(SP6111)
TUGAS 1.
3 TEORI PEMBANGUNAN
KELOMPOK 6
FAISAL AWANG
GUGUM MUKDAS SUDARJAH
LINDA EVANS
NURUL PUSPITA
SYARIF HIDAYATULLAH SANTIUS
ZULQADRI ANSAR
(24012049)
(24012059)
(24012022)
(24012019)
(24012004)
(25411003)
I.
PENDAHULUAN
Dunia II. Pada tahun 1950 secara Praktis AS mengambil peran sebagai pengendali
percaturan dunia.
Kedua, pada saat yang hamper bersamaan, terjadi perluasan gerakan komunis sedunia.
Uni Soviert mampu memperluas pengaruh politiknya tidak saja sampai di Eropa Timur,
tetapi juga sampai di Asia, antara lain Cina dan Korea. Ini secara tidak langsung
mendorong AS untuk berusaha memperluas pengaruh politiknya pada belahan dunia lain,
selain Eropa Barat, sebagai salah satu upaya pembendugnan penyebaran ideology
Komunisme.
Ketiga, lahirnya Negara-negara merdeka baru di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, yang
sebelumnya merupakan daerah jajahan Negara-negara Eropa. Negara-negara baru ini
secara merempak mencari model-model pembangunan yang hendak digunakan secara
serempak mencari model-model pembangunan yang hendak digunakan sebagai contoh
untuk membangun ekonominya dan dalam usaha untuk mempercepat pencapaian
kemerdekaan politiknya. Dalam situasi dunia seperti wajar jika elit politik AS
memberikan dorongan dan fasilitas bagi ilmuwan sosialnya untuk mempelajari
permasalahan Dunia Ketiga. Kebijaksanaan ini diperlukan sebagai langkah pendahuluan
untuk membantu membangun ekonomi dan kestabilan politik dunia ketiga dalam rangka
menghindari kemungkinan terpengaruh dan atau jatuhnya Negara yang baru merdeka
tersebut ke pangkuan Uni Soviet.
Jika pada masa sebelum perang dunia II, persoalan pembangunan Negara Dunia Ketiga
hanya sedikit sekali mendapat perhatian para Ilmuwan AS, namun keadaan yang
sebaliknya terjadi setelah Perang Dunia II. Dengan bantuan dari pemerintah AS dan
organisasi swasta, satu generasi baru ilmuwan politik, ekonomi, dan para ahli sosiologi,
psikologi, antropologi, serta ahli kependudukan menghadilkan karya-karya disertai
monograf tentang dunia ketiga. Satu aliran pemikiran antar disiplin yang tergabung
dalam ajaran modernisasi sedang terbentuk pada tahun 1950-an tersebut. Karya kajian
teori modernisasi merupakan industry yang tumbuh segar sampai pertengahan 1960an.
Oleh karena itu, tidak berlebihan jika karya kajian dari teori modernisasi dikategorikan
sebagai satu aliran pemikiran (a school of thought) tersendiri. Terlebih lagi, ditopang
oleh kenyataan bahwa para peneliti dan penganut aliran pemikiran ini sepertinya telah
membentuk satu energy besar gerakan social, memiliki dana dan sumber daya sendiri
yang kuat, mempunyai hubungan yang mempribadi bagi para pendukungnya, dan
mampu menerbitkan jurnal ilmiah dazn seri publikasi secara rutin seta mempunyai
tanggung jawab dan rasa misi bersama. Sebagai conto misalnya dewan peneliti ilmu-ilmu
social, dengan dana yang lebih dari sekedar cukup, membiayai komite kajian
perbandingan politik untk dengan cepat membentuk dan melaksanakan seminar dan
penelitian dan menerbitkan hasil kajiannya melalui badan penerbitan Universitas
Princeton. Hasil program ini Nampak terlihat pada kajian tentang media komunikasi,
birokrasi, pendidikan kebudayaan politik, partaipolitik dan krisis modernisasi Negara
dunia ketiga. Majalah dengan nama economic development and cultutal change yang
merupakan jurnal khusus untuk menerbitkan hasil kajian aliran pemikiran modernisasi
yang diterbitkan secara berkala.
Teori modernisasi yang lahir sekitar tahun 1950-an itu di Amerika Serikat merupakan
wujud respon kaum intelektual Barat atas kondisi dunia yang terjadi setelah Perang
Dunia II. Lahirnya negara-negara merdeka baru bekas jajahan Eropa di Asia, Afrika, dan
Amerika Latin pasca Perang Dunia II merupakan pemicu lahirnya teori ini. Negaranegara baru itu, yang oleh negara Barat disebut sebagai Dunia Ketiga, adalah sasaran
utama dari negara Barat untuk penyebarluasan ideologinya (kapitalis) melawan
popularitas ideologi Uni Soviet (sosialis).
Teori modernisasi dikembangkan oleh negara Barat dengan memanfaatkan situasi dan
kondisi yang dialami oleh Dunia Ketiga waktu itu. Dunia Ketiga pasca Perang Dunia II
umumnya berada dalam kondisi miskin, rentan, serta penuh dengan persoalan akibat
penjajahan. Kondisi tersebut lah yang menjadi jalan bagi negara Barat untuk mendekati
Dunia Ketiga. Negara Barat pun gencar menciptakan konsep pembangunan bagi Dunia
Ketiga dengan harapan ekonomi dan kestabilan politik Dunia Ketiga dapat terkendali.
Dengan demikian, Dunia Ketiga menjadi lebih dekat dengan (dalam kekuasaan) negara
Barat dan tidak akan mudah jatuh ke tangan Uni Soviet.
Beberapa intelektual Barat, mulai dari ekonom, sosiolog, psikolog, hingga politikus
gencar mengembangkan ide-ide yang dimaksudkan untuk menolong Dunia Ketiga dapat
keluar dengan mudah dan cepat dari kondisi yang dialaminya waktu itu. Beberapa tokoh
pemikir dari kaum intelektual Barat yang berkontibusi terhadap perkembangan teori
modernisasi, yaitu: W.W. Rostow, Harrod-Domar, David McClelland, Bert F. Hoselitz,
serta Alex Inkeles dan David H. Smith.
1. W.W. Rostow: Lima Tahap Pembangunan.
Walt Whitman Rostow (7 Oktober 1916 13 Februari 2003) lahir di New York City
dari keluarga imigran Rusia Yahudi. Pada masa pemerintahan Presiden Lyndon B
Johnson di Amerika Serikat, Walt Whitman Rostow adalah seorang ahli ekonomi dan
politikus Amerika Serikat yang bekerja pada National Security Advisor. Ia berperan
penting dalam pembentukan kebijakan Amerika Serikat di Asia Tenggara. Selama
tahun 1960-an, dia adalah seorang gigih melawan faham komunis. Rostow juga
dikenal sebagai penganut sistem kapitalisme dan pasar bebas yang sangat
bertolakbelakang dengan faham komunis. Ia juga mendukung intervensi militer
Amerika Serikat dalam Perang Vietnam sebagai usaha Amerika membendung
penyebaran faham komunis di Asia Tenggara.
Rostow mengembangkan teori tahapan pembangunan. Teori ini menjelaskan bahwa
modernisasi merupakan proses bertahap, di mana masyarakat akan berkembang dari
masyarakat tradisional dan berakhir pada tahap masyarakat dengan konsumsi tinggi.
Pada masa tradisional hanya mengalami sedikit perubahan sosial, atau mengalami
kemandegan sama sekali. Kemudian berlahan-lahan Negara mengalami perubahan
dengan adanya kaum usahawan, perluasan pasar, pembangunan industri. Perubahan
ini adalah prakondisi untuk mencapai tahap selanjutnya yaitu tahap lepas landas.
Bagi Rostow pembangunan merupakan proses yang bergerak dalam sebuah garis
lurus (linear stages of growth models), yaitu dari masyarakat yang terbelakang ke
masyarakat yang maju. Lima tahap pembangunan menurut Rostow, meliputi:
Masyarakat tradisional (the traditional society)
Masyarakat masih dikuasai oleh kepercayaan-kepercayaan tentang kekuatan di
luar kekuasaan manusia. Manusia tunduk kepada alam dan belum bisa menguasai
alam. Produksi masih sangat terbatas, begitu juga sifat masyarakatnya sangat
statis, dalam arti kemajuan berjalan dengan sangat lambat.
Prakondisi untuk lepas landas (the preconditions for take off)
Masyarakat tradisional, meskipun sangat lambat, terus bergerak pada satu titik,
dan mencapai prakondisi untuk lepas landas. Biasanya keadaan ini terjadi karena
adanya campur tangan dari luar, yaitu masyarakat yang sudah lebih maju. Segala
usaha untuk meningkatkan produksi mulai bergerak dalam periode ini.
Lepas landas (the take off)
Periode ini ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi
proses pertumbuhan ekonomi.
Bergerak ke kedewasaan (the drive to maturity)
Setelah lepas landas akan terjadi proses kemajuan yang terus bergerak ke depan,
meskipun terkadang terjadi pasang surut. Industri berkembang sangat pesat.
Negara memantapkan posisinya dalam perekonomian global, barang yang duunya
diimpor sudah mulai diproduksi sendiri.
Era konsumsi massal yang tinggi (the age of high mass-consumption)
Karena kenaikan pendapatan masyarakat, konsumsi tidak lagi terbatas pada
kebutuhan pokok untuk hidup, tetapi meningkat ke kebutuhan lain yang lebih
tinggi. Pada titik ini, pembangunan sudah merupakan sebuah proses yang
berkesinambungan, yang bisa menopang kemajuan secara terus menerus.
dalam teori McClelland adalah the need for achievement, kebutuhan atau dorongan
berprestasi, yang kemudian disingkat dengan simbol n-Ach. Dalam konsep n-Ach,
dorongan untuk berprestasi tidak sekedar untuk meraih imbalan material yang besar.
Ada kepuasan batin tersendiri kalau dia berhasil menyelesaikan pekerjaannya dengan
sempurna. Imbalan material menjadi faktor sekunder. McClelland mengatakan bahwa
apabila dalam sebuah masyarakat ada banyak yang memiliki n-Ach yang tinggi,
dapat diharapkan masyarakat tersebut akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi
yang tinggi. Menurutnya, tempat yang paling baik untuk menumbuhkan n-Ach
adalah di dalam keluarga melalui oang tua.
4. Bert F. Hoselitz: Faktor-faktor Non Ekonomi.
Faktor ekonomi yang disebut Hoselitz sebagai kondisi faktor lingkungan, yang
dianggap penting dalam proses pembangunan. Bagi Hoselitz, pembangunan
membutuhkan pemasokan dari beberapa unsur:
Pemasokan modal besar dan perbankan
Hoselitz menyebutkan bahwa lembaga perbankan lah yang efektif menggerakkan
tabungan masyarakat dan menyalurkannya ke kegiatan-kegiatan yang produktif.
Pemasokan tenaga ahli dan terampil
Tenaga yang dimaksud adalah tenaga kewiraswastaan, adimnistrator profesional,
insinyur, ahli ilmu pengetahuan, dan tenaga manajerial yang tangguh. Titik berat
Hoselitz adalah pada wiraswasta. Untuk memunculkan wiraswasta diperlukan
kebudayaan tertentu, yakni kebudayaan yang beranggapan bahwa mencari
kekayaan bukan merupakan hal yang buruk. Sealain itu, menurut Hoselitz,
wiraswasta juga dapat muncul dari kaum minoritas atau marjinal yang mengalami
proses anomali dan kemudian berusaha mengangkat harga diri dan status dengan
mencari kekayaan. Mereka menjadi kelompok kaum borjuis yang kemudian
menantang masyarakat yang lama.
5. Alex Inkeles dan David H. Smith: Manusia Modern.
Kedua ahli ini menekankan tentang pentingnya manusia sebagai komponen penting
penopang pembangunan. Inkeles menyebutnya sebagai Manusia Modern. Ciri-ciri
manusia modern, yaitu: keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru, berorientasi
pada masa sekarang dan masa depan, punya kesanggupan merencanakan, percaya
bahwa manusia bisa menguasai alam dan bukan sebaliknya, dan sebagainya. Dengan
memberikan lingkungan yang tepat, setiap orang bisa diubah menjadi manusia
modern setelah mencapai usia dewasa. Inkeles dan Smith berpendapat pendidikan
adalah faktor yang paling efektif untuk mengubah manusia. Kemudian faktor lain
yang menentukan yaitu faktor pengalaman kerja di lembaga kerja yang modern.
(http://sosiallife.blogspot.com/2011/01/teori-modernisasi.html)
Teori modernisasi memiliki asumsi dasar untuk mendukung hipotesisnya sebagai sebuah
konsep pembangunan. Pertama, kemiskinan dipandang sebagai masalah internal dalam
sebuah negara. Kemiskinan dan masalah pembangunan adalah lebih sebagai akibat dari
keterbelakangan dan kebodohan internal yang berada dalam sebuah negara, bukan
dibawa oleh faktor dari luar negara. Kedua, muara segala masalah pembangunan adalah
kemiskinan. Pembangunan berarti perang terhadap kemiskinan. Cara paling tepat untuk
menghilangkan kemiskinan adalah ketersediaan modal untuk melakukan investasi.
Teori modernisasi secara jelas menyatakan bahwa pembangunan Dunia Ketiga dapat
dicapai dengan mengikuti proses pembangunan yang dilalui oleh negara maju (Barat).
Salah satu faktor kunci adalah perlunya bantuan dari negara maju bagi Dunia Ketiga
untuk membantu mereka mencapai kondisi yang lebih maju.
2. Content
a) Nilai
Kebebasan, di mana kebebasan individual maupun material menjadi motivasi
yang dianut dalam setiap tindakan dalam teori modernisasi.
b) Tolok ukur
Pengurangan kemiskinan,
Organisasi yang lebih teratur (mapan), yaitu kondisi yang lebih teratur,
mapan dan modern, yang mengedepankan aspek efisiensi dan efektivitas.
Kondisi dikatakan maju jika telah sampai pada status modern, yang
meninggalkan pola-pola atau prinsip lama (yang dianggap ketinggalan zaman,
tidak efisien dan efektif) ke arah pola kehidupan dan organisasional yang lebih
praktis, terkini (sesuai perkembangan zaman), efisien, dan efektif
c) Kepranataan
Deterministik, yaitu sistem kepranataan telah ditentukan dan mempunyai
urutan tahapan yang jelas serta sistematis sehingga pelaksana cenderung tinggal
melaksanakan mekanisme yang telah dibuat tanpa perlu melakukan upaya kritisi
atau penolakan
d) Agen
Kapital (modal), di mana modal, baik berupa modal investasi hingga teknologi
merupakan alat (tools) atau sumber yang dipercaya dapat mempercepat
terjadinya perubahan menuju kondisi yang lebih maju
Organisasi, yaitu organisasi-organisasi formal, baik pemerintah maupun non
pemerintah adalah agen yang dapat menggerakkan jalannya proses-proses
perubahan. Lembaga-lembaga tersebut secara terorganisir bisa menjadi
kepanjangan tangan dari pihak ketiga dalam melakukan transfer pengetahuan
dari mereka kepada masyarakat yang dikelolanya.
e) Strategi
Benchmarking, di mana dilakukan kegiatan meniru oleh negara Dunia Ketiga
terhadap terhadap konsep pembangunan negara Barat yang telah maju.
B. Teori Dependensi
1. Context
Teori dependensi pertama kali muncul di Amerika Latin. Pada awal kelahirannya, teori
ini lebih merupakan jawaban atas kegagalan program yang telah dijalankan oleh Komisi
Ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Amerika Latin. (United Nation Economic
Commission for Latin Amerika/ECLA) pada masa awal tahun 1960-an. Pada tahun
1950-an banyak pemerintahan di Amerika Latin, yang dikenal cukup populis, mencoba
untuk menerapkan strategi pembangunan dari ECLA yang menitik beratkan pada proses
industrialisasi melalui program industrialisasi subsitusi impor. Melalui proses ini
diharapkan akan memberikan keberhasilan yang berkelanjutan untuk pertumbuhan
ekonomi sekaligus pemerataan hasil pembangunan, peningkatan kesejahtaraan rakyat,
dan pada akhirnya akan memberikan suasana yang mendorong pembangunan politik
yang lebih demokratis. Akan tetapi yang terjadi adalah sebaliknya, ekspansi ekonomi
amat singkat, dan segera berubah menjadi stagnasi ekonomi.
Disamping itu, lahirnya teori dependensi ini juga dipengaruhi dan merupakan jawaban
atas krisis teori Marxis ortodoks di Amerika Latin. Menurut pandangan Marxis ortodoks,
Amerika Latin harus mempunyai tahapan revolusi industri borjuis sebelum melampaui
revolusi sosialis proletar. Namun demikian Revolusi Repuplik Rakyat Cina (RRC) tahun
1949 dan revolusi Kuba pada akhir tahun 1950-an mengajarkan pada kaum cendikiawan,
bahwa negara dunia ketiga tidak harus mengikuti tahapan-tahapan perkembangan
tersebut. Tertarik pada model pembanguan RRC dan Kuba, banyak intelektual radikal di
Amerika Latin berpendapat, bahwa negara-negara Amerika Latin dapat saja langsung
menuju dan berada pada tahapan revolusi sosialis.
Teori dependensi yang lahir sebagai hasil revolusi intelektual pada pertengahan tahun
1960-an merupakan sebuah tantangan para ilmuwan Amerika Latin terhadap pandangan
Barat mengenai pembangunan. Teori ini merupakan kritik terhadap teori modernisasi.
Teori dependensi memandang bahwa teori modernisasi tidak mampu membangkitkan
ekonomi di negara-negara Dunia Ketiga. Pengamatan yang dilakukan telah memberikan
gambaran serta bukti empirik terhadap kegagalan modernisasi. Teori ini melihat
ketidakseimbangan dalam hubungan antara negara Dunia Ketiga dengan negara maju.
Teori dependensi memandang bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di
Dunia Ketiga bukan disebabkan oleh faktor internal di negara tersebut tetapi lebih
banyak ditentukan oleh faktor eksternal dari luar negara Dunia Ketiga. Hambatan
1949 dan Revolusi Kuba pada akhir tahun 1950-an mengajarkan pada kaum
cendekiawan, bahwa negara Dunia Ketiga tidak harus selalu mengikuti tahapan-tahapan
perkembangan tersebut. Tertarik pada model pembangunan Republik Radikal Cina dan
Kuba, banyak intelektual radikal di Amerika Latin berpendapat, bahwa negara-negara
Amerika Latin dapat saja langsung menuju dan berada pada tahapan revolusi sosialis.
Teori dependensi ini segera menyebar dengan cepat ke belahan Amerika Utara pada
akhir tahun 1960-an. Andre Gunder Frank, yang kebetulan berada di Amerika Latin pada
awal tahun 1960-an, adalah orang yang Paling, untuk tidak menyebut pertama,
bertanggung jawab terhadap penyebaran awal teori ini pad masyarakat intelektual
internasional Pada kenyataanya bahkan, di luar Amerika Latin, teori dependensi ini
kurang lebih identifikasikan dengan Frank dan salah satu majalah ilmiah di Amerika
Monthly Review, yang padanya Frank sering menulis
Di. Amerika Serikat, Teori dependensi memperoleh sambutan hangat. ini terjadi karena
kedatangannya hampir beraamaan waktuunya dengan lahirnya kelompok intelektual
muda radikal, yang tumbuh dan berkemebang subur pada masa revolusi kampus di
Amerika Serikat, akibat pengaruh kegiatan protes anti perang,gerakan kebebasan wanita,
dan gerakan ghetto. Chirot menggambarkan kegagalan amerika di vietnam dan
menyebarnya kerusuhan rasial pada tahun 1960-an yang dikuti oleh invlasi, kronis,
devaluasi mata uang dollar amerika, dan perasaan kehilangan kepercayaan diri pada awal
tahun 1970-an, menyebabkan hilangnya keyakinan, landasan moral teori moderenisasi.
Suatu pendekatan baru yang menjungkir-balikkan aksioma-aksioma lama telah lahir dan
menjadi populer dikalangan para ilmuwan sosial, ahli ilmu politik, dan pakar
politikonomi (political-economics)Amerika yang merupakan model pembangunan
kapitalisme dan yang sebelumnya dilihat secara positif sebagai contoh dan sumber
inspirasi kemajuan ekonomis, politik dan kebudayaan dunia, kini dianggap secara sinis
sebagai penindas dan agen utama penyebab kemiskinan pada sebagian besar negaranegara Dunia Ketiga. Imperialisme, bukan lagi keterbelakangan dan kurangnya
modemisasi, muncul kembali sebagai musuh baru
Secara ringkas, Teori dependensi, yang lahir dari suasana sejarah pada tahun 1960an.
muncul sebagai paradigma baru untuk memberikan jawaban atas kegagalan program
KEPBBAL, krisis teori Marsix ortodoks. dan menurunnya kepercayaan terhadap teori
modernisasi di Amerika serikat.
Beberapa tokoh yang sangat berperan dalam pengembangan teori dependensi, antara
lain: Andre Gunder Frank, Theotonio Dos Santos, Raul Prebisch, dan Paul Baran.
1.
Frank mengelompokkan negara-negara di dunia ini atas dua kelompok yaitu negara
pusat dan negara pinggiran yang terbelakang. Berikut adalah beberapa asumsi dasar
teori dependensi antara lain sebagai berikut:
Keadaan ketergantungan dilihat dari satu gejala yang sangat umum, berlaku bagi
seluruh negara pinggiran (dunia ketiga). Teori dependensi berusaha
menggambarkan watak-watak umum keadaan ketergantungan di dunia ketiga
sepanjang perkembangan kapitalisme dari Abad ke-16 sampai sekarang.
Ketergantungan dilihat sebagai kondisi yang diakibatkan oleh faktor luar, sebab
terpenting yang menghambat pembangunan karenanya tidak terletak pada
persoalan kekurangan modal atau kekurangan tenaga dan semangat wiraswasta,
melainkan terletak pada diluar jangkauan politik ekonomi dalam negeri suatu
negara. Warisan sejarah kolonial dan pembagian kerja internasional yang timpang
bertanggung jawab terhadap kemandekan pembangunan negara dunia ketiga.
Permasalahan ketergantungan lebih dilihatnya sebagai masalah ekonomi, yang
terjadi akibat mengalir surplus ekonomi dari negara dunia ketiga ke negara maju.
Hal ini diperburuk lagi kerena negara dunia ketiga mengalami kemerosotan nilai
tukar perdagangan relatifnya.
Situasi ketergantungan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses
polarisasi regional ekonomi global. Di satu pihak, mengalirnya surplus ekonomi
dari dunia ketiga menyebabkan keterbalakangannya, satu faktor yang mendorong
lajunya pembangunan dinegara maju.
Keadaan ketergantungan dilihatnya sebagai suatu hal yang mutlak bertolak
belakang dengan pembangunan. Bagi teori dependensi, pembangunan di negara
pinggiran mustahil terlaksana. Sekalipun sedikit perkembangan dapat saja terjadi
dinegara pinggiran ketika misalnya sedang terjadi depresi ekonomi dunia atau
perang dunia. Teori dependensi berkeyakinan bahwa pembangunan yang otonom
dan berkelanjutan hampir dapat dikatakan tidak mungkin dalam situasi yang terus
menerus terjadi pemindahan surplus ekonomi ke negara maju.
3.
2. Content
a) Nilai
Kedaulatan, yaitu mengedepankan kemandirian (lokal) negara secara penuh,
dengan tidak tergantung dan bebas dari kendali maupun tekanan dari negara lain
(terutama negara yang lebih berkuasa). Mandiri dalam hal teknologi,
perekonomian, dan tata kelola (organisasi) pemerintahan
b) Tolok ukur
Kemandirian lokal (ekonomi, sosial, dan politik), yaitu kedaulatan diukur
melalui tingkat kemandirian lokal, yaitu negara mempunyai kebebasan untuk
menentukan nasibnya sendiri. Negara mempunyai kebebasan penuh tanpa
intervensi dari pihak asing untuk mengembangkan potensi-potensi yang
dimilikinya dan mengelola segala sumberdaya yang dimilikinya untuk mencapai
tujuan kesejahteraan bagi warganya.
c) Kepranataan
Sentralitas, yaitu peran negara yang masih sangat kuat dalam menentukan arah
pembangunan negara. Semua aktor lainnya tunduk dan mengikuti aturan yang
direncanakan oleh pemerintah (selaku wakil negara) dalam membangun
tif pembangunan yang bertentangan ini ternyata membawa akibat positif betupa lahirnya
pemikiran kritis dan wawasan altetnatif yang muncul pada tahun 1970-an,
Pada pertengahan pertama tahun 1970-an, setetah perdebatan dan perang antara
kedua perspektf pembangunan tersebut sudah tidak lagi bersiffat emosional dan
kurang berbau ideologis, lahir lahir ajaran baru sekelompok pemikir pembangunan yang
di pimpin oleh Immanuel Walletsksun muncul dengan gagasan barunya yang radikal
dengan menunjuk, bahwa banyak peristiwa sejarah dalam tata ekonomi kapitalis dunia
(TEKD) ini yang menurut mereka tidak dapat dijelaskan oleh kedua perspektif
pembangunan telah mapan tersebut secara memuaskan, khususnya oleh teori depedensi,
baik yang klasik maupun yang temporer.
Pertama Negara-negara di asia timur (Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Hongkong dan
Singapura) terus mampu mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi. Kenyataan ini
menjadikan semakin sulit menggambarkn keajaiban ekonomi Negara-negara teresebut
sebagai sekedar Hasil Kerja Imperialisme pembangunan yang bergantung, atau
ketergantungan dinamis, karena Negara Industri di Asia Timur tersebut mulai
memberikan tantangan nyata terhadap kekuatan ekonomi amerika serikat.
Kedua, adanya krisis di berbagai negara sosialis. Perpecahan Republik Rakyat Cina dan
Uni Soviet, kegagalan revolusi kebudayaan stagnasi ekonomi di berbagai negara sosialis,
dan perkembangan perlahan, namun pasti, dari keterbukaan negara sosialis untuk
menerima investasi modal asing (yang tentu saja bersifat kapilistik) menuju pada tanda
awal bangkitnya Marxisme revolusioner dan revolusi Marxisme. Sudah banyak ilmuwan
yang mulai memikirkan kembali, bahkan meragukan, bahwa kebijaksanaan pemutusan
hubungan dan pengisolasian negara Dunia Ketiga dengan tata ekonomi-kapitalis dunia
sebagai model pembangunan yang tepat.
Ketiga, munculnya krisis di Amerika Serikat, Perang Vietnam, krisis Watergate,
embargo minyak tahun 1975, inflasi dan stagnasi ekonomi Amerika akhir tahun 1970-an,
kebijaksanaan perdagangan dan investasi produktif, defisit anggaran belanja pemerintah,
defisit neraca pembayaran yang semakin melebar di tahun 1980-an, keseluruhannya
merupakan tanda-tanda mulai robohnya hegemoni politik ekonomi Amerika Serikat.
Lebih dari itu, juga terlihat adanya usaha Amerika Serikat yang terus-menerus dan nyata
untuk melakukan restrulcturisasi hubungan aliansi antar Negara . Perkembangan terakhir
untuk membangun aliansi antara Washington, dan Tokyo tidak dapat dipahami sama
sekali jika digunakan kerangka pendekatan ideologis, khususnya dari garis kebijaksanaan
Perang Dingin tahun 1950-an (amati juga tanggapan lunak pemerintah Amerika Serikat.
terhadap kebrutalan pemerintah Republik Rakyat Cina dalam menanggapi tuntutan
demokratisasi dan perubahan struktur politik pada tahun 1989).
Dalam rangka untuk memikirkan ulang dan menganalisa persoalan-persoalan krisis yang
muncul dalam tata ekonomi dunia pada dua decade terakhir ni, Wallerstein dan
pengikutnya telah mengembangkan satu perspektif pembangunan baru, yang mereka
sebut sebagai perspektif sistem duni unia (the world-system perspective), atau dapat juga
disebut sebagai ajaran sistem ekonomi-kapitalis dunia (the world capitalist-economy
school)
Mewujudnya ajaran ekonomi dunia ini berkaitan eras dengan pusat Fernand Braudel
pada Uriiversitas Negeri New York di Binghamton yang secara khusus memberikan
perhatian pada kajian ekonomi, sejarah dan peradaban..Pusat kajian ini secara berkala
menerbitkan jurnal bernama review yang secara khusus menandaskanpenting dan
unggulnta analisa ekonomi yang menggunakan jangakauan waktu historis panjang dan
besaran global, analisa menyeluruh dan proses sejarah global, dan sifat (heuristic) setiap
teori. Di samping itu, pusat kajian ini juga menerbitkan karya-karya lImiah yang masih
belum tuntas benar (a working paper) dari para penelitinya, dan secara tahunan
menerbitkan berita khusus tentang kegiatan yang dijalankan oleh lembago tersebut.
Ajaran sistem ekonomi dunia ini juga mengadakan jamuan ilmiah setiap tahun dan
menerbitk,an jamuan ilmiah tersebut berupa seri tahunan politik ekonomi system dunia.
Menurut Chirot dan Hajl,l ajaran baru ini telah mampu merebut perhatian dan imigrasi
generasi baru para sosiolog, dan menanamkan pengaruh yang dalam pada disiplin ilmu
sosiologi. Pada persidangan baru yang secara khusus memberikan perhatian pada politik
ekonomi prespektif sistem dunia telah dibentuk dan secara rutin ada di dalam pertemuan
sosiolog se-Amerika Serikat (American Sociological Association) sejak tahun 1970-an.
Lebih dari itu, sekalipun ajaran ini Lahir dari disiplin sosiologi (paling tidak karena
pendidikan formal Immanuel Wallerstem adalah sosiologi), perspektif ini telah menyebar
dan berkembang pesat pada disiplin lainnya, misalnya antropologi, sejarah, politik,
perencanaan tata kota dan dalam batas-batas tertentu juga memberikan pengaruh pada
disiplin kependudukan.
Teori sistem dunia dikenalkan oleh Immanuel Wallerstein yang lahir pada tahun 1930 di
New York. Dia masuk Universitas Columbia dan meraih gelar BS, MA and PhD di sana.
Mentor utamanya adalah C. Wright Mills. Dari Mill tersebut, Wallerstein belajar soal
sensitifitas historis, soal makrostruktur, dia menolak liberalisme dan, dalam beberapa hal,
Marxisme.
Untuk beberapa saat, Wallerstein pernah tinggal di Paris. Di sana dia dipengaruhi oleh
dua arus intelektual utama, yaitu kelompok sejarahwan Annales dan gagasan politik
radikal. Paris saat itu merupakan pusat radikalisme politik dan intelektual di antara
masyarakat Afrika, Asia dan Amerika Latin, dan menjadi penantang utama empirisisme
dan liberalisme Anglo-Amerika. Dalam penelitiannya di Afrika, Wallerstein bersentuhan
dengan dunia ketiga, dan dia menulis disertasinya mengenai proses pembentukan
nasionalisme di Afrika Barat.
Karya Wallerstein berkembang ketika teori modernisasi dan pembangunan diserang
habis-habisan. Sementara dia mengaku bertujuan menciptakan suatu penjelasan alternatif
sebagai kritik terhadap teori-teori tersebut. Wallerstein sendiri bertujuan membangun
perbedaan konseptual yang jelas dengan teori-teori modernisasi dan lalu memberikan
paradigma teoritik yang baru untuk menginvestigasi muncul dan berkembangnya
kapitalisme, industrialisme dan negara-negara nasional. Kritisismenya terhadap
modernisasi meliputi: (1) reifikasi negara bangsa sebagai unit inti analisis, (2) asumsi
bahwa semua negara hanya bisa mengikuti jalan perkembangan evolusioner yg tunggal,
(3) mengesampingkan perkembangan sejarah dunia dari struktur transnasional yang
membatasi perkembangan lokal dan nasional, (4) menjelaskan tipe-tipe ideal ahistoris
tentang tradisi versus modernitas, yang dielaborasi dan diterapkan dalam kasus-kasus
nasional.
Di dalam merespon teori modernisasi, Wallerstein menyusun agenda penelitian dengan 5
tema utama. (1) fungsi ekonomi-dunia kapitalis sebagai sebuah sistem, (2) bagaimana
dan mengapa asal muasalnya, (3) bagaimana relasinya dengan struktur-struktur kapitalis
pada abad-abad terdahulu, (4) kajian komparatif terhadap mode-mode produksi
alternatif, dan (5) proses transisi menuju sosialisme.
Menurut Wallerstein, dunia terlalu kompleks jika hanya dibagi atas 2 kutub (Negara
pusat dan Negara pinggiran) karena pada kenyataannya terdapat Negara-negara yang
tidak termasuk dalam dua kategori itu. Ada Negara yang tidak bisa digolongkan menjadi
Negara pusat ataupun Negara pinggiran. Oleh karena itu Wallerstein membagi sistem
dunia kapitalis dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu
a. Negara core atau pusat, mengambil keuntungan yang paling banyak, karena kelompok
ini dapat memanipulasikan sistem dunia sampai batas-batas tertentu
b. Semi-peripheral atau setengah pinggiran mengambil keuntungan dari negara-negara
pinggiran yang merupakan pihak yang paling dieksploitir
c. Negara peripheral atau pinggiran.
Menurut Wallerstein negara-negara dapat naik atau turun kelas, misalanya dari negara
pusat menjadi negara setengah pinggiran dan kemudian menjadi negara pinggiran, dan
sebaliknya. Naik dan turun kelasnya negara ini ditentukan oleh dinamika sistem dunia.
Pernah suatu saat Inggris, Belanda, dan Perancis adalah negara pusat yang berperan
dominan dalam sistem dunia, namun kemudian Amerika Serikat muncul menjadi negara
terkuat (pusat) seiring hancurnya negara-negara Eropa dalam Perang Dunia II.
Perubahan status negara pinggiran menuju negara semi pinggiran ditentukan oleh
keberhasilan negara pinggiran melaksanakan salah satu atau kombinasi dari strategi
pembangunan, yaitu strategi menangkap dan memanfaatkan peluang, strategi promosi
dengan undangan dan strategi berdiri diatas kaki sendiri. Sedangkan upaya negara semi
pinggiran menuju negara sentral bergantung pada kemampuan negara semi pinggiran
melakukan perluasan pasar serta introduksi teknologi modern termasuk juga kemampuan
bersaing di pasar internasional melalui perang harga dan kualitas.
Wallerstein merumuskan tiga strategi bagi terjadinya proses kenaikan kelas, yaitu:
Kenaikan kelas terjadi dengan merebut kesempatan yang datang. Sebagai misal
negara pinggiran tidak lagi dapat mengimpor barang-barang industri oleh karena
mahal sedangkan komiditi primer mereka murah sekali, maka negara pinggiran
mengambil tindakan yang berani untuk melakukan industrialisasi substitusi impor.
Dengan ini ada kemungkinan negara dapat naik kelas dari negara pinggiran
menjadi negara setengah pinggiran.
Kenaikan kelas terjadi melalui undangan. Hal ini terjadi karena perusahaanperusahaan industri raksasa di negara-negara pusat perlu melakukan ekspansi ke
luar dan kemudian lahir apa yang disebut dengan MNC. Akibat dari perkembangan
ini, maka muncullah industri-industri di negara-negara pinggiran yang diundang
oleh oleh perusahaan-perusahaan MNC untuk bekerjasama. Melalui proses ini
maka posisi negara pinggiran dapat meningkat menjadi setengah pinggiran.
Kenaikan kelas terjadi karena negara menjalankan kebijakan untuk memandirikan
negaranya. Sebagai misal saat ini dilakukan oleh Peru dan Chile yang dengan
berani melepaskan dirinya dari eksploitasi negara-negara yang lebih maju dengan
cara menasionalisasikan perusahaan-perusahaan asing.
2. Content
a) Nilai
Kebebasan, adalah nilai yang dianggap dapat menjalankan persaingan bebas
serta memacu kompetisi.
b) Tolok ukur
Kemampuan kompetisi, yaitu mengedepankan persaingan (kompetisi) seiring
dengan adanya kondisi pengkelasan negara. Kompetisi menjadi suatu hal yang
harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan diakui dalam percaturan pergaulan
dunia yang terstratifikasi.
Kekuatan ekonomi, di mana berarti negara mempunyai daya saing yang diukur
dari kekuatan ekonomi. Kekuatan ekonomi sendiri bisa ditinjau dari tingkat
pertumbuhan ekonomi maupun kekayaan sumberdaya yang dimiliki oleh suatu
negara
c) Kepranataan
Pasar bebas, yaitu persaingan terbuka antar negara-negara. Setiap negara
mempunyai kesempatan yang sama untuk memenangkan persaingan yang ada.
Status suatu negara dalam persaingan pun tidak bersifat statis tetapi fleksibel
karena memungkinkan terjadi naik/turun kelas sesuai dengan daya saing yang
dipunyai sebuah negara.
d) Agen
Kapital (modal), di mana kapital menjadi katalisator untuk penciptaan
pertumbuhan ekonomi negara. Kekuatan ekonomi bisa dibentuk dengan adanya
kapital yang mencukupi untuk kelangsungan pertumbuhan ekonomi negara.
Sumberdaya, di mana sumberdaya menjadi sebuah keunggulan komparatif dari
suatu negara. Keunggulan yang dapat digunakan sebagai alat untuk
memenangkan persaingan
e) Strategi
Membangun konektivitas, yaitu membangun saling terhubung satu sama lain
(terutama dalam bentuk jaringan) merupakan salah satu strategi untuk
membangun kekuatan atau meningkatkan keunggulan kompetitif maupun
komparatif dari suatu negara. Melalui konektivitas ini akan terjadi proses
transfer pengetahuan yang sangat cepat dan tepat sehingga akan menjadi
keuntungan bagi negara-negara yang mempunyai konektivitas yang luas.
Membangun keunggulan, di mana kompetisi hanya bisa dimenangkan jika
negara mempunyai keunggulan (kompetitif maupun komparatif). Oleh
karenanya, membangun keunggulan adalah strategi yang perlu dilakukan agar
negara senantiasa mempunyai daya saing dalam kehidupan yang berbasiskan
pada sistem pasar bebas.
Nilai
Agen/Sumber
Tolok Ukur
Kepranataan
Strategi Perubahan
T. Modernisasi
- kemajuan
- homogenitas.
Investasi,
kapital/modal,
teknologi,
sistem
politik/organisasi,
- negara
- pertumbuhan
ekonomi,
- kestabilan ekonomi,
sosial, dan politik.
- sistem stratifikasi
- deterministik.
- penguatan kapasitas
internal,
- proses peralihan
(material maupun
non material),
- benchmarking.
T. Dependensi
- keadilan
- kemandirian
- pemerintah lokal,
- industri
- pertumbuhan
ekonomi,
- kemandirian
lokalitas.
- volunterisme,
- otonom.
- mengurangi
keterkaitan negara
pinggiran terhadap
negara sentral
- revolusi sosialis
T. Sistem Dunia
- fleksibilitas
- adaptasi
- sistem ekonomi
global
- kapital
- sumber daya lokal
- pertumbuhan
ekonomi,
- kemampuan
kompetisi
- Pasar bebas
- Konektivitas
- membangun
konektivitas,
- membangun
keunggulan
kompetitif dan
kompetisi