Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PERUNDANG-UNDANGAN

KESEHATAN
Pasien Meninggal, Akibat Kekeliruan dari Produsen Obat Bius

Disusun oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Evie Rosiana Dewi


Lina Puspita Sari
Tamara Vebby Pradhani
Diyah Mulatsih
Ayu Sonia Cahyani
Irma Gustiati

17141088B
17141090B
17141093B
17141097B
17141098B
17141100B

PROGRAM STUDI DIII FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sehat merupakan suatu keadaan yang didambakan oleh setiap orang. setiap
orang mampu menjaga kesehatannya sendiri. Mereka akan hidup dengan teratur,
mengkonsumsi makanan bergizi, berolahraga secukupnya, dan sebagainya.
Persoalan akan menjadi lain ketika orang jatuh sakit yang memerlukan
pertolongan pihak lain. Bagaimanapun kesehatan merupakan kebutuhan pokok dalam
kehidupan, sedangkan pengetahuan dan ketrampilan pasien terbatas. Dengan
demikian, pasien maupun keluarganya akan mencari pertolongan kepada petugas
kesehatan.
Dalam hal ini, pasien harus dipandang sebagai subyek yang memiliki
pengaruh besar atas hasil akhir layanan bukan sekedar obyek. Hak-hak pasien harus
dipenuhi mengingat kepuasan pasien menjadi salah satu barometer mutu layanan
sedangkan ketidakpuasan pasien dapat menjadi pangkal tuntutan hukum.
Dalam Perundangan-undangan pelayanan kesehatan Indonesia sudah sangat
optimal dan mencakup semua layanan kesehatan. Dalam Undang-undang No. 23
Tahun 1992 disebutkan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa,
dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat
kesehatan yang optimal.
Faktor kesehatan merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam
kehidupan sehari-hari, dengan adanya tubuh yang sehat maka akan lebih nyaman
dalam melakukan aktivitas. Pelayanan kesehatan masyarakat merupakan pelayanan
kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan masyarakat ditandai dengan cara
pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi.
Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah
penyakit, serta sasarannya untuk kelompok dan masyarakat.
Pelayanan kesehatan di Indonesia masih jauh dari apa yang diperkirakan,
karena masih banyak terjadi pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan aturan
yang terjadi belakangan ini. Dalam kondisi demikian, konsumen pada umumnya
belum mempedulikan atau belum mempunyai kesadaran tentang kesehatan. Sebagai
contoh, masih banyak

pelayan kesehatan yang mengabaikan akan keselamatan

konsumen atau pasien dengan alasan tertentu.


Karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dalam memperoleh
informasi, konsumen seringkali mengabaikan bahwa kesehatan itu penting. Meskipun
demikian adanya, pemerintah sangat memperhatikan agar pelayanan kesehatan yang
tersedia itu digunakan secara baik. Untuk mewujudkan hal itu perlu adanya suatu

sistem pengaturan, pembinaan, dan pengawasan yang efektif di bidang pelayanan


kesehatan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa contoh kasus perlindungan konsumen di bidang pelayanan kesehatan?
2. Bagaimana bentuk penyelesaian sengketanya?

BAB II
PEMBAHASAN
I. Pasien Meninggal, RS Siloam Sebut Ada Kekeliruan dari Produsen Obat Bius
Selasa, 17 Februari 2015 | 15:47 WIB

TANGERANG, KOMPAS.com Meninggalnya dua pasien di Rumah Sakit (RS) Siloam


Karawaci, Tangerang, diduga karena kelalaian dari pihak produsen obat bius yakni PT Kalbe
Farma. Etiket atau bungkusan pada obat bius Buvanest Spiral itu diduga tertukar sehingga
kandungan di dalamnya bukan untuk obat bius pada umumnya. "Kita dapat semua (obat bius)
dari produsen. Kandungan obat enggak pernah kita periksa. Enggak pernah kita cek-cek lagi.
Jadi, sepertinya ada kekeliruan dari pihak produsen," Heppi menjelaskan, obat bius
tersebut,yang bungkusannya tertukar, menyebabkan kandungan di dalam obat bekerja untuk
mengurangi pendarahan, sedangkan kandungan yang seharusnya untuk obat bius adalah
bupivacaine atau untuk pembiusan.
Gejala tak biasa pun sempat dirasakan kedua pasien yang salah satunya adalah
perempuan yang sedang melahirkan dengan operasi caesar. Mereka mengalami gatal-gatal
dan kejang-kejang setelah beberapa saat disuntikkan obat bius ke tulang belakang mereka.
"Habis ada gejala itu, pasien langsung dimasukkan ke ruang ICU. Tetapi, disayangkan, belum
ada 24 jam, pasien sudah meninggal dunia," ucap Heppi. Dokter yang menangani gejala tak
lazim dari pasien tersebut, ucap Heppi, juga sempat merasa aneh. Padahal, pasien lain yang
juga menggunakan obat bius dengan jenis dan keluaran yang sama diketahui normal-normal
saja.
Ketika dicek,ternyata memang bungkusan pada kemasan obat bius itu tertukar. Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Roy Sparingga mengungkapkan telah
membentuk tim investigasi untuk mencari tahu penyebab kedua pasien meninggal, apakah
memang benar karena kekeliruan pihak Kalbe atau ada faktor lain. "Balai POM akan
memverifikasi dan memonitor penarikan obat bius itu, lalu Kalbe juga kita minta melakukan
investigasi mengapa itu bisa terjadi. Itu tanggung jawab mereka," kata Roy.
Seorang bayi baru lahir kehilangan ibunya karena kesalahan pemberian obat bius di
Rumah Sakit Siloam Karawaci, Tangerang. Bayinya selamat, ibunya, seorang pasien obgyn

yang habis menjalani sectio meninggal, kata Heppi Nurfianto, humas Rumah Sakit Siloam
Karawaci, Ibunya, dan seorang pasien laki-laki meninggal di Siloam pada 12 Februari diduga
karena kemasan obat yang tertukar. Sehari sebelumnya, keduanya menjalani operasi dalam
waktu berdekatan. Pasien perempuan menjalani operasi caesar sementara pasien laki-laki
menjalani bedah urologi.
Dokter menyuntikkan Buvanest, obat anestesi produksi Kalbe Farma, namun
ternyata kemasan Buvanest bukan berisi Buvanest, tapi diduga Kalnex, obat untuk
menghentikan pendarahan.Di dalam etiket obat bius tertukar kandungannya, hal inilah yang
mengakibatkan mereka kehilangan nyawa. Mereka gatal-gatal, kejang-kejang lalu masuk ICU
dan kemudian meninggal dunia, kata Heppi. Prosedur rumah sakit sudah benar, operasi
dilakukan dengan ketentuan berlaku, ini memang murni kesalahan obat dan kebetulan saja
terjadi di rumah sakit ini."
Kemasan yang mirip?

Kemasan mirip Bupivacaine dan Tranexamat. Sumber Indian Journal of Anaesthesia


Kalnex, adalah merek dagang untuk Asam Tranexamat, obat untuk menghentikan
pendarahan. Sementara Buvanest adalah merek dari dagang dari obat anestesi bernama
Bupivacaine. Ampul dari Bupivacaine dan Asam Tranexamat sangat mirip. Di Indonesia
sendiri, kasus tertukarnya Bupivacaine dan Traxenamat seperti ini belum pernah diberitakan.
Namun di luar negeri, ini bukanlah hal baru.
Inilah daftarnya:
1. Menurut newsletter yang dikeluarkan Anesthesia Patient Safety Foundation (APSF)
pada tahun 2010, seorang perempuan berusia 21 tahun dengan kehamilan kembar
meninggal setelah disuntik Traxenamat di sumsum tulang belakang. Operator operasi
mengira menyuntikkan Bupivacaine. Tak lama setelah disuntik, perempuan tersebut
mengeluhkan sakit yang luar biasa dan pusing. Pasien kemudian dibius total, dan
kedua bayi dikeluarkan. Pasien lalu mengalami takikardia, atau denyut jantung di atas
normal dan kemudian kejang-kejang. Akhirnya meninggal.
2. The Internet Journal of Anesthesiology juga melaporkan kasus yang serupa. Seorang
perempuan berusia 35 tahun dengan riwayat kesehatan yang baik menjalani operasi
kantung empedu. Dia disuntik dengan yang dikira Bupivacaine, dan tak lama denyut
jantung dan tekanan darahnya naik. Lalu jantungnya berhenti bekerja. Tidak
ditemukan ampul Bupivacaine di ruang operasi, namun ditemukan bekas ampul
Tranexamat. Pasien ini dipindah ke ICU, dan kemudian dipasang ventilator. Ia
meninggal lima jam setelah suntikan di sumsum tulang belakang tersebut.
3. Kasus lainnya dilaporkan oleh Saudi Journal of Anaesthesia. Seorang laki-laki berusia
30 tahun menjalani operasi rekonstruksi lutut. Tak lama setelah disuntikkan di
sumsum tulang belakang dengan apa yang dikira bupivacaine, orang tersebut
mengeluhkan sakit di punggung, tekanan darah dan denyut jantung meningkat. Dia
mengalami kejang dan kemudian dirawat di ICU. Namun pasien ini kemudian
selamat. Dalam tong sampah ditemukan ampul tranexamic.
Peraturan Peraturan Yang Mengatur Tentang Pelayanan Kesehatan

Pasien rumah sakit adalah konsumen, sehingga secara umum pasien dilindungi dengan
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU No. 8/1999).
Menurut pasal 4 UU No. 8/1999, hak-hak konsumen adalah:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran juga merupakan UndangUndang yang bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi pasien. Hak-hak pasien diatur
dalam pasal 52 UU No. 29/2004 adalah:
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
b.
c.
d.
e.

dimaksud dalam pasal 45 ayat (3);


Meminta pendapat dokter atau dokter lain;
Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
Menolak tindakan medis;
Mendapatkan isi rekam medis.

Perlindungan hak pasien juga tercantum dalam pasal 32 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit, yaitu:
a. memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah
Sakit;
b. memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
c. memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
d. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional;

e. memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian
fisik dan materi;
f. mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
g. memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang
berlaku di Rumah Sakit;
h. meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang
mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;
i. mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya;
j. mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan
tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
k. memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga
kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
l. didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
m. menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu
tidak mengganggu pasien lainnya;
n. memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah
Sakit;
o. mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;
p. menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya;
q. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan
r. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan
melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Selanjutnya apabila hak-haknya dilanggar, maka upaya hukum yang tersedia bagi pasien
adalah:
1. Mengajukan gugatan kepada pelaku usaha, baik kepada lembaga peradilan umum
maupun kepada lembaga yang secara khusus berwenang menyelesaikan sengketa
antara konsumen dan pelaku usaha (Pasal 45 UUPK)
2. Melaporkan kepada polisi atau penyidik lainnya. Hal ini karena di setiap undangundang yang disebutkan di atas, terdapat ketentuan sanksi pidana atas pelanggaran
hak-hak pasien.
Menteri Kesehatan RI pernah melontarkan suatu kritikan yang sangat tajam
terhadap iklan obat-obatan yang beredar di masyarakat, khususnya yang ditayangkan di

televisi. menurutnya, semua iklan itu menyesatkan. Untuk melakukan pengawasan


demikian, khususnya yang berkaitan dengan periklanan diterbitkan Surat Keputusan
Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Penerangan (No.252/Menkes/SKB/VIII/80 dan
No. 122/Kep/Menpen/1980) tentang pengendalian dan pengawasan Iklan Obat, Makanan,
Minuman, Kosmetika, dan Alat Kesehatan (OMKA).
II.

Penyelesaian sengketa
BPOM bekukan izin edar dan tarik Buvanest dari peredaran

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah membekukan izin edar Buvanest,
serta memerintahkan Buvanest ditarik dari peredaran. BPOM juga sudah memulai

investigasi terhadap dugaan kasus tertukarnya obat. "Investigasinya sudah sejak hari
Minggu (15/02/2015)," ujar kepala BPOM Roy Sparingga "Hasilnya akan diberi tahu."
"Kemudian tentu kami perintahkan balai POM di seluruh Indonesia untuk melakukan
monitoring dan penarikan," ujar Roy.
Kepala komunikasi eksternal Kalbe Farma Hari Nugroho mengkonfirmasi bahwa
Buvanest sudah ditarik dari peredaran. Produk ditarik secara sukarela oleh Kalbe sebagai
tindakan preventif. Penarikan secara nasional, Selain buvanest, Kalbe juga menarik
Kalnex, merek dagang untuk asam tranexamat generik.
Belum jelas apakah tudingan Siloam bahwa Buvanest berisi Kalnex memang benar
atau tidak. Kalbe masih menunggu hasil pengecekan produk bersama koordinasi dengan
Kemenkes dan BPOM, kata Hari. BPOM sendiri menduga isi obat memang tertukar.
Sementara ini diduga obat anestesi yang dipakai tertukar isinya, kata Tengku Bahdar
Johan Hamid yang membidangi pengawasan produk terapetik dan NAPZA BPOM.
Penyelesaian sengketa dalam perlindungan konsumen dibagi menjadi dua yaitu:
1. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan
Penjelasan pasal 47 UU No.8/1999 menerangkan, bentuk jaminan yang dimaksud
dalam hal ini berupa pernyataan tertulis yang menerangkan bahwa tidak akan terulang
kembali perbuatan yang telah merugikan konsumen tersebut.
Alternatif dalam menyelesaikan sengketa adalah:
a. Konsultasi
b. Negosiasi
c. Mediasi
d. Konsiliasi
2. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan
Sengketa konsumen di sini dibatasi pada sengketa perdata. Masuknya sengketa atau
perkara ke depan pengadilan bukanlah karena kegiatan sang hakim melainkan karena
inisiatif dari pihak yang bersengketa dalam hal ini penggugat baik itu produsen
ataupun konsumen. Pengadilan yang memberikan pemecahan atas hukum perdata
yang tidak dapat bekerja di antara para pihak secara sukarela.
Perusahaan farmasi Kalbe Farma sebelumnya telah menyampaikan penjelasan
kepada Otoritas Jasa Keuangan bahwa pihaknya telah memulai penelaahan lebih
lanjut yang hingga kini masih berlangsung, juga berkoordinasi dengan instansi
pemerintahan terkait. Langkah ini sebagai komitmen untuk bertanggung jawab atas
segala produk dan layanannya.

BAB III
KESIMPULAN
1. Peraturan - Peraturan yang mengatur tentang Pelayanan Kesehatan
a. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
b. Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
c. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. Contoh kasus pelanggaran perlindungan konsumen
Soal Pasien Meninggal, RS Siloam Sebut Ada Kekeliruan dari Produsen Obat Bius
3. Penyelesaian sengketa
a. Penyelesaian sengketa dalam perlindungan konsumen dapat dilakukan melalui
pengadilan umum atau penyelesaian diluar pengadilan.
b. BPOM bekukan izin edar dan tarik Buvanest dari peredaran.

DAFTAR PUSTAKA
Tri Siwi Kristianti, Celina, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
http://www.rappler.com/world/regions/asia-pacific/indonesia/84193-obat-kalbe-sebabkandua-meninggal-siloam
http://www.rappler.com/world/regions/asia-pacific/indonesia/84223-kasus-salah-obat-kalbesiloam-bisa-digugat

Anda mungkin juga menyukai