Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PEMBIMBING :
OLEH :
I Gede Ariana
H1A 007 024
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Laporan kasus yang berjudul Kehamilan Ektopik Terganggu ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/ SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit
Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:
1. dr. Agus Thoriq, Sp.OG, selaku pembimbing laporan kasus ini.
2. dr. A. Rusdhy Hariawan Hamid, Sp.OG, selaku supervisor dan selaku Kepala Bagian/
SMF Kebidanan dan Kandungan RSUP NTB.
3. dr. H. Doddy A.K., Sp.OG (K), selaku supervisor.
4. dr. Edi Prasetyo Wibowo, Sp.OG, selaku supervisor.
5. dr. I Made P. Juliawan, Sp.OG, selaku supervisor.
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari
sebagai dokter. Terima kasih.
Mataram, 10 Mei 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi berimplantasi
dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Lebih dari 95% kehamilan ektopik berada
tuba fallopi. Di tuba sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian
berturut-turut pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga
terkena. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis jarang
ditemukan1.
Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah kegawatdaruratan obstetrik yang
mengancam nyawa ibu, serta merupakan salah satu penyebab utama mortalitas ibu,
khususnya pada trimester pertama sehingga pengenalan tanda dan gejala serta diagnosis KET
yang segera menjadi hal yang sangat menentukan prognosis1,2.
Di masa lampau KET hampir selalu fatal, namun berkat perkembangan alat diagnostik
yang canggih morbiditas maupun mortalitas akibat KET jauh berkurang. Meskipun demikian,
kehamilan ektopik masih merupakan salah satu masalah utama dalam bidang obstetri.
Kejadian kehamilan ektopik tidak sama diantara senter pelayanan kesehatan. Hal ini
bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia kejadian sekitar 5-6 per seribu
kehamilan. Patofisiologi terjadinya kehamilan ektopik tersering karena sel embrio sudah
berkembang sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh di luar rongga
rahim. Bila kemudian tempat nidasi tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan besarnya
buah kehamilan, akan terjadi rupture dan menjadi kehamilan ektopik yang terganggu.
Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran
hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Insiden ini mewakili satu
kecenderungan peningkatan dalam beberapa dekade ini. Diantara faktor-faktor yang terlibat
adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia
ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi
superovulasi. Pada tahun 1980-an, kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius dari
kehamilan, terhitung sebesar 11% kematian maternal terjadi di Amerika Serikat4,5.
Berikut ini diajukan suatu kasus seorang wanita 35 tahun dengan diagnosa kehamilan
ektopik terganggu yang selanjutnya ditatalaksana dengan laparotomi eksplorasi. Selanjutnya
akan dibahas apakah diagnosa, tindakan, penatalaksaaan ini sudah tepat dan sesuai dengan
literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah
dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik
terganggu (KET) merujuk pada keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan tersebut
sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien.
Berdasarkan lokasi terjadinya, kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi lima, sebagai
berikut:1,2
1. Kehamilan tuba, meliputi >95 yang terdiri atas: pars ampularis (55%), pars ismika
(25%), pars fimbrie (17%), dan pars interstisialis (2%)
2. Kehamilan ektopik lain (<5%) antara lain terjadi di serviks uteri, ovarium, atau
abdominal
3. Kehamilan intraligamenter, jumlahnya sangat sedikit
4. Kehamilan heterotopik, merupakan kehamilan ganda dimana satu janin berada di
cavum uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik. Kejadiannya sekitar
1:15.000-40.000 kehamilan.
II.2. Epidemiologi
4
Faktor tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba dapat menyebabkan lumen tuba
menyempit atau buntu. Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan saluran tuba
yang berkelok-kelok panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi
dengan baik. Juga pada keadaan pascaoperasi rekanalisasi tuba dapat merupakan
presdiposisi terjadinya kehamilan ektopik. Faktor tuba lainnya yaitu adalah kelainan
endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang bersifat kongenital. Adanya
tumor disekitar saluran tuba, misalnya mioma uteri atau tumor ovarium yang
menyebabkan perubahan bentuk dan patensi tuba, juga dapat menjadi etiologi
kehamilan ektopik.
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh
disaluran tuba.
Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral, dapat
membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang, sehingga kemungkinan
terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
Faktor hormonal
Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesterone dapat mengakibatkan
gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya
kehamilan ektopik.
Faktor lain
Termasuk disini adalah pemakaian IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul
pada endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan
ektopik. Faktor umur penderita yang sudah menua dan faktor perokok juga sering
dihubungakan dengan terjadinya kehamilan ektopik.
II.4. Patologi
Mukosa pada tuba bukan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan blastokista
yang berimplantasi di dalamnya. Vaskularisasi kurang baik, dan desidua tidak tumbuh dengan
sempurna. Ada 3 kemungkinan:1,2
1. Ovum mati dan kemudian diresorbsi
Dalam hal ini seringkali adanya kehamilan tidak diketahui, dan perdarahan
dari uterus yang timbul setelah meninggalnya ovum, dianggap sebagai haid yang
datangnya terlambat
2.
rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari
dinding tuba
3.
ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang
terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil.1,6,7
Anamnesis
1. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada rupture tuba
nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan
perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk ke dalam syok. Biasanya
pada abortus tuba, nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus-menerus. Rasa nyeri mulamula terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa
nyeri menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut bawah. Darah dalam rongga perut
dapat merangsang diagfragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk
hematokel retrouterina menyebabkan defekasi nyeri.
2. Perdarahan pervaginam, menunjukkan adanya kematian janin. Darah berasal dari
kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya
tidak banyak dan berwarna coklat tua.
3. Amenorea, juga merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik walaupun
penderita sering menyebutkan tidak jelasnya ada amenorea karena gejala dan tanda
kehamilan ektopik terganggu bisa langsung terjadi beberapa saat setelah terjadinya
nidasi pada saluran tuba yang kemudian disusul dengan rupture tuba karena tidak bisa
menampung pertumbuhan mudgah selanjutnya. Lamanya amenorea bergantung pada
kehidupan janin.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan vaginal, didapatkan adanya nyeri goyang portio. Demikian pula
dengan kavum douglas menonjol dan nyeri pada perabaan oleh karena terisi oleh darah. Pada
abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor disamping uterus dengan berbagai
ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel retrouterina dapat dirasa sebagai tumor
dicavum douglas. Pada rupture tuba dengan pardarahan yang banyak, tekanan darah dapat
menurun dan nadi dapat meningkat, perdarahan lebih banyak lagi dapat menimbulkan
syok.1,2,8
Pemeriksaan penunjang 1,2,5,6
1. Hemoglobin, hematokrit, dan hitung leukosit
Pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan jumlah sel darah merah berguna menegakkan
diagnosa kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan
dalam rongga perut. Perlu diingat, bahwa turunnya Hb disebabkan darah diencerkan
oleh air dari jaringan untuk mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan
waktu 1-2 hari. Mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama-tama kadar Hb belum
seberapa turunnya maka kesimpulan adanya perdarahan didasarkan atas penurunan
9
4.
desidua-korion.
Laparoskopi
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan
ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan. Melalui
prosedur laparaskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis
dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum douglasi, dan ligamentum latum.
Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan.
Akan tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparatomi.
II.6. Penatalaksanaan
A. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik terutama
pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan
pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan
radikal.2,3,4
1. Salpingektomi
Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini: 1) kehamilan
ektopik mengalami ruptur (terganggu), 2) pasien tidak menginginkan fertilitas
pascaoperatif, 3) kondisi penderita buruk misalnya dalam keadaan syok, 4) telah
dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya, 5) pasien meminta
dilakukan sterilisasi, 6) perdarahan berlanjut pascasalpingotomi, 7) kehamilan
tuba berulang, 8) kehamilan heterotopik, dan 9) massa gestasi berdiameter lebih
dari 5 cm. Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang
dilakukan pada kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih
dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan
parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada
kehamilan pars interstitialis, sering kali dilakukan pula histerektomi untuk
menghentikan perdarahan masif yang terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba
antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan kemudian sisanya
(stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi, sedangkan
11
Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang
berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada
prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil
konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera
terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi
umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian
dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur
ini dapat dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per
laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum
terganggu.2
3.
Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada
salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak
ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba
pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi.2
B. Medisinalis
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi transvaginal,
memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik secara dini. Keuntungan
dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara dini adalah bahwa penatalaksanaan
secara medisinalis dapat dilakukan. Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntumngan
yaitu kurang invasif, menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan
fungsi fertilitas dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan.3,4
Kriteria kasus yang dapat ditangani dengan cara ini yaitu: (1) kehamilan di pars
ampularis tuba belum pecah; (2) diameter kantong gestasi 4 cm; perdarahan dalam rongga
perut 100 ml; tanda vital baik dan stabil.1,2
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah methotrexate (MTX).
Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis DNA dan
multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini
akan menghentikan proliferasi trofoblas.1,2
Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im atau injeksi lokal dengan panduan
USG atau laparoskopi. Efek samping yang timbul tergantung dosis yang diberikan. Dosis
12
yang tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum
tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan
hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis,
disfungsi hepar reversibel, supresi sumsum tulang sementara. Pemberian MTX biasanya
disertai pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang
mirip asam folat namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian
folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada sel-sel
tersebut.2,3
Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal MTX 50 mg/m
luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa dulu kadar hCG, fungsi hepar,
kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX kadar hCG
diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada
hari ke-4 maka mTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai
hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap
minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan kadar hari
2
ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m kedua.
Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar 94,3%. Selain
dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis atau kombinasi
dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB. Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba,
adanya penyakit ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif adalah nyeri
abdomen, FHB (+). 2,3,4
C. Manajemen ekpektasi (expectant management)
Pada wanita tertentu, dapat dilakukan observasi ketat sembari mengaharapkan akan
terjadi resorpsi spontan dari kehamilan ektopiknya. Secara intuitif, sulit untuk menentukan
wanita mana yang tidak akan mengalami komplikasi akibat kehamilan ektopik yang akan
cocok untuk manajemen ini. Walaupun demikian, level -hCG serum awal merupakan
predictor outcome yang paling baik. Level -hCG serum awal <200 IU/L memiliki angka
keberhasilan 88-96% untuk memprediksi resolusi spontan, sedangkan bila evel -hCG serum
awal >2000 IU/L memiliki angka keberhasilan hanya 20-25%. Monitoring ketat keadaan ibu
selama manajemen ekspektasi mutlak harus dilakukan mengingat kemungkinan rupture tuba
dapat terjadi bahkan pada level -hCG serum awal yang rendah dan tren yang semakin
menurun3.
13
7. Diagnosis Banding
Keadaan-keadaan patologis baik di dalam maupun di luar bidang obstetri-ginekologi
perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu. Keadaan-keadaan
patologik tersebut antara lain1,2,3 :
1) Infeksi Pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah
mengalami amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang dapat diraba pada
pemeriksaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi pelvik perbedaan suhu rektal
dan axilla melebihi 0,5C. Selain itu, leukositosis lebih tinggi daripada kehamilan ektopik
dan tes kehamilan negatif. Biasanya ada riwayat serangan nyeri perut sebelumnya.
2) Abortus imminens atau insipiens
Perdarahan lebih banyak dan lebih merah sesudah amenore, rasa nyeri yang berlokasi di
sekitar median dan bersifat mules lebih menunjukkan kearah abortus imminens atau
permulaan abortus insipiens. Pada abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau di
belakang uterus dan gerakan serviks uteri tidak menimbulkan rasa nyeri. Pada abortus,
umumnya perdarahan lebih banyak dan sering ada pembukaan portio serta uterus
biasanya besar dan lunak.
3)
yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka
kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan
berkisar antara 0 14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah sekitar 50%.1,2,3
BAB III
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS
Nama
Usia
Pekerjaan
Agama
Suku
Alamat
RM
MRS
II.
: Ny. A
: 35 tahun
: IRT
: Islam
: Sasak
: Lembah Sari, Batu Layar
: 512057
: 06-05-2013 pukul 20.41
ANAMNESIS
Keluhan Utama : keluar darah dari jalan lahir.
15
kembung sejak tadi pagi jam 09.00 (06/05/2013). Pasien mengaku telat haid sudah 2
bulan dan sudah melakukan tes kehamilan dan hasilnya positif.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, ataupun asma disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, maupun
penyakit berat lainnya.
Riwayat Alergi :
Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal.
Riwayat menstruasi :
Pasien mengatakan mendapat haid pertama kali saat umur 13 tahun. Haid teratur setiap
bulan selama 5-7 hari dengan jumlah darah sedang yaitu sekitar 3-4 pembalut/hari. Pasien
juga mengatakan bahwa 2 bulan terakhir ia tidak haid. Hari pertama haid terakhir adalah
5 maret 2013.
Riwayat Perkawinan :
Pasien mengatakan pernikahan yang sekarang merupakan pernikahan pertama. Pasien
menikah saat berumur 19 tahun.
Riwayat Obstetri :
Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
Perempuan, lahir cukup bulan di bidan, BL: 3000 gram, hidup, usia 15 tahun
Laki-laki, lahir cukup bulan di bidan, BL: 3200 gram, hidup usia 13 tahun
Perempuan, lahir cukup bulan di bidan, BL: 3100 gram, hidup,usia 7 tahun
Perempuan, lahir cukup bulan di bidan, BL: 3000 gram, hidup,usia 5 tahun
16
5. Ini
Riwayat ANC
ANC terakhir
Riwayat USG
Riwayat KB
Rencana KB
: 1
: 06-05-13
: : suntik 3 bulan
:-
STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran
: E4V5M6
Tanda Vital
- Tekanan darah
: 80/40 mmHg
- Frekuensi nadi
: 90 x/menit
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu
: 36,5oC
Pemeriksaan Fisik Umum
-
Mata
Jantung
Paru
: anemis +/+, ikterus -/: S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
: vesikuler +/+, ronki (-), wheezing (-)
17
Abdomen
: bekas luka operasi (-), striae gravidarum (-), linea nigra (-),
TFU tidak teraba, nyeri tekan (+)
Ekstremitas
: edema -
IV.
+ +
STATUS GINEKOLOGI
Abdomen :
Inspeksi : distensi (+), tanda-tanda peradangan (-), massa (-), bekas operasi (-).
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : defense muscular (-), nyeri tekan (+) pada perut bagian bawah, TFU tidak
teraba, tes undulasi (+).
Perkusi: redup, shifting dullness (+).
Genital Eksterna :
Inspeksi : genitalia eksterna dalam batas normal, perdarahan pervaginam (-)
Inspekulo : Porsio ukuran normal, tampak licin, erosi (-), fluksus (+), livide (+),
OUE (-), fluor albus (-), perdarahan aktif (-), massa (-), peradangan (-).
VT : massa (-), Porsio licin, (-), nyeri goyang porsio (+), APCD: menonjol, korpus
uteri antefleksi
V.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah lengkap :
urin lengkap :
HB : 7,1 g/dl
protein : +1
darah : +2
HCT : 21,5 %
WBC : 30,56 K/dl
PLT : 309 K/dl
HbSAg : (-)
Tes kehamilan (+)
VI.
VII.
DIAGNOSIS
G5P4A0H4 uk 8-9 minggu dengan suspect KET + syok hipovolemik.
PENATALAKSANAAN :
Observasi keadaan umum pasien dan vital sign.
18
VIII.
Konsultasi ke SPV, advice : Pro USG bila kondisi stabil dan Pro transfusi PRC 2
POST OPERASI
Tindakan Operasi : Salpingektomi dextra
Penemuan Intra Operasi :
Waktu
Subjektif
Objektif
06/05/2013 Pasien datang dari rujukan PKM Gunung Sari Keadaan umum : Lemah
Kesadaran
: E4V5M6
20.41
dengan G5P4A0H4 uk 8 minggu dengan
abortus komplet. Pasien mengeluh keluar darah
dari jalan lahir sejak 5 hari yang lalu, awalnya
keluar darah sedikit- sedikit yang lama
kelamaan bertambah banyak. Darah yang keluar
warna merah segar disertai gumpalan darah
berwarna kehitaman. Pasien juga mengeluh
disertai nyeri perut yang muncul secara
mendadak, dimulai dari perut bagian kanan
bawah kemudian menyebar keseluruh bagian
bawah perut dan perut terasa kembung sejak
tadi pagi jam 09.00 (6/05/2013). Pasien
mengaku telat haid sudah 2 bulan dan sudah
melakukan tes kehamilan dan hasilnya positif.
HPHT : 5-3-2013
Tanda Vital
- Tekanan darah :80/50 mmHg
- Frekuensi nadi
: 90 x/menit
- Frekuensi napas
: 20 x/menit
- Suhu
: 36,5oC
Pemeriksaan Fisik Umum
- Mata: anemis +/+, ikterus -/- Jantung : S1S2 tunggal reguler,
murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler +/+, ronki (-),
wheezing (-)
- Abdomen: bekas luka operasi (-),
striae gravidarum (+), linea nigra
(+), TFU tidak teraba, nyeri tekan
(+)
- Ekstremitas: edema - / - /- akral teraba dingin + +
+ +
STATUS GINEKOLOGI
Abdomen :
19
Assessmen
G5P4A0H
minggu de
KET
+
hipovolem
Riwayat Obstetri :
Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai
berikut :
: 1
: 06-05-13
: : :-
Kronologi :
Pasien datang amenore 2bln,keluhan keluar
darah dari jalan lahir sejak 5 hari yll, warna
merah segar disertai gumpalan dan mules
Keadaan umum : lemah
TD : 80/60mmHg
Nadi : 64x/menit
Temp : 36 oC
RR : 20x/menit
Abdomen : TFU tidak teraba
VT : (-)
Genital Eksterna :
Inspeksi : genitalia eksterna
dalam
batas
normal,
perdarahan pervaginam (-)
Inspekulo
: Porsio ukuran
normal, tampak licin, erosi (-),
fluksus (+), livide (+), OUE
(-), fluor albus (-), perdarahan
aktif (-), massa (-), peradangan
(-).
VT : massa (-), Porsio licin,
(-), nyeri goyang porsio (+),
APCD: menonjol, korpus uteri
antefleksi
Pemeriksaan laboratorium
Darah lengkap :
HB : 7,1 g/dl
RBC : 2,68 M/dl
HCT : 21,5 %
WBC : 30,56 K/dl
PLT : 309 K/dl
HbSAg : (-)
urin lengkap :
protein : +1
darah : +2
20
TD : 100/40
T : 36,3 oC
TD : 100/50
T : 36,4 oC
UO : 250 cc
N: 88 x/mnt
RR : 20 x/mnt
TD : 110/60
T : 36,4 oC
N: 90 x/mnt
RR : 20 x/mnt
G5P4A0H
minggu de
KET.
TD : 110/60
N: 90 x/mnt
o
T : 36,4 C
RR : 20 x/mnt
Lab :
Hb : 6,3
RBC : 2,35
WBC : 13,87
PLT : 136
TD : 110/60
N: 90 x/mnt
o
T : 36,4 C
RR : 20 x/mnt
G5P4A0H
minggu de
KET.
21.00
23.15
00.20
03.30
07/05/201
3
N: 90 x/mnt
RR : 20 x/mnt
G5P4A0H
minggu de
KET.
G5P4A0H
minggu de
KET.
G5P4A0H
minggu de
KET.
05.00
G2P0A1H
minggu de
KET
07/05/201
3
08.00
TD : 100/60
N: 88 x/mnt
o
T : 37 C
RR : 20 x/mnt
21
Post laparo
I e.c KET
08/05/201
3
08.00
Post laparo
II e.c KET
Lab :
Hb : 8,2
RBC : 2,98
HCT : 24,3
WBC : 10,62
PLT : 126
09/05/201
3
08.00
KU : baik
TD : 110/70
N: 84 x/mnt
o
T : 36,7 C
RR : 20 x/mnt
Perdarahan pervaginam (-)
Perdarahan dari luka operasi (-)
22
Post laparo
III e.c KET
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita berusia 35 tahun
dengan diagnosa Kehamilan Ektopik Terganggu. Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil
anamnesa, pemeriksaan fisik-ginekologik, dan pemeriksaan laboratorium.
Dari anamnesis didapatkan hasil yang mengarahkan diagnosis KET yaitu adanya
keluhan nyeri perut yang munculnya mendadak sejak dua hari yang lalu, keluarnya darah
dari jalan lahir dan pasien mengaku tidak menstruasi sudah dua bulan. Ketiga gejala diatas
merupakan trias dari KET. Keluhan nyeri mendadak yang dialami pasien disebabkan oleh
terjadinya rupture pada kehamilan ektopik, darah yang keluar kemuadian menyebabkan iritasi
pada peritoneum sehingga nyeri awalnya dirasakan pada satu sisi abdomen bagian bawah
yang kemudian meluas ke seluruh bagian abdomen. Terjadinya perdarahan pervaginam
disebabkan oleh luruhnya desidua endometrium akibat matinya hasil konsepsi karena rupture
tuba. Sedangkan amenorea marupakan salah satu tanda tidak pasti bahwa pasien sebelumnya
hamil.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik vital sign pasien didapatkan adanya tanda-tanda
gangguan status hemodinamik seperti tekanan darah pasien yang menurun, nadi pasien yang
meningkat frekuensinya, disertai akral yang teraba dingin, berdasarkan hasil tersebut pasien
kemudian didiagnosis dengan syok.
Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan ginekologi semakin memperkuat diagnosis
KET pada pasien yaitu adanya nyeri goyang porsio dan penonjolan kavum douglas pada
pemeriksaan vaginal. Kedua tanda tersebut khas untuk KET dimana penonjolan cavum
douglas disebabkan terisinya kavum douglas oleh darah akibat rupture dari tuba dan
menimbulkan rasa nyeri pada perabaan. Adanya livid pada pemeriksaan inspekulo
mendukung diagnosis kehamilan pada pasien.
Berdasarkan hasil pemeriksaan darah lengkap ketika pasien datang didapatkan nilai
Hb yang menurun yaitu 7,1 gr%. Penurunan nilai Hb tersebut juga mendukung diagnosis
KET. Pemeriksaan penunjang lain yaitu PP test yang hasilnya (+) juga menunjukkan bahwa
sebelumnya pasien hamil dan hasil ini semakin memperkuat diagnosis KET. Diagnosis KET
semakin jelas dengan adanya temuan inraoperatif berupa ruptur tuba pars ampularis dekstra
dan perdarahan intraabdominal, stolsel 1500 cc.
Pada pasien dilakukan tindakan laparatomi eksplorasi untuk membersihkan darah
yang berada didalam cavum abdomen. Selain itu dilakukan tindakan salpingektomi tuba
dextra. Tindakan salpingektomi dilakukan pada pasien karena telah terjadi rupture pada tuba.
Metode ini lebih dipilih untuk mencegah terjadinya kehamilan tuba berulang. Selain itu
metode ini dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan
parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit.
DAFTAR PUSTAKA
TMA.
Fetomaternal.
2004.
Edisi
I.
Kehamilan
Surabaya:
Ektopik.
Himpunan
Dalam:
Ilmu
Kedokteran
Kedokteran
Fetomaternal