Kejang
Kejang
II.
Identitas Pasien
Nama
Tempat/tgl lahir
Umur
Nama Ayah
Pekerjaan
Alamat
Masuk RS tgl
: An. A
: Jakarta 25/05/2010
: 17 bulan
: Tn. A
: Karyawan swasta
: Cakung
: 03/11/2014
Anamnesis
a. Keluhan Utama
Kejang
b. Riwayat penyakit sekarang
6 jam sebelum masuk rumah sakit pasien terjatuh saat sedang bermain. Kepala
bagian depan pasien terbentur lantai. Saat terjatuh pasien langsung menangis,
tidak ada perdarahan pada kepala, tidak ada muntah. Setelah 6 jam kemudian
pasien mengalami kejang seluruh tubuh dengan mata mendelik ke atas, mulut
tidak berbusa, pasien tidak sadar, kejang hanya kurang dari 5 menit. Lalu
dibawa kerumah sakit, saat pasien di rumah sakit pasien mengalami kejang
lagi sebanyak 2 kali dengan jarak waktu selama 5 jam. Pasien tidak ada
demam. Buang air kecil dan besar normal
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat kejang dan trauma kepala sebelumnya
d. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada riwayat kejang pada keluarga
e. Riwayat pengobatan
Belum pernah berobat sebelumnya
f. Riwayat kehamilan dan persalinan
Saat masa kehamilan ibu pasien memeriksa kehamilan dibidan, selama
kehamilan dinyatakan sehat. Pasien lahir spontan di bidan dengan berat badan
lahir 2650 gram, langsung menangis, usia kehamilan cukup bulan
g. Riwayat tumbuh kembang
- Motorik kasar
: mengangkat kepala, berdiri dan berjalan sendiri
- Motorik halus
: memegang benda
- Bicara
: berkata-kata, bersuara
- Sosial
: tersenyum, mulai makan, tepuk tangan
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan baik
h. Riwayat imunisasi
Riwayat imunisasi lengkap (BCG, DPT, Polio, Hepatitis B, Campak)
III.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesadaran
Pernapasan
Tekanan darah
Nadi
Suhu
BB
Kepala
Leher
Thorak
Abdomen
:
Inspeksi : distensi abdomen (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : Timpani diseluruh kuadran abdomen
Palpasi : nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas
: ektremitas superior dan inferior sianosis (-), RCT , 2detik,
Akral hangat
Pemeriksaan neurologis :
- Motorik
: koordinasi baik,
- Sensorik
: belum dapat dinilai
- Refleks fisiologis :
o Refleks biceps
:+
o Refleks triceps
:+
o Refleks patella
:+
o Refleks achilles : +
- Refleks patologis :
IV.
V.
-
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah lengkap
o Hb
: 11,0 mg/dl
o Leukosit : 11.2 10^3/uL
o Hematokrit: 34
o Trombosit : 441 10^3/uL
o Na
: 134 mmol/L
o Kalium :4.03 mmol/L
o Chlorida : 112 mmol/L
Ct Scan :
Interpretasi hasil :
o Tidak tampak lesi hiperdens di epidural, subdural, sub arachnoid maupun
o
o
o
o
o
intraparenkim cerebri/cerebeli,
Ventrikel lateralis baik
Tidak tampak midline shift
Meesenfalon, pons baik
Sinus paranasal dan air cell mastoid baik
Terdapat fraktur linear os frontoparietal kanan
Kesan :
o Tidak tampak epidural, subdural hematom maupun perdarahan sub
arachnois
o Intraprenkim cerebri/cerebella
o Fraktur os frontoparietal kanan.
EEG
VI.
Diagnosis
Diagnosis klinis : Kejang
Diagnosis topical : fraktur frontoparietal kanan
Diagnosis etiologi : cedera kepala ringan
VII.
Penatalaksanaan
O2 nasal 2L
Inj Diazepam bila kejang
Depaken syr 2 x 1,5 cc
Sporetic Syr 2 x cth
Cedera Kepala
A. Definisi
Cedera kepala kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan
otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma atau bahwa
cedera kepala adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak, dan otak yang terjadi baik
secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat mengakibatkan
terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematiaan.
B. Klasifikasi
a. Menurut mekanisme
Cedera kepala tumpul, biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor,
b. Menurut morfologi
1). Laserasi kulit kepala
Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit
kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (SCALP) yaitu skin, connective tissue
dan perikranii. Diantara galea aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan
ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur
tulang kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak
mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka perlukaan yang
terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak.
2). Fraktur tulang kepala
Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi
a). Fraktur linier
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata
pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala. Fraktur
lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup
besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan tidak terdapat
fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial.
b). Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg
tengkorak yang menyebabkan pelebaran sutura-sutura tulang kepala. Jenis
fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura belum
menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering terjadi pada
sutura lambdoid dan dapat
mengakibatkan terjadinya hematum epidural.
c). Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih dari
satu fragmen dalam satu area fraktur.
d). Fraktur impresi
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga besar yang
langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal. Fraktur impresi
pada tulang kepala dapat menyebabkan penekanan atau laserasi pada
duremater dan jaringan otak, fraktur impresi dianggap bermakna terjadi, jika
tabula eksterna segmen yang impresi masuk dibawah tabula interna segmen
tulang yang sehat.
e). Fraktur basis kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang
tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada durameter yang
merekat erat pada dasar tengkorak. Terjadi fraktur daerah basis dapat
menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran
cairan cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak
(meningitis). Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon
eyes sign (fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batles sign
(fraktur basis kranii fossa media).
c. Menurut GCS
GCS digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya cedera penderita kepala.
Penderita dengan GCS 14-15 diklasifikasikan ke dalam cedera kepala ringan,
GCS 9-13 termasuk cedera kepala sedang, dan GCS 3-8 termasuk cedera kepala
berat.
Lesi intracranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi
sering terjadi bersamaan. Termasuk lesi lesi local ;
Perdarahan Epidural
Perdarahan Subdural
Kontusio (perdarahan intra cerebral)
Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun
keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma.
Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus
dikelompokkan menurut kontusio \ringan, , kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus
( CAD).
1) PerdarahanEpidural
Hematoma
epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada regon temporal
atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media .Manifestasi klinik
berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval lucid)
beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai
kelainan neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul secara progresif
berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial.
Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral,
jika terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah
ataksia serebral dan paresis nervi kranialis. Ciri perdarahan epidural berbentuk
bikonveks atau menyerupai lensa cembung
2) Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-kira 30
% dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena
jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi
bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan
otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan
kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada
perdarahan epidural.
3) Kontusio dan perdarahan intracerebral
Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau terjadi
juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum. Kontusio
cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam mengalami evolusi
membentuk perdarahan intracerebral. Apabila lesi meluas dan terjadi penyimpangan
neurologis lebih lanjut
Kejang
A. Definisi
Kejang atau bangkitan didefinisikan sebagai kejadian mendadak yang berupa kesadaran
terganggu, bingung, gerakan otot abnormal yang sifatnya involunter. Definisi dari
epilepsi mengacu pada kejang terus menerus atau berulang yang berlangsung lebih dari
30 menit tanpa pemulihan kesadaran. Kejang dapat disebabkan oleh beberapa keadaan
seperti cedera kepala, radang otak, radang selaput otak, gangguan elektrolit tubuh,
kadar gula yang tinggi, stroke, hipoksia.
B. Kalsifikasi
Menurut International League against Epilepsy, kejang dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Kejang parsial
Kejang parsial adalah kejang yang berhubungan dengan keterlibatan satu hemisfer
serebri. Kejang parsial dapat berkembang menjadi kejang umum pada 30% anak yang
mengalami kejang. Pada umumnya kejang ini ditemukan pada anak berusia 3 hingga 13
tahun.
Kejang parsial dapat dikelompokkan menjadi :
a. Kejang parsial simpleks
Kejang parsial simpleks adalah bentuk kejang parsial yang tanpa disertai dengan
perubahan
status
mental.
Kejang
ini
sering
ditandai
dengan perubahan aktivitas motorik yang abnormal, sering terlihat pola aktivitas motorik
yang tetap pada wajah dan ekstremitas atas saat episode kejang terjadi. Walaupun kejang
parsial simpleks sering ditandai dengan perubahan abnormal dari aktivitas motorik,
perubahan abnormal dari sensorik,autonom, dan psikis.
b. Kejang parsial kompleks
Kejang
parsial
kompleks
ditandai
dengan
perubahan
dari persepsi dan sensasi, dan disertai dengan perubahan kesadaran. Pada saat
abnormal
kejang,
pandangan mata anak tampak linglung, mulut anak seperti mengecap ngecap, jatuhnya
air liur keluar dari mulut, dan seringkali disertai mual danmuntah.
c. Kejang parsial dengan kejang umum sekunder
Kejang parsial dapat melibatkan kedua hemisfer serebri dan menimbulkan gejala
seperti kejang umum. Kejang parsial dengan kejangumum sekunder biasanya
menimbulkan gejala seperti kejang tonik klonik.Hal ini sulit dibedakan dengan
kejang tonik klonik.
2. Kejang Umum
Kejang umum adalah kejang yang berhubungan dengan keterlibatan kedua hemisfer
serebri. Kejang umum disertai dengan perubahan kesadaran. Kejang umum dapat
dikelompokkan menjadi :
1.Kejang tonik klonik ( grand mal seizure)
Kejang tonik klonik adalah bentuk kejang umum yang paling sering terjadi pada
anak. Kebanyakan kejang ini memiliki onset yang tiba tiba,namun pada beberapa anak
kejang ini didahului oleh aura (motorik atausensorik). Pada awal fase tonik, anak
menjadi pucat, terdapat dilatasi kedua pupil, dan kontraksi otototot yang disertai
dengan
rigiditas
otot
yang progresif. Sering juga disertai dengan inkontinensia urin atau inkontinensia tinja.
Kemudian pada fase klonik, terjadi gerakan menghentak secara ritmik dan gerakan
fleksi yang disertai spasme pada ekstremitas. Terjadi perubahan kesadaran pada anak
selama episode kejang berlangsung dan bisa berlanjuthingga beberapa saat setelah
kejang berhenti.
2. Kejang tonik
Bentuk kejang ini sama seperti kejang tonik klonik pada fase tonik. Anak tiba tiba
terdiam dengan seluruh tubuh menjadi kaku akibat rigiditas ototyang progresif.
3. Kejang mioklonik
Kejang mioklonik ditandai dengan gerakan kepala seperti terjatuh secara tibatiba dan
disertai dengan fleksi lengan. Kejang tipe ini dapat terjadi hingga ratusan kali per hari.
4.Kejang atonik
Kejang atonik ditandai dengan kehilangan tonus otot secara tiba tiba.
5.Kejang absens
Kejang absens dapat dibagi menjadi kejang absens simpel (tipikal) atau disebut
juga petit mal dan kejang absens kompleks (atipikal). Kejang absens tipikal ditandai
dengan berhentinya aktivitas motorik anak secara tiba tiba, kehilangan kesadaran
sementara secara singkat, yang disertai dengan tatapan kosong. Sering tampak kedipan
mata berulang saat episode kejang terjadi. Episode kejang terjadi kurang dari 30 detik.
Kejang ini jarang dijumpai padaanak berusia kurang dari 5 tahun. Kejang absens
atipikal ditandai dengangerakan seperti hentakan berulang yang bisa ditemukan pada
wajah dan ekstremitas, dan disertai dengan perubahan kesadaran
2.3. Etiologi
Penyebab kejang secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu intrakranial
danekstrakranial.
1.Intrakranial
Penyebab intrakranial dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu primer dansekunder.
Penyebab intrakranial primer disebut juga idiopatik. Sedangkansekunder dapat
disebabkan karena neoplasma intrakranial, kelainan kongenitalseperti hidrosefalus,
infeksi seperti meningitis dan ensefalitis, dan traumakepala.
2. Ekstrakranial
Penyebab ekstrakranial biasa disebabkan karena gangguan metabolisme seperti
hipoglikemia, hipokalsemia, hepatik ensefalopati, uremia, hiperproteinemia, hiperlipidemia,
hipotiroid,
dan
hipoksia.
Penyebab
ekstrakranial
dapat
juga
disebabkan
oleh
tahun
Non-epileptik (epilepsi sekunder)
otak
B. Pada anak anak, demam dapat menyebabkan kejang non-epileptik
C. Kejang psikogenik non-epileptik:
Beberapa kelainan mental dapat menimbulkan
gejala yang mirip kejang
D. Penatalaksanaan
- Airway,Breathing, Circulation
- Pemberian cairan infus
E. Komplikasi
o
Menganggu kognitif
o
Menurunkan kemampuan kecerdasan
o
Perubahan prilaku ( epileptik personality)