Jbptitbpp GDL Herdianaku 31583 5 2008ts 4
Jbptitbpp GDL Herdianaku 31583 5 2008ts 4
IV.1
45
Nama Industri
Jenis Industri
Ubin
Tekstil
Galvanisasi
Minyak goreng
Farmasi
Galvanisasi
Galvanisasi
Tekstil
46
47
Parameter
pH
BOD
COD
DO
Total Fosfat sebagai P
Kadmium
Tembaga
Nitrit sebagai N (NO2)
Belerang sebagai H2S
fenol
Mei
Agustus
Baku Mutu
PP No. 82/2001
Kelas II
6,73
2,765
18,30
7,10
0,079
< 0,005
0,038
0,253
0,016
10,0
8,20
5,376
25,74
4,15
0,475
0,011
<0,005
0,05
0,009
20,0
6-9
3
25
4
0,2
0,01
0,02
0,06
0,002
1
Hasil Analisa
Satuan
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
g/l
48
IV.2
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat
dipercaya atau dapat diandalkan. Konsep reliabilitas adalah seberapa besar tingkat
konsistensi alat ukur untuk memberikan hasil yang sama dalam mengukur hal dan
subyek yang sama. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi yaitu pengukuran
yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya (reliabel). Reliabilitas
merupakan salah satu ciri atau karakter utama instrumen pengukuran yang baik.
Teknik perhitungan koefisien reliabilitas yang digunakan pada penelitian ini
adalah dengan menggunakan Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach. Nilai Alpha
Cronbach dapat diinterpretasikan sebagai suatu koefisien korelasi dengan nilai
alpha berkisar dari 0 sampai dengan 1. Nilai koefisien yang mendekati 1
menunjukkan konsistensi yang tinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan, keseluruhan item pada kuesioner yang digunakan
dalam penelitian ini memiliki nilai koefisien reliabilitas Alpha Cronbach yang
memenuhi syarat. Nilai reliabilitas masing-masing item pertanyaan dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel IV.3 Nilai Reliabilitas Berdasarkan Koefisien Alpha Cronbach
Variabel Penelitian
Materi Pertanyaan
Stewardship Value
pelestarian Sungai
Bequest Value
Kaligarang
Existence Value
Nilai
Alpha
Cronbach
0,642
Indirect Value
Persepsi masyarakat
49
0,614
IV.3
Profil Responden
Total reponden sebanyak 100 kepala keluarga dari rumah tangga yang ada di
Kelurahan Barusari. Data umum responden meliputi nama dan alamat responden.
Tujuan pencantuman nama dan alamat responden ini adalah agar tidak terjadi
pengulangan responden. Berikut ini adalah profil dari responden pada penelitian
ini.
1.
Persentase (%)
60
48 %
40
20
0
Laki-laki
jenis kelamin
Perempuan
Persentase (%)
100
80
60
29 %
40
29 %
30 %
12 %
20
0
< 20 tahun 20-30 tahun 30-40 tahun 40-50 tahun > 50 tahun
Usia
Tingkat Pendidikan
Di dalam penelitian ini sebanyak 39% responden memiliki latar belakang
pendidikan SMU/ sederajat. Sedangkan 38% responden memiliki tingkat
pendidikan di bawah SMU (17% SLTP, 18% SD dan 3% tidak sekolah).
50
80
60
39 %
40
20
18 %
17 %
SD
SLTP
23 %
3%
0
Tidak Sekolah
SMU/
sederajat
Perguruan
Tinggi
Pendidikan
Pekerjaan
Sebanyak 36% responden memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta/
perdagangan. Sedangkan 33% responden memiliki pekerjaan lain-lain.
Pekerjaan lain-lain ini meliputi antara lain: pensiunan (11%), ibu rumah
tangga (17%) dan serabutan (5%).
100
80
60
20
33 %
36 %
40
8%
7%
16 %
0
PNS/ TNI/
POLRI
Karyaw an
sw asta
lainnya
Pekerjaan
Tingkat Penghasilan
Komposisi tingkat penghasilan responden paling banyak adalah pada
tingkat penghasilan sebesar Rp.1.000.000-Rp.1.500.000 yaitu sebanyak
51
sebanyak
19%,
Rp.2.500.000
sebanyak
9%,
tingkat
tingkat
penghasilan
penghasilan
Rp.2000.000-
Rp.
2.500.000-
Persentase (%)
100
80
60
40
20
31 %
22 %
19 %
12 %
9%
3%
4%
0
< 500.000
Rp. 1.000.000 Rp. 1.500.000 Rp. 2.000.000 Rp. 2.500.000 > Rp. 3.000.000
Rp. 1.500.000
Rp. 2.000.000 Rp. 2.500.000
Rp. 3.000.000
Penghasilan
Persentase (%)
100
80
56%
60
40
42%
20
2%
0
1-3 orang
4-7 orang
8-11 orang
Keluarga
Pengeluaran
Tingkat pengeluaran responden yang paling banyak berada pada kisaran
Rp. 1000.000-Rp.1.500.000 yaitu sebanyak 32% responden. Sedangkan
untuk tingkat pengeluaran sebesar Rp.500.000-Rp.1000.000 sebanyak
52
Persentase (%)
80
60
40
26%
21%
20
32%
20%
1%
0
< Rp. 100.000
Rp. 100.000
Rp. 500.000
Persentase (%)
7.
80
62 %
60
40
20
11 %
10 %
16 %
1%
0
< 1 tahun
1 5 tahun
5 10 tahun 10 20 tahun
> 20 tahun
Lama Tinggal
53
Persentase (%)
89 %
80
60
40
11 %
20
0
Milik sendiri
Sew a/ kontrak
Dinas
IV.4
Sikap dan perilaku masyarakat terhadap Sungai Kaligarang perlu untuk diketahui
agar dapat dieksplorasi pemikiran tiap-tiap individu terhadap kondisi air Sungai
Kaligarang. Pertanyaan-pertanyaan mengenai sikap masyarakat terhadap Sungai
Kaligarang yang ada di dalam kuesioner didesain sedemikian rupa agar dapat
mengungkapkan sebanyak mungkin motif-motif yang mendasari perlunya
pelaksanaan usaha konservasi sungai. Dari beberapa pertanyaan dalam kuesioner
akan dapat diketahui penggunaan Sungai Kaligarang oleh responden, termasuk
juga persepsi dan pengetahuan responden terhadap pencemaran air Sungai
Kaligarang.
2.
54
3.
Jumlah ikan yang ada di Sungai Kaligarang tiap tahun senantiasa berkurang,
menurut anda apakah ini merupakan suatu masalah yang cukup serius?
(Existence value) (Q14).
4.
Sungai Kaligarang yang bersih dan nyaman akan menarik pengunjung untuk
wisata/ rekreasi air sehingga hal ini akan membuka adanya peluang ekonomi/
bisnis (Indirect value) (Q15).
IV.4.1.1.
Stewardship Value
Tidak
21%
Ya
71%
Tidak Tahu
8%
55
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
83.33
75.86
72.41
20-30 tahun
n=12
30-40 tahun
n=29
40-50 tahun
n=29
60
Persentase (%)
Persentase (%)
84.62
22.22
Sekolah Dasar
n=18
>50 tahun
n=30
95.65
70.59
SLTP/ Sederajat
n=17
SLTA/ Sederajat
n=39
Perguruan Tinggi
n= 23
Pendidikan Responden
Usia Responden
Pada grafik hubungan antara motif stewardship value dengan usia responden
menunjukkan bahwa kelompok usia responden yang paling banyak memiliki
motif ini sebagai alasan dalam mendukung upaya pelestarian Sungai Kaligarang
adalah pada kelompok usia 20-30 tahun yaitu sebanyak 83,33%. Semakin tua
umur responden motif stewardship value ini akan semakin berkurang. Bila dilihat
pada grafik hubungan antara motif stewardship value dengan pendidikan
responden menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan responden
maka kesadaran responden untuk melestarikan Sungai Kaligarang berdasarkan
motif stewardship value ini semakin besar. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi
kesadaran responden untuk melestarikan sungai juga tinggi karena responden
beranggapan bahwa melestarikan sungai merupakan kewajiban meskipun sungai
tersebut tidak pernah dimanfaatkan sama sekali oleh responden maupun oleh
orang lain.
IV.4.1.2.
Bequest Value
Pernyataan (Q13) dalam kuesioner mewakili bequest value sebagai salah satu
motif/ alasan perlunya dilakukan konservasi sungai. Bequest value beranggapan
bahwa konservasi sungai perlu dilakukan untuk kepentingan generasi yang akan
datang. Survei yang dilakukan menunjukkan bahwa sebanyak 95% responden
memiliki motif bequest value ini sebagai alasan perlunya dilakukan konservasi
Sungai Kaligarang. Hal ini menunjukkan bahwa motif ini cenderung kuat sebagai
alasan bagi responden dalam mendukung upaya konservasi Sungai Kaligarang.
Hanya 1% saja yang tidak memiliki motif ini. Sedangkan sisanya 4% responden
56
merasa ragu-ragu dengan motif ini sebagai alasan perlunya dilakukan konservasi
Sungai Kaligarang.
Tidak
1%
Tidak Tahu
4%
Ya
95%
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
100
20-30 tahun
n=12
96.55
30-40 tahun
n=29
96.55
90
40-50 tahun
n=29
Persentase (%)
Persentase (%)
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
100
Tidak Sekolah
n=3
>50 tahun
n=30
100
100
77.78
66.67
Perguruan
Tinggi n= 23
Pendidikan Responden
Usia Responden
Gambar IV.13 Hubungan antara Bequest Value dan Latar Belakang Responden
Responden dengan kelompok usia 20-30 tahun pada penelitian ini semuanya
memiliki motif bequest value dalam mendukung upaya pelestarian Sungai
Kaligarang. Kelompok responden yang paling sedikit memiliki motif ini ada pada
kelompok usia di atas 50 tahun yaitu sebanyak 90%. Apabila dilihat dari tingkat
pendidikan
responden,
ternyata
semakin
tinggi
pendidikan
responden
menunjukkan hasil yang sangat signifikan terhadap adanya motif bequest value
ini. Responden pada kelompok pendidikan SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi
semua menyatakan setuju dengan motif bequest value ini. Hal ini disebabkan
karena dengan pendidikan yang cukup tinggi, kesadaran responden bahwa Sungai
Kaligarang harus dijaga kelestariannya untuk kepentingan masa depan generasi
yang akan datang juga akan sangat tinggi.
57
IV.4.1.3.
Existence Value
Pernyataan (Q14) berhubungan dengan existence value, yaitu suatu nilai yang
menyatakan bahwa usaha konservasi sungai perlu dilakukan untuk melindungi
ekosistem yang ada di sungai seperti ikan dan tanaman air. Dimana sungai
diperlukan sebagai habitat bagi ikan dan tanaman air serta untuk mendukung
kelangsungan hidup ekosistem sungai tersebut. Hasil dari survei yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa 82% responden memiliki motif ini sebagai alasan
untuk melestarikan Sungai Kaligarang. Sedangkan 9% responden menyatakan
tidak setuju dengan pernyataan tersebut, sehingga dapat dikatakan responden
tersebut tidak memiliki motif existence value dalam melestarikan Sungai
Kaligarang.
Tidak
Tahu
9%
Ya
82%
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
83
89
89
66
20-30 tahun
n=12
30-40 tahun
n=29
40-50 tahun
n=29
>50 tahun
n=30
Persentase (%)
Persentase (%)
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
72.22
89.74
82.61
33.33
Tidak Sekolah
n=3
Usia Responden
82.35
Sekolah Dasar
n=18
Pendidikan Responden
Gambar IV.15 Hubungan antara Existence Value dan Latar Belakang Responden
Pada penelitian ini responden yang paling banyak memiliki motif existence value
sebagai alasan perlunya dilakukan konservasi Sungai Kaligarang adalah pada
kelompok usia 30-40 tahun dan 40-50 tahun yaitu sebesar 89%. Sedangkan
kelompok usia di atas 50 tahun hanya 66% yang memiliki motif ini. Bila dilihat
58
IV.4.1.4.
Indirect Value
Ya
99%
100
20-30 tahun
n=12
100
96
30-40 tahun
n=29
40-50 tahun
n=29
100
Persentase (%)
Persentase (%)
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
100
94.44
>50 tahun
n=30
Usia Responden
100
100
SLTP/
Sederajat
n=17
SLTA/
Sederajat
n=39
100
Perguruan
Tinggi n= 23
Pendidikan Responden
Gambar IV.17 Hubungan antara Indirect Value dan Latar Belakang Responden
59
Pada penelitian ini hampir semua responden menyatakan setuju dengan motif ini
sebagai alasan untuk melestarikan Sungai Kaligarang. Dilihat dari segi usia dan
tingkat pendidikan tidak terlihat adanya perbedaan yang signifikan. Karena
responden dari tiap-tiap kelompok usia dan tingkat pendidikan hampir semuanya
sependapat dengan motif ini. Hal ini terjadi karena motif ini berhubungan dengan
adanya peluang ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan dari responden
bila Sungai Kaligarang dibuka sebagai tempat rekreasi.
Stewardship
Value
1
Bequest
Value
Bequest Value
0.353
Existence Value
0.420
0.211
Existence
Value
Indirect
Value
0.195
0.492
0.320
1
Indirect Value
Nilai korelasi : < 0,20 = Sangat kecil; 0,20 - < 0,40 = Kecil (tidak erat);
0,40 - < 0,70 = Cukup erat; 0,70 - < 0,90 = Erat; 0,90 - < 1,00 = Sangat erat;
1,00 = Sempurna
Dari hasil uji korelasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara responden yang memiliki motif non use values
(stewardship, bequest dan existence values). Hal ini dapat kita lihat pada besarnya
koefisien korelasi pada motif stewardship dan existence value sebesar 0,420 dan
koefisien korelasi pada motif stewardship dan bequest value sebesar 0,353.
Hubungan antara motif stewardship value dengan existence value dapat dikatakan
60
cukup erat dan hubungannya searah. Hal ini terjadi karena responden pada
penelitian ini ada yang bermata pencaharian sebagai pencari ikan, sehingga
berkurangnya jumlah ikan dapat menjadi masalah yang serius. Sedangkan
hubungan antara stewardship value dan bequest value dapat dikatakan kecil/ tidak
erat.
Hubungan antara motif non use values dan indirect values cukup erat dan positif,
yang ditunjukkan dengan besar koefisien korelasi sebesar 0,492. Di antara motifmotif lain, hubungan antara bequest value dan indirect value ini dapat dikatakan
paling cukup erat. Hal ini disebabkan karena pada penelitian ini banyak responden
yang memiliki motif indirect value dan bequest value secara bersamaan dalam
mendukung upaya pelestarian Sungai Kaligarang. Adanya hubungan yang cukup
erat dan positif dari masing-masing motif menunjukkan bahwa alasan responden
dalam mendukung upaya pelestarian Sungai Kaligarang tidak hanya terdiri dari
satu motif saja tetapi terdiri dari beberapa motif yang saling melengkapi.
61
Persentase (%)
47
Tiap minggu
13
Tiap bulan
Tidak tentu
30
Jumlah
100
Sekedar
lewat
17
Lain-lain
0
Tiap minggu
Tiap 2 minggu
Tiap bulan
Tidak tentu
24
42
28
20
31
Jumlah
Persentase (%)
Tiap minggu
Tiap 2 minggu
Frekuensi
Sekedar lewat
Memancing mencari ikan
Lain-lain
Tiap bulan
Tidak tentu
62
Persentase (%)
57
31
11
63
4%
Tidak
3%
Tidak tahu
93 %
Ya
0
20
40
60
80
100
Persentase (%)
64
Tidak
3%
Tidak tahu
64 %
Ya
0
10
20
30
40
50
60
70
Persentase (%)
Banyak sampah di
sungai
4%
Tidak
3%
Tidak tahu
93 %
Ya
0
20
40
60
80
100
Persentase (%)
65
Merasa terganggu
dengan kondisi Sungai
Kaligarang
Tidak
Raguragu
19 %
64 %
Ya
0
10
20
30
40
50
60
70
Persentase (%)
90
Persentase (%)
80
10
25
9.09
9.09
10
50
44.44
66.67
30
10
18.18
18.18
20
60
20
25
25
70
40
33.33
50
50
45.45
5.56
13.89
mencuci baju/ mandi
0
Tiap Hari
Tiap
Minggu
n= 36
n= 10
Tiap 2
Minggu
n= 3
n= 11
66
responden yang tidak tentu mengunjungi sungai didominasi oleh responden yang
melakukan aktivitas hanya sekedar lewat Sungai Kaligarang saja.
Menurut responden kondisi Sungai Kaligarang saat ini tidak nyaman bila
dibandingkan dengan keadaan pada 10-20 tahun yang lalu. Menurut masyarakat
karena banyak sampah yang dibuang di pinggir kali maka sungai sering bau dan
selain itu juga mengganggu keindahan pemandangan di sekitar Sungai
Kaligarang. Adanya pendangkalan sungai serta pulau-pulau di pinggir sungai
selain menimbulkan potensi banjir juga mengganggu keindahan sungai karena
menimbulkan kesan kumuh.
IV.5
100
80
100%
60
40
20
Ragu-Ragu
Tidak Setuju
0
Setuju
67
Persentase (%)
100
80
95 %
60
40
5%
20
0
0
Bersedia
Tidak Tahu
Tidak Bersedia
68
Frekuensi
WTP = 0
Persentase (%)
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-Laki
4
1
80
20
Usia
20-30 tahun
30-40 tahun
40-50 tahun
>50 tahun
2
1
1
1
40
20
20
20
Pendidikan
SD
SLTP
SMU/ Sederajat
1
2
2
20
40
40
Penghasilan
< Rp.500.000
Rp.1.000.000-Rp.1.500.000
Rp.1.500.000-Rp.2.000.000
2
2
1
40
40
20
Pekerjaan
Wiraswasta
Buruh Pabrik
Lain-Lain
1
2
2
20
40
40
2
3
40
60
4
1
80
20
Lama Tinggal
1-5 tahun
10-20 tahun
> 20 tahun
1
1
3
20
20
60
Lokasi Rumah
Dekat Sungai
Jauh dari Sungai
1
4
20
80
Responden yang tidak bersedia menyatakan WTP nya, atau memiliki WTP = 0
sebagian besar adalah responden dengan jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak
80% dan sisanya laki-laki sebanyak 20%. Hal ini terjadi karena pada umumnya
responden perempuan mengatur keuangan keluarga. Sehingga alasan ekonomi
menjadi pertimbangan utama dalam kesediaannya menyatakan WTP-nya. Bila
69
dilihat dari tingkat penghasilan, responden yang memiliki WTP = 0 paling banyak
pada kelompok responden dengan penghasilan <Rp. 500.000 (40%) dan pada
kelompok penghasilan antara Rp.1.000.000-Rp.1.500.000 sebanyak 40%. Namun
yang menarik ternyata ada 1 responden yang memiliki tingkat penghasilan antara
Rp.1.500.000-Rp.2.000.000 yang tidak menyatakan WTP-nya. Responden ini
meski memiliki penghasilan dan tingkat pendidikan yang cukup tinggi namun
tidak bersedia menyatakan WTP-nya, dengan alasan tidak menggunakan sungai
serta karena alasan lokasi rumahnya jauh dari sungai.
jauh
dekat
100%
Penghasilan
<Rp.500.000
Rp.1.000.000-Rp.Rp.1.500.000
Rp.1.500.000-Rp.2.000.000
Percent
75%
n=1
25%
n=1
n=1
n=1
SLTP
SMU/ Sederajat
n=1
0%
SD
SD
pendidikan
SLTP
SMU/ Sederajat
pendidikan
Gambar IV.26 Tabulasi Silang antara Pendidikan, Penghasilan dan Lokasi Rumah
pada Responden dengan WTP = 0
Dari segi pendidikan, responden yang tidak bersedia menyatakan WTP-nya paling
banyak pada responden dengan tingkat pendidikan SMU/ sederajat (40%) dan
SLTP (40%), sedangkan responden dengan tingkat pendidikan SD hanya 20%
saja. Hal ini cukup menarik karena dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi
ternyata ada responden yang tidak bersedia menyatakan WTP-nya. Dilihat dari
lama tinggal, responden yang paling banyak tidak menyatakan WTP-nya adalah
responden yang memiliki lama tinggal > dari 20 tahun yaitu sebesar 60%.
Sedangkan bila dilihat dari status kepemilikan rumah, responden yang tidak
bersedia menyatakan WTP-nya paling banyak pada kelompok kepemilikan rumah
milik sendiri yaitu 80%.
Hal ini menunjukkan bahwa ada faktor utama yang mendasari mengapa responden
tidak bersedia menyatakan WTP-nya, tanpa melihat tingkat pendidikan, lama
70
IV.6
100
75
50
28.42%
25
5.26%
27.37%
23.16%
8.42%
7.37%
0
Rp. 500
n=5
Rp. 1000
n=8
Rp. 2000
n = 27
Rp. 3000
n = 22
Rp. 4000
n=7
Rp. 5000
n = 26
WTP Responden
71
Valid
Missing
Mean
Std. Error of Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Skewness
Std. Error of Skewness
Minimum
Maximum
95
0
3036.842
150.073
3000
2000
1462.732
0.082
0.247
500
5000
Harga WTP maksimum yang sanggup dibayarkan oleh responden diambil dari
nilai rata-rata WTP. Dari tabel statistik deskriptif WTP responden di atas
diperoleh nilai rata-rata sebesar Rp. 3036,84 atau dapat dibulatkan menjadi Rp.
3000. Sehingga dapat dikatakan bahwa harga WTP maksimum masyarakat
Kelurahan Barusari adalah sebesar Rp.3000.
Tabel IV.10 Distribusi Frekuensi WTPmaks Responden
WTP
Frekuensi (Responden)
Persentase (%)
40
42%
22
23%
33
35%
Jumlah responden yang memiliki WTP kurang dari WTPmaks paling banyak yaitu
sebesar 42%, dibandingkan dengan banyaknya responden yang memiliki WTPmaks
dan WTP di atas WTPmaks. Hal ini mungkin terjadi karena berhubungan dengan
tingkat ekonomi responden. Profil tingkat penghasilan responden pada penelitian
72
ini sebagian besar dapat dikatakan rendah, yaitu memiliki penghasilan Rp.
1.500.000. Oleh karena itu mungkin ada hubungan antara tingkat penghasilan
responden dengan besarnya WTP responden yang perlu dianalisis lebih lanjut.
73
1.
Usia responden dengan WTP memiliki hubungan yang positif. Semakin tua usia
responden maka akan semakin tinggi WTP. Namun hubungan antara usia
responden dengan WTP ini tidak signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan besar
koefisien korelasi sebesar 0,395 pada tingkat signifikansi 0,286. Hasil uji KruskalWallis juga menunjukkan bahwa WTP pada masing-masing kelompok usia
Persentase (%)
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
40
33.33
18.18
38.46
50
31.82
71.43
25.93
60
37.5
12.5
Rp. 500
n=5
23.08
29.63
40.91
11.11
9.09
14.29
26.92
14.29
11.54
Rp. 1000 Rp. 2000 Rp. 3000 Rp. 4000 Rp. 5000
n=8
n = 27
n = 22
n=7
n = 26
WTP Responden
20-30 tahun
30-40 tahun
40-50 tahun
>50 tahun
74
Persentase (%)
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
6.67
33.33
21.62
13.33
41.18
8.11
20.00
73.91
33.33
43.24
35.29
53.33
33.33
Tidak Sekolah
n=3
27.03
23.53
6.67
0.00
Sekolah Dasar SLTP/ Sederajat SMU/ Sederajat
n = 17
n = 15
n = 37
8.70
13.04
4.35
0.00
Akademi/
Perguruan
tinggi n = 23
Pendidikan
Rp. 500
Rp. 1000
Rp. 2000
Rp. 3000
Rp. 4000
Rp. 5000
Berdasarkan tabulasi silang diketahui bahwa responden yang tidak sekolah dan
memiliki pendidikan SD memiliki WTP yang cenderung rendah yaitu berkisar
antara Rp. 500 hingga Rp. 2000. Pada responden dengan latar belakang
pendidikan SLTP dan SMU sudah mulai memiliki WTP yang cukup tinggi yaitu
berkisar dari Rp. 1000 hingga Rp. 5000. Pada tingkat pendidikan SLTP
didominasi dengan responden yang memiliki WTP Rp. 2000. Sedangkan pada
kelompok responden dengan tingkat pendidikan SMU didominasi oleh responden
yang memiliki WTP Rp. 3000. Pada kelompok responden dengan pendidikan
akademi/ perguruan tinggi paling banyak memiliki WTP Rp. 5000.
Semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka cenderung semakin besar pula
WTP responden. Hal ini disebabkan karena responden dengan tingkat pendidikan
yang cukup tinggi akan memiliki penghasilan yang tinggi juga. Nilai koefisien
korelasi antara pendidikan dan penghasilan responden dalam penelitian ini sebesar
0,626 dengan tingkat signifikansi 0,01. Besarnya koefisien korelasi ini
menunjukkan bahwa hubungan antara pendidikan dan penghasilan responden
cukup kuat, signifikan dan merupakan hubungan yang searah/ positif.
3.
75
Persentase (%)
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
20
28.57
62.50
25
22.58
6.45
16.13
14.29
60
20
25
28.57
12.50
8.57
PNS/ TNI/
POLRI n = 8
Wiraswasta/
Perdagangan
n = 35
20
43.75
25.81
31.25
22.58
6.45
Buruh Pabrik/
Industri n = 5
Karyawan
Lain-lain n = 31
Swasta n = 16
Pekerjaan Responden
Rp. 500
Rp. 1000
Rp. 2000
Rp. 3000
Rp. 4000
Rp. 5000
4.
Hasil uji korelasi antara penghasilan responden dan WTP memberikan nilai
koefisien korelasi sebesar 0,698 dengan tingkat signifikansi 0,000. Hubungan
yang terjadi cukup kuat dan searah. Semakin tinggi penghasilan responden maka
WTP responden juga akan semakin tinggi. Hasil uji Kruskal-Wallis antara
penghasilan responden dan WTP menunjukkan angka probabilitas sebesar 0,000.
Hal ini berarti bahwa WTP pada masing-masing kelompok penghasilan memiliki
perbedaan yang signifikan.
76
100
90
4.55
4.55
20
17.24
13.64
80
10.34
44.44
Persentase (%)
70
66.67
60
50
50
59.09
5.56
41.38
40
100
27.78
30
11.11
20
30
10
0
66.67
9.09
27.59
33.33
22.22
22.22
9.09
3.45
0.00
< Rp. 500.000 Rp.500.000 - Rp.1000.000 - Rp.1500.000 - Rp.2000.000 - Rp.2500.000 > Rp.
n = 10
Rp.1000.000 Rp.1500.000 Rp.2000.000 Rp.2500.000 Rp.3000.000 3000.000
n = 22
n = 29
n = 18
n=9
n=3
n=4
Penghasilan Responden
Rp. 500
Rp. 1000
Rp. 2000
Rp. 3000
Rp. 4000
Rp. 5000
WTP/Penghasilan (%)
500000
77
Persentase (%)
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
10.53
5.26
11.54
11.54
30.00
36.84
19.23
6.67
36.84
50.00
10.53
7.69
Rp.100.000 Rp.500.000
n = 19
Rp.500.000 Rp.1.000.000
n = 26
100
63.16
43.33
16.67
3.33
0.00
10.53
15.79
10.53
Rp.1.000.000- >Rp.1.500.000
n = 19
Rp.1.500.000
n = 30
Pengeluaran Responden
Rp. 500
Rp. 1000
Rp. 2000
Rp. 3000
Rp. 4000
Rp. 5000
78
Lama tinggal mempunyai hubungan yang searah dengan WTP. Responden yang
semakin lama tinggal di Kelurahan Barusari akan memberikan WTP yang
semakin besar. Akan tetapi hubungan ini tidak terlalu signifikan, yang
ditunjukkan dengan koefisien korelasi sebesar 0,432 pada tingkat signifikansi
0,380. Hasil uji Kruskal-Wallis antara lama tinggal responden terhadap WTP
menunjukkan angka probabilitas sebesar 0,183. Hal ini menunjukkan bahwa WTP
pada masing-masing kelompok lama tinggal responden tidak memiliki perbedaan
yang signifikan. Hasil tabulasi silang antara lama tinggal responden dengan WTP
dapat dilihat pada Gambar IV.34 di bawah ini.
100
Persentase (%)
20
80
10
60
30
100
20
13.33
6.78
18.64
20
26.67
30.51
10
10
20
10.17
6.78
10-20 tahun
n = 15
> 20 tahun
n = 59
40
40
40
20
0
< 1 tahun
n=1
27.12
40
1-5 tahun
n = 10
5-10 tahun
n = 10
Rp. 500
Rp. 1000
Rp. 2000
Rp. 3000
Rp. 4000
Rp. 5000
79
yang paling banyak pada harga Rp. 2000. Hal ini dapat terjadi karena adanya
pengaruh faktor lain seperti usia dan penghasilan responden. Kelompok responden
yang memiliki lama tinggal > 20 tahun didominasi oleh responden yang berusia >
50 tahun yang kebanyakan sudah pensiun, sehingga penghasilan yang dimiliki
tidak terlalu besar.
Lokasi rumah responden dengan WTP memiliki hubungan yang searah. Semakin
dekat rumah responden dengan Sungai Kaligarang maka semakin besar WTP
responden. Nilai koefisien korelasi antara lokasi rumah responden dengan WTP
adalah 0,205 pada tingkat signifikansi 0,528. Hubungan yang terjadi tidak
signifikan atau dapat dikatakan kecil. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan
probabilitas 0,369 sehingga dapat dikatakan bahwa WTP pada masing-masing
Persentase (%)
33.33
24.19
9.68
3.03
27.27
27.27
3.03
6.06
Dekat Sungai
n = 33
20.97
29.03
11.29
4.84
Jauh Sungai
n = 62
Rp. 500
Rp. 1000
Rp. 2000
Rp. 3000
Rp. 4000
Rp. 5000
80
sangat kecil. Hasil uji Kruskal-Wallis juga menunjukkan bahwa WTP pada
masing-masing status kepemilikan rumah responden tidak berbeda secara
Persentase (%)
29.41
10
10
7.06
20
23.53
40
27.06
10
10
8.24
4.71
Milik sendiri
n = 85
Sewa/ Kontrak
n = 10
Rp. 1000
Rp. 2000
Rp. 3000
Rp. 4000
Rp. 5000
81
Persentase (%)
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
27.91
4.65
20.93
24.14
25
30.77
50
7.69
20.69
23.08
25
25.58
Tiap hari
n = 43
37.93
50
30.77
11.63
9.30
10.34
25
25
7.69
6.90
tidak tentu
n = 29
Rp. 500
Rp. 1000
Rp. 2000
Rp. 3000
Rp. 4000
Rp. 5000
82
Persentase (%)
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
5.56
5.56
38.71
6.67
13.33
13.33
27.78
6.45
24.19
44.44
20.97
6.45
3.23
11.11
5.56
Terganggu
n = 63
40
13.33
13.33
Ragu-Ragu
n = 18
Tidak n = 15
Rp. 500
Rp. 1000
Rp. 2000
Rp. 3000
Rp. 4000
Rp. 5000
7.
Persentase (%)
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
33.33
6.35
31.75
23.81
3.17
1.59
semua motif
n = 63
7.69
7.69
7.69
23.53
11.76
5.88
38.46
41.18
17.65
0
3 motif
n = 17
100
100
1 motif
n=1
tidak memiliki
motif n = 1
15.38
23.08
2 motif
n = 13
Rp. 500
Rp. 1000
Rp. 2000
Rp. 3000
Rp. 4000
Rp. 5000
83
Hasil dari tabulasi silang pada Gambar IV.39 menunjukkan bahwa di dalam
penelitian ini didominasi oleh responden yang memiliki semua motif
(stewardship, bequest, existence dan indirect value) dalam mendukung upaya
konservasi Sungai Kaligarang yaitu sebesar 66,32%. Kelompok responden yang
memiliki semua motif dalam mendukung upaya konservasi Sungai Kaligarang,
paling banyak memiliki WTP pada harga Rp. 5000 (33,33%). Pada kelompok
responden yang memiliki 3 motif dan 2 motif saja dalam mendukung upaya
konservasi Sungai Kaligarang paling banyak memiliki WTP pada harga Rp. 2000.
Sedangkan pada kelompok responden yang hanya memiliki 1 motif memiliki
WTP Rp. 500 dan pada kelompok responden yang tidak memiliki motif sama
sekali, memiliki WTP pada harga Rp. 1000. Semakin banyak motif yang dimiliki
oleh responden maka akan semakin besar WTP yang diberikan oleh responden.
Analisis diskriminan pada WTP dalam penelitian ini akan membagi responden
menjadi 3 kategori yaitu responden dengan WTP rendah, WTP sedang dan WTP
84
85
Model
fungsi
diskriminan
yang
telah
dihasilkan
memiliki
ketepatan
Persentase (%)
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
29.47%
22.11%
24.21%
13.68%
1.05%
Rp. 500
n=1
4.21%
Rp. 1000
n=4
2.11%
Rp. 2000
n = 21
Rp. 3000
n = 23
Rp. 4000
n=2
2.11%
Rp. 5000
n = 28
1.05%
ATP Responden
86
Pendidikan Responden
SD
4%
SLTP
SMU/ sederajat
2%
20%
Perguruan Tinggi
Tidak Sekolah
Percent
4%
11%
10%
6%
12%
3%
1%
0%
4%
2%
3%
1%
4%
2%
2%
1%
(ATP)
persentasenya kecil, yang memiliki ATP RP. 5000 (4%) dan Rp. 10.000 (1%).
Sedangkan untuk ATP Rp. 500, Rp. 1000 dan Rp. 2000 banyak didominasi oleh
responden yang memiliki latar belakang pendidikan SD. Responden dengan ATP
Rp. 3000 paling banyak didominasi oleh responden dengan latar belakang
pendidikan SMU/Sederajat. Dengan melihat distribusi ATP berdasarkan
pendidikan responden dapat dilihat bahwa semakin tinggi latar belakang
pendidikan responden maka semakin tinggi pula ATP yang dimilikinya. Hal ini
ditunjukkan dengan koefisien korelasi sebesar 0,628 yang menunjukkan bahwa
pendidikan dan ATP memiliki korelasi searah/ positif dan hubungan yang cukup
erat.
87
Penghasilan Responden
< Rp.500.000
Rp. 500.000-Rp.1000.000
6%
Rp. 1000.000-Rp.1500.000
Rp.1500.000-Rp.2000.000
5%
20%
Rp.2000.000-Rp.2500.000
Rp.2500.000-Rp.3000.000
> Rp. 3000.000
Percent
6%
15%
11%
10%
11%
4%
5%
7%
1%
4%
1%
5%
0%
1%
1%
2%
1%
4%
1%
1%
1%
(ATP)
88
500
1
0
0
0
0
0
1
1000
2
2
0
0
0
0
4
2000
2
6
13
0
0
0
21
(ATP)
4000
5000
0
0
0
0
0
6
0
6
2
5
0
11
2
28
3000
0
0
8
15
0
0
23
Total
10000
0
0
0
1
0
12
13
15000
0
0
0
0
0
2
2
20000
0
0
0
0
0
1
1
1000
2000
3000
4000
5000
89
5
8
27
22
7
26
95
WTPmaks ini layak untuk diterapkan maka dapat dilakukan suatu perbandingan
antara WTPmaks dengan ATP responden.
Tabel IV.12 Distribusi ATP Responden Berdasarkan WTPmaks
ATP
Frekuensi (Responden)
Persentase (%)
26
27,36%
23
24,21%
46
48,43%
90