ini juga akan
berbeda untuk permukaan yang langsung tersinari oleh matahari dan yang
terlindung dari sinar matahari.
Evaporasi potensial dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu
faktor meteorologi. Besarnya faktor meteorologi yang mempengaruhi besarnya
evaporasi potensial adalah sebagai berikut:

Radiasi Matahari
Evaporasi merupakan konversi air ke dalam uap air. Proses ini
berjalan terus hampir tanpa berhenti di siang hari dan kerap kali juga di
malam hari. Perubahan dari keadaan cair menjadi gas ini memerlukan
energi berupa panas laten untuk evaporasi. Proses tersebut akan sangat
aktif jika ada penyinaran matahari langsung. Awan merupakan penghalang
radiasi matahari dan akan mengurangi input energi, jadi akan menghambat
proses evaporasi.

Angin
Jika air menguap ke atmosfir maka lapisan batas antara permukaan
tanah dan udara menjadi jenuh oleh uap air sehingga proses penguapan
berhenti. Agar proses tersebut dapat berjalan terus, lapisan jenuh harus
diganti dengan udara kering. Pergantian itu hanya mungkin kalau ada
angin, yang akan menggeser komponen uap air. Jadi kecepatan angin
memegang peranan penting dalam proses evaporasi.

Kelembapan Relatif (Relative Humiditas)


Jika kelembaban relatif naik, maka kemampuan udara untuk menyerap
air akan berkurang sehingga laju evaporasinya menurun. Penggantian
lapisan udara pada batas tanah dan udara dengan udara yang sama
kelembaban relatifnya tidak akan menolong dalam memperbesar laju
evaporasinya.

Suhu (Temperature)

23

Energi sangat dibutuhkan agar evaporasi berjalan terus Jika suhu


udara dan tanah cukup tinggi, proses evaporasi berjalan lebih cepat
dibandingkan dengan jika suhu udara dan tanah rendah dengan adanya
energi panas yang tersedia. Kemampuan udara untuk menyerap uap air
naik jika suhunya naik, maka suhu udara mempunyai efek ganda terhadap
besarnya evaporasi dengan mempengaruhi kemampuan udara menyerap
uap air dan mempengaruhi suhu tanah yang akan mempercepat penguapan.
Sedangkan suhu tanah dan air hanya mempunyai efek tunggal.

2.4.1. Metode Blaney-Criddle


Metode ini menghasilkan rumus evaporasi potensial untuk sembarang
tanaman sebagai fungsi suhu, jumlah jam siang hari dan koefisien tanaman
empiris. Rumus ini berlaku untuk daerah yang luas dengan iklim kering
dan sedang yang sesuai dengan kondisi yang mirip dengan bagian barat
Amerika Serikat. Radiasi matahari netto dapat di ukur dengan radiometer.
Dalam pemakaian rumus ini dibutuhkan suhu udara, kelembaban udara,
kecepatan angin dan waktu relatif sinar matahari terang. Data tersebut
merupakan data meteorologi biasa.
Langkah-langkah pengerjaan dalam metode ini dapat digunakan
prosedur perhitungan berikut:
1.

Mencari Letak Lintang Daerah yang ditinjau dan Cari nilai P

2.

Mencari data suhu bulanan (t)

3.

Menghitung Eto*

4.

Sesuai dengan bulan cari angka koreksi (c)

5.

Hitung Eto

Rumus Metode Blaney-Criddle:


ET0 = c . ETo*
ET0* = P . (0,46t + 8,13)

Keterangan:
ET0

= Evaporasi Potensial (mm/hari)

24

= Angka koreksi (berdasarkan keadaan iklim)

ET0* = Evaporasi Potensial sebelum dikoreksi (mm/hari)


P

= Prosentase rata-rata jam siang malam, yang besarnya


bergantung pada letak lintang (LL)

Tabel 2.3. Hubungan P dan Letak Lintang (LL)


(Untuk Indonesia : 50 s/d 100 LS)
Lintang

Jan

Feb Mar Apr Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt Nov

Des

5,0 Utara

0,27 0,27 0,27 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,27 0,27 0,27

2,5 Utara

0,27 0,27 0,27 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,27 0,27 0,27

0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27

2,5 Selatan

0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28

5 Selatan

0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28

7,5 Selatan

0,29 0,28 0,28 0,28 0,27 0,27 0,27 0,27 0,28 0,28 0,28 0,29

10 Selatan

0,29 0,28 0,28 0,27 0,26 0,26 0,26 0,27 0,27 0,28 0,28 0,29

Sumber : Limantara, L.M.2010


Tabel 2.4. Angka Koreksi (c) Menurut Blaney-Criddle
Bulan
(c)

Jan

Feb Mar Apr Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt Nov

Des

0,80 0,80 0,75 0,70 0,70 0,70 0,70 0,75 0,80 0,80 0,80 0,80

Sumber : Limantara, L.M.2010

2.4.2. Metode Radiasi


Untuk metode ini, data-data yang diperlukan adalah data letak lintang
(LL), suhu udara (t), kecerahan matahari (n/N).
Prosedur perhitungan yang dapat digunakan sebagai berikut:
1. Cari suhu rata-rata bulanan dan nilai w
2. Cari letak lintang dan nilai R
3. Cari nilai kecerahan matahari (n/N)
4. Hitung Rs dengan rumus;
Rs = (0,25 + 0,54 . n/N ) R
5. Cari angka koreksi (C)
6. Hitung ETo dengan rumus;

25

ETo = C . w . Rs

Rumus Metode Radiasi:


ET0

= c . ET0*

ET0* = w . Rs
Keterangan:
ET0 = Evaporasi Potensial (mm/hari)
c

= Angka koreksi (berdasarkan keadaan iklim)

ET0* = Evaporasi Potensial sebelum dikoreksi (mm/hari)


w

= Faktor pengaruh suhu dan elevasi ketinggian daerah

Rs

= Radiasi gelombang pendek yang diterima bumi (mm/hari)

Rs = (0,25 + 0,54 (n/N)) R


R

= Radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfer

n/N = Kecerahan matahari (%)


Tabel 2.5 Hubungan t dan w
(Untuk Indonesia, EL. 0-500 m)
Suhu (C)

Suhu (C)

24,0

0,735

27,6

0,771

24,2

0,737

27,8

0,773

24,4

0,739

28,0

0,775

24,6

0,741

28,2

0,777

24,8

0,743

28,4

0,779

25,0

0,745

28,6

0,781

25,2

0,747

28,8

0,783

25,4

0,749

29,0

0,785

25,6

0,751

29,2

0,787

25,8

0,753

29,4

0,789

26,0

0,755

29,6

0,791

26,2

0,757

29,8

0,793

26,4

0,759

30,0

0,795

26,6

0,761

30,2

0,797

26,8

0,763

30,4

0,799

26

Suhu (C)

Suhu (C)

27,0

0,765

30,6

0,801

27,2

0,767

30,8

0,803

27,4

0,769

40,0

0,805

Sumber : Limantara, L.M.2010

Tabel 2.6. Harga R Untuk Indonesia


Bulan

LU
5

Jan

13,0

14,3

14,7

Feb

14,0

15,0

Mar

15,0

Apr

LS
2

10

15,0

15,3

15,5

15,8

16,1

16,1

15,3

15,5

15,7

15,8

16,0

16,1

16,0

15,5

15,6

15,7

15,7

15,6

15,6

15,1

15,3

15,1

15,5

15,3

15,3

15,1

14,9

14,7

14,1

14,0

Mei

15,3

14,9

14,6

14,4

14,1

13,8

13,4

13,1

12,6

Jun

15,0

14,4

14,2

13,9

13,9

13,2

12,8

12,4

12,6

Jul

15,1

14,6

14,3

14,1

14,1

13,4

13,1

12,7

11,8

Ags

15,3

15,1

14,9

14,8

14,8

14,3

14,0

13,7

12,2

Sep

15,1

15,3

15,3

15,3

15,3

15,1

15,0

14,9

13,1

Okt

15,7

15,1

15,3

15,4

15,4

15,6

15,7

15,8

14,6

Nov

14,8

14,5

14,8

15,1

15,1

15,5

15,8

16,0

15,6

Des

14,6

14,1

14,4

14,8

14,8

15,4

15,7

16,0

16,0

Sumber : Limantara, L.M.2010

Tabel 2.7. Angka Koreksi ( c ) Menurut Rumus Radiasi


Bulan

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

Sept

Okt

Nov

Des

(c)

0,80

0,80

0,75

0,75

0,75

0,75

0,75

0,75

0,80

0,80

0,80

0,80

Sumber : Limantara, L.M.2010

2.4.3. Metode Penman


Rumus ini memberikan hasil yang baik bagi besarnya penguapan
(evaporation) air bebas E0 jika di tempat itu tidak ada pengamatan dengan

27

panci penguapan (evaporation pan) atau tidak ada studi neraca air (water
balance study). Hasil perhitungan dengan rumus ini lebih dapat dipercaya
dibandingkan dengan dua buah rumus di atas dimana tidak memasukkan
faktor-faktor energi. Prosedur perhitungan dalam Rumus Penman adalah
sebagai berikut:

1. Cari data suhu rerata bulanan dan nilai , w, f(t) dari tabel
2. Cari data RH
3. Hitung d
4. Hitung nilai f(d) dengan rumus
5. Berdasarkan letak lintang cari nilai R
6. Cari data kecerahan matahari ( )
7. Cari nilai Rs
8. Cari nilai f( )
9. Cari data kecepatan angin (U)
10. Cari f(U)
11. Cari Rn.I dengan rumus;
12. Cari nilai angka koreksi C
13. Cari ETo*
14. Cari ETo

Rumus Metode Penman:


ET0

= c . ET0*

ET0* = w . (0,75 Rs Rn1) + (1 w) f(u) (g d)

Keterangan:
ET0

= Evaporasi Potensial (mm/hari)

= Angka koreksi (berdasarkan keadaan iklim)

ET0*

= Evaporasi Potensial sebelum dikoreksi (mm/hari)

= Faktor pengaruh suhu dan elevasi ketinggian daerah

Rs

= Radiasi gelombang pendek yang diterima bumi (mm/hari)

28

Rs = (0,25 + 0,54 (n/N)) R


R

= Radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfer

n/N

= Kecerahan matahari (%)

Rn

= Radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari)


Rn1= f(t) . f(d) . f(n/N)

f(t)

= Fungsi suhu

f(d)

= Fungsi tekanan uap


f(d) = 0,34 0,044 . ((d)0,5)

= Tekanan uap sebenarnya (mbar)


d = d* . RH

f(n/N)

= Fungsi kecerahan matahari


f(n/N) = 0,1 + 0,9 . (n/N)

f(u)

= Fungsi kecepatan angin pada ketinggian 2,00 m


f(u) = 0,27 . ( 1 + 0,864 u )

RH

= Kelembaban relatif (%)

Tabel 2.8. Hubungan t Dengan , w, f (t)


t

ft

24
24,1
24,2
24,3
24,4
24,5
24,6
24,7
24,8
24,9
25
25,1
25,2
25,3
25,4
25,5
25,6
25,7
25,8

29,85
30,03
30,21
30,39
30,57
30,76
30,94
31,13
31,31
31,50
31,69
31,88
32,06
32,26
32,45
32,64
32,83
33,03
33,22

0,735
0,736
0,737
0,738
0,739
0,74
0,741
0,742
0,743
0,744
0,745
0,746
0,747
0,748
0,749
0,75
0,751
0,752
0,753

15,4
15,425
15,45
15,475
15,5
15,525
15,55
15,575
15,6
15,625
15,65
15,675
15,7
15,725
15,75
15,775
15,8
15,825
15,85

29

25,9
26
26,1
26,2
26,3
26,4
26,5

33,42
33,62
33,82
34,02
34,22
34,42
34,63

0,754
0,755
0,756
0,757
0,758
0,759
0,76

15,875
15,9
15,920
15,94
15,960
15,98
16,000

Sumber : Limantara, L.M.2010


Tabel 2.9. Lanjutan Hubungan t Dengan , w, f (t)
t

ft

26,6
26,7
26,8
26,9
27
27,1
27,2
27,3
27,4
27,5
27,6
27,7
27,8
27,9
28
28,1
28,2
28,3
28,4
28,5
28,6
28,7
28,8
28,9
29
29,1
29,2
29,3
29,4
29,5
29,6

34,83
35,04
35,25
35,46
35,66
35,88
36,09
36,30
36,50
36,72
36,94
37,16
37,37
37,59
37,81
38,03
38,25
38,48
38,70
38,92
39,14
39,38
39,61
39,84
40,06
40,29
40,51
40,74
40,96
41,19
41,41

0,761
0,762
0,763
0,764
0,765
0,766
0,767
0,768
0,769
0,77
0,771
0,772
0,773
0,774
0,775
0,776
0,777
0,778
0,779
0,78
0,781
0,782
0,783
0,784
0,785
0,786
0,787
0,788
0,789
0,79
0,791

16,02
16,040
16,06
16,080
16,1
16,120
16,14
16,160
16,18
16,200
16,22
16,240
16,26
16,280
16,3
16,320
16,34
16,360
16,38
16,400
16,42
16,440
16,46
16,480
16,5
16,520
16,54
16,560
16,58
16,600
16,62

30

29,7
29,8
29,9
30

41,64
41,86
42,09
42,31

0,792
0,793
0,794
0,795

16,640
16,66
16,680
16,7

Sumber : Limantara, L.M.2010

Tabel 2.10. Harga R Untuk Indonesia


(Untuk Indonesia : 50 s/d 100 LS)
Bulan

LU
5

Jan

13,0

14,3

14,7

Feb

14,0

15,0

Mar

15,0

Apr

LS

10

15,0

15,3

15,5

15,8

16,1

16,1

15,3

15,5

15,7

15,8

16,0

16,1

16,0

15,5

15,6

15,7

15,7

15,6

15,6

15,1

15,3

15,1

15,5

15,3

15,3

15,1

14,9

14,7

14,1

14,0

Mei

15,3

14,9

14,6

14,4

14,1

13,8

13,4

13,1

12,6

Jun

15,0

14,4

14,2

13,9

13,9

13,2

12,8

12,4

12,6

Jul

15,1

14,6

14,3

14,1

14,1

13,4

13,1

12,7

11,8

Ags

15,3

15,1

14,9

14,8

14,8

14,3

14,0

13,7

12,2

Sep

15,1

15,3

15,3

15,3

15,3

15,1

15,0

14,9

13,1

Okt

15,7

15,1

15,3

15,4

15,4

15,6

15,7

15,8

14,6

Nov

14,8

14,5

14,8

15,1

15,1

15,5

15,8

16,0

15,6

Des

14,6

14,1

14,4

14,8

14,8

15,4

15,7

16,0

16,0

Sumber : Limantara, L.M.2010

Tabel 3.11 Angka Koreksi ( c ) Menurut Rumus Penman


Bulan
(c)

Jan

Feb Mar Apr Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt Nov

Des

1,10 1,10 1.10 0.90 0.90 0.90 0.90 1,00 1.10 1.10 1.10 1.10

Sumber : Limantara, L.M.2010

2.5. Evaporasi Potensial

31

Evapotranspirasi berasal dari dua kata yaitu evaporasi dan transpirasi.


Evaporasi adalah peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari
permukaan tanah dan permukaan air ke udara. Transpirasi adalah suatu proses
ketika air diuapkan ke uadara dari permukaan daun/tajuk vegetasi. Laju
evapotranspirasi dari suatu daerah dipengaruhi oleh dua pengendali atau kontrol
utama. Yang pertama ialah ketersediaan air pada permukaan daerah tersebut, dan
kontrol kedua ialah kemampuan atmosfer mengevapotranspirasikan air dari
permukaan dan memindahkan uap air ke atas.
Kolam (tampungan) banyaknya air selalu tersedia tak terbatas, maka
evapotranspirasi akan berlangsung dengan laju maksimum untuk lingkungan
tersebut. Keadaan ini memunculkan konsep evapotranspirasi potensial, akan
tetapi pada umumnya banyaknya air pada permukaan tidaklah selalu tersedia,
sehingga evapotranspirasinya berlangsung dengan laju yang lebih kecil daripada
laju seandainya banyaknya air yang tersedia tak terbatas. Dari konsep ini
timbullah konsep evapotranspirasi aktual. Ada dua macam pengukuran yang
biasa dijumpai disuatu stasiun pengamatan. Salah satunya, mengukur banyaknya
air yang menguap dari suatu permukaan.
Pengukuran penguapan dari permukaan air bebas dan permukaan tanah
serta transpirasi dari tumbuh-tumbuhan adalah sangat penting dalam pertanian.
Hidrometeorologi dalam pendesainan dan pengoperasian waduk serta sistem
irigasi terutama di daerah gersang. Didalam prakteknya sulit untuk memisahkan
atau membedakan air yang dihasilkan penguapan dari tanah dan tubuh air dan
yang di transpirasikan dari tumbuh-tumbuhan. Oleh karena itu kedua proses tadi
biasa dicakup dengan menggunakan istilah evapotranspirasi.
Evapotranspirasi berkaitan dengan kebutuhan air tanaman.
Kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk mengganti
air yang hilang akibat penguapan dari permukaan air dan daun-daun tanaman.
Kebutuhan air tanaman dapat disebut juga sebagai evapotranspirasi potensial.
Faktor faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi potensial diantaranya
koefisien tanaman dan evaporasi potensial. Koefisien tanaman dipengaruhi oleh
jenis , varietas , umur tanaman. Sedangkan evaporasi potensial sendiri
dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, kecepatan angin, dan kecerahan matahari.

32

Kebutuhan air tanaman:


ET = kc . Eto

Keterangan:
ET

= kebutuhan air tanaman (evapotranspirasi potensial) (mm/hr)

kc

= koefisien tanaman

Eto = evaporasi potensial (mm/hr)

Anda mungkin juga menyukai