Anda di halaman 1dari 14

Kajian Strategi dan Keamanan Internasional

TINDAKAN INSURGENSI KELOMPOK MACAN TAMIL DI NEGARA


SRILANKA
MAKALAH INI DITUJUKAN UNTUK TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH KAJIAN
STATEGI DAN KEAMANAN INTERNASIONAL

MUHAMMAD REZA M. (0801513031)


HUBUNGAN INTERNASIONAL
FISIP
UNIVERSITAS AL AZHAR INDONESIA
JAKARTA
1

2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Dalam makalah ini penulis
membahas tentang perspektif realisme dalam studi keamanan Makalah ini dibuat untuk tujuan
memenuhi tugas individual mata kuliah Kajian Strategi dan Keamanan Internasional. Penulis
menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang sifatnya membangun sangat di harapkan guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan penulisan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
sekalian.

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................................3
BAB 1. PENDAHULUAN
1.A. LATAR BELAKANG.................................................................................................4
1.B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................6
1.C. TUJUAN PENULISAN...............................................................................................6
1.D. MANFAAT PENULISAN...........................................................................................6
BAB 11. KERANGKA TEORI.......................................................................................................7
BAB III. ISI
A. LATAR BELAKANG KELOMPOK INSURGENSI MACAN TAMIL.....................8
B. UPAYA PEYELESAIAN KONFLIK PEMERINTAHAN SRI LANKA DENGAN
KELOMPOK INSURGENSI MACAN TAMIL..........................................................9
BAB IV. KESIMPULAN..............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................13

BAB 1
PENDAHULUAN
1.A. LATAR BELAKANG
Insurgensi adalah pemberontakan bersenjata yang melawan otoritas politik yang ada tapi
yang masuk ke dalam kelompok insurgent tidak sama dengan belligerensi. Sebenarnya tidak ada
semacam doktrin yang melekat pada insurgens atau pemberontak yang menggunakan taktik
perang guerilla untuk menggunakan teror. Dalam doktrin militer Inggris, insurgensi didefinisikan
sebagai sebuah gerakan terorganisasi yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan
konstitusional melalui penggunaan subversi dan konflik bersenjata1. Definisi yang sama
digunakan pula oleh North Atlantic Treaty Organization (NATO) 2 Departemen Pertahanan
Amerika Serikat menggunakan definisi yang serupa, yakni sebuah gerakan resistensi yang
terorganisasi yang menggunakan subversi, sabotase, dan konflik bersenjatauntuk mencapai
tujuannya dan mencoba untuk menggulingkan tatanan sosial yang ada dan mengalokasi ulang
kekuasaan yang ada di dalam negara. Walau terkadang mereka berhasil menerapkan taktik ini
untuk mengkampanyekan tujuan-tujuannya. Penggunaan cara- cara teror oleh pemberontak atau
insurgens sebenarnya dilakukan dengan hati-hati dengan mempertimbangkan efektivitas dan
masa depan tujuan dari pemberontakan itu sendiri, yang paling penting adalah boleh
menghancurkan pemerintah dengan tujuan mendapatkan dukungan yang besar. Tujuan akhir dari
sebuah pemberontakan adalah menantang kontrol dari pemerintah atas semua atau sebagian dari
daerah, atau memaksa kekuatan politik untuk dapat berbagi kekuasaan politik.3
1 UK Ministry of Defence 2004: 4.
2 Joanna Spear, Counterinsurgency dalam Paul D. Williams, Security Studies: An
Introduction (London: Reutledge), 2008, h. 392.
3 Theodore A. Couloumbis & James H. Wolfe, Introduction to International Relations: Power and Justice, New
york : Prentice-Hall Englewood 1986, 12

Pemberontakan dan gerakan guerilla dapat mematuhi norma-norma internasional


mengenai hukum perang dalam mencapai tujuan mereka, tetapi teroris dalam melakukan aksi
nya melakukan kejahatan tanpa memperdulikan hukum sipil ataupun militer. Insurgent biasanya
menggunakan medan yang sulit dalam taktiknya. Hal ini memberikan keuntungan tersendiri pada
para insurgent yang biasanya lebig mengan medan-medan yang sulit tersebut.para insurgent yang
biasanya lebih mengenal medanmedan yang sulit tersebut.Pemberontakan atau Insurgensi
memerlukan dukungan aktif atau pun dukungan pasif dari masyarakat setempat. Dukungan dari
luar serta pengakuan atau persetujuan dari negara lain atau badan politik sangat penting bagi
insurgen, tetapi juga tidak merupakan suatu keharusan. Kegiatan teroristme dengan kegiatan
insurgensi adalah hal yang berbeda. Perbedaannya dengan insurgensi adalah terorisme tidak
memiliki suatu basis tempat atau bisa disebut markas, sementara insurgensi mempunyai hal itu.
Jadi, penanganan daripada insurgensi lebih bisa diterapkan di lapangan daripada terorisme.
Penyelesaian terhadap insurgensi lebih bisa menuju langsung ke sasarannya, sementara hal
tersebut tidak bisa dilakukan terhadap terorisme. Terorisme dan insurgensi sebenarnya memiliki
tujuan yang sama di bidang politik, yaitu ingin menggulingkan sistem yang ada. Namun,
keberhasilan yang dicapai oleh gerakan daripada terorisme dan insurgensi memiliki 4 kategori,
yaitu dalam hal waktu, space, legitimasi, dan dukungan yang didapat atas musuh mereka. Tujuan
daripada pemimpin irregular warfare ini adalah menggunakan kekuatan mereka untuk melawan
kelemahan musuh.

1.B. RUMUSAN MASALAH


1. Apakah yang dimaksud dengan kelompok Macan Tamil itu?
2. Bagaimana langkah penyelesaian yang diambil oleh Negara Sri Lanka dalam konflik yang
disebabkan oleh kelompok ini?

1.C. TUJUAN PENULISAN


Makalah ini ditulis untuk memenuhi kewajiban penulis sebagai mahasiswa dalam mata
kuliah studi keamanan internasional. Selain itu penulisan makalah ini diharapkan mampu untuk
meberikan pengetahuan kepada akademisi hubungan internasional khusus dan masyarakat secara
umum agar lebih mampu untuk memahami studi keamanan internasional khususnya yang dilihat
dan dianalisa dari kacamata paradigma realis.

1.D. MANFAAT PENULISAN


Manfaat penulisan ini adalah untuk mengetahui tujuan dan penyelesaian konflik yang disebabkan
oleh kelompok Macan Tamil.

BAB II
KERANGKA TEORI
Dalam menganalisis peristiwa konflik yang disebabkan oleh kelompok insurgensi Macan
Tamil yang mengancam kedaulatan Negara Sri Lanka penulis menggunakan perspektif
paradigma realis. Realisme merupakan sebuah perspektif yang paling diakui di dalam Hubungan
Internasional. Berdasarkan fakta bahwa perspektif realisme berakar dari asumsi dasar tentang
pesimisme dan skeptisisme terhadap sifat dasar manusia. Pesimisme dan skeptisisme tersebut
terutama tentang peluang yang sangat kecil dalam kemajuan politik internasional dan politik
domestik, yang kemudian dapat disebut sebagai asumsi kedua. Asumsi ketiga adalah bahwa
dunia ini sebenarnya terdiri atas negara-negara berdaulat yang saling terlibat konflik anarkis.
Peranglah yang kemudian menjadi penyelesaian konflik tersebut. Asumsi keempat adalah
menjunjung tinggi keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara. 4 Berdasarkan pendekatan
literatur Strategic Studies, insurgensi adalah Perjuangan oleh kelompok yang tidak berkuasa
terhadap pemerintahan yang berkuasa dengan menggunakan sumber daya politis dan kekerasan
untuk mencapai tujuan politik.5 Insurgensi merupakan salah satu bentuk perang asimetris atau
non-konvensional. Jika perang konvensional terjadi karena kedua pihak menggunakan metoda
dan alat yang sama, dan cenderung melibatkan negara sebagai aktor perang , maka dalam perang
asimetris, kedua pihak tidak menggunakan metoda dan asset yang sama. Perang asimetris terjadi
karena satu pihak menyadari kekuatannya jauh lebih lemah dan pasti kalah jika menghadapi
4 Jackson, Robert & Sorensen, George. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: PT Pustaka Pelajar,
1999, hlm. 88.

5 Gray, C. S. (2013), Perspectives on strategy. Oxford : Oxford University Press, 2013, hlm. 264.

lawan dengan metoda yang sama, maka ia memilih cara untuk tidak langsung menghadapi
kekuatan lawan.

BAB III
ISI
A. LATAR BELAKANG KELOMPOK INSURGENSI MACAN TAMIL

Pada abad ke-20, selama dua dekade terkahir, taktik rendah biaya dengan efek yan
mematikan bernama terorisme telah menjadi aspek yang tidak hanya digemari oleh
kelompok teroris, tetapi juga kelompok gerilya dan insurgensi; tidak hanya di kawasan
Timur-Tengah, tetapi juga di Sri Lanka6. Kelompok Liberation Tigers of Tamil Eelam
(LTTE) atau yang lebih dikenal dengan nama Macan Tamil. LTTE merupakan suatu
gerakan insurgensi yang berbasiskan etnis, bertujuan mendirikan Negara Tamil yang
independen di Tenggara Sri Lanka. Dibentuk pada tahun 1976 oleh Velupillai
Prabhakharan, Macan Tamil telah melancarkan gerakan-gerakan gerilya melawan
pemerintah Sri Lanka7. 4 Gerakan LTTE terkenal karena keberadaan Macan Hitam,
sebuah divisi bom bunuh diri yang dibentuk pada tahun 1987 dan telah melancarkan
ratusan aksi bom bunuh diri (termasuk pembunuhan Perdana Menteri India, Rajiv
Gandhi), sebelum dikeluarkannya perjanjian gencatan senjata pada tahun 2001. LTTE
6 Cindy C. Combs dan Martin Slann, Encyclopedia of Terrorism (Revised Edition) (New
York: Facts On File, Inc.), 2007, h. 312
7 Ann E. Robertson, Key Players, dalam Global Issues: Terrorism and Global Security
(New York: Facts On File, Inc.), 2007, h. 293.

juga bertindak sebagai pemerintah secara de facto, mendirikan kepolisian, membangun


sekolah, serta pengadilan. Kelompok ini dikecam oleh komunitas internasional di antara
karena menggunakan anak-anak dalam kampanyenya.8

LTTE dikatakan sebagai organisasi pergerakan insurgensi/teroris yang terkuat di


dunia. LTTE, yang tujuan politiknya berkenaan dengan konflik etno-politik di Sri Lanka,
dikatakan memiliki jaringan logistik dan infrastruktur yang tersebar di seluruh dunia.
Organisasi ini memiliki tentara darat dan laut yang dilengkapi dengan senjata modern dan
sistem intelijen serta didukung dengan mesin propaganda. Raymond, dalam Maritime
Terrorism in Southeast Asia menyatakan, sejauh ini kelompok teroris maritim paling
terkenal adalah LTTE yang telah menerapkan taktik teroris maritim sejak 1980-an dalam
upaya mereka melawan pemerintah Sri Lanka. Tom Marks dari National Defense
University dalam Forest (2007) mengatakan bahwa LTTE seringkali diberi label sebagai
teroris oleh banyak pemerintahan, namun pada kenyataannya, LTTE adalah insurgensi,
baik dalam hal tujuan maupun metodologinya. Kesuksesan LTTE menunjukkan
kemampuan gerakan institusional totalitarian yang radikal untuk merekrut, melakukan
sosialisasi, dan memanfaatkan sumber daya manusia hingga dapat terdoktrinasi secara
total hingga para kombatannya memilih bunuh diri dengan meminum kapsul sianida
daripada ditangkap hidup-hidup.

C. UPAYA PEYELESAIAN KONFLIK PEMERINTAHAN SRI LANKA DENGAN


KELOMPOK INSURGENSI MACAN TAMIL
Sejak LTTE berkembang menjadi gerakan perlawanan yang kuat, keadaan
menjadi semakin buruk. Pemerintah Sri Lanka mencoba untuk menghentikan ancamanancaman mereka. Pemerintah Sri Lanka tersebut berupaya menerapkan berbagai
kebijakan seperti negosiasi perdamaian hingga perang sipil. Banyak organisasi asing dan
negara-negara tetangga mengupayakan dialog antara kalangan Tamil dan penduduk etnis
Tamil di negara bagian Tamil Nadu yang telah menekan pemerintah India untuk
8 Ibid.

melindungi komunitas itu di Sri Lanka. Pada tahun 1983, Perdana Menteri Nyonya Indira
Gandhi memulai usaha perundingan damai dan dilanjutkan oleh anaknya, Rajiv Gandhi,
setelah tewas terbunuh.9 Pada 1987, sebuah kesepakatan damai terbentuk antara India dan
Sri Lanka. Kesepakatan itu menegaskan bahwa Tamil harus diberikan otonomi khusus di
wilayah Utara dan Timur. India juga mengirimkan pasukan penjaga perdamaian untuk
menggantikan peran pasukan Sri Lanka. Keterlibatan militer India dikecam oleh kalangan
nasionalis Sinhala. Pasukan penjaga perdamaian itu sendiri gagal melucuti LTTE dan
tidak mampu mencegah kekerasan yang terjadi sampai kemudian tarik dari Sri Lanka
pada tahun 1990.10

Sesudah India menarik pasukannya, LTTE secara cepat menduduki kawasan utara
Sri Lanka. Pemerintah menolak mengakui otoritas mereka di wilayah itu. Pada 1995,
Presiden Candrika Kumaratunga memenangkan pemilu dengan janji untuk membuat
usulan pembagian kekuasaan. Hampir 3 bulan kemudian, LTTE mengingkari kesepakatan
damai dan pertikaian antara mereka dengan pasukan pemerintah meletus kembali.
Pemerintah mengerahkan operasi militer besar-besaran untuk merebut Jaffna, wilayah
yang menjadi basis gerakan LTTE. Sejumlah faktor kemudian memperuncing kegagalan
perundingan tersebut. Partai Front Nasional Bersatu yang memerintah kalah dalam
pemilu dan digantikan oleh Alinasi Kebebasan Rakyat Bersatu. Pemerintahan baru
enggan melanjutkan perundingan damai dan menolak prinsip-prinsip yang diajukan oleh
Norwegia. LTTE sendiri terbelah. Mereka membentuk basis perlawanan yang terpisah di
kawasan Utara dan Timur, masing-masing dipimpin oleh Parabhakaran dan Colonal
Karuna. Situasi buruk menimpa LTTE. Parabhakaran kemudian menyingkirkan Karuna
serta memaksa secara rahasia agar sejumlah besar pasukan pindah ke wilayah Timur dari
posisi awal di Utara. 11
9 Joseph, M. Dondelinger. 2010. In Sri Lanka Triump of Vulgar Patriotism. Journal of Current History, Vol 109.
10 Helena, J. Whale. 1995. The Right to Self Determination: The Sri Lankan Tamil National Question. Tamil
Information Center.London.
11 Lawrence, J. Zwier. 1998. Sri Lanka: War Torn Island. Lerner Publicantuon Company, Minnesota, USA.

10

Pada Desember 2004, bencana tsunami merusak sebagian besar wilayah utara dan
timur yang memperparah keadaan. Pemerintah dan LTTE berselisih soal distribusi
bantuan. LTTE menuduh pemerintah telah bersikap curang. Situasi ini memperburuk
kebekuan perundingan dan gencatan senjata yang dirintis sejak 2002. Akan tetapi, pada
akhir 1990-an, LTTE kembali berhasil memperoleh kembali wilayah-wilayah basis
gerakannya, sekalipun gagal merebut Jaffna. Upaya gencatan senjata disetujui LTTE dan
pemerintah pada tahun 2002, sesudah berbulan-bulan perundingan damai yang difasilitasi
oleh pemerintah Norwegia. Sepanjang perundingan berlangsung, LTTE kembali
mempersenjatai dirinya dan pada April 2003, mereka menarik diri dari perundingan dan
menuntut penarikan pasukan pemerintah dari Jaffna. Menurut LTTE, tanpa upaya ini,
usaha perundingan damai sama sekali tidak bermakna. Pertempuran antara pemberontak
LTTE dan pasukan pemerintah menurun hingga bulan April 2006 ketika kerusuhan pecah
di timur laut dan terjadi ledakan yang menewaskan 16 orang. Pada tanggal 11 Mei 2006,
LTTE menyerang sebuah konvoi Angkatan Laut. Serangan itu dipandang sebagai
pelanggaran yang paling mencolok terhadap perjanjian perdamaian 2002. Pada tanggal
16 Oktober 2006, serangan bunuh diri LTTE terhadap konvoi angkatan laut Sri Lanka
menewaskan 93 pelaut dan melukai 150 lainnya. Perundingan Perdamaian berhenti, dan
serangan oleh pemberontak LTTE dan pasukan pemerintah dilanjutkan. LTTE
menindaklanjuti hal ini menyerang dengan serangan bunuh diri di sebuah pangkalan
angkatan laut Sri Lanka pada tanggal 18 Oktober 2006. Pada 16 Januari 2008, pemerintah
secara resmi membatalkan gencatan bersenjata dengan LTTE, dan konflik yang intensif
terjadi sepanjang tahun. Pemerintah menggunakan komando militer yang dikenal sebagai
Deep Penetration Unit untuk melakukan operasi terhadap LTTE di Vanni yang dikuasai
LTTE. LTTE juga menggunakan operasi khusus untuk melakukan infiltrasi terhadap
pasukan keamanan pemerintah. Kader bunuh diri LTTE, juga dikenal sebagai "Black
Tiger" membunuhi warga sipil dalam serangan yang ditargetkan pada kekuatan militer
lawan. LTTE dilaporkan menggunakan bahan kimia, seperti gas air mata atau CS gas
kerusuhan kontrol, dalam situasi pertempuran. Pada tanggal 16 Mei 2009, dua divisi
Angkatan Darat bergerak dari arah berlawanan bergabung, menjebak Macan Tamil di
wilayah sempit dan pendek dari garis pantai. Militer mengatakan telah menghapuskan

11

seluruh pimpinan Pembebasan Macan Tamil Eelam, termasuk pemimpin-pendiri


kelompok pemberontak ini. Laporan televisi pemerintah mengatakan bahwa pemimpin
LTTE, Velupillai Prabhakaran, terbunuh oleh militer. Untuk pertama kalinya dalam 26
tahun, pemerintah mengatakan seluruh wilayah negara di pulau ini kembali di bawah
kontrolnya.12

BAB IV
KESIMPULAN

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa LTTE adalah kelompok insurgensi yang
menggunakan strategi dan taktik terorisme dalam upaya pencapaian tujuannya. Strategi dan
taktik terorisme yang digunakan antara lain serangan terhadap target-target sipil dan militer
(tidak dalam pertempuran) dengan menggunakan metode bom bunuh diri dan penggunaan bahan
peledak dalam cara-cara lain, terorisme maritim (menenggelamkan kapal laut), serangan
terhadap tempat-tempat publik seperti bandara dan stasiun kereta, hingga pembunuhan politik.
Terorisme digunakan dalam insurgensi LTTE untuk mencapai beberapa tujuan, di antaranya
sebagai alat propaganda, alat provokasi, strategi memperpanjang konflik dan melelahkan musuh,
dan menciptakan suasana kacau secara umum. Akan tetapi, secara garis besar, terorisme
digunakan oleh LTTE karena dua pertimbangan utama, yaitu pertimbangan kapabilitas dan
12 M.A.A.J. Kularatne, How do Separatist Insurgents Use Negotiations for Their Growth
and Survival? 2006, Tesis Master of Military Art and Science, University of Kelanya, Sri Lanka.

12

utilitas. Meskipun pencapaian tujuan-tujuan parsial ini berhasil memberi LTTE kesohoran di
komunitas internasional dan memperpanjang usia organisasi dan perjuangan mereka, strategi
terorisme terbukti tidak berkontribusi pada pencapaian tujuan utama mereka, yaitu pendirian
negara Tamil yang merdeka dari Sri Lanka. Secara ironis, metode terorisme yang digunakan
LTTE justru memberi jalan bagi pemerintah Sri Lanka untuk menghancurkan mereka secara
militer tanpa tentangan berarti dari negara- negara besar yang pada akhirnya mengakhiri
keberadaan LTTE.

DAFTAR PUSTAKA

Joanna Spear, Counterinsurgency dalam Paul D. Williams (ed.), Security Studies: An


Introduction (London: Reutledge), 2008, h. 392.
Theodore A. Couloumbis & James H. Wolfe, Introduction to International Relations: Power and
Justice, New york : Prentice-Hall Englewood 1986, 12
Robert Jackson dan George Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2009, hml 88.
Cindy C. Combs dan Martin Slann, Encyclopedia of Terrorism (Revised Edition) (New
York: Facts On File, Inc.), 2007, h. 312
Gray, C. S. (2013), Perspectives on strategy. Oxford : Oxford University Press, 2013, hlm. 264.
Ann E. Robertson, Key Players, dalam Global Issues: Terrorism and Global Security
(New York: Facts On File, Inc.), 2007, h. 293.
Joseph, M. Dondelinger. 2010. In Sri Lanka Triump of Vulgar Patriotism. Journal of Current
History, Vol 109.
13

Helena, J. Whale. 1995. The Right to Self Determination: The Sri Lankan Tamil National
Question. Tamil Information Center.London.
Lawrence, J. Zwier. 1998. Sri Lanka: War Torn Island. Lerner Publicantuon Company,
Minnesota, USA.
M.A.A.J. Kularatne, How do Separatist Insurgents Use Negotiations for Their Growth
and Survival? 2006, Tesis Master of Military Art and Science, University of Kelanya, Sri
Lanka.

14

Anda mungkin juga menyukai