Abstrak
Penelitian tentang banalitas informasi dalam
tayangan infotainment dan dampaknya bagi khalayak,
yang dilakukan dengan menggunakan metode etnografi
komunikasi di tingkat proses decoding dan endcoding ini
memperoleh hasil yang memperlihatkan bahwa dalam
proses produksinya infotainment seringkali mengabaikan
prinsip etika jurnalistik. Ini terbukti dengan seringnya
kasus pertikaian antara kru infotainment dengan artis yang
merasa dirugikan dengan pemberitaan infotainment.
Pengemasan berita dalam infotainment juga telah
menandai babak baru dalam jurnalisme yang dikendalikan
oleh libido pasar (market driven journalism). Jurnalisme
demikian membawa implikasi bahwa pemberitaan dalam
infotainment adalah pemberitaan yang tidak berbanding
dua belah pihak (cover both side). Dalam proses dekoding
tayangan infotainment, khalayak di tiga kota yang diteliti
memiliki kecenderungan berbeda. Khalayak di Yogyakarta
cenderung penonton light viewers yang kritis terhadap isi
tayangan infotainment. Ibu-ibu di kota ini menyadari
tentang bahaya infotainment bagi anak-anak dengan tidak
membiarkan anak menonton infotainment sendiri. Di
Klaten, ibu-ibu sebenarnya sadar tentang bahaya tayangan
infotainment, namun mereka tetap saja menikmati waktu
luang (leisure time) mereka diisi dengan menonton
tayangan infotainment. Ibu-ibu di kota ini sadar bahwa
infotainment rentan dengan tayangan kekerasan dan
karenanya tidak mengijinkan anak mereka menonton
infotainment. Berbeda dengan di Sragen dimana
khalayaknya secara intens mengkonsumsi tayangan
infotainment dan mengabaikan anak saat menonton
televisi, sebagaimana terlihat dari pola perilaku menonton
yang
menemui
pemirsa.
Walaupun
semakin
ini
tidak
diikuti
oleh
keberagaman
format
acara
infotainment
juga
tidak
terlewat
ikut
meramaikan
gatekeepers
yang
berperan
dalam
persoalan
etika
yang
masalah
banalias
informasi
dalam
dalam
penelitian
ini
adalah
pemberitaan
bagaimana
infotainment
dan
dalam produksi,
lainnya
terpinggirkan.
Ekonomi-politik
media
ditandai
media
bersangkutan
(Shoemaker
dan
Reese,
1991:156).
2. Ideologi Media
Untuk mengkaji apa yang dikandung ideologi secara
komprehensif, Althusser memperkenalkan dua istilah kunci yaitu
Ideological
State
Apparatus
(ISA)
dan
Repressive
State
ideologis
agama, ideologi
etika, ideologi
manusia
memerlukan
imaginary
relationship
untuk
memiliki
aspek
material
yang
berupa
aparat
yang
mendefinisikan
ideologi
dalam
dua
tesis
utama
Innis
dan
McLuhan,
Ellis
menyatakan
bahwa
5
keberadaan
media
dominan
pada
waktu
tertentu
akan
berhasil
ditemukan
dan
dikembangkan
secara
elektronik
bingung
dan
mungkin
tidak
tenang.
Berita
artis
meskipun
tidak
semua
teori
khalayak
pasif
dapat
termuat dalam
Audience
The
Active
and
Passive
Hemispheres
of
untuk
digunakan.
mengkonsumsi
tertentu.
media,
Mereka
namun
tidak
didasari
kedua
Karakteristik
asal-asalan
alasan
adalah
dan
dalam
tujuan
utilitarianisme
dalam
rangka
yang
ketiga
adalah
intensionalitas
aktif
berfikir
mengenai
alasan
mereka
dalam
peneliti
menggunakan
teknik
observasi,
pencatatan
etnografi
komunikasi
(ethnography
of
dalam
kajian
antropologi,
sosiolinguistik
dan
kontribusi
bagi
perkembangan
model
penelitian
dokumen
melakukan
wawancara
mengeksplorasi
dan
beragam
wawancara
mendalam,
informasi
mendalam.
peneliti
dari
harus
responden,
Dalam
mampu
tanpa
bahwa
TransTV
menayangkan
program
dulu
mapan.
Salah
satu
faktor
yang
menyebabkan
infotainment.
Kasus
terakhir
yang
mencuatkan
pasar saat ini menjadi the invisible hand dari maraknya tayangan
infotainment. Sebagaimana yang dikatakan oleh Vincent Mosco
dalam bukunya The
know).
Yang lebih mendesak untuk segera diperhatikan adalah
kesadaran penerapan etika jurnalisme saat meliput berita yang
akan dijadikan konsumsi infotainment. Berbagai kasus yang
terjadi selama ini, seperti yang dialami Parto Patrio, Nicky Astria
dan Luna Maya berpangkal pada kurang dihormatinya hak
sumber berita untuk tidak berkomentar atau memberi jawaban
atas pertanyaan reporter infotainment. Menjawab pertanyaan
dalam mekanisme pencarian berita merupakan hak, bukan
kewajiban yang menjadi sebuah keharusan untuk dipenuhi oleh
sumber berita. Apalagi jika kemudian para kru infotainment, baik
reporter maupun kamerawan ramai-ramai mengejar sumber
berita
menurutnya
di
ada
televisi,
dua
termasuk
gatekeepers
juga
yang
infotainment,
berperan
dalam
berita
dan
editor
yang
berkuasa
untuk
memilih
yang
berada
dalam
ranah
dalam kategorisasi
genre
pemberitaan
yang
infotainment
sering
mengemuka
dalam
tayangan
bisa
dimasukan
dalam
wilayah
pemberitaan,
etika
dikedepankan.
jurnalisme
Pada
merupakan
kenyataannya,
sesuatu
kondisi
yang
yang
harus
terjadi
untuk
mereguk
keuntungan
dengan
adalah
perempuan,
dengan
beberapa
tayangan
Roland
Barthes,
direpresentasikanya
para
tidak
serius
atau
berita
sampah
yang
mengetahui
bagaimana
tahapan
proses
yang
mempunyai
program
televisi.
peran
Sebuah
sentral
dalam
produksi
naskah
adalah
ide
sebuah
dasar
yang
bahasa
visual.
Sehingga
apa
yang
dibaca
dapat
Penulisan
naskah
produksi
atau
scenario
harus
menggambarkan
disampaikan.
sekaligus
Urutan
menyuarakan
pada
apa
sinopsis-treatment-skenario
dasarnya
yang
ingin
merupakan
Berdasarkan
hasil
wawancara
dengan
pekerja
oleh Insert.
memudahkan
dalam
proses
produksi,
desk
desk
news
juga
bisa
mengambil
bagian
dari
tayangan
yaitu
urban,
sub
urban
dan
rural
dengan
di
Yogyakarta
dilihat
dari
teman
menonton
perilaku
ditayangkan
untuk
infotainment
membicarakan
sekitar
30%
berita
yang
menyatakan
bahwa
titik
temu
yaitu
infotainment
dianggap
sebagai
penonton
menonton tayangan
televisi
di
Klaten
juga
cenderung
Jenis
berita
infotainment
yang
menonton
infotainment
yang
dilakukan oleh
acara
infotainment
setelah
menonton
dengan
Yogyakarta
dan
Klaten,
penonton
menonton
tayangan infotainment.
Baru
setelah
itu
memperbincangkan
atau
teman.
berita
di
Lainnya
infotainment
dengan
menyatakan
tidak
televisi
ibu-ibu
di
wilayah
rural
lebih
banyak
urban
dan
sesungguhnya
urban,
bukanlah
namun
sebagian
penonton
yang
besar
ibu-ibu
terdominasi
dan
dilakukan
sehingga
mereka
menonton
tayangan
dan
infotainment.
mengkonsumsi
Artinya
tayangan-tayangan
dalam
menerima
infotainment
dan
yang
ini,
ibu-ibu
informan
di
kabupaten
Klaten
proses
mengabaikan
prinsip
produksinya
etika
infotainment
jurnalistik.
Ini
seringkali
terbukti
dengan
merasa
dirugikan
dengan
pemberitaan
infotainment.
bahwa
pemberitaan
dalam
infotainment
adalah
side).
Dalam proses dekoding tayangan infotainment, khalayak di
tiga
kota
yang
diteliti
memiliki
kecenderungan
berbeda.
time)
infotainment..
khalayaknya
mereka
Berbeda
secara
diisi
dengan
dengan
intens
di
menonton
tayangan
Sragen
dimana
mengkonsumsi
tayangan
infotainment
rentan
dengan
adegan
kekerasan
dengan
Berkaitan
dengan
proses
televisi lain.
menonton
tayangan
sesungguhnya
menerima
mereka
Sementara
percaya
infotainment
program
merupakan
begitu
ini
itu
saja
dengan
infotainment
ini,
penonton
yang
acara-acara
bahwa
dapat
berkaitan
apa
infotainment
yang
dipercaya.
aktif
perilaku
para
dan
tidak
meskipun
disampaikan
Sebagian
ibu
besar
dalam
ibu-ibu
DAFTAR PUSTAKA
Burton, Graeme. 2000. Talking Television : An Introduction
to The Study of Television. London : Arnold
Junaedi, Fajar (2007). Komunikasi
Teoritis. Yogyakarta, Santusa
Massa,
Pengantar
(1997).
Society.
Biodata Penulis
Tri Hastuti Nur Rochimah, S.Sos, M.Si adalah dosen Departemen
Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Saat ini
sedang mengambil program doktor di Universitas Gadjah Mada dan
aktif di Lembaga Penelitian dan Pengembangan PP Aisyiyah. Alamat email : nursolo@yahoo.com
Fajar
Junaedi
S.Sos,
M.Si
adalah
dosen
broadcasting
pada
Alamat
fajarjun@gmail.com,
akun
di
www.facebook.com/fajarjun
23