TINJAUAN PUSTAKA
A. ASFIKSIA NEONATORUM
Bayi dapat berada pada fase antara apnu primer dan apnu dan seringkali keadaan yang
membahayakan ini dimulai sebelum atau selama persalinan. Akibatnya saat lahir, sulit untuk
menilai berapa lama bayi telah berada dalam keadaan membahayakan. Pemeriksaan fisik
tidak dapat membedakan antara apnu primer dan sekunder, namun respon pernapasan yang
ditunjukkan akan dapat memperkirakan kapan mulai terjadi keadaan yang membahayakan
itu.
1. Definisi
Beberapa sumber mendefinisikan asfiksia neonatorum dengan berbeda :
WHO
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir.1
atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan
asidosis.2
pertukaran gas (O2 dan CO2) yang mengakibatkan bayi baru lahir mengalami hipoksia,
hiperkarbia dan asidosis metabolik
(Faktor Ibu)
Primipara
(Faktor Persalinan)
Malpresentasi
Prematuritas
Partus lama
BBLR
Perdarahan antepartum
janin
traumatik
terhambat
Kelainan kongenital
3. Patofisiologi
3.1 Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk
mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam
keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari
jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darahjanin, sehingga
darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus
kemudian masuk ke aorta.6
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama
oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan alveoli akan
berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam
pembuluh darah di sekitar alveoli.6
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada
sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan
peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi
sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang.6
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan
tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran
darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Oksigen yang
diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak
mengandung oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh
bayi baru lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk
menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan
pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang
sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak
oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.6
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paruparunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan
mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan
rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam
pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan.6
3.2 Kesulitan yang dialami bayi selama masa transisi
10
Bayi dapat mengalami kesulitan sebelum lahir, selama persalinan atau setelah lahir.
Kesulitan yang terjadi dalam kandungan, baik sebelum atau selama persalinan, biasanya akan
menimbulkan gangguan pada aliran darah di plasenta atau tali pusat. Tanda klinis awal dapat
berupa deselerasi frekuensi jantung janin. Masalah yang dihadapi setelah persalinan lebih
banyak berkaitan dengan jalan nafas dan atau paru-paru, misalnya sulit menyingkirkan cairan
atau benda asing seperti mekonium dari alveolus, sehingga akan menghambat udara masuk
ke dalam paru mengakibatkan hipoksia. Bradikardia akibat hipoksia dan iskemia akan
menghambat peningkatan tekanan darah (hipotensi sistemik). Selain itu kekurangan oksigen
atau kegagalan peningkatan tekanan udara di paru-paru akan mengakibatkan arteriol di paruparu tetap konstriksi sehingga terjadi penurunan aliran darah ke paru-paru dan pasokan
oksigen ke jaringan. Pada beberapa kasus, arteriol di paru-paru gagal untuk berelaksasi
walaupun paru-paru sudah terisi dengan udara atau oksigen (Persisten Pulmonary
Hypertension Newborn, disingkat menjadi PPHN).6
3.3 Reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal
Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru-parunya
yang mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan insterstitial di paru sehingga
oksigen dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika
keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap kontriksi, alveoli tetap terisi cairan
dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen.6
Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada organ
seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap
stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran
darah akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital. Walaupun demikian jika
kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi kegagalan fungsi miokardium dan
kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan aliran
darah ke seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan
oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang irreversible, kerusakan
organ tubuh lain, atau kematian. Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan
satu atau lebih tanda-tanda klinis seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada
otak, otot dan organ lain; depresi pernapasan karena otak kekurangan oksigen; bradikardia
(penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot jantung atau sel otak;
tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau
11
kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan;
takipnu (pernapasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru; dan sianosis karena
kekurangan oksigen di dalam darah.6
3.4 Mekanisme yang terjadi pada bayi baru lahir mengalami gangguan di dalam
kandungan atau pada masa perinatal
Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital pertama
yang berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen. Setelah periode awal pernapasan
yang cepat maka periode selanjutnya disebut apnu primer (gambar 1).Rangsangan seperti
mengeringkan atau menepuk telapak kaki akan menimbulkan pernapasan. Walaupun
demikian bila kekurangan oksigen terus berlangsung, bayi akan melakukan beberapa usaha
bernapas megap-megap dan kemudian terjadi apnu sekunder, rangsangan saja tidak akan
menimbulkan kembali usaha pernapasan bayi baru lahir. Bantuan pernapasan harus diberikan
untuk mengatasi masalah akibat kekurangan oksigen.6
Frekuensi jantung mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu primer. Tekanan
darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu sekunder sebagaimana diperlihatkan
dalam gambar di bawah ini (kecuali jika terjadi kehilangan darah pada saat memasuki periode
hipotensi). Bayi dapat berada pada fase antara apnu primer dan apnu dan seringkali keadaan
yang membahayakan ini dimulai sebelum atau selama persalinan. Akibatnya saat lahir, sulit
untuk menilai berapa lama bayi telah berada dalam keadaan membahayakan. Pemeriksaan
fisik tidak dapat membedakan antara apnu primer dan sekunder, namun respon pernapasan
yang ditunjukkan akan dapat memperkirakan kapan mulai terjadi keadaan yang
membahayakan itu.6
12
Jika bayi menunjukkan tanda pernapasan segera setelah dirangsang, itu adalah apnu
primer. Jika tidak menunjukkan perbaikan apa-apa, ia dalam keadaan apnu sekunder. Sebagai
gambaran umum, semakin lama seorang bayi dalam keadaan apnu sekunder, semakin lama
pula dia bereaksi untuk dapat memulai pernapasan. Walau demikian, segera setelah ventilasi
yang adekuat, hampir sebagian besar bayi baru lahir akan memperlihatkan gambaran reaksi
yang sangat cepat dalam hal peningkatan frekuensi jantung.6
Jika setelah pemberian ventilasi tekanan positif yang adekuat, ternyata tidak
memberikan respons peningkatan frekuensi jantung maka keadaan yang membahayakan ini
seperti gangguan fungsi miokardium dan tekanan darah, telah jatuh pada keadaan kritis. Pada
keadaan seperti ini, pemberian kompresi dada dan obat-obatan mungkin diperlukan untuk
resusitasi.6
4. Penegakan Diagnosis
4.1 Anamnesis
Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya asfiksia neonatorum.7
4.2 Pemeriksaan fisis
Dinilai appearance (warnakulit), pulse (denyutjantung), grimace (mimikwajah),
activity (tonus otot), respiratory effort (usahanafas) padamenit 1 dan 5, kalauperlusetiap 5
menit sampaimenit 20 sesuaidengankondisibayi. Penilaian bersamaan dengan langkahlangkah resusitasi. Sambil melakukan resusitasi, menilai APGAR 1 menit, 5 menit, dan 10
menit. Setelah selesai resusitasi, dilanjutkan dengan perawatan pasca resusitasi, dipantau
fungsi vital (nadi, pernafasan, kesadaran), mencari komplikasi dan penyakit penyerta serta
pemeriksaaan fisik lengkap.7
Sumber: http://amedstudentwalksintoabar.blogspot.com/2012/10/adventures-in-nomenclature-obgyn-edition.html
Kriteria Diagnostik:7
1. Nilai APGAR 0 3 pada menit ke 5
2. Asidosis metabolik atau campuran ( pH darah arteri umbikalsis < 7 )
3. Manifestasi neurologik ( kejang, hipotoni, koma, esefalopatia hipoksik iskemik )
4.3 Pemeriksaan penunjang
Laboratorium : hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis pada darah tali
pusat:7
Bila bayi sudah tidak membutuhkan bantuan resusitasi aktif, pemeriksaan penunjang
diarahkan pada kecurigaan atas komplikasi, berupa:7
Kalium)
Ureum kreatinin
Laktat
14
5. Tata laksana
sangatlah penting dalam kesuksesan resusitasi neonatus. Pada setiap kelahiran harus
ada setidaknya satu orang yang bertanggung jawab pada bayi baru lahir. Orang
tersebut harus mampu untuk memulai resusitasi, termasuk pemberian ventilasi
tekanan positif dan kompresi dada. Orang ini atau orang lain yang datang harus
memiliki kemampuan melakukan resusitasi neonatus secara komplit, termasuk
melakukan intubasi endotrakheal dan memberikan obat-obatan. Bila dengan
mempertimbangkan faktor risiko, sebelum bayi lahir diidentifikasi bahwa akan
membutuhkan resusitasi maka diperlukan tenaga terampil tambahan dan persiapan
alat resusitasi.7
khusus. Bayi prematur memiliki paru imatur yang kemungkinan lebih sulit diventilasi
dan mudah mengalami kerusakan karena ventilasi tekanan positif serta memiliki
pembuluh darah imatur dalam otak yang mudah mengalami perdarahan Selain itu,
bayi prematur memiliki volume darah sedikit yang meningkatkan risiko syok
hipovolemik dan kulit tipis serta area permukaan tubuh yang luas sehingga
mempercepat kehilangan panas dan rentan terhadap infeksi. Apabila diperkirakan bayi
akan memerlukan tindakan resusitasi, sebaiknya sebelumnya dimintakan informed
consent. Definisi informed consent adalah persetujuan tertulis dari penderita atau
orangtua/wali nya tentang suatu tindakan medis setelah mendapatkan penjelasan dari
petugas kesehatan yang berwenang. Tindakan resusitasi dasar pada bayi dengan
depresi pernapasan adalah tindakan gawat darurat. Dalam hal gawat darurat mungkin
informed consent dapat ditunda setelah tindakan. Setelah kondisi bayi stabil namun
memerlukan perawatan lanjutan, dokter perlu melakukan informed consent. Lebih
baik lagi apabila informed consent dimintakan sebelumnya apabila diperkirakan akan
memerlukan tindakan.7
tersedia di dalam kamar bersalin dan dipastikan dapat berfungsi baik. Pada saat bayi
memerlukan resusitasi maka peralatan harus siap digunakan. Peralatan yang
diperlukan pada resusitasi neonatus adalah sebagai berikut:7
1. Perlengkapan penghisap
o
o
o
o
o Balon resusitasi neonatus yang dapat memberikan oksigen 90% sampai 100%, dengan
volume balon resusitasi 250 ml
o Sungkup ukuran bayi cukup bulan dan bayi kurang bulan (dianjurkan yang memiliki
bantalan pada pinggirnya)
o Sumber oksigen dengan pengatur aliran (ukuran sampai 10 L/m) dan tabung.
3. Peralatan intubasi
o Laringoskop
o Selang endotrakeal (endotracheal tube) dan stilet (bila tersedia) yang cocok dengan
pipa endotrakeal yang ada
4. Obat-obatan
5. Lain-lain
Alat pemancar panas (radiant warmer) atau sumber panas lainnya Monitor jantung
dengan probe serta elektrodanya (bila tersedia di kamar bersalin) Oropharyngeal
airways Selang orogastrik
6. Untuk bayi sangat prematur Sumber udara tekan (CPAP, neopuff) Blender oksigen
Oksimeter Kantung plastik makanan (ukuran 1 galon) atau pembungkus plastik yang
dapat ditutup Alas pemanas Inkubator transport untuk mempertahankan suhu bayi bila
dipindahkan ke ruang perawatan
resusitasi neonatal.
Gambar
3. Algoritma
Resusitasi
Neonatus
Algoritma
Resusitasi
Neonatus
AHAIDAI
2010 2013
Sumber: Teguh RA. The First Golden Minutes To Save Baby. Divisi Neonatologi Departemen IKA RSCM-FKUI
Tujuan : Membuat bayi baru lahir stabil dalam waktu selambat-lambatnya 1 jam
sesudah lahir.8
1. Menjamin suhu neonatus dalam keadaan normal. Suhu normal bayi baru lahir adalah
dalam rentang 36,5-37,50C yang diukur di aksila selama 3 sampai 5 menitatau sampai
termometer berbunyi jika menggunakan termometer digital.
2. Menjaga patensiairway (jalan napas) yang baik dengan menggunakanContinuous Positive
Airway Pressure (CPAP) untuk bayi yang retraksi atau merintih sejak di kamar bersalin.
Oksigen tambahan diberikan dengan mencampur oksigen dan udara (blended oxygen) dan
mengatur konsentrasi oksigen berdasarkan panduan oksimetri dengan target saturasi
oksigen 88-92%.
3. Penilaian sirkulasi bayi baru lahir yang baik dilihat dari beberapa parameter yaitu 1)
heart rate antara 120-160 x/menit, 2) pulsasi arteri radialis kuat dan teratur, 3) akral
hangat, dan 4)capillary refill time< 3 detik.
4. Bila bayi tidak dapat minum, dapat dipasang akses melalui vena perifer atau dalam
keadaan darurat dapat menggunakan tali pusat.
5. Identifikasi bayi yang potensial mengalami hipoglikemia, sepertibayi kurang bulan (usia
gestasi <37 minggu), kecil masa kehamilan (KMK), besar masa kehamilan (BMK), bayi
dari ibu penderita diabetes melitus, bayi sakit, dan bayi dari ibu yang mengonsumsi obatobatan tertentu (beta-simpatomimetik, penghambat beta, klorpropamid, benzotiazid, dan
anti-depresan trisiklik) selama kehamilan. Apabila pada pemeriksaan ditemukan kadar
gula darah < 47 mg/dL dapat diberikan bolus dextrosa 10% 2 mL/kgbb atau segera diberi
minum jika tidak ada kontraindikasi pemberian minum.
6. Bayi harus dirujuk dalam keadaan stabil dan kondisi tersebut dapat dicapai dengan
menerapkan program STABLE. Program STABLE adalah panduan yang dibuat untuk tata
laksana bayi baru lahir yang sakit, mulai dari pasca-resusitasi/pra-transportasi. Program
ini berisi standar tahapan stabilisasi pasca-resusitasi untuk memerbaiki kestabilan,
keamanan, dan luaran bayi. STABLE tersebut merupakan singkatan dari S: Sugar and
safe care (kadar gula darah dan keselamatan bayi), T: Temperature (suhu), A: Airway
(jalan napas), B: Blood pressure (tekanan darah), L: Lab work (pemeriksaan
laboratorium), E: Emotional support (dukungan emosional). Program STABLE
mengupayakan kondisi bayi menjadi warm, pink, and sweet secepatnya dalam kurun
waktu 1 jam.
7. Padakondisi lingkungan (cuaca dingin, angin kencang, dataran tinggi, jarak jauh) dan
fasilitas kurang memadai, upaya mengendalikan suhu neonatus selama proses
transportasidapat dilakukan dengan perawatan metode kanguru.
keringkan).9
A. Langkah Awal Resusitasi
bayi preterm dimulai dengan Oksigen lebih dari 21 % yang dapat ditingkatkan sampai
dengan target saturasi oksigen preduktal tercapai ) ,
Lalu nilai frekuesi jantung:
FrekuensiJantung:
Tindakan:
1.Bila napas spontan dan saturasi oksigen membaik, VTP
Di atas 100
hentikan bertahap.
lanjutkan VTP
Di bawah 60
2. Mulai kompresi dada
C. Kompresi Dada
1. Indikasi:
Frekuensi jantung <60 kali permenit setelah 30 detik mendapat VTP dengan oksigen
100%.
2. Frekuensi:
3. Evaluasi:
Kurangdari 60 kali permenit
ventilasi
dan
pemberian
epinephrin
60 kali permenitataulebih
lanjutkan
ventilasi
dengan
oksigen 100%.
Setelah 30 detik melakukan tindakan kompresi dada dan ventilasi, periksa frekuensi
jantung atau nadi.Bila frekuensi jantung
D. Intubasi Endotrakheal
1. Indikasi :
a. Bila cairan amnion bercampur mekoneum dan bayi mengalami depresi napas, tonus
otot jelek atau denyut jantung < 100 kali permenit maka intubasi dilakukan pada
kesempatan pertama (perlu melakukan penghisapan melalui trachea untuk
mengeluarkan mekoneum), sebelum memulai tindakan resusitasi yang lain.
b. Bila VTP dengan balon dan sungkup tidak efektif (tidak mengembangkan dada) atau
memaksimalkan efisiensi VTP, membutuhkan pemberian VTP agak lama, dicurigai
ada hernia diafragmatika, pemberian surfaktan dan bayi berat amat sangat rendah
(berat lahir kurang dari 1.000 gram).
Bila diperlukan kompresi dada,intubasi memudahkan koordinasi kompresi dada
danVTP.
E. Obat-obatan
Obat-obatan baru diperlukan pada resusitasi neonates bila tidak memberikan
respon dengan pemberian VTP yang adekuat dengan oksigen 100 % dan kompresi
dada.9
1. Epinefrin
a. Indikasi:
Frekuensi jantung tetap dibawah 60 kali per menit walaupun telah dilakukan paling
sedikit 30 detik ventilasi adekuat dengan oksigen 100% dan penekanan dada.
Frekuensi jantung nol. Bila detak jantung tidak dapat dideteksi, epinefrin harus
diberikan segera pada saat yang sama dengan VTP dan penekanan dada dimulai.
b. Pemberian:
Dosis 0,1-0,3 ml/kgBBepinefrin 1:10.000 intravena atau0,3-1 ml/kgBB melalui ETT,
dapat diulang setiap 3-5 menit bila frekuensi jantung kurang dari 60 kali permenit.
darah, yaitu garam fisiologis atau ringer laktat dengan dosis10 ml/kgBB.9
3. Nalokson
Bila ibu mendapat morphin atau petidin dalamwaktu
4 jam terakhir dan tidak ada usaha napas, tetapi frekuensi jantung dan kulit normal
langsung diberikan Nalokson 0,1 mg/kgBB intravena melalui vena umbilikalis atau
pipa endotrakeal.9
F. Tindak Lanjut
komplikasi:
hipoglikemia
(jittery,
iritabel:hipotonia,
muntah,
sianosis),
G. Indikasi Rawat
H. Indikasi Pulang
Tidak sesak, dengan frekuensi napas 40-60 kali per menit. Tidak ada
tanda-tanda infeksi, penyakit penyerta dan komplikasi telah teratasi dan bisa minum
secara adekuat
I. Edukasi
Penjelasan mengenai komplikasi jangka panjang dan jangka pendek dari asfiksia
perinatal. Komplikasinya dapat berupa Asidosis metabolik, hipoglikemia, hipokalsemia,
ensefalopati hipoksik iskemik, gagal jantung, gagal ginjal, serta defisit neurologik.
Penjelasan mengenai faktor risiko asfiksia neonatorum.
J. Prognosis
Asfiksia berat menyebabkan kematian 20%. Yang hidup, dapat normal atau
dengan sequele berupa: gangguan intelektual dan defisit neurologis.
Suhu ibu>38oC
Leukosit ibu>15.000/mm3
Ketubanpecah>12 jam
Partuskasep
1. Etiologi
Bakteri, virus dan jamur. Tersering bakteri, jenis bakteri penyebab bervariasi
tergantung tempat dan waktu.10
2.Patogenesis
Infeksi dapat terjadi intrauterine melalui sirkulasi darah ibu janin melewati
plasenta/ korioamnionitis atau pada saat persalinan atau paska lahir melalui kulit,
saluran napas, konjungtiva, saluran cerna dan umbilikus yang menjadi tempat
kolonisasi kuman yang ada di sekitar, yang dapat berlanjut menjadi infeksi
lokal( omfalitis, oftalmia neonatorum gonoroeka, bronkopneumonia)
sistemik ( sepsis, meningitis ) karena invasi mikroorganisme tersebut.10
3. Bentuk Klinis
maupun
4.Anamnesis
Faktor resiko atau faktor predisposisi infeksi (suhu ibu > 38 oC, leukosit ibu >
15.000/mm3 , air ketuban keruh & berbau busuk, ketubah pecah > 12 jam, partus
kasep), perawatan tali pusat, pemberian zalf mata setelah melahirkan.10
terdapat pus.
disertai
berat
badan,
keadaan
umum
memburuk
hipotermi/hipertermi
f.Kelainan
sirkulasi:
pucat/sianosis,
takikardi/aritmia,
hipotensi,
edema, dingin.
laboratorium yang positif (lekosit < 5000/mm3 atau > 34.000/mm3, I/T ratio 0,2 atau
lebih, mikro LED>15 mm/jam, CRP > 9mg/dL)
positif
6. Kriteria Diagnosis
5.Tersangka
infeksi:
bila
bayi
baru
lahir
mempunyai
faktor
resiko/predisposisi untuk infeksi, yaitu : suhu ibu >38 oC, leukosit ibu>15.000/mm3,
air ketuban keruh dan bau busuk, ketuban pecah> 12 jam dan partus kasep
:>100/mm3
:>50/mm3
:>32/mm3
7. Pemeriksaan Penunjang10
Darah : Hb, lekosit, diff. count, trombosit, mikro LED, dan kultur dan tes resisintesi
LCS
Urin
8. Tatalaksana10
1. Omfalitis
3. Bronkopneumonia
a. Pemberian cairan
b. Terapi oksigen
c. Antibiotika
Umur < 7 hari : 21/2 mg/kgBB/18 jam bila BB > 2000 gram
Umur < 7 hari : 21/2 mg/kgBB/12 jam bila BB > 2000 gram
Bila tidak ada perbaikan dalam 2 hari, gentamisin diganti dengan ceftazidim
4. Gastroenteritis
a. Pemberian Cairan:
o
o
b. Obat-obatan:
c. Minum:
Langsung diberikan ASI begitu bayi dapat minum, bila bayi mendapat PASI di
rumah diberikan susu yang sama dengan pengenceran setengah kemudian penuh.
5. Tersangka infeksi
Pada bayi langsung diberikan Ampisilin 100 mg/kgBB/hari i.v. dibagi 2 dosis dan
Gentamisin 2 mg/kgBB/18 jam i.v, untuk bayi cukup bulan dan 2 mg/kgBB/24 jam
i.v, untuk bayi kurang bulan selama 3-5 hari.Bila selama observasi ditemukan tanda
infeksi baik klinis dan laboratoris, antibiotika diganti dengan Ceftazidime 50 mg /kg BB
per hari, i.v. dibagi 2 dosis
c. Antibiotik :
7. Meningitis
c. Antibiotik :
9. Tindak Lanjut
Pemeriksaan USG transfontanel dilakukan pada kasus
sepsis neonatorum
dengan kecurigaan meningitis dan meningitis. Pada meningitis diulangi pada hari ke
7, 14 dan pada hari ke 21 untuk melihat kemajuan pengobatan atau komplikasi
meningitis berupa ventrikulitis.10
ventilasi paru yang ditandai dengan frekuensi napas > 60 kali/menit; merintih pada
waktu ekspirasi;
retraksi
1. Etiologi
2. Patogenesis
3. Anamnesis
APGAR, air ketuban bercampur mekoneum, faktor resiko atau faktor predisposisi
infeksi (suhu ibu > 38oC, leukosit ibu > 15.000/mm3 , air ketuban keruh & berbau
busuk, ketubah pecah > 12 jam, partus kasep).11
5. Kriteria Diagnosis
Ditemukan gejala klinis atau gejala klinis ditambah dengan hasil pemeriksaan
penunjang yang positip.11
1. Transient Tachypnoe of the Newborn : gejala klinis + foto thorak (hiper inflasi paru,
peri hillar cuffing, cairan dl fisura interlobularis, diafragma lebih datar, kardiomegali
ringan)
2. Penyakit Membran Hyalin : gejala klinis + foto thorak (infiltrat retikulogranuler, air
bronchogram, batas jantung paru kabur, kollaps seluruh paru)
3. Bronkopneumonia : gejala klinis + foto thorak (infiltrat tak spesifik)
4. Sindroma Aspirasi Mekoneum : gejala klinis + foto Thorak (diafragma datar, sela iga
lebar, bercak infiltrat kasar)
5. Pneumothorak : gejala klinis + foto thorak ( radiolusen dan kolaps parsial atau total
paru yang terkena, pergeseran mediastinum, pendataran diafragma ) + transiluminasi
positip, terutama pada bayi kecil.
6. Hernia Diafragmatika : gejala klinis + foto thorak (tampak gambaran usus di rongga
thorak)
7. Farese Syaraf Frenikus : gejala klinis + foto thorak (elevasi diafragma sisi farese,
pergeseran mediastinum dan atelektassis ) + USG ( gangguan / berkurang gerakan
diaragma sisi farese )
6. Pemeriksaan Penunjang
7. Tatalaksana
a. Pemberian cairan
IVFD dekstrose 71/2 % atau 10 % + Ca glukonas sesuai dengan kebutuhan bayi
Mulai hari ke 3 ditambahkan NaCl 15 % sebanyak 6 cc/kolf
Bila ada tanda dehidrasi atasi dehidrasi
Bila ada asidosis berikan cairan dekstrose dan natrium bikarbonat ( 4 : 1 ) Bila dapat
diperiksa analisa gas darah, asidosis dan dikoreksi langsung dengan pemberian cairan
2. Antibiotika
Gentamisin :
Umur < 7 hari : 21/2 mg/kgBB/18 jam bila BB > 2000 gram
Umur < 7 hari : 21/2 mg/kgBB/12 jam bila BB > 2000 gram
a. Pneumothorak :
Tidak ada tension pneumothorak : berikan oksigen 100 % selama 12 jam pada bayi
c. Farese Syaraf Frenikus : konservatif (bayi dimiringkan ke sisi farese), operatif bila
setelah 1 bulan tidak ada perbaikan ( plikasi diafragma)
8. Tindak lanjut
1. Pengamatan rutin :
a. Tanda-tanda vital.