PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Matrix Batuan
Gambar 2.1
Pori /Fluida
Gambar 2.2
2012).
Volume awal
=V
V P
V
K
P
V V
K, Modulus Bulk
(1)
Gambar 2.3
F
A
F A
, Modulus Geser
(2)
Gambar 2.4
Dalam pengukuran sifat fisis batuan, data core (batuan inti) dikondisikan sedekat
mungkin dengan kondisi reservoar yang sebenarnya. Data core dapat digunakan
sebagai acuan dalam pemodelan atau perhitungan menggunakan parameter
seismik atau sifat fisis dari reservoar. Data yang didapatkan dari pengukuran sifat
fisis batuan berupa tipe fasies, porositas dan tipe fluida. Dengan adanya data
tersebut, maka analisis sensitivitas dengan menggunakan metode crossplot dari
beberapa parameter gelombang seismik dapat menghasilkan hasil yang akurat.
Gassmann (1951) dan Biot (1956) menjelaskan teori Rock Physics melalui hasil
penelitiannya dengan mengembangkan teori propagasi gelombang pada batuan
yang tersaturasi oleh fluida dengan menerapkan persamaan dari Modulus bulk dan
Modulus geser kemudian mensubstitusikannya kedalam persamaan dasar
kecepatan gelombang P dan S (Fitrianto, 2011).
Persamaan dasar kecepatan gelombang P dan gelombang S, dapat dituliskan
sebagai berikut:
Vp
Vs
K4
3 2
(3)
Vp
: Kecepatan gelombang P
Vs
: Kecepatan gelombang S
: Modulus bulk
: Modulus geser
: Konstanta lame
: Densitas
II.3
(4)
Vp sat
K sat 4 sat
3
sat
dan
Vs sat
sat
sat
(5)
Dimana sat m 1 w S w HC 1 S w
sat
: Densitas air
Sw
: Saturasi air
HC
: Densitas hidrokarbon
: Porositas
(6)
Dimana,
V p 1360
m/s
Vs
1.16
Vs
V p2 b
a
(7)
(8)
aV p0.25
(9)
Dimana dalam kg/m3, a adalah 310 kg/m3.(s/m)0.25 ketika Vp dalam m/s dan 230
kg/m3.(s/ft)0.25 ketika Vp dalam ft/s.
Gassmann (1951, op. cit. Humpson-Russel, 2011) membuat persamaan untuk
menghitung efek dari substitusi fluida, secara matematis dituliskan sebagai
berikut:
K sat
(1 K dry / K m ) 2
K dry
1 K dry
2
Kf
Km
Km
(10)
Dimana,
: Porositas
Mavko et.al, dalam buku Rock Physics Handbook memberikan bentuk yang
lebih intuitif dari persamaan Biot-Gassman di atas, dituliskan sebagai:
K dry
Kf
K sat
K m K sat K m K dry ( K m K f )
(11)
K dry
Km
dan
M Kf
Km
(12)
K sat K dry 2 M
1
1
K sat K f
Km
Secara fisis, jika = 0, maka batuan tersebut tidak berpori. Sedangkan, jika
= 1, maka partikel batuan berada dalam keadaan suspensi (Humpson-Russel,
2011).
Variasi nilai Modulus bulk dari persamaan Biot-Gassmann, biasanya diestimasi
dengan menggunakan nilai Modulus bulk dari matriks batuan padat yang secara
10
umum nilainya dalam Gigapascals (Gpa). Modulus bulk dari matriks batuan
padat, Km biasanya diambil dari data yang telah dipublikasikan yang diukur dari
contoh data core. Pada umumnya nilai K adalah :
K sandstone 40 Gpa
K Limestone 60 Gpa
S
1 Sw
1
w
K f Kw
K HC
(13)
Dimana,
Persamaan untuk mengestimasi nilai Modulus bulk dari brine, gas dan minyak
diberikan oleh Batzle dan Wang (1992, Seismic Properties of Pore Fluids,
Geophysics, 57). Biasanya nilai Modulus bulknya adalah :
11
Vp sat
K sat 4 sat
3
sat
Vs sat
sat
sat
2 (1 ) m f 2 1 ( f 2 f 1 )
(14)
Gambar 2.5
12
II.4 AVO
Analisis AVO didasarkan pada perubahan amplitudo sinyal refleksi terhadap jarak
dari sumber gelombang ke penerima (receiver), dalam hal ini semakin besar jarak
dari sumber ke penerima (offset) semakin besar pula sudut datangnya. AVO dari
data prestack CDP gathers memberikan informasi dasar dari litologi dan
kandungan fluida yang ada pada pori batuan. Klasifikasi AVO didasarkan atas
respon dari top reservoar yang bergantung pada kontras impedansi akustik pada
batas lapisan serta efek interferensi. Gambar 2.6 merupakan ilustrasi ketika
sebuah gelombang datang menyentuh batas lapisan maka sebagian energinya akan
direfleksikan sebagian lagi akan ditransmisikan. Sudut antara gelombang refleksi
dengan garis yang tegak lurus dengan bidang batas (garis normal) disebut sudut
refleksi, sedangkan sudut antara gelombang transmisi dengan garis normal disebut
sudut transmisi. Hal ini sesuai dengan Hukum Snellius yang berlaku pada optik.
Gambar 2.6
Model konversi gelombang P-S pada refeleksi dengan sudut datang 0
(Marten, 2012).
13
Kelas I
Kelas IIp
Sudut
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Gambar 2.7
Dari gambar di atas terlihat bahwa, top reservoar kelas I AVO memiliki
amplitudo yang positif pada offset yang dekat, kemudian amplitudonya melemah
pada offset yang jauh. Kelas II memiliki amplitudo yang mendekati 0 pada offset
14
yang dekat, lalu mengalami peningkatan amplitudo ke arah negatif pada offset
yang jauh. Sedangkan untuk AVO kelas IIp, terjadi pembalikan polaritas pada
offset pertengahan. Kelas III AVO merupakan anomali yang mudah dikenali,
kelas AVO ini ditandai dengan peningkatan amplitudo yang drastis ke arah
negatif sejalan dengan bertambahnya offset (Abdullah, 2009).
Seiring dengan perkembangan dan penemuan di lapangan, dikenal juga AVO
kelas IV bahkan sampai kelas V dan VI. Kelas IV dan kelas V memiliki perilaku
yang mirip yakni amplitudo kuat negatif pada offset yang dekat dan mengalami
penurunan amplitudo pada offset jauh. Akan tetapi penurunan untuk kelas IV
tidak sedrastis AVO kelas V (Abdullah, 2009).
II.5 Extended Elastic Impedance
Persamaan Impedansi Elastik yang diturunkan dari Persamaan aki-richards,
diperkenalkan oleh Connolly (Lihat lampiran 1), menggunakan parameter Vp ,
Vs dan densitas (, , dan ) :
EI ( ) a b c
(15)
Dimana
a (1 sin 2 )
b 8k sin 2
c (1 4k sin 2 )
15
2
Dengan k ( ) . Persamaan di atas kemudian dimodifikasi oleh Whitcombe,
EI ( ) 0 0 [(
a b c
) ( ) ( ) ]
0 0 0
(16)
16
R A B sin 2
R A B tan
(17)
( A cos B sin )
cos
(18)
Rs R cos
(19)
Rs A cos B sin
(20)
EEI ( ) 0 0 [(
p q r
) ( ) ( ) ]
0 0 0
(21)
Dimana :
p cos sin
q 8K sin
r (cos 4 K sin )
(22)
17
18
Gambar 2.8
2008)
Grafik Seismic Mean pada Gambar 2.8 menunjukkan rata-rata dari spektrum
seismik yang digunakan untuk menghasilkan operator inversi. Grafik Global
menunjukkan rata-rata dari spektrum log AI. Berdasarkan rata-rata dari kedua
spektrum data ini maka spektrum dari operator dapat dihitung. Dari operator yang
didapatkan, kemudian diterapkan ke data seismik sehingga menjadi volume AI.
II.7 Geologi Regional Daerah Penelitian
Secara geografis, Papua dibagi menjadi 3 komponen besar yaitu bagian Kepala
Burung (KB), Leher Burung dan Badan Burung. Cekungan Bintuni berada di
daerah Teluk BintuniPapua Barat, tepatnya terletak di bagian Kepala-Leher
Burung. Geomorfologi Papua Barat mengalami deformasi pada umur Tersier
Akhir, pada masa ini terjadi proses transgresi yang besar yang berarah barat daya
dan berakhir pada New Guinea Mobile Belt sehingga berbentuk Kepala dan Leher
Burung. Tatanan Geologi daerah KB dibentuk oleh adanya kompresi pada umur
19
20
21
Gambar 2.9
22
Perangkap (Trap)
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
24
Loading Data/Check
Menampilkan data log dari ketiga sumur yang akan di modelkan yaitu log CALI
(Kaliper), GR (Gamma Ray), PHIT (Porositas Total), SW (Saturasi Air), DT
(Gelombang P), DTS (Gelombang S), RHOB (Densitas). Selanjutnya, mengecek
dan menegenali keadaan data yang akan digunakan untuk pemodelan.
2.
Koreksi Checkshot
Sebelum melakukan pengikatan data sumur ke data seismik (Well Seismic Tie)
dilakukan koreksi checkshot untuk mengkonversi data sumur dari domain
kedalaman menjadi domain waktu, agar memiliki domain yang sama dengan data
seismik. Adapun tipe interpolasi yang dilakukan pada saat koreksi checkshot ini
yaitu Polynomial 4.
3.
Substitusi Fluida
Masukan dari proses substitusi fluida adalah log DT yang teleh dikoreksi
checkshot (DT_chk), log DTS, dan log RHOB. Algoritma yang digunakan dalam
tahap substitusi fluida ini adalah algoritma Biot-Gassmann yang memungkinkan
substitusi nilai saturasi air dan porositas pada output log. Dalam hal ini, akan
dilihat respon dari reservoar ketika fluida di reservoar di substitusi dengan 100%
air (Kasus Brine) dan responnya ketika fluida di substitusi dengan 80% gas
(Kasus Gas), dengan porositas sama dengan input. Selain itu masukan lain dari
tahap ini yaitu komposisi matriks dan fluida di reservoar (Lihat Lampiran 3).
25
Kemudian, perlu di asumsikan bahwa porositas batuan reservoar di-load dari log
PHIT. Proses ini dilakukan mulai dari Top Jurasik Tengah sampai Top Permian
dengan menetapkan kondisi kurang dari 0.3 dari volume clay.
4.
Analisis Crossplot
Malakukan crossplot antara beberapa parameter fisis dari reservoar untuk melihat
karakternya, seperti Vp-Vs, Vp-Densitas, AI-GI, AI-Porositas, EEI-Porositas pada
sumur pemodelan, kemudian melakukan zonasi untuk membedakan litologi
(pasir-lempung) dan membedakan fluida (brine-gas).
5.
Sebelum melakukan proses pengikatan data sumur dengan data seismik, hal yang
penting yang harus diperhatikan dari data sumur adalah log yang sedang aktif
yang akan dibuat seismogram sintetik. Dalam hal ini log DT_chk (log DT yang
telah diterapkan checkshot) dan log RHOB kasus in-situ (keadaan sebenarnya)
.Langkah selanjutnya, mengestimasi wavelet yang akan digunakan untuk
membuat sintetik seismogram. Pada dasarnya, ada beberapa cara yang digunakan
dalam mengestimasi wavelet misalnya dengan cara statistik, deterministik, atau
dengan menggunakan wavelet model seperti ricker dan bandpass. Wavelet yang
akan dipilih ditentukan dengan cara membandingkan hasil korelasi seismogram
sintetik dengan data seismik yang merepresentasikan kecocokan event dan
besarnya korelasi antara seismogram sintetik dengan data seismik setelah
dilakukan beberapa proses penyesuaian (bulk shifting, atau streching/squeezing) .
26
6.
Pemodelan AVO
Tahap ini dilakukan dengan membuat sintetik dari data sumur pada kasus in-situ,
kasus brine, dan kasus gas. Dari sintetik ini, akan diketahui respon AVO pada top
reservoar untuk kasus-kasus tersebut.
7.
Coloured Inversion.
Tahap pertama yang dilakukan adalah menentukan jumlah tras seismik, lalu
menentukan lebar jendela inversi. Selanjutnya, me-load log AI dari 3 sumur
pemodelan. Berdasarkan spektrum data seismik dan data sumur, spektrum
operator dapat dihitung. Dari operator yang didapatkan, kemudian diterapkan ke
data seismik sehingga menghasilkan penampang AI.
27
Mulai
Data Sumur
Data Seismik
Koreksi Checkshot
Substitusi Fluida
Pemodelan AVO
Analisis Crossplot
EEI Optimum
Reliabilitas
Impedansi Fluida
Impedansi Litologi
Impedansi Akustik
Interpretasi
Selesai
Gambar 3.10
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
29
Patuku-5
CALI
Gambar 4.11
GR
PHIT
SW
DT
DTS
RHOB
AI
Kurva merah pada log DT, DTS, RHOB, dan AI menunjukkan kurva hasil dari
substitusi fluida untuk kasus gas, kurva biru menujukkan hasil substitusi fluida
untuk kasus brine, kurva hitam menunjukkan kurva in-situ (keadaan sebenarnya).
Pada log-log hasil substitusi fluida memperlihatkan bahwa kurva merah kasus gas
berhimpit dengan kurva hitam, hal ini menunjukkan bahwa pemodelan yang
dibuat untuk kasus gas sangat mendekati keadaan sebenarnya. Sedangkan untuk
30
kasus brine, perbedaan yang kontras diperlihatkan oleh log RHOB dimana terjadi
peningkatan densitas bulk yang cukup signifikan.
IV.2 Analisis Crossplot
IV.2.1 Analisis crossplot untuk pemisahan litologi
Data yang digunakan sebagai masukan dalam analisis crossplot ini adalah data log
dimana fluidanya diganti dengan brine untuk menghilangkan efek dari
hidrokarbon.
Gambar 4.12 menunjukkan crossplot antara Vp dan Vs. Bagian kiri dari gambar
menujukkan hasil crossplot sedangkan bagian kanan memnujukkan cross section
secara vertikal. Skala warna yang digunakan untuk crossplot litologi yaitu log GR
Dari hasil (Gambar 4.12) menunjukkan pemisahan yang cukup jelas antara pasir
(zona berwarna kuning) dengan lempung (zona berwarna abu-abu) pada sumbu
Vs, tetapi overlap di sumbu Vp.
Pasir
Lempung
Gambar 4.12
31
Gambar 4.13
Crossplot AI-GI (Gambar 4.14) menunjukkan bahwa GI yang tidak lain adalah
EEI untuk
Gambar 4.14
32
Gambar 4.15
Gambar 4.15 menunjukkan overlap yang terjadi antara brine dan gas pada domain
AI-GI. Hal ini menjadi dasar perlunya memproyeksikan crossplot diatas untuk
mendapatkan pemisahan fluida (brine-gas). Panah hitam menunjukkan prediksi
proyeksi yang optimum untuk pemisahan fluida.
33
Gambar 4.16
Gambar 4.17
Dengan membandingkan sumbu AI pada Gambar 4.16 dengan EEI 10 (AI yang di
proyeksikan dengan = 10o) pada Gambar 4.17, pemisahan yang lebih baik
ditunjukkan oleh EEI 10
34
Gambar 4.18
Pemisahan yang cukup baik ditunjukkan oleh Gambar 4.18 dengan menggunakan
EEI 20. Dengan menentukan nilai cut off (garis hitam) maka dapat nilai yang lebih
besar dari cut off adalah brine, sedangkan nilai yang lebih kecil dari cut off adalah
gas. Besarnya pemisahan antara brine dan gas pada ketiga sumur pemodelan
yakni sekitar 5-7 % (lihat grafik kuning).
Gambar 4.19
35
Gambar 4.20
Dari crossplot EEI dengan berbagai sudut berbeda yang ditunjukkan oleh Gambar
4.16 Gambar 4.20, dapat disimpulkan bahwa EEI 20o menunjukkan proyeksi
optimum untuk memisahkan fluida.
IV.3
Gambar 4.21
36
Dari Gambar 4.22 dapat menunjukkan wavelet yang digunakan adalah wavelet
fase 0 (zherophase) serta frekuensi dominan dari data seismik ~18 Hz.
Gambar 4.22
(Gambar 4.23) menunjukkan hasil well seismic tie pada sumur Patuku-5. Tras
berwarna biru merupakan seismogram sintetik sebagai hasil konvolusi antara
koefisien refleksi dari sumur dengan wavelet. Tras berwarna merah adalah tras
komposit yang diekstrak dari data seismik. Sedangkan tras hitam adalah data
seismiknya.
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa Top Kais dan Top Paleosen yang
merupakan reflektor yang kuat dari data seismik sesuai (match) dengan marker
data sumur. Pada area reservoar korelasi yang cukup baik juga ditunjukkan oleh
kesesuaian sintetik dengan tras komposit. Hal ini dipertegas oleh nilai korelasi
yang cukup baik yakni 0.705 pada sumur Patuku-5, 0.742 pada sumur Patuku-2,
dan 0.609 pada sumur Patuku-6 (Lihat Lampiran 6) dengan lebar jendela sama
dengan lebar jendela ekstraksi yang ditunjukkan oleh garis kuning.
37
Patuku-5
Corr : 0.705
Gambar 4.23
IV.4
Dengan membandingkan data seismik dengan sintetik dari data sumur, terdapat
ketidakkonsistenan event-event dari kedua data tersebut. Resolusi rendah dari data
seismik mengakibatkan interferensi antara top reservoar dan top seal sehingga
penentuan respon AVO menjadi tidak tepat (tidak reliable). Dengan
mempertimbangkan hal ini, maka tidak dapat dihasilkan
volume impedansi
38
frekuensi 60 Hz pada kasus brine dan gas (Gambar 4.24). Respon AVO dari
pemodelan sebagai hasil dari proses substitusi fluida pada Gambar 4.24
menunjukkan perubahan respon AVO dari kelas II ke kelas III dengan
meningkatnya saturasi gas.
Patuku-5
AI
Sintetik
60 Hz
Gambar 4.24
IV.5
Resolusi
Seismik
Full Stack
Brine
Gas
Seismik
Seismik
Seismik
Pemodelan
Seismik
Coloured Inversion
(Gambar 4.25) menunjukkan data seismik full stack sebelum inversi. Log
berwarna merah muda menunjukkan log AI yang telah di bandpass . Log
berwarna hitam menunjukkan log GR . Kemudian, (Gambar 4.26) menunjukkan
penampang AI sebagai hasil inversi dengan metode coloured inversion. Inversi
39
ini dilakukan dengan kontrol dari log AI dari ketiga sumur pemodelan. Inversi ini
dilakukan dengan rentang -300 ms sampai +300 dari horizon top reservoar.
Patuku-5
Gambar 4.25
Patuku-5
Gambar 4.26
40
BAB V
PENUTUP
V.1 KESIMPULAN
1. a. Proyeksi optimum untuk pemisahan litologi terlihat pada Impedansi
Gradien (GI) yang tidak lain adalah EEI dengan = 90o .
b. Proyeksi optimum untuk pemisahan fluida terlihat pada EEI dengan =
20o .Pemisahan antara brine dan gas pada ketiga sumur ini berkisar 5-7 %.
2. Respon AVO berubah dari kelas II ke kelas III dengan meningkatnya saturasi
gas.
3. Ketidakkonsistenan event-event data seismik dengan sintetik dari data sumur
mengakibatkan data seismik menjadi tidak reliable untuk di proses lebih
lanjut untuk menghasilkan impedansi litologi dan fluida.
V.2 SARAN
1.
Untuk menghilangkan efek interferensi dari top reservoar dengan top seal
sebaiknya resolusi data seismik ditingkatkan, sehingga respon AVO tidak
terpengaruh interferensi.
2.
41
DAFTAR PUSTAKA
Dapat
diakses
di:<http://ensiklopediseismik.blogspot.com
/2009/09/avo-classification.html>
2012].
ARK CLS Team, 2008. ARK CLS Seismic Coloured Inversion V2.94 OpendTect
plugin version. ARK CLS Limited.
Fitrianto, T., 2011. Pemodelan Rock Physics dalam Karakterisasi Reservoar
Menggunakan Impedansi Elastik untuk Memetakan Sebaran Reservoar dan
Minyak pada Formasi Gumai di Lapangan Jura. Thesis. Universitas
Indonesia.
Fritz, 2008. Karakterisasi Reservoar Menggunakan Inversi Extended Elastic
Impedance: Studi Kasus pada Lingkungan Delta Sub Cekungan Jambi.
Skripsi. Universitas Indonesia.
Hampson, D. dan Russel, B., 2011. AVO: Workshop Part-1. Hampson-Russel
Software Service,Ltd.
Lancaster, S. dan Whitcombe, D., 2000. Fast-track coloured Inversion. SEG
Expanded Abstracts.
42
Marten, R., 2012. Lithology and Fluid Prediction refresher. . .The Use (and
Abuse) of Geophysics in Hydrocarbon Exploration and Development. BP
Indonesia, Unpublished.
Mavko, G., Mukerji, T., dan Dvorkin, J., 2003. The Rock Physics Handbook.
Cambridge: Cambridge Univ. Press.
Sukmono, S., 2000. Seismik Inversi untuk Karakterisasi Reservoar. Jurusan
Teknik Geofisika. Institut Teknologi Bandung.
Sukmono, S., 2001. Interpretasi Seismik Refleksi. Jurusan Teknik Geofisika.
Institut Teknologi Bandung.
Whitcombe, D.N., Connolly, P.A., dan Reagen, R.L., 2002. Extended Elastic
Impedance for Fluid and Lithology Prediction. Geophysics Vol. 67 no. 1, 6367.
Whitcombe, D.N., dan Fletcher, J.G., 2001. The AIGI Crossplot as an Aid to AVO
Analysis and Calibration. Pada: SEG Intl Exposition and Annual Meeting.
San Antonio, Texas 9-14 September. Texas.
43