Quality control (QC) is an absolute condition to maintain an industry or companies existents in long
term period. Unfortunately, there are a lot of small and medium scale industries still ignore the QC of their
operation activities. In this case, studies had been done to analyze QC of bread production at PT. AC.
The analysis of production QC problem at PT. AC Tangerang used Statistical Quality Control (SQC)
method, using Cause-Effect Diagrams, Pareto Diagrams, and Control Chart Method.
The result of analysis showed that the QC was done by the company only at critical control points
of bread processing and selection of finishing products quality which use five senses. In other word, they
have not done preventive quality control yet, that is all the information did not use to find out the causal
facts of failure product.
The recommendation could be given to the company, they should have a QC team or if it is
possible, a special unit that does QC, whereas at short term able to analyze and find out the solution of
uncontrolled production process, such as QC concept using Deming Plan-Do-Check-Action (PDCA) cycle
continuously. That step is followed by making new form and used SQC method to do the analysis of
products quality data. In long term, this unit can bring company to get ISO.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
PT. AC bergerak dalam bidang usaha industri dan perdagangan roti tawar, roti manis dan
bagelen dengan orientasi pemasaran lokal (100%). Usahanya dimulai dari usaha pembuatan roti
(home industry) dan dijual khusus melalui outlet milik sendiri yang menyatu dengan rumah tinggal
pemilik hingga tahun 1989. Selanjutnya, usaha diperluas dengan menyewa tempat untuk pabrik dan
pemasaran tidak melalui outlet, tetapi langsung kepada konsumen dengan menggunakan jasa
pedagang keliling (gerobak dan sepeda) dan ke toko-toko.
Perusahaan memproduksi berbagai jenis roti manis, roti tawar dan bagelen dengan berbagai
rasa, mutu dan merk dagang. Mutu produk dibedakan berdasarkan komposisi resep (ingredients)
dengan harga jual yang berbeda-beda dan masing-masing produk mempunyai pangsa pasar yang
berbeda. Menurut Juran (1979), mutu merupakan kecocokan untuk digunakan, produk dapat
memenuhi kebutuhan dan kepuasan serta memberi jaminan kepercayaan pada konsumen. Selain itu,
Fiegenbaum (1991) menyatakan bahwa mutu produk yang dihasilkan harus memenuhi harapan
pelanggan.
2. Permasalahan
Di balik daya tahan yang dimiliki, banyak kendala yang dihadapi IKM, khususnya dalam
menghadapi era globalisasi. Salah satunya adalah masalah mutu produk yang dihasilkan, terutama
oleh IKM produk pangan. Dalam hal ini, banyak pihak manajemen IKM produk pangan belum
menyadari pentingnya penerapan QC dalam proses produksinya, sementara instrumen
legislasi/peraturan dunia, bahkan dalam negeri semakin ketat mensyaratkan mutu produk
berorientasi pada kepuasan dan keamanan pelanggan. Sebagai ilustrasi UU No. 8 tahun 1999
(Ariani, 1999) yang mewajibkan pelaku usaha untuk :
a. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
b. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa
tertentu, serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan.
c. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
d. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
1
2
52
Seiring dengan hal tersebut, maka tuntutan yang semakin meningkat dari konsumen telah
mengakibatkan persyaratan akan mutu produk dan jasa semakin tinggi, kemudian diikuti dengan
harga produk yang makin rendah, serta jaringan dan jangka waktu distribusi barang yang makin luas
dan cepat.
PT. AC Tangerang yang merupakan obyek kajian, masih termasuk dalam kategori IKM dan
merupakan salah satu industri produk pangan (roti), yang cepat atau lambat akan menghadapi
permasalahan dalam hal tuntutan akan mutu produk yang semakin meningkat dari pelangganpelanggannya. Apalagi saat ini semakin banyak pilihan jenis dan merk roti di pasaran, maka apabila
perusahaan ingin tetap bertahan di masa mendatang perlu mempertimbangkan pengembangan mutu
produk secara lebih serius.
3. Tujuan
Tujuan umum kajain ini adalah untuk melakukan analisa terhadap penerapan pengendalian mutu
pada salah satu industri kecil/menengah roti. Tujuan khususnya adalah :
a. Memperoleh hasil kajian dan identifikasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi proses
produksi roti pada PT. AC, Tangerang.
b. Mengkaji alternatif upaya perbaikan atau rekomendasi yang mungkin dilakukan dalam penerapan
pengendalian mutu pada perusahaan bersangkutan.
METODOLOGI
1. Lokasi
Lokasi kajian dari penelitian ini adalah sebuah perusahaan pembuat roti, yaitu PT. AC yang
berada di Tangerang, Jawa Barat.
2. Metode Kerja
Analisa terhadap permasalahan proses pengendalian mutu produk roti PT. AC, dilakukan dengan
menggunakan SQC dalam mengamati data defect product (Devitsiotis, 1981). SQC ini merupakan
pendekatan kuantitatif yang dikelompokkan menjadi :
a. Cause and Effect Diagram (Diagram Sebab Akibat)
Diagram ini dapat menjadi alat pengendalian proses statistika untuk menunjukkan faktor-faktor
penyebab (sebab) dan karakteristik mutu (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab.
Selain itu, diagram ini dapat memisahkan penyebab dari gejala, memfokuskan perhatian pada
hal-hal yang relevan dan dapat diterapkan pada setiap masalah. Pada dasarnya, diagram ini
digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan seperti membantu mengidentifikasikan akar dari
penyebab suatu masalah, membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah dan
membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.
b. Pareto Diagram (Diagram Pareto)
Diagram Pareto adalah diagram batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan
banyaknya kejadian. Setiap permasalahan diwakili oleh satu diagram batang. Masalah yang
paling banyak terjadi akan menjadi diagram batang yang paling tinggi, sedangkan masalah yang
paling sedikit akan diwakili oleh diagram batang yang paling rendah.
c.
53
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Deskripsi Umum
a. Manajemen Perusahaan
Direktur Utama adalah Bapak HS, yang sudah berpengalaman dalam menjalankan usaha
ini sejak tahun 1989. Sebelumnya yang bersangkutan bekerja di pabrik lampu, sedangkan bisnis
pembuatan roti ditangani oleh istrinya (AD) sejak tahun 1984.
Saat ini, Ibu AD bertindak sebagai Komisaris dan tugas-tugas operasional telah
didelegasikan kepada para pegawainya. Namun demikian, Bapak HS bersama istri tetap
mengawasi jalannya usaha, serta berperan dalam pengambilan keputusan utama dan penentu
kebijaksanaan perusahaan. Bentuk perusahaan adalah Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan
Akte Pendirian No. 40 tanggal 27-08-1992 dan Akte Perubahan No. 41 tanggal 11-08-1993.
b. Struktur Organisasi dan Kepegawaian
PT. AC telah memiliki struktur organisasi perusahaan dengan pendelegasian wewenang
dan job description sesuai dengan kapasitas personalia yang ada. Struktur organisasi yang
digunakan adalah struktur organisasi garis, di mana setiap atasan mempunyai sejumlah
bawahan yang akan memberikan pertanggungjawaban dalam pelaksanaan tugasnya kepada
atasan atas wewenangnya dan tunduk kepada atasannya secara langsung (Gambar 1).
KOMISARIS
DIREKTUR UTAMA
DIREKTUR OPERASIONAL
MANAJER KEUANGAN
DAN UMUM
1. Bagian Keuangan
dan Akuntansi
2. Bagian Pembelian
3. Bagian Personalia
4. Bagian Umum
5. Bagian Keamanan
MANAJER PABRIK
1. Bagian Produksi
2. Bagian
Pemeliharaan dan
Perbaikan
3. Bagian Gudang
MANAJER PEMASARAN
1. Bagian Distribusi
2. Bagian Pemasaran
54
2) Penghalus adonan (breaker)
Dengan alat ini adonan dihaluskan kembali setelah dilakukan fermentasi pertama.
Perusahaan menggunakan 3 unit dough breaker buatan tahun 1990 (2 unit) dan tahun 1994
(1 unit).
3) Pembagi dan pembulat adonan (devider dan rounder)
Prinsip kerja dari alat ini adalah membagi adonan menjadi potongan-potongan yang siap
diolah lebih lanjut. Perusahaan memiliki 2 unit semi auto devider dan rounder buatan tahun
1995 dan 1990 dengan kapasitas 36 buah per jam.
4) Alat pemulung/moulder
Dengan alat ini adonan dicetak sekaligus untuk dimasukkan ke dalam loyang-loyang.
Terdapat 3 unit dough moulder buatan tahun 1990 (2 unit) dan tahun 1996 (1 unit) yang
digunakan perusahaan ini.
5) Ruang fermentasi/proofer room
Dalam proofer room, adonan diistirahatkan agar terjadi fermentasi akhir sebelum adonan
0
dibakar dan suhu dipertahankan hangat ( 38 C). Perusahaan memiliki 3 unit retarded
proofer room buatan tahun 1995.
6) Alat pemanggang roti/Oven
Perusahaan memiliki tiga buah pemanggang roti/oven dengan jenis rotary oven buatan tahun
1996 berkapasitas 1.500 buah/jam untuk roti manis dan 800 buah/jam untuk roti tawar. Pada
oven rotari ini, loyang berisi adonan akan dirotasi selama pemanggangan, sehingga
pemanasan merata. Untuk meningkatkan pemerataan dan pemindahan panas, digunakan
blower, agar terjadi sirkulasi udara panas di dalam ruangan pemanggangan.
e. Proses Produksi
Pelaksanaan proses produksi di PT AC melibatkan dua bagian yang saling terkait dalam
menentukan mutu hasil produksi, yaitu bagian gudang dan bagian produksi. Mutu dari roti telah
ditentukan sejak persiapan bahan di bagian gudang. Kesalahan penimbangan dan pemberian
salah satu unsur bahan yang diminta (diorder) oleh bagian produksi akan mempengaruhi mutu
roti yang dihasilkan. Pegawai di bagian ini adalah yang telah bekerja minimal tujuh tahun di
perusahaan dan telah mampu melewati pelatihan khusus dari pemilik (Direktur Utama), antara
lain pelatihan mengenai pengenalan, pemesanan dan penimbangan bahan baku serta penentuan
komposisi bahan-bahan yang diperlukan untuk masing-masing resep roti. Keterkaitan bagian
produksi dengan penjualan dan persiapan bahan di gudang dijabarkan pada Gambar 2.
f.
Strategi Pemasaran
Untuk mengatasi kondisi persaingan baik dengan perusahaan yang skala usahanya hampir
sama maupun yang lebih kecil, perusahaan telah menerapkan beberapa strategi, antara lain :
1) membuat kemasan roti yang menarik, bahkan untuk roti murah dibuat inovasi dengan plastik
pembungkus yang terkesan mahal.
2) menjaga mutu roti, baik dari segi rasa maupun daya tahan roti (tidak cepat basi). Roti dibuat
dengan banyak pilihan rasa, sehingga dapat memenuhi selera konsumen.
3) memberi harga jual yang bersaing dan komisi untuk pihak agen dan pedagang keliling.
4) memberikan kelonggaran jangka waktu pembayaran kredit bagi pelanggannya, namun
dilakukan secara selektif.
55
BAGIAN
PEMASARAN
BAGIAN
PRODUKSI
BAGIAN GUDANG
BAHAN BAKU
REALISASI
PENJUALAN DAN
PESANAN ROTI
HARIAN
RENCANA
PRODUKSI HARIAN
PERENCANAAN DAN
PELAKSANAAN
PEMBELIAN BAHAN
BAKU
BERDASARKAN
PENGALAMAN
ANALISA TREND
PENJUALAN HARIAN
RENCANA PENJUALAN
HARIAN
ORDER PRODUK
HARIAN
RENCANA
PRODUKSI PER
SHIFT
ORDER BAHAN
BAKU PER SHIFT
PELAKSANAAN
PRODUKSI
RENCANA
PENGELUARAN
BAHAN BAKU PER
SHIFT
PENGELUARAN
BAHAN BAKU
SESUAI KOMPOSISI
Gambar 2. Keterkaitan bagian produksi, penjualan dan gudang bahan baku (adaptasi dari PT.
AC, 2002)
2. Hasil Kajian
a. Titik-titik kritis pengendalian mutu
Dilihat dari struktur organisasi (Gambar 1), tidak terdapat suatu unit atau seorang manajer
dalam perusahaan yang khusus menangani atau membawahi masalah pengendalian mutu.
Dalam pelaksanaannya, pengendalian mutu roti pada perusahaan tersebut dilakukan langsung
oleh pegawai bagian gudang dan produksi.
Pengendalian mutu terhadap produk roti dalam perusahaan masih dilakukan secara
sederhana dan belum terdapat pengendalian khusus terhadap parameter-parameter mutu seperti
parameter kimia (pH dan cemaran logam), mikrobiologi (kadar E. coli dan kapang) dan kapang
kandungan bahan baku (kadar gula, lemak dan air) melalui penelitian laboratorium. Pengawasan
yang dilakukan antara lain terhadap sifat fisik, bau dan rasa roti dilakukan hanya dengan
menggunakan panca indera.
Titik-titik kritis (critical point) dalam pengendalian mutu pada PT. AC, Tangerang terdapat
pada proses-proses :
1) Pembuatan formula/resep roti
Titik kritis utama dalam produksi roti di PT. AC, Tangerang adalah pembuatan
formula/resep roti. Keberhasilan produk roti tergantung dari formula (resep) yang digunakan.
Formula/resep roti akan menjadi acuan dalam pengeluaran bahan baku dari gudang,
sehingga petugas gudang wajib memahaminya, agar dapat menjamin ketepatan komposisi
bahan sesuai resep yang telah dibakukan.
Resep dasar roti sudah digunakan perusahaan ini selama belasan tahun dan
merupakan hasil percobaan berulang kali oleh Komisaris, sehingga dalam 10 tahun terakhir
dinyatakan sebagai resep tetap dan tidak boleh dimodifikasi lebih lanjut. Formula/resep roti
baru hanya dapat dibuat untuk jenis dan merk roti yang berbeda dengan yang telah ada.
Penggunaan merk/jenis bahan baku, sedapat mungkin sama dengan merk sejak saat
pertama kali produksi. Namun, apabila terjadi kelangkaan dari merk/jenis bahan baku
56
dimaksud, pemilik akan melakukan uji coba terhadap merk lain dan menentukan
penggantinya. Apabila kondisi telah normal, maka akan digunakan merk semula. Hal ini
dilakukan untuk menjaga mutu roti, agar pelanggan tidak mencari produk roti lain akibat
perubahan rasa.
2) Pengendalian bahan baku
Pengendalian bahan baku dilakukan dengan membuat catatan penerimaan dan
pengeluaran bahan oleh bagian gudang. Untuk keperluan proses produksi, bagian gudang
akan mengeluarkan bahan baku sesuai metode first in first out (FIFO). Metode ini digunakan
berkaitan dengan sifat bahan baku roti yang mudah rusak (perishable) dan mempunyai masa
kadaluarsa.
Prosedur pemeriksaan bahan baku yang wajib dilakukan oleh staf bagian gudang
dimulai dengan pemerikasaan fisik dan kemasan bahan baku yang diterma dari pemasok
meliputi keutuhan kemasan, kebocoran, kesesuaian ukuran yang dipesan, masa kadaluarsa
dan kerusakan lainnya. Apabila bahan baku yang dipesan jelek dan tidak sesuai, maka akan
ditolak dan dikembalikan ke pemasok. Apabila bahan baku dinyatakan baik, akan
ditempatkan dalam gudang dengan mencantumkan tanggal penerimaannya. Semua
permintaan bahan baku akan disesuaikan dengan resep dimana pengeluarannya akan
melewati satu pusat penimbangan yang diketahui, dicatat dan diparaf oleh petugas gudang
yang berwenang.
3) Pemeliharaan peralatan dan mesin
Perusahaan sangat memperhatikan pemeliharaan dan kebersihan alat-alat yang
digunakan. Hal ini berkaitan dengan tingkat keberhasilan produk akhir roti yang tergantung
dari kelancaran operasi mesin dan higienitas/sanitasi peralatan yang digunakan, serta tempat
penyimpanan peralatan.
Untuk mengatasi terganggunya produksi roti akibat kerusakan mesin, telah dilakukan
upaya-upaya berikut :
i. Melakukan servis mesin-mesin setahun sekali secara periodik.
ii. Melakukan servis besar mesin tiga tahun sekali yang dilakukan pada distributor/pusat
servis produsen mesin.
iii. Menempatkan operator dan teknisi mesin/mekanik pada setiap shift produksi minimal
tiga orang setiap shift.
Khusus untuk loyang, pembersihannya dilakukan minimal setiap dua kali pakai dan
setiap kali dibersihkan dilakukan pemanasan kembali. Hal ini perlu dilakukan karena suhu
dari loyang yang akan digunakan untuk mmbakar adonan dalam oven dapat menentukan
lengket tidaknya produk akhir roti, sehingga dapat mempengaruhi mutu produk dari segi
bentuk.
4) Pelaksanaan tahapan-tahapan proses produksi
Pada prinsipnya pada pelaksanaan seluruh tahap proses produksi, yaitu mixing, dough
breaking, deviding dan rounding, moulding, fermentasi, pemanggangan dan pengemasan
telah dilakukan pengawasan mutu oleh perusahaan, seperti yang tercantum pada Tabel 1.
Pengecekan terhadap titik-titik kritis dilakukan oleh pegawai bagian produksi atas dasar
pengalaman yang dimiliki, tetapi belum dibuat pelaporan hasil pengecekan.
Tabel 1. Pengawasan mutu yang telah dilakukan oleh perusahaan
No.
1.
Tahap produksi
Mixing
2.
Fermentasi I
3.
Dough Breaking
4.
Pengawasan mutu
Melakukan penambahan es
batu sebagai pengganti air
dalam adonan agar suhu mixer
tidak terlalu panas (maksimal
o
45 C)
- Memastikan waktu adukan
sesuai dengan ketentuan
(maksimal 30 menit untuk 1 bal
adonan)
Memastikan waktu fermentasi
telah mencukupi ( 20 menit)
Memastikan waktu penghalusan
adonan sesuai yang ditentukan
( 15 menit)
Memastikan pemasangan ukuran
yang tepat untuk setiap jenis roti
-
Tujuan
Elastisitas adonan terjaga
57
Lanjutan Tabel 1.
No.
5.
Tahap produksi
Fermentasi II
6.
Moulding
7.
Fermentasi Akhir
8.
Pemanggangan
9.
Sortasi
10.
Pengemasan
Pengawasan mutu
Memastikan waktu fermentasi telah
mencukupi ( 45 menit)
- Memastikan penggunaan
cetakan yang sesuai untuk tiap
jenis roti
- Memastikan rasa isi roti manis
dan roombutter untuk bagelen
- Memastikan suhu fermentasi
telah sesuai (38 - 39C)
- Memastikan waktu fermentasi
telah mencukupi ( 90 menit)
Memastikan suhu
pemanggangan telah sesuai
(170C)
- Memastikan pemanggangan
telah mencukupi (10 - 15 menit)
Melakukan pemilihan dan
pemisahan produk yang warna dan
bentuknya tidak sesuai
Melakukan pemeriksaan terhadap
kemasan produk jadi dari segi
penampakan fisik (tulisan dan
warna) maupun fungsinya (robek
atau kotor) sesuai jenisnya.
Tujuan
Adonan mudah ditangani
- Menjaga konsistensi bentuk
roti sesuai jenisnya
- Menjaga konsistensi rasa isi
dan roombutter
Menjaga agar ragi dapat
menghasilkan zat-zat yang
mampu memodifikasi adonan
untuk menghasilkan roti empuk
dan bercita rasa.
Menjaga agar produk akhir roti
tidak terlalu keras dan hangus
akibat pemanggangan terlalu
lama atau kurang matang.
Menjaga agar produk dengan
warna dan bentuk tidak sesuai
tidak terjual ke konsumen
Roti yang dikirim ke gudang
tidak mengalami perubahan
rasa, warna dan bentuk, serta
baik tampilannya.
Jenis gagal
Bentuk tidak seragam
Hangus
Isi keluar
Lain-lain
Jumlah
Frekuensi (kali)
Agustus
14
16
7
6
September
15
11
8
7
43
41
Frekuensi kumulatif
(kali)
Agustus
September
14
15
30
26
37
34
43
41
58
LAINLAINLAIN
LAIN
BAHAN
BAKU
UKURAN KURANG
MUTU TIDAK
SESUAI
LISTRIK
MATI
ALAT DAN
MESIN
RUSAK
KEBERSIHAN
KURANG
KOMPOSISI TIDAK
SESUAI RESEP
SUHU TIDAK
SESUAI
LANGKA
LEWAT MASA
KADALUARSA
AIR BERSIH
KURANG
MUTU
ROTI
KURANG
BAIK
MIXING TIDAK
OPTIMAL
TIDAK TELITI
SUHU
WAKTU
DOUGH BREAKING
TIDAK OPTIMAL
TIDAK HATI-HATI
DEVIDING &
ROUNDING TIDAK
OPTIMAL
MOULDING
TIDAK TERAMPIL
PEMANGGANGAN
SUHU
FERMENTASI
TIDAK OPTIMAL
WAKTU
PERSONIL
PROSES PRODUKSI
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
120.00
80.00
60.00
40.00
Persentase
100.00
Jumlah Produk
Gagal
Persentase
kumulatif
20.00
Lain-lain
Isi keluar
Hangus
0.00
Bentuk
tidak
seragam
Jumlah
Gambar 3. Diagram sebab akibat untuk mengidentifikasi akar masalah Mutu Roti Kurang Baik
Gambar 4. Diagram Pareto untuk jenis gagal produk PT. AC, Tangerang
59
16
14
12
10
8
6
4
2
0
120.00
Jumlah Produk
Gagal
Persentase
100.00
80.00
60.00
40.00
Persentase
kumulatif produk
gagal
20.00
Lain-lain
Hangus
Isi keluar
0.00
Bentuk
tidak
seragam
Jumlah
Gambar 5. Diagram Pareto untuk jenis gagal produk PT. AC, Tangerang
pada bulan September 2002
Dari Gambar 4 dan 5, perusahaan perlu memfokuskan diri untuk mencari penyebab
terjadinya kegagalan produk terhadap bentuk tidak seragam dan roti yang terlalu hangus,
karena keduanya akan memberikan dampak terbesar terhadap penambahan biaya
produksi sebagai akibat produk gagal.
3) Grafik Kendali
Saat ini, perusahaan melakukan pengendalian mutu dengan menggunakan
parameter bentuk, warna dan rasa yang dilakukan secara indrawi. Oleh karena itu, grafik
kendali yang digunakan untuk menganalisa PT. AC adalah grafik kendali data atribut pchart.
0.003
1
1
1
Proporsi
0.002
1
UCL=0.001843
P=0.001161
0.001
LCL=4.79E-04
0.000
0
10
20
Jumlah
Hari Sampel
ke
30
60
0.003
1
1
Proporsi
0.002
UCL=0.001691
P=0.001042
0.001
LCL=3.94E-04
0.000
0
10
20
Jumlah Sampel
30
Hari ke
61
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. PT. AC telah melakukan proses pengendalian mutu dalam kegiatan produksi roti, namun masih
memiliki kelemahan, seperti belum adanya prosedur baku pengawasan dan pengawasan hanya
dibuat dalam laporan singkat mengenai suatu permasalahan.
b. Hasil analisa SQC terhadap data perusahaan dengan diagram sebab akibat menunjukkan hasil
penyebab mutu roti kurang baik terjadi karena masalah bahan baku, alat dan mesin, personil,
proses produksi dan lain-lain. Sebagai ilustrasi, dari diagram Pareto terlihat, bahwa jenis
kegagalan produk yang dominan pada bulan Agustus dan September adalah bentuk tidak
seragam dan hangus, serta grafik kendali proses produksi perusahaan masih berada di luar
batas kendali, karena proses di luar garis UCL dan LCL sebanyak 32%, tetapi berikutnya
membaik (proses di luar kendali 9,7%).
2.
Saran
a. Parameter pengendalian mutu sebaiknya ditingkatkan, agar tidak hanya mengukur data atribut,
tetapi juga melakukan suatu penelitian laboratorium terhadap parameter-parameter yang dapat
diukur seperti parameter kimia, mikrobiologi dan kandungan bahan dalam produk jadi roti.
b. Dalam melakukan proses produksinya, PT. AC diharapkan mengikuti standar mutu yang berlaku
(SNI). Selain itu, perlu diupayakan untuk memperoleh sertifikat halal dari instansi terkait (MUI),
sehingga konsumen di Indonesia yang mayoritas beragama Islam dapat mempercayai produk
roti yang dihasilkan dan diharapkan dapat meningkatkan penjualan.
c. Perlu dibentuk tim khusus yang menangani masalah pengendalian mutu yang terdiri dari orangorang yang beraneka ragam dalam latar belakang pengetahuan/kemampuan, sehingga
permasalahan mutu bukan hanya dilihat dari proses produksi roti.
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, D.W. 1999. Manajemen Kualitas. Universitas Atmajaya, Yogayakarta.
Devitsiotis, K.N. 1981. Operation Management International Student Edition. Mc Graw Hill Inc, New York.
Feigenbaum. 1991. Total Quality Control. Mc Graw Hill Inc, New York.
Juran, J.M. 1979. Quality Control Handbook. Mc Graw Hill Inc, New York.
Montgomery, D.C. 1990. Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik (Terjemahan). Gajahmada Press,
Yogyakarta.
PT. AC. 2002. Company Profile. Tangerang.