Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. ASFIKSIA NEONATORUM
Bayi dapat berada pada fase antara apnu primer dan apnu dan seringkali keadaan yang
membahayakan ini dimulai sebelum atau selama persalinan. Akibatnya saat lahir, sulit untuk
menilai berapa lama bayi telah berada dalam keadaan membahayakan. Pemeriksaan fisik
tidak dapat membedakan antara apnu primer dan sekunder, namun respon pernapasan yang
ditunjukkan akan dapat memperkirakan kapan mulai terjadi keadaan yang membahayakan
itu.
1. Definisi
Beberapa sumber mendefinisikan asfiksia neonatorum dengan berbeda :

WHO
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah

lahir.1

Ikatan Dokter Anak Indonesia


Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir

atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan
asidosis.2

Divisi Neonatologi Rumah Sakit Muhammad Hoesin Palembang


Kegagalanbernapasspontandanteratursegerasetelahlahir sehingga terjadinya gangguan

pertukaran gas (O2 dan CO2) yang mengakibatkan bayi baru lahir mengalami hipoksia,
hiperkarbia dan asidosis metabolik

ACOG dan AAP


Seorang neonatus disebut mengalami asfiksia bila memenuhi kondisi sebagai berikut:3
o
o
o
o

Nilai Apgar menit kelima 0-3


Adanya asidosis pada pemeriksaan darah tali pusat (pH<7.0)
Gangguan neurologis (misalnya: kejang, hipotonia atau koma)
Adanya gangguan sistem multiorgan (misalnya: gangguan kardiovaskular,
gastrointestinal, hematologi, pulmoner, atau sistem renal).

Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi multiorgan, kejang dan ensefalopati


hipoksik-iskemik, serta asidemia metabolik. Bayi yang mengalami episode hipoksia-iskemi
yang signifikan saat lahir memiliki risiko disfungsi dari berbagai organ, dengan disfungsi
otak sebagai pertimbangan utama.4
8

2. Etiologi dan Faktor Risiko


Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan
melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada pertukaran
plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguanpada
aliran darah umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia. Etiologi
dari Asfiksia berdasarkan PPK Divisi Neonatologi RSMH terdiri atas:5
1. Faktor ibu: diabetes mellitus, hipertensi dalam kehamilan, hipertensi kronik, anemia,
perdarahan antepartum, infeksi sistemik, gagal jantung, gagal ginjal, polihidramnion,
oligohidramnion.
2. Faktor persalinan: persalinan dengan tindakan, korioamnionitis, kelainan letak, partus
lama, ketuban pecah dini, inersia uteri, air ketuban bercampur mekoneum, penggunaan
anestesi umum, penggunaan narkotik 4 jam sebelum persalinan.
3. Faktor janin: prematuritas, postmaturitas, malformasi janin, gerakan janin berkurang,
bradikardi janin, prolaps tali pusat, trauma lahir, dan sebagainya.
Tabel faktor resiko asfiksia neonatorum 1,3
Faktor resiko antepartum

Faktor resiko intrapartum Faktor resiko janin

(Faktor Ibu)
Primipara

(Faktor Persalinan)
Malpresentasi

Prematuritas

Penyakit pada ibu:

Partus lama

BBLR

Persalinan yang sulit dan Pertumbuhan

Demam saat kehamilan


Hipertensi dalam kehamilan
Anemia
Diabetes mellitus
Penyakit hati dan ginjal
Penyakit kolagen dan pembuluh darah

Perdarahan antepartum

janin

traumatik

terhambat

Mekoneum dalam ketuban

Kelainan kongenital

Ketuban pecah dini


Induksi Oksitosin
Prolaps tali pusat

Riwayat kematian neonatus sebelumnya


Penggunaan sedasi, anelgesi atau anestesi

3. Patofisiologi
3.1 Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir

Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk
mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam
keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari
jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darahjanin, sehingga
darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus
kemudian masuk ke aorta.6
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama
oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan alveoli akan
berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam
pembuluh darah di sekitar alveoli.6
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada
sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan
peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi
sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang.6
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan
tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran
darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Oksigen yang
diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak
mengandung oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh
bayi baru lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk
menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan
pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang
sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak
oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.6
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paruparunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan
mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan
rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam
pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan.6
3.2 Kesulitan yang dialami bayi selama masa transisi

10

Bayi dapat mengalami kesulitan sebelum lahir, selama persalinan atau setelah lahir.
Kesulitan yang terjadi dalam kandungan, baik sebelum atau selama persalinan, biasanya akan
menimbulkan gangguan pada aliran darah di plasenta atau tali pusat. Tanda klinis awal dapat
berupa deselerasi frekuensi jantung janin. Masalah yang dihadapi setelah persalinan lebih
banyak berkaitan dengan jalan nafas dan atau paru-paru, misalnya sulit menyingkirkan cairan
atau benda asing seperti mekonium dari alveolus, sehingga akan menghambat udara masuk
ke dalam paru mengakibatkan hipoksia. Bradikardia akibat hipoksia dan iskemia akan
menghambat peningkatan tekanan darah (hipotensi sistemik). Selain itu kekurangan oksigen
atau kegagalan peningkatan tekanan udara di paru-paru akan mengakibatkan arteriol di paruparu tetap konstriksi sehingga terjadi penurunan aliran darah ke paru-paru dan pasokan
oksigen ke jaringan. Pada beberapa kasus, arteriol di paru-paru gagal untuk berelaksasi
walaupun paru-paru sudah terisi dengan udara atau oksigen (Persisten Pulmonary
Hypertension Newborn, disingkat menjadi PPHN).6
3.3 Reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal
Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru-parunya
yang mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan insterstitial di paru sehingga
oksigen dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika
keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap kontriksi, alveoli tetap terisi cairan
dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen.6
Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada organ
seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap
stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran
darah akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital. Walaupun demikian jika
kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi kegagalan fungsi miokardium dan
kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan aliran
darah ke seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan
oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang irreversible, kerusakan
organ tubuh lain, atau kematian. Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan
satu atau lebih tanda-tanda klinis seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada
otak, otot dan organ lain; depresi pernapasan karena otak kekurangan oksigen; bradikardia
(penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot jantung atau sel otak;
tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau
11

kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan;
takipnu (pernapasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru; dan sianosis karena
kekurangan oksigen di dalam darah.6
3.4 Mekanisme yang terjadi pada bayi baru lahir mengalami gangguan di dalam
kandungan atau pada masa perinatal
Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital pertama
yang berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen. Setelah periode awal pernapasan
yang cepat maka periode selanjutnya disebut apnu primer (gambar 1).Rangsangan seperti
mengeringkan atau menepuk telapak kaki akan menimbulkan pernapasan. Walaupun
demikian bila kekurangan oksigen terus berlangsung, bayi akan melakukan beberapa usaha
bernapas megap-megap dan kemudian terjadi apnu sekunder, rangsangan saja tidak akan
menimbulkan kembali usaha pernapasan bayi baru lahir. Bantuan pernapasan harus diberikan
untuk mengatasi masalah akibat kekurangan oksigen.6
Frekuensi jantung mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu primer. Tekanan
darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu sekunder sebagaimana diperlihatkan
dalam gambar di bawah ini (kecuali jika terjadi kehilangan darah pada saat memasuki periode
hipotensi). Bayi dapat berada pada fase antara apnu primer dan apnu dan seringkali keadaan
yang membahayakan ini dimulai sebelum atau selama persalinan. Akibatnya saat lahir, sulit
untuk menilai berapa lama bayi telah berada dalam keadaan membahayakan. Pemeriksaan
fisik tidak dapat membedakan antara apnu primer dan sekunder, namun respon pernapasan
yang ditunjukkan akan dapat memperkirakan kapan mulai terjadi keadaan yang
membahayakan itu.6

Gambar 1. Perubahan frekuensi jantung dan tekanan darah selama apnu


Sumber: American Academy of Pediatrics dan American Heart Association. Buku panduan resusitasi neonatus. Edisi ke-5,
2006

12

Jika bayi menunjukkan tanda pernapasan segera setelah dirangsang, itu adalah apnu
primer. Jika tidak menunjukkan perbaikan apa-apa, ia dalam keadaan apnu sekunder. Sebagai
gambaran umum, semakin lama seorang bayi dalam keadaan apnu sekunder, semakin lama
pula dia bereaksi untuk dapat memulai pernapasan. Walau demikian, segera setelah ventilasi
yang adekuat, hampir sebagian besar bayi baru lahir akan memperlihatkan gambaran reaksi
yang sangat cepat dalam hal peningkatan frekuensi jantung.6
Jika setelah pemberian ventilasi tekanan positif yang adekuat, ternyata tidak
memberikan respons peningkatan frekuensi jantung maka keadaan yang membahayakan ini
seperti gangguan fungsi miokardium dan tekanan darah, telah jatuh pada keadaan kritis. Pada
keadaan seperti ini, pemberian kompresi dada dan obat-obatan mungkin diperlukan untuk
resusitasi.6
4. Penegakan Diagnosis
4.1 Anamnesis
Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya asfiksia neonatorum.7
4.2 Pemeriksaan fisis
Dinilai appearance (warnakulit), pulse (denyutjantung), grimace (mimikwajah),
activity (tonus otot), respiratory effort (usahanafas) padamenit 1 dan 5, kalauperlusetiap 5
menit sampaimenit 20 sesuaidengankondisibayi. Penilaian bersamaan dengan langkahlangkah resusitasi. Sambil melakukan resusitasi, menilai APGAR 1 menit, 5 menit, dan 10
menit. Setelah selesai resusitasi, dilanjutkan dengan perawatan pasca resusitasi, dipantau
fungsi vital (nadi, pernafasan, kesadaran), mencari komplikasi dan penyakit penyerta serta
pemeriksaaan fisik lengkap.7

Gambar 2. Skor APGAR


13

Sumber: http://amedstudentwalksintoabar.blogspot.com/2012/10/adventures-in-nomenclature-obgyn-edition.html

Kriteria Diagnostik:7
1. Nilai APGAR 0 3 pada menit ke 5
2. Asidosis metabolik atau campuran ( pH darah arteri umbikalsis < 7 )
3. Manifestasi neurologik ( kejang, hipotoni, koma, esefalopatia hipoksik iskemik )
4.3 Pemeriksaan penunjang
Laboratorium : hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis pada darah tali
pusat:7

PaO2 < 50 mm H2O


PaCO2 > 55 mm H2
pH < 7,30

Bila bayi sudah tidak membutuhkan bantuan resusitasi aktif, pemeriksaan penunjang
diarahkan pada kecurigaan atas komplikasi, berupa:7

Darah perifer lengkap


Analisis gas darah sesudah lahir
Gula darah sewaktu
Elektrolit darah (Kalsium, Natrium,

Kalium)
Ureum kreatinin
Laktat

Pemeriksaan radiologi/foto dada


Pemeriksaan
radiologi/foto

abdomen tiga posisi


Pemeriksaan USG Kepala
Pemeriksaan EEG
CT scan kepala

14

5. Tata laksana

Sebagian besar bayi baru lahir tidak membutuhkan intervensi dalam

mengatasi transisi dari intrauterin ke ekstrauterin, namun sejumlah kecil


membutuhkan berbagai derajat resusitasi.7

5.1 Antisipasi kebutuhan resusitasi

Antisipasi, persiapan adekuat, evaluasi akurat dan inisiasi bantuan

sangatlah penting dalam kesuksesan resusitasi neonatus. Pada setiap kelahiran harus
ada setidaknya satu orang yang bertanggung jawab pada bayi baru lahir. Orang
tersebut harus mampu untuk memulai resusitasi, termasuk pemberian ventilasi
tekanan positif dan kompresi dada. Orang ini atau orang lain yang datang harus
memiliki kemampuan melakukan resusitasi neonatus secara komplit, termasuk
melakukan intubasi endotrakheal dan memberikan obat-obatan. Bila dengan
mempertimbangkan faktor risiko, sebelum bayi lahir diidentifikasi bahwa akan
membutuhkan resusitasi maka diperlukan tenaga terampil tambahan dan persiapan
alat resusitasi.7

Bayi prematur (usia gestasi < 37 minggu) membutuhkan persiapan

khusus. Bayi prematur memiliki paru imatur yang kemungkinan lebih sulit diventilasi
dan mudah mengalami kerusakan karena ventilasi tekanan positif serta memiliki
pembuluh darah imatur dalam otak yang mudah mengalami perdarahan Selain itu,
bayi prematur memiliki volume darah sedikit yang meningkatkan risiko syok
hipovolemik dan kulit tipis serta area permukaan tubuh yang luas sehingga
mempercepat kehilangan panas dan rentan terhadap infeksi. Apabila diperkirakan bayi
akan memerlukan tindakan resusitasi, sebaiknya sebelumnya dimintakan informed
consent. Definisi informed consent adalah persetujuan tertulis dari penderita atau
orangtua/wali nya tentang suatu tindakan medis setelah mendapatkan penjelasan dari
petugas kesehatan yang berwenang. Tindakan resusitasi dasar pada bayi dengan
depresi pernapasan adalah tindakan gawat darurat. Dalam hal gawat darurat mungkin
informed consent dapat ditunda setelah tindakan. Setelah kondisi bayi stabil namun
memerlukan perawatan lanjutan, dokter perlu melakukan informed consent. Lebih

baik lagi apabila informed consent dimintakan sebelumnya apabila diperkirakan akan
memerlukan tindakan.7

5.2. Alat Resusitasi

Semua peralatan yang diperlukan untuk tindakan resusitasi harus

tersedia di dalam kamar bersalin dan dipastikan dapat berfungsi baik. Pada saat bayi
memerlukan resusitasi maka peralatan harus siap digunakan. Peralatan yang
diperlukan pada resusitasi neonatus adalah sebagai berikut:7

1. Perlengkapan penghisap

o
o
o
o

Balon penghisap (bulb syringe)


Penghisap mekanik dan tabung
Kateter penghisap
Pipa lambung

2. Peralatan balon dan sungkup

o Balon resusitasi neonatus yang dapat memberikan oksigen 90% sampai 100%, dengan
volume balon resusitasi 250 ml
o Sungkup ukuran bayi cukup bulan dan bayi kurang bulan (dianjurkan yang memiliki
bantalan pada pinggirnya)
o Sumber oksigen dengan pengatur aliran (ukuran sampai 10 L/m) dan tabung.

3. Peralatan intubasi

o Laringoskop
o Selang endotrakeal (endotracheal tube) dan stilet (bila tersedia) yang cocok dengan
pipa endotrakeal yang ada

4. Obat-obatan

o Epinefrin 1:10.000 (0,1 mg/ml) 3 ml atau ampul 10 ml


o Kristaloid isotonik (NaCl 0.9% atau Ringer Laktat) untuk penambah volume100
o
o
o
o

atau 250 ml.


Natrium bikarbonat 4,2% (5 mEq/10 ml)ampul 10 ml.
Naloxon hidroklorida 0,4 mg/ml atau 1,0 mg/ml
Dextrose 10%, 250 ml
Kateter umbilikal

5. Lain-lain

Alat pemancar panas (radiant warmer) atau sumber panas lainnya Monitor jantung
dengan probe serta elektrodanya (bila tersedia di kamar bersalin) Oropharyngeal
airways Selang orogastrik

6. Untuk bayi sangat prematur Sumber udara tekan (CPAP, neopuff) Blender oksigen
Oksimeter Kantung plastik makanan (ukuran 1 galon) atau pembungkus plastik yang
dapat ditutup Alas pemanas Inkubator transport untuk mempertahankan suhu bayi bila
dipindahkan ke ruang perawatan

5.3 Resusitasi neonatus

Secara garis besar pelaksanaan resusitasi mengikuti algoritma

resusitasi neonatal.

Gambar
3. Algoritma
Resusitasi
Neonatus
Algoritma
Resusitasi
Neonatus
AHAIDAI
2010 2013
Sumber: Teguh RA. The First Golden Minutes To Save Baby. Divisi Neonatologi Departemen IKA RSCM-FKUI

Gambar 3. Algoritma Resusitasi Neonatus AHA 2010

5.3.1 Prinsip Resusitasi dan Stabilisasi neonatus IDAI 2014


Sumber: http://circ.ahajournals.org/content/122/18_suppl_3/S909/F1.expansion.html

Tujuan : Membuat bayi baru lahir stabil dalam waktu selambat-lambatnya 1 jam
sesudah lahir.8

1. Menjamin suhu neonatus dalam keadaan normal. Suhu normal bayi baru lahir adalah
dalam rentang 36,5-37,50C yang diukur di aksila selama 3 sampai 5 menitatau sampai
termometer berbunyi jika menggunakan termometer digital.
2. Menjaga patensiairway (jalan napas) yang baik dengan menggunakanContinuous Positive
Airway Pressure (CPAP) untuk bayi yang retraksi atau merintih sejak di kamar bersalin.
Oksigen tambahan diberikan dengan mencampur oksigen dan udara (blended oxygen) dan
mengatur konsentrasi oksigen berdasarkan panduan oksimetri dengan target saturasi
oksigen 88-92%.
3. Penilaian sirkulasi bayi baru lahir yang baik dilihat dari beberapa parameter yaitu 1)
heart rate antara 120-160 x/menit, 2) pulsasi arteri radialis kuat dan teratur, 3) akral
hangat, dan 4)capillary refill time< 3 detik.
4. Bila bayi tidak dapat minum, dapat dipasang akses melalui vena perifer atau dalam
keadaan darurat dapat menggunakan tali pusat.
5. Identifikasi bayi yang potensial mengalami hipoglikemia, sepertibayi kurang bulan (usia
gestasi <37 minggu), kecil masa kehamilan (KMK), besar masa kehamilan (BMK), bayi
dari ibu penderita diabetes melitus, bayi sakit, dan bayi dari ibu yang mengonsumsi obatobatan tertentu (beta-simpatomimetik, penghambat beta, klorpropamid, benzotiazid, dan
anti-depresan trisiklik) selama kehamilan. Apabila pada pemeriksaan ditemukan kadar
gula darah < 47 mg/dL dapat diberikan bolus dextrosa 10% 2 mL/kgbb atau segera diberi
minum jika tidak ada kontraindikasi pemberian minum.
6. Bayi harus dirujuk dalam keadaan stabil dan kondisi tersebut dapat dicapai dengan
menerapkan program STABLE. Program STABLE adalah panduan yang dibuat untuk tata

laksana bayi baru lahir yang sakit, mulai dari pasca-resusitasi/pra-transportasi. Program
ini berisi standar tahapan stabilisasi pasca-resusitasi untuk memerbaiki kestabilan,
keamanan, dan luaran bayi. STABLE tersebut merupakan singkatan dari S: Sugar and
safe care (kadar gula darah dan keselamatan bayi), T: Temperature (suhu), A: Airway
(jalan napas), B: Blood pressure (tekanan darah), L: Lab work (pemeriksaan
laboratorium), E: Emotional support (dukungan emosional). Program STABLE
mengupayakan kondisi bayi menjadi warm, pink, and sweet secepatnya dalam kurun
waktu 1 jam.
7. Padakondisi lingkungan (cuaca dingin, angin kencang, dataran tinggi, jarak jauh) dan
fasilitas kurang memadai, upaya mengendalikan suhu neonatus selama proses
transportasidapat dilakukan dengan perawatan metode kanguru.

5.3.2 Langkah Resusitasi Neonatus AHA 2010


Sebelum melakukan langkah awal resusitasi lakukan penilaian awal:9
1. Apakah cukup bulan ?
2. Apakah bernapas atau menagis ?
3. Apakah tonus otot baik ?
Bila ada jawaban tidak dari ke tiga pertanyaan ini maka langkah awal
resusitasi harus dimulai, sedangkan bila semua jawaban ya maka bayi tersebut
hanya dilakukan perawatan rutin saja (jaga kehangatan, bersihkan jalan napas dan

keringkan).9
A. Langkah Awal Resusitasi

Letakkan bayi di meja resusitasi dengan alat pemancar panas


Letakkan pada posisi yang benar,lakukan penghisapan (bila perlu),
Keringkan, rangsangan taktil, reposisi dan nilai: pernapasan frekuensi, jantung dan
warna kulit.

B. Ventilasi Tekanan Positip ( VTP )


Ventilasi tekanan positip dapat diberikan dengan balon resusitasi dan sungkup atau

dengan balon resusitasi dan intubasi endotrakheal (ETT).9


1. Indikasi :

Bila bayi apnu/megap-megap


Atau bernapas tetapi frekuensi jantung<100 kali permenit
Atau sianosis sentral menetap meskipun diberikan oksigen aliran bebas sampai 100 %
2. Frekuensi :
Lakukan ventilasi dengan frekuensi 40-60 kali permenit selama 30 detik dengan
oksigen 21 - 100% ( pada bayi cukup bulan dimulai dengan oksigen 21 % dan pada

bayi preterm dimulai dengan Oksigen lebih dari 21 % yang dapat ditingkatkan sampai
dengan target saturasi oksigen preduktal tercapai ) ,
Lalu nilai frekuesi jantung:

FrekuensiJantung:

Tindakan:
1.Bila napas spontan dan saturasi oksigen membaik, VTP

Di atas 100

hentikan bertahap.

2.Bila tidak bernapas, atau megap-megap lanjutkanVTP


1.Membaik, pasang pipa orogastrik dan

Diantara 60 dan 100

lanjutkan VTP

2.Tidak membaik, evaluasi VTP yang

telah dilakukan (posisi, perlekatan sungkup, jalan napas


bersih, mulut terbuka, tekanan pada balon), pertimbangkan

intubasi dan lanjutkan


1.LanjutkanVTP

Di bawah 60
2. Mulai kompresi dada

C. Kompresi Dada
1. Indikasi:
Frekuensi jantung <60 kali permenit setelah 30 detik mendapat VTP dengan oksigen

100%.
2. Frekuensi:

Kompresi dada dilakukan selama 30 detik.


Setiap 2 detik dilakukan 3 kali kompresi dada dan

1 kali VTP ( selama 30 detik

dilakukan 45 kali kompresi dada dan 15 kali VTPdetik).

3. Evaluasi:
Kurangdari 60 kali permenit

Lanjutkan tindakan kompresi dada


dan

ventilasi

dan

pemberian

epinephrin

60 kali permenitataulebih

Hentikan tindakan penekanan dada


tetapi

lanjutkan

ventilasi

dengan

oksigen 100%.
Setelah 30 detik melakukan tindakan kompresi dada dan ventilasi, periksa frekuensi
jantung atau nadi.Bila frekuensi jantung


D. Intubasi Endotrakheal
1. Indikasi :
a. Bila cairan amnion bercampur mekoneum dan bayi mengalami depresi napas, tonus
otot jelek atau denyut jantung < 100 kali permenit maka intubasi dilakukan pada
kesempatan pertama (perlu melakukan penghisapan melalui trachea untuk
mengeluarkan mekoneum), sebelum memulai tindakan resusitasi yang lain.
b. Bila VTP dengan balon dan sungkup tidak efektif (tidak mengembangkan dada) atau
memaksimalkan efisiensi VTP, membutuhkan pemberian VTP agak lama, dicurigai
ada hernia diafragmatika, pemberian surfaktan dan bayi berat amat sangat rendah
(berat lahir kurang dari 1.000 gram).
Bila diperlukan kompresi dada,intubasi memudahkan koordinasi kompresi dada
danVTP.

E. Obat-obatan
Obat-obatan baru diperlukan pada resusitasi neonates bila tidak memberikan
respon dengan pemberian VTP yang adekuat dengan oksigen 100 % dan kompresi

dada.9
1. Epinefrin
a. Indikasi:
Frekuensi jantung tetap dibawah 60 kali per menit walaupun telah dilakukan paling
sedikit 30 detik ventilasi adekuat dengan oksigen 100% dan penekanan dada.
Frekuensi jantung nol. Bila detak jantung tidak dapat dideteksi, epinefrin harus

diberikan segera pada saat yang sama dengan VTP dan penekanan dada dimulai.
b. Pemberian:
Dosis 0,1-0,3 ml/kgBBepinefrin 1:10.000 intravena atau0,3-1 ml/kgBB melalui ETT,
dapat diulang setiap 3-5 menit bila frekuensi jantung kurang dari 60 kali permenit.

2. Cairan penambah volume darah


Bila bayi tidak memberikan respon terhadap resusitasi
dan ada bukti kehilangan darah maka indikasi pemberian cairan penambah volume

darah, yaitu garam fisiologis atau ringer laktat dengan dosis10 ml/kgBB.9
3. Nalokson
Bila ibu mendapat morphin atau petidin dalamwaktu
4 jam terakhir dan tidak ada usaha napas, tetapi frekuensi jantung dan kulit normal
langsung diberikan Nalokson 0,1 mg/kgBB intravena melalui vena umbilikalis atau
pipa endotrakeal.9

Ingatlah, walaupun didapatkan frekuensi jantung nol, penekanan dan ventilasi


harus dilanjutkan sampai diambil keputusan medic untuk menghentikan tindakan
resusitasi.

Resusitasi dihentikan bila semua langkah dilakukan dengan baik selama 15


menit frekuensi jantung tetap nol.9

F. Tindak Lanjut

Observasi tanda-tanda vital.


Awasi

komplikasi:

hipoglikemia

(jittery,

iritabel:hipotonia,

muntah,

sianosis),

asidosismetabolik (pernapasancepatdandalam), hipokalsemia (iritabel, kejang, tremor),


infeksi, gagal ginjal, edema otak dan distres pernapasan. Bila ditemui tatalaksana sesuai
dengan standar profesinya.
Bila mendapat IVFD, pada asfiksia berat dilakukan retriksi cairan ( kebutuhan).
Cari penyakit penyerta/penyebab.

G. Indikasi Rawat

Semua asfiksia perinatal.

H. Indikasi Pulang

Tidak sesak, dengan frekuensi napas 40-60 kali per menit. Tidak ada

tanda-tanda infeksi, penyakit penyerta dan komplikasi telah teratasi dan bisa minum
secara adekuat

I. Edukasi

Penjelasan mengenai komplikasi jangka panjang dan jangka pendek dari asfiksia
perinatal. Komplikasinya dapat berupa Asidosis metabolik, hipoglikemia, hipokalsemia,

ensefalopati hipoksik iskemik, gagal jantung, gagal ginjal, serta defisit neurologik.
Penjelasan mengenai faktor risiko asfiksia neonatorum.

J. Prognosis

Asfiksia berat menyebabkan kematian 20%. Yang hidup, dapat normal atau
dengan sequele berupa: gangguan intelektual dan defisit neurologis.

B. INFEKSI PADA NEONATUS


Infeksi pada neonatus adalah sindroma klinis dari infeksi lokal / sistemik pada
bayi yang terjadi dalam bulan pertama kehidupan.Tersangka infeksi adalah bila bayi
baru lahir mempunyai faktor resiko / predisposisiuntukinfeksiadalah:10

Suhu ibu>38oC

Leukosit ibu>15.000/mm3

Air ketuban keruh dan bau busuk

Ketubanpecah>12 jam

Partuskasep

1. Etiologi
Bakteri, virus dan jamur. Tersering bakteri, jenis bakteri penyebab bervariasi
tergantung tempat dan waktu.10

2.Patogenesis
Infeksi dapat terjadi intrauterine melalui sirkulasi darah ibu janin melewati
plasenta/ korioamnionitis atau pada saat persalinan atau paska lahir melalui kulit,
saluran napas, konjungtiva, saluran cerna dan umbilikus yang menjadi tempat
kolonisasi kuman yang ada di sekitar, yang dapat berlanjut menjadi infeksi
lokal( omfalitis, oftalmia neonatorum gonoroeka, bronkopneumonia)
sistemik ( sepsis, meningitis ) karena invasi mikroorganisme tersebut.10

3. Bentuk Klinis

maupun

Tersangka infeksi, klinis sepsis, sepsis, meningitis, omfalitis, oftalmia neonatorum


gonoroea.10

4.Anamnesis

Faktor resiko atau faktor predisposisi infeksi (suhu ibu > 38 oC, leukosit ibu >
15.000/mm3 , air ketuban keruh & berbau busuk, ketubah pecah > 12 jam, partus
kasep), perawatan tali pusat, pemberian zalf mata setelah melahirkan.10

5.Pemeriksaan Fisis & Gejala Klinis

Tergantung bentuk klinis ( infeksi lokal / sistemik ):10

1. Omfalitis: indurasi & eritema sekitar umbilikus, bau busuk kadan-kadang

terdapat pus.

2. Oftalmia neonatorum gonoroeka: timbul umur 2 5 hari, pada mata

ditemukan edema kelopak mata, palpebra/konjungtiva merah, Sekret pus, banyak,


bisa mengenai satu mata atau dua mata.

3. Bronkopneumonia: dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis, vesikuler

dapat normal atau menurun dan jarang ditemukan ronki.

4. Gastroenteritis: diare, muntah perut kembung dan tanda tanda dehidrasi.

5. Klinis sepsis, didapatkan gejala sepsis, namun tidak didukung hasil

pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis sepsis terdiri atas:

disertai

a.Gejala umum: bayi tampak lemah, terdapat gangguan minum yang


penurunan

berat

badan,

keadaan

umum

memburuk

hipotermi/hipertermi

b.Gejala SSP: letargi, iritabilitas, hiporefleks, tremor, kejang,

hipotoni/hipertoni, serangan apnea, gerak bola mata tidak terkoordinasi.

c.Gejala pernapasan: dispnu, takipnu, apnu, dan sianosis

d.Gejala TGI: muntah, diare, meteorismus, hepatomegali

e.Kelainan kulit: purpura, eritema, pustula, sklerema

f.Kelainan

sirkulasi:

pucat/sianosis,

takikardi/aritmia,

hipotensi,

edema, dingin.

g. Kelainan hematologi: perdarahan, ikterus, purpura

6. Sepsis: gejala klinis sepsis ditambah lebih dari satu pemeriksaan

laboratorium yang positif (lekosit < 5000/mm3 atau > 34.000/mm3, I/T ratio 0,2 atau
lebih, mikro LED>15 mm/jam, CRP > 9mg/dL)

7. Meningitis: sepsis ditambah hasil pemeriksaan cairan serbrospinal yang

positif

6. Kriteria Diagnosis

Ditemukan gejala klinis atau gejala klinis ditambah dengan hasil

pemeriksaan penunjang yang positif.10

1. Omfalitis: gejala klinis

2. Oftalmia neonatorum gonoroea: gejala klinis + ditemukan diplokokus

gram negatip intra & ekstraseluler di sekret mata

3. Bronkopneumonia: gejala klinis + gambaran infiltrat pada foto thorak.

4. Gastroenteritis: gejala klinis

5.Tersangka

infeksi:

bila

bayi

baru

lahir

mempunyai

faktor

resiko/predisposisi untuk infeksi, yaitu : suhu ibu >38 oC, leukosit ibu>15.000/mm3,
air ketuban keruh dan bau busuk, ketuban pecah> 12 jam dan partus kasep

6. Klinis sepsis: gejala klinis

7. Sepsis: gejala klinis + lebih dari 1 hasil pemeriksan laboratoriumyang

positif atau kultur darah yang positip.

8. Meningitis: gejala klinis sepsis + hasil pmeriksan cairan serebrospinalis :

o Tes Pandy : + atau ++

o Jumlah sel : umur 0 s/d 48 jam

:>100/mm3

umur 2 s/d 7 hari

:>50/mm3

umur >7 hari

:>32/mm3

o Diff. count : PMN meningkat, protein meningkat dan glukosa menurun

7. Pemeriksaan Penunjang10

Darah : Hb, lekosit, diff. count, trombosit, mikro LED, dan kultur dan tes resisintesi

LCS

: Protein, sel diff. count, pengecatan gram dan kultur

Urin

: Rutin dan kultur dan tes resistensi

USG transfontanela : terutama untuk melihat komplikasi meningitis (ventrikulitis dan


hidrosefalus )

8. Tatalaksana10

1. Omfalitis

Bersihkan tali pusat dengan alkohol 70 % dan povidon iodin


Beri Antibiotika Ampisilin 100 mg /kgBB/hari dan gentamisin 5mg/kgBB/hari

2. Oftalmia Neonatorum gonoroea

Isolasi, irigasi mata dengan ringer laktat,


Beri antibiotika ceftriakson dosis tunggal 25-50 mg/kgBB (maksimal 125 mg).
Profilaksis : Salep mata tetrasiklin diberikan segera pada semua bayi baru lahir

3. Bronkopneumonia

a. Pemberian cairan

IVFD dekstrose 71/2 % atau 10 % + Ca glukonas sesuai degan kebutuhan bayi

Mulai hari ke 3 ditambahkan NaCl 3 % sebanyak 30 cc/kolf


Bila ada tanda dehidrasi atasi dehidrasi
Bila ada asidosis berikan cairan dekstrose dan natrium bikarbonat (4 : 1) Bila
dapat diperiksa analisa gas darah, asidosis dapat dikoreksi langsung dengan

pemberian cairan Natrium Bikarbonat 4,2 % secara perlahan-lahan


Bila belum bisa makan per oral beri larutan asam amino 2-3 g/kgBB/hari. Bila
sudah bisa minum per oral beri ASI atau susu formula

b. Terapi oksigen

c. Antibiotika

Ampisilin : 100 mg/kgBB/hari


Gentamisin :

Umur < 7 hari : 21/2 mg/kgBB/18 jam bila BB > 2000 gram

21/2 mg/kgBB/24 jam bila BB < 2000 gram

Umur < 7 hari : 21/2 mg/kgBB/12 jam bila BB > 2000 gram

21/2 mg/kgBB/28 jam bila BB < 2000 gram

Bila tidak ada perbaikan dalam 2 hari, gentamisin diganti dengan ceftazidim

50mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis

4. Gastroenteritis

a. Pemberian Cairan:

o
o

GEAD ringan-sedang: Diberikan IVFD


GEAD berat
Dengan asidosis: dekstrose 5% 480 cc + Bicnat 7% 10-20cc
Tanpa asidosis atau asidosis telah teratasi: dekstrose 5% 500cc + NaCl 3%
sebanyak 30 cc

Jumlah dan kecepatan pemberian pada dehidrasi berat:

4 jam pertama 100 cc/kgBB atau 25 tetes/kgBB/menit (mikrodrip)


20 jam berikutnya 150 cc/kgBB atau 7 tetes/kgBB/menit

b. Obat-obatan:

Antibiotika : Ampisilin 100 mg/kgBB/hari iv dalam 3-4 dosis .


Gentamisin 2 mg/kgBB/kali im tiap 12 jam, 18 jam atau 4 jam tergantung umur

dan berat badan bayi


Anti jamur : Nystatin bila ada indikasi.

c. Minum:

Langsung diberikan ASI begitu bayi dapat minum, bila bayi mendapat PASI di

rumah diberikan susu yang sama dengan pengenceran setengah kemudian penuh.

5. Tersangka infeksi

Pada bayi langsung diberikan Ampisilin 100 mg/kgBB/hari i.v. dibagi 2 dosis dan

Gentamisin 2 mg/kgBB/18 jam i.v, untuk bayi cukup bulan dan 2 mg/kgBB/24 jam
i.v, untuk bayi kurang bulan selama 3-5 hari.Bila selama observasi ditemukan tanda
infeksi baik klinis dan laboratoris, antibiotika diganti dengan Ceftazidime 50 mg /kg BB
per hari, i.v. dibagi 2 dosis

6. Sepsis dan klinis sepsis

a. Pemberian cairan sesuai dengan kebutuhan bayi.

b. Terapi oksigen bila diperlukan

c. Antibiotik :

Ceftazidime 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.


Bila dicurigai infeksi oleh karena stafilokokkus maka diberikan Sefalosporin
generasi ke-2, 50 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian, bila tidak ada perbaikan
klinis dalam 48 jam atau keadaan umum semakin memburuk, pertimbangkan
pindah ke antibiotika yang lebih poten, misalnya meropenem 20 mg/kgBB IV, tiap

8 jam atau sesuai dengan hasil tes resistensi.


Antibiotika diberikan 7-10 hari (antibiotik dihentikan setelah klinis membaik 5
hari)

7. Meningitis

a. Pemberian cairan sesuai dengan kebutuhan bayi.

b. Terapi oksigen bila diperlukan

c. Antibiotik :

Ceftazidime 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.Bila tidak ada perbaikan


klinis dalam 48 jam atau keadaan umum semakin memburuk, pertimbangkan
pindah ke antibiotika yang lebih poten, misalnya meropenem 40 mg/kgBB IV, tiap

8 jam atau sesuai dengan hasil tes resistensi.


Antibiotika diberikan 21 hari

9. Tindak Lanjut
Pemeriksaan USG transfontanel dilakukan pada kasus

sepsis neonatorum

dengan kecurigaan meningitis dan meningitis. Pada meningitis diulangi pada hari ke
7, 14 dan pada hari ke 21 untuk melihat kemajuan pengobatan atau komplikasi
meningitis berupa ventrikulitis.10

C. GAWAT NAPAS PADA NEONATUS

Gawat Napas adalah umpulan dari 2 atau lebih gejala gangguan

ventilasi paru yang ditandai dengan frekuensi napas > 60 kali/menit; merintih pada
waktu ekspirasi;

retraksi

interkostal, subkostal, supra-sternal, epigastrium;

pernapasan cuping hidung dan sianosis.11

1. Etiologi

1. Gangguan traktus respiratorius: Hyaline Membrane Disease (HMD), Transient


Tachypnoe of the Newborn (TTN), infeksi (Pneumonia), Sindrom Aspirasi,
Hipoplasia Paru, Hipertensi Pulmonal, Kelainan Kongenital (Choanal Atresia, Hernia
Diafragmatika, Pierre Robin Syndrome), Pleural Effusion, Kelumpuhan syaraf
frenikus, dll
2. Gangguan diluar traktus respiratorius: Kelainan jantung kongenital, kelainan
metabolik, darah dan SSP11

2. Patogenesis

Hipoksia dan hiperkarbia asidosis respiratorik asidosis metabolik


gangguan fungsi organ dengan segala akibatnya.11

3. Anamnesis

Pada Anamnesis, perlu ditanyakan masa gestasi, cara persalinan, nilai

APGAR, air ketuban bercampur mekoneum, faktor resiko atau faktor predisposisi
infeksi (suhu ibu > 38oC, leukosit ibu > 15.000/mm3 , air ketuban keruh & berbau
busuk, ketubah pecah > 12 jam, partus kasep).11

4. Pemeriksan Fisik dan Gejala Klinis

Tergantung Bentuk Klinis:11

1. Transient Tachypneu of the Newborn : dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis,


vesikuler normal
2. Penyakit Membran Hyalin : dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis, vesikuler
menurun dan tanda-tanda bayi kurang bulan.
3. Bronkopneumonia : dispnu, takipnu, retraksi, merintih,

sianosis, vesikuler dapat

normal atau menurun dan jarang ditemukan ronki.


4. Sindroma Aspirasi mekoneum : dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis, vesikuler
dapat normal atau menurun, meconeum staining, dada dapat tampak lebih cembung.
5. Pnemothoraks : dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis, vesikuler menurun, sela
iga melebar dan dada tampak lebih cembung, asimetris gerakan dinding dada.
6. Hernia Diafragmatika : dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis, vesikuler
menurun, dada tampak lebih cembung, perut skapoid, dapat terdengar peristaltik usus
pada thoraks.
7. Kelumpuhan Syaraf Frenikus : dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis, vesikuler
menurun dan sering ditemui palsi brakial Palsi ( farese/paralise Erb).

5. Kriteria Diagnosis

Ditemukan gejala klinis atau gejala klinis ditambah dengan hasil pemeriksaan
penunjang yang positip.11

1. Transient Tachypnoe of the Newborn : gejala klinis + foto thorak (hiper inflasi paru,
peri hillar cuffing, cairan dl fisura interlobularis, diafragma lebih datar, kardiomegali
ringan)

2. Penyakit Membran Hyalin : gejala klinis + foto thorak (infiltrat retikulogranuler, air
bronchogram, batas jantung paru kabur, kollaps seluruh paru)
3. Bronkopneumonia : gejala klinis + foto thorak (infiltrat tak spesifik)
4. Sindroma Aspirasi Mekoneum : gejala klinis + foto Thorak (diafragma datar, sela iga
lebar, bercak infiltrat kasar)
5. Pneumothorak : gejala klinis + foto thorak ( radiolusen dan kolaps parsial atau total
paru yang terkena, pergeseran mediastinum, pendataran diafragma ) + transiluminasi
positip, terutama pada bayi kecil.
6. Hernia Diafragmatika : gejala klinis + foto thorak (tampak gambaran usus di rongga
thorak)
7. Farese Syaraf Frenikus : gejala klinis + foto thorak (elevasi diafragma sisi farese,
pergeseran mediastinum dan atelektassis ) + USG ( gangguan / berkurang gerakan
diaragma sisi farese )

6. Pemeriksaan Penunjang

Darah : Hb, lekosit, Diff.count, trombosit, mikro LED dan CRP.

Radiologi ( foto toraks dan ultrasonografi) dan Transiluminasi

7. Tatalaksana

1. Suportif, umumnya sama pada semua gawat napas, yaitu :

a. Pemberian cairan
IVFD dekstrose 71/2 % atau 10 % + Ca glukonas sesuai dengan kebutuhan bayi
Mulai hari ke 3 ditambahkan NaCl 15 % sebanyak 6 cc/kolf
Bila ada tanda dehidrasi atasi dehidrasi
Bila ada asidosis berikan cairan dekstrose dan natrium bikarbonat ( 4 : 1 ) Bila dapat
diperiksa analisa gas darah, asidosis dan dikoreksi langsung dengan pemberian cairan

Natrium Bikarbonat 4,2 % secara perlahan-lahan


Bila belum bisa makan per oral beri larutan asam amino 1-3 g/kgBB/hari. Bila sudah
bisa minum per oral beri ASI atau susu formula11

b. Terapi oksigen (intra nasal, head box, buble CPAP, ventilator)11

2. Antibiotika

Ampisilin : 100 mg/kgBB/hari

Gentamisin :

Umur < 7 hari : 21/2 mg/kgBB/18 jam bila BB > 2000 gram

21/2 mg/kgBB/24 jam bila BB < 2000 gram

Umur < 7 hari : 21/2 mg/kgBB/12 jam bila BB > 2000 gram

21/2 mg/kgBB/28 jam bila BB < 2000 gram

Bila tidak ada perbaikan dalam 2 hari, gentamisin diganti dengan

ceftazidim 50mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis.11

3. Terapi khusus, tergantung dari etiologi gawat napas :

a. Pneumothorak :

Tidak ada tension pneumothorak : berikan oksigen 100 % selama 12 jam pada bayi

aterm ( nitrogen washing )


Dengan tension pneumothorak dilakukan pemasangan kateter interkostal dengan

kontinuous suction ( WSD )


Jika keadaan kritis dapat dilakukan aspirasi dengan menggunakan wing needle no.21
dan spuit 5 cc serta three way stopcock ( diagnosis dan terapi )

b. Hernia Diafragmatika : operatif ( repair diafragma )

c. Farese Syaraf Frenikus : konservatif (bayi dimiringkan ke sisi farese), operatif bila
setelah 1 bulan tidak ada perbaikan ( plikasi diafragma)

8. Tindak lanjut

1. Pengamatan rutin :

a. Tanda-tanda vital.

b. Awasi tanda-tanda kegagalan pernapasan, infeksi, asidosis.

c. Pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.

d. Diamati kemampuan minum dan pertumbuhan berat badan.

2. Pengamatan khusus: sesuai bentuk klinik dan kemungkinan munculnya komplikasi


9. Indikasi Pulang
Tidak sesak dengan frekuensi nafas 40-60 kali per menit, minum baik, tidak
ada tanda infeksi dan penyakit penyebab telah terkendali.11

Anda mungkin juga menyukai