Anda di halaman 1dari 11

Fraktur 1/3 Distal Femur Dextra

Agung Ganjar Kurniawan


102010169
Kelompok B1
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Kampus 2 Ukrida, Jl. ArjunaUtara no. 6 Jakarta 11510

Pendahuluan
Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan tubuh, pelindung
organ tubuh, memungkinkan gerakan dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan garam dan
mineral, namun fungsi tersebut bisa saja hilang apabila seseorang mengalami trauma seperti
benturan, terjatuh maupun kecelakaan yang menyebabkan tulang mengalami fraktur.
Fraktur adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas tulang, sering diikuti oleh
kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot
dan persarafan. Bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau
permukaan kulit atau kulit diatasnya masih utuh ini disebut fraktur tertutup (atau sederhana),
sedangkan bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar
atau permukaan kulit yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi ini disebut
fraktur terbuka.
Sebagai seorang dokter untuk melakukan penanganan terhadap pasien fraktur,
tentunya terlebih dahulu mengetahui gejala/tanda dari fraktur, pemeriksaan fisik dan
penunjang yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnose, mengetahui klasifikasi fraktur,
bagaimana mekanisme terjadinya fraktur, selanjutnya terapi yang akan diberikan sehingga
pasien dapat terhindar dari komplikasi yang tidak diinginkan.

Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis meliputi:

identitas pasien, keluhan utama (pada umumnya keluhan

utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri), Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit
Dahulu, Riwayat Penyakit Keluarga, Riwayat Psikososial.
1. Apakah ada riwayat trauma/ cidera?
2. Bila ada trauma, trauma seperti apa? Misalnya tauma akibat kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari ketinggian atau jatuh di kamar mandi pada orang tua, penganiayaan,
tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma
3.
4.
5.
6.

olahraga
Kapan waktu terjadinya?
Arah posisi trauma/ jatuh? Misalnya: Terduduk, tengkurap, terlentang, menyamping
Ada nyeri atau tidak? Lokal nyeri dimana?
Dapatkah pasien berjalan atau tidak setelah mengalami trauma?
Pada kasus scenario dari hasil anamnesa didapatkan Seorang Perempuan berusis 60

tahun datang ke UGD RS dengan keluhan sangat nyeri pada panggul kanan, setelah jatuh
dikamar mandi 2 jam yang lalu. Pasien jatuh terpeleset sehingga terjatuh menyampimg ke
kiri dan pangkal paha kanannya membentur lantai. Setelah terjatuh pasien tidak dapat
bangun.
Beberapa hal yang baisa di tanyakan :
1

Identitas: Wanita berusia 60 Tahun

Keluhan utama: sakit pada panggul kanan setelah jatuh di kamar mandi 2 jam
yang lalu

Riwayat penyakit: tanda-tanda vital dalam batas normal, edema pada panggul
kanan, ekstremitas bawah memendek dan posisi eksternal rotasi, nyeri saat
palpasi, tidak dapat digerakkan aktif atau pasif.1

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita memerlukan beberapa prinsip pemeriksaan. Teknik
pemeriksaan secara alami bervariasi, tetapi pada dasarnya dibutuhkan suatu pemeriksaan
rutin/ baku. Yang dilakukan adalah pemeriksaan status generalis dan status lokalis (mencakup
inspeksi, palpasi, kekuatan otot, gerakan sendi, auskultasi).

Inspeksi (Look)
Arti inspeksi adalah dilihat. Dilihat secara anterior, posterior dan lateral dari
frakturnya dengan melihat bagian yang dikeluhkan oleh pasien tersebut apakah ada
pembengkakan, memar dan deformitas. Apakah ada hal lain yang abnormal. Hal lain
yang juga penting adalah jika kulit tersebut robek atau tidak. Serta luka yang memiliki

hubungan dengan fraktur tersebut.


Palpasi (Feel)
Palpasi adalah meraba, jika ada nyeri tekan ditempat fraktur tersebut. Perlu juga
memeriksa nadi/ pulsasi apakah lemah atau kuat di tempat tersebut. Bisa saja terjadi

cedera pembuluh darah yang menunjukan keadaan darurat yang perlu pembedahan.
Pergerakan (Movement)
Pada pergerakan dapat ditemukan gerakan abnormal seperti krepitasi atau bunyi
kretek- kretek pada sendi yang terdapat fraktur terutama pada sendi lutut dengan.
Tapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi- sendi
di bagian yang mengalami cedera jika pasien tersebut masih dalam keadaan sadar.1
Hasil pemeriksaan fisik menunjukan:
TTV: dalam batas normal
Look: Tampak edema pada panggul kanan, ekstermitas bawah sebelah kanan
tampak memendek dan berda diposisi eksternal rotasi
Feel: Nyeri (+)
Move: Gerk aktif dan pasif (-)

Gejala
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna kulit. Setelah terjadi fraktur,
bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar
biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot. Pada fraktur panjang, terjadi
pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah
tempat fraktur. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat. Pembengkakan dan
perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang

mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera. Tidak
semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada
pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu
sama lain).

Working Diagnosis
Fraktur Femur Dextra 1/3 Proximal
Klasifikasi fraktur femur
Klasifikasi fraktur femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan
daerah yang patah. Dibagi menjadi :
Tertutup
Fraktur femur terbuka
a. Fraktur tertutup (closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga
derajat (menurut R. Gustillo) yaitu:
Derajat I:
Luka <1cm
Tidak kotor
Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan.
Derajat II :
Laserasi 1- 10cm
Luka sedikit kotor
Kerusakan jaringan tendon (sedikit)
Fraktur kominutif sedang
Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas:
a. Luka >10cm, Tulang rusak secara komunitif, banyak oto rusak, kulit masih
dapat menutup luka.
b. Adanya kulit yang tidak dapat menutup luka (skin loss)
c. Terdapat lesi neuro- vaskuler (mengenai saraf)

Pemeriksaan klinik
Daerah yang patah tulangnya sangat membengkak, ditemukan tanda functiolaesa.
Nyeri tekan, nyeri gerak. Tampak adanya deformitas angulasi ke lateral atau angulasi anterior,
rotasi. Tungkai bawah, ditemukan adanya perpendekan tungkai. Pada fraktur 1/3 tengah
femur, pada pemeriksaan harus diperhatikan pula kemungkinan adanya dislokasi sendi
panggul dan robeknya ligament dari daerah lutut.2

Difrential Diagnosis3,4
a. Fraktur Caput Femur
b. Fraktur Collum Femur
Fraktur collum femoris adalah fraktur yang terjadi disebelah proksimal linea
intertrochanter pada daerah intrakapsular sendi panggul yang termasuk kolum femur
dimulai dari bagian distal permukaan kaput femoris sampai dengan bagian proksimal
dari intertrokanter.
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya
penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung
terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak
langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.
Kebanyakan fraktur collum femur (intrakapsuler) terjadi pada wanita tua (60 tahun
keatas) dimana tulangnya sudah mengalami osteoporosis. Trauma yang biasa dialami
seperti jatuh terpelest dikamar mandi.
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditemukan riwayat trauma, pada
penderita muda ditemukan riwayat kecelakaan. Pada penderita tua biasanya trauma
ringan (jatuh terpelest dikamar mandi). Penderita tidak dapat berdiri karena sakit
sekali di panggul terutama daerah inguinal depan. Posisi panggul dalam keadaan
fleksi dan eksorotasi. Fraktur kolum femur dengan pergeseran akan menyebabkan
deformitas yaitu terjadi pemendekan serta rotasi eksternal sedangkan pada fraktur
tanpa pergeseran deformitas tidak jelas terlihat.

Gambar 1. Fraktur Collum

c. Fraktur Intertochanter Femur


Fraktur yang terjadi dalam sepanjang garis antara trochanter major dan minor.
Mekanisme Cedera Fraktur intertrokanter bisa terjadi secara langsung yaitu bila
pasien terjatuh dan langsung mengenai trokanter mayor, sementara tidak langsung
terjadi karena pemulintiran. Retak berada di antara trokanter mayor dan trokanter
minor dengan fragmen proksimal cenderung bergeser dalam varus.
d. Fraktur Subtrochanter
Fraktur subtrochanter ialah fraktur dimana garis patah berada 5 cm distal dari
trochanter minor. Mekanisme fraktur biasanya karena trauma langsung dapat terjadi
pada orang tua biasanya disebabkan oleh trauma yang ringan. Dan pada orang muda
biasanya karena trauma dengan kecepatan tinggi.
Pemeriksaan fisik : tungkai bawah yang cedera lebih pendek dan rotasi
eksternal di daerah panggul ditemukan hematoma atau echymosis.

Pemeriksaan Penunjang

Rontgent Radiologi
Fraktur dapat terlihat dengan pemeriksaan klinik. Walaupun demikian,
pemeriksaan radiologis diperlukan untuk keadaan serta lokasi fraktur. Untuk
menghindari kesalahan dalam penatalaksanaan diperlukan pemeriksaan foto tulang
ini. Tujuannya untuk konfirmasi adanya fraktur, bagaimana letak dan jenis frakturnya.
Dari foto juga bisa diperkirakan kapan fraktur nya terjadi, apakah baru atau sudah dari
lama. Serta melihat benda asing yang masuk ke tulang itu apa tidak, walau misalnya
fraktur itu tertutup, tetap harus dilihat juga supaya tidak salah dalam pengobatan.5

Gambar 2. Alat Rontgen

Etiologi
Penyebab fraktur secara umum dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Cedera traumatik
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba tiba dan berlebihan,
yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan
posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.
Cedera traumatik pada tulang dapat dibedakan dalam hal berikut, yakni:
1) Cedera langsung, berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini, kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit akibat berbagai
keadaan berikut, yakni:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas), dimana berupa pertumbuhan jaringan baru
yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi, misalnya osteomielitis, yang dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,
3) Rakhitis, merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet, biasanya disebabkan oleh

defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi


vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan
Disebabkan oleh stress atau tegangan atau tekanan pada tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di bidang kemiliteran.6

Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan
tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi
karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma
dan leukosit dan infiltrasi sel darah putih.7

Penatalaksanaan
Non Medika Mentosa
Pasien dengan fraktur membutuhkan istirahat yang cukup untuk memulihkan tulang
dan sendi- sendi disekitarnya. Pasien harus terus memantau perkembangan pasca
operasi, dan harus merehabilitasi kaki yang dioperasi supaya bisa kembali berjalan.

Medika Mentosa
Nyeri yang seringkali timbul akibat fraktur dapat diberikan parasetamol 500mg
hingga dosis maksimum 3000mg per hari, bila respon tidak kuat dapat ditambahkan
kodein 10mg. Langkah selanjutnya adalah dengan menggunakan NSAID seperti
ibuprofen 400mg 3 kali sehari.8

Tindakan Pembedahan9
Pengelolaan penderita yang terluka memerlukan penilaian yang cepat dan
pengalolaan yang tepat untuk menghindari kematian. Pada penderita trauma, waktu

sangatlah penting, karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan.
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan, prinsip pada fraktur ada 4
atau prinsip 4R:
o Recognition
Yaitu penilaian dan diagnosis fraktur. Prinsip pertama adalah mengetahui
dan menilai keadan fraktur dengan anamnesis dan pemeriksaan klinik serta
radiiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan juga lokalisasi fraktur,
bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan dan komplikasi
yang mungkin terjadi setelah pengobatan.
o Reduction
Yaitu reduksi draktur atau tindakan pengembalian tulang ke posisi semula
agar dapat berfungsi kembali seperti semula. Pada fraktur intra-artikuler
diperlukan reduksi atau dibenarkan secara anatomis dan mengembalikan fungsi
normal. Tidak hanya tulang, sendi pun juga harus dibenarkan untuk mencegah
komplikasi seperti kekakuan, dan deformitas.
o Retaining
Artinya tindakan imonilisasi untuk mengistirahatkan alat gerak yang sakit
tersebut sampai mendapat kesembuhan. Dalam kasus ini wanita tersebut berarti
harus istirahat dengan tidak boleh banyak berjalan karena akan berdampak pada
femurnya.
o Rehabilitation
Adalah tindakan untuk mengembalikan kemampuan dari anggota atau alat
gerak yang sakit agar dapat berfungsi kembali. Berarti pasien harus berlatih
berjalan misalnya dengan gips, atau tongkat supaya tulang femurnya bisa
berfungsi dengan baik.

Komplikasi
a. Komplikasi dini
Kerusakan arteri. Insiden kerusakan arteri memang jarang, tapi juga harus diwaspadai.
Contohnya seperti kerusakan arteri poplitea setelah trauma. Hal ini terjadi karena
kumpulan vaskular terhambat. Serta bisa juga karena laserasi langsung.
b. Komplikasi lanjut
o Kekakuan sendi lutut. Hal ini hampir tidak dapat dihindari, karena itu
diperlukan banyak latihan.

o Non-union yaitu fraktur yang tidak menyambung dalam 20 minggu. Hal ini
dapat disertai kekakuan lutut dan mungkin diakibatkan oleh gerakan lutut yang
dipaksakan terlalu awal. Fraktur sulit diterapi dan kecuali kalau dilakukan
dengan hati- hati.
o Mal-union yaitu bila tulang sembuh dengan fungsi anatomis abnormal
(angulasi, perpendekan, atau rotasi) dalam waktu yang normal. Fiksasi internal
sangat sulit dan malunion kadang terjadi. Osteotomi dibutuhkan pada pasien
yang masih melakukan aktivitas fisik untuk melakukan koreksi terhadap
malunion yang terjadi. 10

Prognosis
Prognosis dari kasus fraktur femur tergantung tipe dan tingkat keparahan fraktur.
Semakin kompleks fraktur yang terjadi, semakin jelek prognosisnya. Pada umumnya terapi
yang sesuai akan memberikan hasil yang baik pada pasien.

Kesimpulan
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat
trauma langsung (kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari ketinggian),
Pasien pada kasus di atas mengalami fraktura femur dextra 1/3 proksimal. Fraktur ini
merupakan jenis fraktur traumatik, dimana penyebab fraktur ini pasien tersebut jatuh dengan
posisi menyamping dan pangkal paha yang membentur lantai. Diagnosis ini dapat ditegakkan
dengan pasti melalui gejala-gejala yang ditimbulkan dari pasien tersebut dan hasil
pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen yang mendukung diagnosis pasti.

Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Erlangga Medical Series.
Jakarta, 2005, Hal: 106.

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi 4, Jilid I. Jakarta : Interna Publishing. 2009. Hal. 904-6
3. Bagian Ilmu Bedah FKUI. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.h. 503-12;537-43.
4. Thomas MA. Terapi dan rehabilitas fraktur. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2011.h. 245;262;276.
5. Patel P R. Lecture notes radiologi. Erlangga medical series. Edisi ke-2. Jakarta, 2007,
Hal: 222-3.
6. Bell S, Elbow and Brukner P, Khan K. Clinical sports medicine. 3 rd Ed. Australia :
McGraw-Hill. 2005. Pg 303-6.
7. Price & Wilson, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyaki.Volume2.
Edisi 6. EGC : Jakarta.
8. Gunawan, Sulitia G. Farmakologi dan terapi. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2008.h57-89.
9. Sabiston. Buku ajar bedah. Edisi ke-2. Penerbit buku kedokteran, EGC. Jakarta, 1994,
Hal; 380-3.
10. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi 3, Jilid 2. Jakarta : Media Aeskulapius. 2000. Hal. 346-8.

Anda mungkin juga menyukai