Anda di halaman 1dari 3

Nama : Qonitatul Khasanah

NIM : 146090112141001
UTS FISIOLOGI REPRODUKSI
Challenging cell phone impact on reproduction: A Review
Dengan pesatnya perkembangan teknologi dan pemakaian alat elektronik seperti alat
telekomunikasi bergerak (handphone), microwave oven, serta peralatan elektronik lainnya, setiap
orang, disadari atau tidak, akan tersinari atau terekspos oleh berbagai frekuensi gelombang
elektromagnetik (RF-EMR/Radiofrequency electromagnetic radiation) yang kompleks. Tingkat
paparan gelombang RF-EMR dari berbagai frekuensi berubah secara signifikan sejalan dengan
berkembangnya teknologi serta penemuan peralatan RF-EMR. Salah satu alat RF-EMR yang
berkembang sedemikian pesatnya adalah telepon seluler (handphone), dengan berbagai merek dan
kecanggihannya. Penggunaan hands-free untuk menerima telepon memang mengurangi paparan
radiasi ke otak namun efek paparan tersebut terhadap sistem reproduksi tidak dapat dihindari.
Penelitian lain menunjukkan bahwa potensi gangguan kesehatan yang timbul akibat papaparan medan
elektromagnetik dapat terjadi pada berbagai sistem tubuh, antara lain sistem regulasi darah, sistem
reproduksi, sistem saraf, psikologis, dll.
Manifestasi gangguan pada sistem reproduksi jantan maupun betina dapat diketahui dengan
mengetahui perubahan metabolism gonad, apoptosis sel pada sistem reproduksi, status fertilitas dan
kadar hormonal. Penelitian menunjukkan bahwa dengan membawa telepon seluler di saku (kantong)
yang dekat dengan organ reproduksi jantan seperti testis dapat menurunkan secara signifikan produksi
dan perkembangan sperma yang menyebabkan infertilitas pada pria. Paparan RF-EMR baik pada tikus
jantan galur Wistar maupun pada kelinci jantan dewasa terbukti dapat memicu terbentuknya radikal
bebas yang berdampak pada menurunnya enzim-enzim antioksidan seperti enzim Glutathione dan
Superoxide Dismutase (SOD) tetapi juga mampu meningkatkan level enzim katalase dan
malondialdehyde. Selain itu paparan RF-EMR terbukti mampu menurunkan motilitas sperma pada
paparan minggu ke-10 dengan disertai peningkatan jumlah sperma abnormal, menurunnya konsentrasi
sperma, menurunnya level hormone testosteron serta menurunnya diameter tubulus seminiferous. Di
sisi lain, terdapat beberapa penelitian yang membuktikan bahwa paparan radiasi pada hewan coba
maupun pada manusia tidak memiliki dampak negatif (tidak ada perubahan jika dibandingkan dengan
kontol) pada parameter reproduksi jantan seperti berat testis, epididimis, vesika seminalis, prostat,
konsentrasi sperma pada testis dan epididimis, level hormonal, morfologi dan motilitas sperma serta
penampang histologi tubulus seminiferous.
Gangguan sistem reproduksi betina akibat paparan radiasi RF-EMR dapat diketahui melalui
berbagai parameter seperti profil sel granulosa, jumlah folikel, jaringan endometrium, kualitas oosit
dan embrio, dan perubahan aktivitas jantung janin selama masa kehamilan. Penelitian yang dilakukan

mencakup metode in vivo dan in vitro. Pada tikus bunting yang diberi paparan radiasi dari telepon
seluler menunjukkan adanya penurunan jumlah folikel. Sedangkan penelitian pada wanita yang hamil
dan diberi paparan radiasi RF-EMR juga menunjukkan adanya penurunan cardiac output rate dan
meningkatkan neonatal heart rate serta meningkatnya level stres oksidatif dan apoptosis pada sel-sel
di endometrium. Penelitian secara in vitro dilakukan dengan mengkultur sel granulosa dan diberi
perlakuan paparan radiasi selama 16 jam menunjukkan adanya peningkatan jumlah DNA strand
breaks serta adanya peningkatan mortalitas pada embrio dari telur ayam yang telah dipapar RF-EMR
selama jangka waktu tertentu. Akan tetapi, di sisi lain terdapat beberapa penelitian yang memiliki hasil
yang berlawanan dengan penelitian tersebut. Penelitian dengan menggunakan tikus bunting yang diberi
paparan RF-EMR selama 20 hari menunjukkan tidak adanya efek yang signifikan pada beberapa
parameter yang diamati yaitu jumlah embrio yang hidup, mati dan yang diresorpsi, berat plasenta,
rasio jenis kelamin, serta profil abnormalitas skeletal dari janin yang hidup. Pada beberapa penelitian,
RF-EMR tidak menyebabkan abnormalitas sistem reproduksi betina yang dapat berdampak pada
infertilitas. Akan tetapi tidak disebutkan pada review ini mengenai dosis radiasi pada masing-masing
perlakuan yang sangat memungkinkan adanya efek yang berbeda pada masing-masing perlakuan.
Dengan demikian penelitian mengenai efek paparan radiasi pada sistem reproduksi jantan maupun
betina ini perlu digali lebih lanjut lagi untuk memastikan dampak yang terjadi akibat radiasi.
Ide yang dapat diterapkan dan dikembangkan
Terlepas dari adanya perbedaan hasil penelitian mengenai efek dari paparan RF-EMR terhadap
sistem reproduksi jantan maupun betina, bukan berarti kita dapat mengesampingkan dampak buruk
yang mungkin saja terjadi jika penggunaan secara berlebihan perangkat yang memiliki RF-EMR
seperti telepon seluler. Beberapa cara yang dapat ditempuh untuk mengurangi sekaligus sebagai
langkah preventif dalam menghadapi dampak buruk akibat radiasi RF-EMR seperti pemakaian telepon
seluler adalah :
Membatasi pemakaian ponsel hanya pada panggilan yang penting dan berbicara seperlunya
saja dan disarankan untuk menggunakan hands-free saat berbicara untuk meminimalkan
radiasi.
Meminimalisir pemakaian ponsel di ruang tertutup dengan bahan logam atau baja, misalnya di
dalam mobil. Dalam ruangan seperti ini, ponsel harus bekerja keras menstabilkan koneksi
sehingga radiasi meninggi. Selain itu, ada kemungkinan radiasi memantul kembali ke
pengguna di ruangan yang didominasi bahan baja.
Menghindari menyimpan ponsel di tempat yang tetap di dekat tubuh dalam jangka waktu yang
lama. Pria yang membawa ponselnya di dalam saku celana cenderung memiliki jumlah sperma
yang 25% lebih rendah dibandingkan dengan kelompok pria lain yang tidak menyimpan
ponselnya di saku celana. Bagian lain dari tubuh menyerap radiasi pada intensitas yang
berbeda, dan jaringan testikular kemungkinan lebih mudah diserang

Memilih ponsel dengan level SAR (Specific Absorption Rate) yang rendah. Setiap ponsel yang
beredar memiliki tingkat SAR yang berlainan. Pengukuran kadar radiasi sebuah ponsel
umumnya disebut dengan Specific Absorption Rate (SAR). Batas SAR yang ditetapkan oleh
ICNIRP adalah 2.0W/kg (watts per kilogram). Sementara The Institute of Electrical and
Electronics Engineers (IEEE) juga telah menetapkan sebuah standart baru yang digunakan oleh
negara Amerika dan negara lain termasuk Indonesia adalah dengan menggunakan batas
1.6W/kg. Indikator SAR umumnya sudah disertakan dalam buku manual pengoperasian ponsel.
RF-EMR dapat memicu pembentukan radikal bebas serta mengurangi level antioksidan di
dalam tubuh. Hal ini bisa menjadi ancaman sebab antioksidan diperlukan tubuh untuk
perlindungan dan membawa pengaruh pada indikator stress, infeksi dan penyakit-penyakit lain.
Salah satu usaha dan pemikiran untuk memanfaatkan bahan alami yang banyak diperoleh dari
lingkungan sekitar sebagai bahan obat herbal, adalah dengan memanfaatkan kulit dan biji buah
tumbuhan asli Indonesia. Selama ini, sebagian besar masyarakat masih menganggap kulit dan biji buah
sebagai sampah atau limbah, yang tidak bermanfaat dan bernilai guna lagi. Padahal secara kimiawi,
diketahui bahwa biodiversity adalah chemical diversity. Masalah sampah atau limbah, juga masih
menjadi persoalan besar bagi bangsa dan masyarakat di Indonesia, padahal secara kimiawi limbah
buah baik kulit dan biji buahnya memiliki kandungan kimia yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
obat herbal.
Kulit dan biji buah kelengkeng terbukti memiliki fraksi etil asetat yang mengandung aktivitas
antioksidan cukup tinggi pada uji DPPH dengan nilai IC50= 9,23 g/ml, dengan vitamin E sebagai
pembanding (IC50= 8,88 g/ml) (Annida, 2011). Fraksi etil asetat kulit buah rambutan memiliki
aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan vitamin E dengan nilai IC50 = 4,29 g/mL,
sedangkan vitamin E sebesar 8,48 g/mL (Khasanah, 2011). Ekstrak etanol, fraksi kloroform dan etil
asetat dari kulit buah durian memiliki aktivitas antioksidan cukup tinggi dengan nilai IC50secara
berturut-turut adalah 61,57; 32,49 dan 17,13 g/mL, kadar fenoliknya (GAE) 71,75; 113,93 dan
150,03 mg/g sampel dan kadar flavonoidnya (RE) 64,82; 211,15 dan 212,67 mg/g sampel (Batubara,
2011). Sebagian besar dari ekstrak dan fraksi-fraksi yang diperoleh dari limbah kulit dan biji buah
kelengkeng, rambutan, dan durian, menunjukkan aktivitas farmakalogi yang potensial sebagai
antioksidan, antibakteri dan sitotoksik. Informasi ini memberikan petunjuk adanya peluang penelitian
dan pemanfaatan lebih lanjut dari senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak dan fraksifraksinya untuk bahan obat herbal, khususnya untuk pengobatan penyakit-penyakit degeneratif
(kanker, diabetes, asam urat, kolesterol, dll) serta sebagai penangkal radikal bebas. Dengan adanya
kombinasi bahan-bahan yang memiliki aktivitas sinergis sebagai antioksidan, maka diharapkan
kombinasi bahan herbal ini dapat membantu meminimalisir dampak buruk akibat radiasi dari telepon
seluler.

Anda mungkin juga menyukai