Anda di halaman 1dari 51

A.

Industri Tekstil dan Produk Tekstil


Industri Tekstil dan Produk Tekstil (ITPT) merupakan
salah satu komponen utama pembangunan industri
nasional,

dengan

tiga

peran

pentingnya

yaitu

penyumbang devisa ekspor non migas, penyerapan


tenaga kerja dan pemenuhan kebutuhan dalam
negeri.
ITPT merupakan industri penyedia lapangan kerja
yang cukup besar di Indonesia. Tenaga kerja yang
terserap oleh industri skala besar dan menengah
pada tahun 2010 mencapai 1,4 juta orang. Nilai
ekspor TPT pada tahun 2009 mencapai US$ 9,26
kemudian naik menjadi US$ 11,22 milyar pada tahun
2010 dan pada tahun 2011 nilai ekspor ditargetkan
mencapai US$ 12,5 Juta. Industri TPT Indonesia
selalu mengalami surplus ekspor diatas US$ 5 miliar
selama 10 tahun terakhir dengan konsumsi nasional
pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 5,7 Kg atau
naik 30% dalam kurun waktu 4 tahun. Namun
demikian, nilai impor juga mengalami kecenderungan
naik

setiap

terbukanya

tahunnya
sistem

seiring

dengan

pedagangan

semakin

akibat

telah

diberlakukannya beberapa perjanjian perdagangan.


Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri yang perlu

diantisipasi agar industri TPT nasional tetap bertahan


dan mampu untuk tetap menjadi tuan rumah di
Negeri sendiri. Perkembangan industri TPT nasional
tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 beserta
neraca perdagangannya dapat dilihat pada tabel 1
dan gambar 1.
Tabel 1. Perkembangan Industri TPT Nasional Periode tahun
2006-2010

*) Data Sementara
sumber: BPS, Direktorat Industri tekstil dan Aneka (diolah)

Gambar 1. Neraca Perdagangan Tekstil dan Produk Tekstil


Indonesia

Secara umum, industri tekstil dan produk tekstil


Indonesia memiliki daya saing yang relatif baik di
pasar internasional. Hal ini disebabkan Indonesia
memiliki industri yang terintegrasi mulai dari hulu
sampai hilir, yakni dari industri serat sintetis (fiber
making),
industr

industri

pemintalan

pertenunan

benang

(weaving),

(spinning),

industr

perajutan

(knitting), industr pencelupan dan penyempurnaan


(dyeing finishing) sampai dengan industri pakaian
jadi

(garment)

serta

barang

jadi

tekstil

dan

permadani. Indonesia memiliki industri spinning yang


besar di kawasan Asia dan Oceania. Demikian pula
dengan industri pertenunan dan industri pakaian jadi
yang

dikenal

di

dunia

internasional.

Namun,

persaingan yang semakin ketat dengan munculnya


negara-negara pesaing baru yang sudah mengadopsi
teknologi baru, beberapa perjanjian perdagangan
yang

sudah

diimplementasikan

maupun

sedang

dalam proses negosiasi serta masuknya produk TPT


dari negara lain yang cenderung murah dan beragam
(baik legal maupun ilegal) membuat industri TPT
selalu dituntut meningkatkan daya saingnya.

B. Industri Pembuatan Serat (Fiber Making)

Industri serat sebagai industri hulu (downstream) dari


industri TPT memiliki sifat usaha yang padat modal
(capital investment) dengan jumlah tenaga kerja
yang relatif kecil. Industri serat menjadi salah satu
faktor untuk memenangkan persaingan global dalam
sector TPT mengingat karakteristik serat adalah
bahan baku utama industri tekstil.
Berdasarkan

asal

bahan

bakunya

serat

yang

digunakan untuk industri tekstil dapat berasal dari


alam (hewan/tumbuhan) seperti: kapas, rami, rosella,
wool , sutera dan lain-lain dan disebut sebagai serat
alam,

serta

serat

sintetik

yaitu

serat

yang

memerlukan proses industri lebih dahulu dalam.


Serat sintetik (Manmade Fiber) memiliki keunggulan
dibandingkan

dengan

serat

alam

yakni

dapat

diproduksi dalam jumlah banyak dengan biaya yang


lebih murah. Modifikasi sifat kimia dan fisika juga
dapat

dilakukan

mendapatkan

pada

serat

karakteristik

sintetik

yang

untuk

mendekati

keunggulan-keunggulan yang dimiliki serat alam.


Serat sintetis sendiri ada yang dari bahan alam
disebut serat setengah buatan (half synthetics)
seperti serat rayon viscose serta serat buatan (full
synthetics) yang dibuat dari bahan hasil pengolahan
residu

minyak

bumi

seperti

nilon,

poliester,

poliakrilat, poliuretan dan lain-lain. Adapun rincian


penggolongan serat dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Klasifikasi Serat

Serat dilihat dari bentuknya terdiri dari serat Filamen


(serat panjang) dan Serat Stapel (serat pendek).
Berdasarkan proses polimerisasinya serat sintetis
dibuat dengan cara :

a. Polimerisasi

kondensasi,

antara

lain

serat

poliamida (PA) dengan nama dagang Nylon, serat


poliester (PES) dengan nama dagang Teteron
(Jepang), Dacron (USA), Terylene (Inggris).

b. Polimerisasi adisi, antara lain polipropilena (PP)


dan Poli acrylo nitril (PAN).

Dewasa ini telah dibuat berbagai jenis serat sintetis


dengan karakteristik dan keunggulan masing-masing,
tetapi dari sekian banyak serat sintetik yang dapat
diproduksi hanya

sebagian saja yang digunakan

sebagai bahan baku tekstil dan produk tekstil. Serat


tersebut

harus

memenuhi

syarat

kekuatan,

kehalusan, elastisitas dan beberapa syarat lain untuk


dapat dipintal menjadi benang dan nyaman setelah
dijadikan produk jadi.
Dalam lingkup Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
Indonesia

(KBLI)

2009

kelompok

industri

serat

terbagai dalam :

KBLI 13111 : Industri persiapan serat tekstil


KBLI 20301 : Industri serat/benang filamen
buatan
KBLI 20302 : Industri serat stapel buatan

Dalam

lingkup

Standar

Internasional

Classification (SITC) serat terbagi dalam :


-

SITC
SITC
SITC
SITC
SITC

261 :
263 :
264 :
265 :
266 :

Sureta dan sisa sutera


Serat kapas
Serat rami/jute
Serat tumbuh-tumbuhan
Serat buatan untuk dipintal

Trade

SITC 267 :
dipintal
SITC 268 :

Serat

buatan

lainnya

Wol dan bulu hewan lainnya

untuk

A. Perkembangan Industri Serat di Dunia


a. Kapasitas Bahan Baku
Kapasitas Paraxylene (PX) dunia sebagai bahan
baku Purified Terephtalic Acid (PTA) pada tahun
2009 meningkat menjadi 33,2 juta ton atau naik
sekitar 9%. Hal ini didorong oleh pendirian empat
unit

plant paraxylene

di China dengan

total

kapasitas sekitar 2,9 juta ton/tahun dan di Kuwait


dengan kapasitas tahunan 829.000 ton/tahun.
Realisasi produksi PX dunia pada tahun 2009
meningkat 6% menjadi hampir 27 juta ton atau
setara dengan tingkat utilisasi 82%.
PTA sebagai bahan baku pembuatan serat poliester
kapasitasnya meningkat sebesar 7% menjadi 46.2
juta ton pada tahun 2009 dengan realisasi produksi
mencapai 39.6 juta ton atau naik hampir 2%
disbanding
produksi
industri

tahun

didorong
PTA

baru

2008. Peningkatan

kapasitas

oleh

tiga

di

didirikannya
Asia

dengan

unit

kapasitas

mencapai 3,2 juta ton. Disisi lain, Industri MEG


sebagai bahan baku utama pembuatan serat
poliester selain PTA, kebanyakan berlokasi di Asia
dimana

jumlahnya

mencapai 46%

dari

total

industry MEG dunia, diikuti oleh Timur Tengah 22%


dan Amerika Utara 20%.

Dalam hal kapasitas

terpasang dengan Arab Saudi menempati urutan


pertama dengan kapasitas 4,2 juta ton, diiukuti
Taiwan 3,5 juta ton, Amerika Serikat 2,8 juta dan
Cina 2,5 juta ton.

b. Konsumsi dan Produksi Serat Dunia


Permintaan

serat

dunia

naik

4,2% menjadi

70,5 juta ton pada tahun 2009, serat sintetis


menguasai pangsa pasar terbesar yakni 62,6%
dari total konsumsi serat dunia, sedangkan kapas,
wol, sutra dan serat alam lainnya hanya mencapai
37,4%.

Peningkatan

konsumsi

serat

sintetis

mencapai 44.1 juta ton atau naik 4,0%, sedangkan


untuk serat alam mencapai 26,4 juta ton atau naik
sebesar

4,5%

sebelumnya.

dibandingkan
Adapun

grafik

dengan

tahun

pertumbuhan

permintaan serat dunia dapat dilihat pada gambar


3.

Gambar 3. Konsumsi Dunia untuk Serat Sintetis dan Serat


Alam

Pertumbuhan industri serat sintetis terus naik


setiap

tahunnya

dan

semakin

meninggalkan

pemakaian serat alam, hal ini dapat diihat pada


gambar 4.

Gambar 4. Produksi Global Serat Alam dan Sintetis

Pertumbuhan volume produksi terbesar dialami


oleh industri serat di Cina dengan kenaikan
mencapai 16,3% menjadi 26,3 juta ton untuk
serat sintetis dan kenaikan 12,2% menjadi 18,5
juta

ton

untuk

benang

kapas.

Hal

ini

menyebabkan Cina menguasai hampir 60% dari


total kapasitas produksi untuk kedua sektor ini.
Trend postif ini diikuti oleh India, Taiwan dan Korea
Selatan.

Gambar 2. Produksi Serat Sintetis Dunia

B. Industri Serat Sintetis (Benang Filamen dan


Stapel Fiber) Dunia
Pada tahun 2009 produksi serat sintetis dari selulosa
meningkat 7,7% menjadi 3,8 juta ton, sedangkan
untuk serat sintetis lainnya naik 3,7% menjadi 40,3
juta ton dengan rincian produksi poliester meningkat
sebesar 5,3% dan serat akrilat 4,4%. Trend positif ini

tidak

diikuti

serat

polipropilena,

poliamida

dan

Spandex yang volume produksinya turun sebesar


6,5%, 1,4%
tinggi

dan 5,7%, bahkan serat berteknologi

seperti

aramide

dan

serat

karbon

juga

mengalami penurunan. Adapun grafik Perkembangan


produksi serat sintetis dunia dapat dilihat pada
gambar 5.

Gambar 5. Grafik Produksi Global Serat Sintetis tahun 20002009

Volume produksi serat sintetis Asia mencapai 36,0


juta ton dan menguasai pangsa pasar dunia sebesar
83%, dimana 72% nya adalah produksi dari Cina.
Pada tabel 2 dapat dilihat volume produksi industri
serat sintetis dunia.
Tabel 2. Produksi Serat sintetis Dunia Tahun 2009
2009 in
1,000 t/y
Cellulosics

Filame
nt Yarn
351

Staple
Fiber
3,445

TOTAL
3,796

% vs
2008
7.70%

Synthetics
Poliester
Polyamide
Polypropylen
e
Acrylics
Others
TOTAL

24,426
19,320
3,274

15,912
12,609
214

40,338
31,929
3,488

3.70%
5.30%
-1.40%

1,469
363
24,777

1,077
1,949
64
19,357

2,545
1,949
427
44,134

-6.50%
4.40%
-6.60%
4.00%

Sumber: The Fiber Year 2010

A. Industri Serat Sintetis Indonesia


Di Indonesia Perkembangan Industri serat lebih baik
dibandingkan dengan serat alam, hal ini disebabkan
iklim

di

Indonesia

yang

kurang

cocok

untuk

pengembangan serat alam seperti kapas dan wool.


Walaupun pada periode setelah krisis ekonomi tahun
1998 beberapa produsen serat sintetis mundur dari
bisnis

ini

serta

terjadi

dinamika

turun

naiknya

produksi, pertumbuhan industri serat sintetis mulai


membaik

yang

ditandai

dengan

dilakukannya

ekspansi oleh beberapa produsen serat poliester dan


rayon di Indonesia pada tahun 2010.
Berdasarkan data pada tebel 3, Indonesia merupakan
negara ke-6 terbesar dunia yang memproduksi serat
sintetis dengan share dari total produksi dunia
sebesar 2,49 % setelah Cina, India, Amerika, Taiwan
dan Korea Selatan.
Tabel 3. Produsen Serat Sintetis dunia
Negara
Cina
India
USA
Taiwan
Korea
Selatan
Indonesia
Jepang
SUBTOTAL
ROW

2005
44.11
5.51
8.52
7.02

Share produksi
2006
2007
2008
47.80
51.92
55.66
6.10
6.32
5.90
7.56
6.77
6.60
6.34
5.87
4.95

2009
59.64
6.35
5.22
4.76

4.26
3.01
3.01
75.44
24.56

3.66
2.93
2.68
77.07
22.93

3.17
2.49
1.81
83.45
16.55

3.39
2.71
2.71
79.68
20.32

3.30
2.59
2.59
81.60
18.40

TOTAL

100.0
0

100.0
0

100.0
0

100.0
0

100.00

Sumber: The Fiber Year 2010 (diolah)

Industri serat sintetis di Indonesia pada umumnya


memproduksi Poliester Filament Yarn (PFY), Poliester
Stapel Fiber (PSF), Nylon Filamen Yarn (NFY), dan
Rayon Stapel Fiber (VSF). Indonesia dikenal sebagai
produsen dan penyuplai serat sintetis didunia dalam
jumlah besar terutama untuk serat poliester (PSF dan
PFY) dan rayon (VSF). Share produksi serat rayon
Indonesia mencapai 12,94% dari total produksi dunia
pada tahun 2009, sedangkan untuk serat poliester
baik filament maupun serat stapel besar share
Indonesia mencapai 6,77 %.

Gambar 6. Share Produksi Serat Sintetis Indonesia Terhadap


Dunia

Di Indonesia perusahaan serat sintetis didominasi


oleh investasi asing terutama dari Jepang dan India
untuk serat poliester serta Austria dan India untuk
serat

Rayon.

Produsen

serat

poliester

lebih

mendominasi produsen serat sintetis di Indonesia


diikuti oleh serat rayon dan nilon. Pada tabel 4 dapat
dilihat perbandingan kapasitas dan jumlah industri
serat sintetis di Indonesia.
Tabel 4. Struktur Industri Serat Sintetis Indonesia
Tahun 2010
Uraian
Total
Kapasitas KTA
Jumlah
Industri
Kap. Ratarata - KTA
Range
Kapasitas KTA
Utilisasi (%)

NFY

*)

PSF

PFY

VSF

659,09

809,29

108,38

390

10

14

65,91

57,80

18,06

195,00

3,6-187,0 9,0-226,0 6,9-44,0 170-220


90%

85%

75%

98%

*) Termasuk industry Nylon Tyre Cord


Sumber: Direktorat Industri Tekstil dan Aneka, APSyFI
(diolah).

Mengingat karakter industri ini padat modal dan


menggunakan

advance

technology

maka

daya

saingnya sangat dipengaruhi oleh besaran biaya


energi.

Produksi serat sintetis yang cenderung lebih mudah


dibandingkan

dengan

serat

alam,

pertambahan

jumlah penduduk yang cepat dan ketergantungan


serat alam pada kondisi cuaca menyebabkan volume
produksi

serat

menyebabkan

alam
harga

semakin
yang

berkurang

fluktuatif

dan

bahkan

cenderung naik. Disisi lain, prospek industri tekstil


yang progresif serta teknologi pemintalan yang terus
berkembang perlu ditunjang kebutuhan bahan baku
yang memadai, hal ini perlu diantisipasi dengan
penggunaan serat sintetik mengingat produksinya
yang

cenderung

lebih

mudah

ditingkatkan

dibandingkan dengan serat alam.


Produsen serat sintetis di Indonesia melihat peluang
semakin membaiknya industri serat sintetis dengan
melakukan

langkah-langkah

produsen

serat

sintetis

melakukan

ekspansi

untuk

ekspansi,
nasional
menambah

empat

berencana
kapasitas

produksi senilai Rp 600 miliar pada tahun depan,


untuk memenuhi peningkatan permintaan domestik
dan ekspor. Keempat perusahaan tersebut adalah PT
Asia Pacific Fibers Tbk, PT Indorama Synthetics Tbk,
PT Panasia Indosyntec, dan PT Mutu Gading. Indorama
Grup telah mengakuisisi PT SK Keris serta melakukan
penambahan

kapasitas

produksi

serat

poliester

menjadi 10 juta ton dengan tambahan investasi US$

3,8

miliar

sampai

tahun

2014.

PT

Sritex

juga

berencana melakukan ekspansi bisnisnya dengan


membangun industri serat rayon yang rencananya
akan mulai beroperasi pada tahun 2012, selain itu PT
South Pacific Viscose (SPV) sebagai produsen terbesar
serat rayon juga sedang berupaya meningkatkan
kapasitas produksinya yang menelan dana sekitar
US$

130

juta. PT

Indo

Kordsa

Tbk

juga

akan

menginvestasikan US$ 18,5 juta untuk meningkatkan


kapasitas produksi anak usahanya, PT Indo Kordsa
Poliester (KP), dari 12 ribu ton menjadi 26 ribu ton per
tahun.

B. Industri Serat Poliester


Setidaknya ada 18 produsen

serat poliester di

Indonesia dengan kapasitas tahunan sebesar 1,468


juta ton yang terdiri dari serat stapel poliester (PSF)
659,090 ton/tahun

dan benang filamen poliester

(PFY) 809,290 ton/tahun. Adapun rincian kapasitas


dari masing-masing perusahaan dapat dilihat pada
gambar 7.

Gambar 7. Kapasitas Produksi PSF dan PFY Industri


Nasional

Kapasitas produksi PT Asia Pacific Fiber merupakan


yang terbesar baik untuk PSF maupun PFY dengan
share masing-masing 28,69% dan 34,67% dari total
kapasitas produksi nasional. Untuk PSF kapasitas
produksi terbesar kedua dan ketiga diduduki oleh PT
TIFICO dengan share sebesar 19,18% diikuti oleh PT
Indonesia Toray Synthetics 10,99%. Sedangkan untuk
PFY kapasitas produksi terbesar kedua dan ketiga
diduduki

oleh

Indorama

PT

Polychem

Synthetic

Textile

Indonesia
Mills

dan

dengan

PT

share

masing-masing sebesar 16,91% dan 16,75%. Kondisi


ini

dapat

terus

berubah

mengingat

beberapa

perusahaan terus melakukan ekspansi seperti PT


Indorama
Poliester

Synthetic
plant

yang

dengan

sedang

kapasitas

mendirikan
PSF,

PFY

dan

poliester Chips mencapai 282.000 Ton pertahunnya.

Dari

18

perusahaan

yang

memproduksi

serat

poliester, 9 perusahaan memiliki unit polimerisasi


untuk memproduksi

poliester chip

dengan total

kapasitas produksi 896,8 ribu ton per tahun. PT Asia


Pacific Fiber merupakan produsen terbesar poliester
chips

dengan

share

sebesar

37,91%

dari

total

kapasitas produksi nasional, diikuti PT Polychem


Indonesia 23,42% dan PT Indorama Synthetics 12,82
% sedangkan sisanya adalah PT Sulindafin, Kahatex,
PT Tifico, PT Polyfin Canggih serta PT Global FIberindo
dan PT Polindo Utama yang merupakan produsen
Recycle poliester yang bahan baku produksinya
berasal dari waste industri besar penghasil serat
poliester. Pada gambar 5 dapat dilihat perbandingan
kapasitas produksi dari masing-masing produsen
poliester chips yang ada di Indonesia.

Gambar 8. Kapasitas Produksi Poliester Chips Nasional

Beberapa perusahaan produsen poliester telah go


public dan sahamnya telah dijual dibursa saham yaitu
PT

Indorama

Synthetics

(Indorama

Group),

PT

Polysindo Eka Perkasa (Texmaco Group), PT GT


Petrochem Industries (Gajah Tunggal Group), PT
TIFICO dan PT Panasia Indosyntec.
Prospek industri serat poliester pada tahun-tahun
mendatang diprediksi akan terus meningkat seiring
dengan semakin membaiknya perekonomian dunia.
Konsumsi

serat

staple

poliester

untuk

industry

nasional yang awalnya stagnan pada tahun 2002


sampai dengan 2007 yang hanya 450 ~ 460 KTA,
mengalami trend positif setelah tahun 2008 dimana
konsumsi nasional untuk PSF naik menjadi 520 KTA
dan diperkirakan akan terus tumbuh 4 ~ 5% per
tahunnya. Hal ini sejalan dengan tumbuhnya industri
tekstil khususnya industri spinning yang semakin
bergairah.
Pertumbuhan produksi midstream dan up stream
pada industri tekstil yang didukung dengan programprogram

pemerintah

seperti

Restrukturisasi

Mesin/peralatan Industri TPT dan berbagai peraturan


dalam rangka memudahkan tentu harus diimbangi
dengan ketersedian bahan baku. Oleh karena itu,
penambahan

kapasitas

dan

modernisasi

mesin/peralatan perlu terus dilakukan oleh industri

pembuatan

serat

sendiri

pemerintah

dan

seluruh

dan

didorong

stakeholder

oleh
terkait

mengingat utilisasi dari kapasitas terpasang sudah


cukup tinggi yakni 90%.

Gambar 9. Perbandingan Kapasitas, Produksi dan konsumsi


PSF

Konsumen utama
industri

pemintalan,

serat stapel poliester adalah


dimana

kapasitas

industri

pemintalan di Indonesia adalah saat ini diperkirakan


mencapai

sekitar

11,2

juta

spindle.

Neraca

perdagangan serat stapel poliester pada periode


tahun 2007-2009 volume ekspornya selalu lebih
tinggi daripada impornya, namun pada tahun 2010
volume impor justru lebih tinggi daripada volume
ekspornya,

hal

ini

kemungkinan

terjadi

karena

permintaan didalam negeri yang cenderung naik

sehingga

produsen

serat

staple

poliester

lebih

berkonsentrasi pada pasar dalam negeri. Pada tahun


2011 neraca perdagangan diperkirakan akan lebih
seimbang dimana

volume ekspornya sebanding

dengan volume impor.

Gambar 10. Neraca Perdagangan Serat Stapel Poliester


(PSF)

Konsumsi serat filamen poliester cenderung stagnan


pada

kisaran 460 ~ 470 KT selama periode tahun

2007 sampai dengan 2010, namun demikian mulai


tahun 2011 konsumsi diperkirakan akan meningkat
dengan 3 ~ 4% pertahunnya. Kapasitas produksi dan
realisasi produksinya juga mengalami stagnasi sejak
tahun 2007. Namun demikian kondisi ini diharapkan
berubah mengingat beberapa produsen sudah mulai
melakukan ekspansi dimana unit produksinya yang

baru diperkirakan dapat beroperasi mulai tahun


2013.

Pada

perbandingan

gambar

11

kapasitas,

berikut
realisasi

dapat

dilihat

produksi

dan

konsumsi untuk serat filament poliester.

Gambar 11. Perbandingan Kapasitas, Produksi dan


konsumsi PFY

Konsumen utama PFY di pasar domestik adalah


industri pertenunan yang menyumbang sekitar 50 ~
55% dari total konsumsi nasional, diikuti industri
perajutan dengan konsumsi sekitar 45 ~ 50%.
Konsumsi domestik yang cenderung stagnan akibat
kapasitas terpasang untuk industri pertenunan dan
perajutan yang tidak terlalu tinggi pertumbuhannya
menyebabkan surplus produksi akan terus diekspor.
Hal ini dapat dilhat pada neraca perdagangan serat
filamen poliester pada gambar 12 dimana volume

ekspor PFY

jauh lebih tinggi dibandingkan dengan

volume impornya.

Gambar 12. Neraca Ekspor-Impor PFY

Volume penjualan serat poliester baik stapel maupun


filamen di pasar domestik pada semester II tahun
2011 diperkirakan naikmenjadi 285 ribu ton atau naik
9,6% dibanding semester I tahun ini. Tingginya harga
kapas dunia membuat tren penggunaan bahan baku
serat poliester meningkat di pasar domestik.
Bahan Baku Serat Poliester
Purified Terepthalic Acid (PTA) sebagai bahan baku
serat poliester produksinya menurun menjadi 1.260
KTA pada tahun 2010 padahal pada tahun 2006 total
produksinya mencapai 1.850 KTA. Hal ini terjadi
karena

dua

produsen

PTA

menghentikan

line

produksinya dan satu produsen hanya mengaktifkan


20% dari total kapasitas produksinya. Pada tahun
2011 produksi diharapkan naik menjadi 1.286 KTA
dengan tingkat utilisasi 95 ~ 100% untuk dua
produsen utama.

Gambar 12. Perbandingan Kapasitas, Produksi dan


konsumsi PTA

Saat ini hanya terdapat lima perusahaan produsen


PTA di Indonesia yakni Pertamina, PT Mitsubishi
Chemical

Indonesia,

PT

Polysindo

Eka

Perkasa

(berubah nama menjadi PT Asia Pacific Fibers Tbk), PT


Amoco Mitsui PTA Indonesia, dan PT Polyprima
Karyareksa. Kapasitas produksi PTA nasional saat ini
diperkirakan mencapai 2,17 juta ton.
Industri
termasuk

Purified
dalam

Terephthalic
industri

Acid

petrokimia

(PTA)

yang

merupakan

industri yang relatif baru tumbuh di Indonesia. Dari


lima produsen PTA yang ada pabrik yang masih
berproduksi

hanya

tiga,

yaitu

Amoco

Mitsui,

Mitsubishi Chemical, dan Asia Pacific Fibers dengan


kapasitas tahunan sebesar 1.810.000 ton per tahun.
Dari tiga perusahaan tersebut, Asia Pacific Fibers
hanya memproduksi PTA untuk dikonsumsi sendiri.
Sementara kebutuhan PTA bagi industri serat sintetis
nasional dipasok oleh Mitsubishi dan Amoco dan
sisanya masih diimpor namun hanya dalam skala
kecil yakni sekitar 40 ribu ton per tahun.
Bahan baku utama industri PTA adalah nafta dan
kondensat yang merupakan hasil pengolahan kilang
minyak bumi yang mengalami proses reforming
sehingga

dihasilkan

paraxylene,

paraxylene

direaksikan

dengan

dihasilkan

PTA.

selanjutnya

acetic

Pengembangan

acid

industri

dan
PTA

diharapkan akan memberikan keuntungan berganda


bagi pembangunan nasional yang sangat berarti
dibandingkan apabila potensi sumber daya migas
hanya dimanfaatkan sebagai komoditi ekspor. Melihat
sumber daya migas dan jumlah tenaga kerja yang
dimiliki

Indonesia,

mempunyai

produk

keunggulan

PTA

dapat

komparatif

dikatakan
di

pasar

internasional, sehingga dapat meningkatkan daya

saing produk PTA Indonesia yang akan berdampak


pada penghematan dan perolehan devisa.
Selain PTA, bahan baku utama yang dibutuhkan
untuk memperoduksi serat poliester adalah MonoEtilena Glikol (MEG). Di

Indonesia MEG hanya

diproduksi oleh satu perusahaan yaitu PT. Polychem


Indonesia. Selain memproduksi MEG PT Polychem
juga memproduksi Di-Etilena Glikol (DEG), Tri-Etilena
Glikol (TEG) dan berbagai produk Etoksilat (EOX).
Kapasitas produksi yang dimiliki PT Polychem adalah
226.800 ton pertahun dimana tahun 2010 Polychem
memproduksi 177.991 ton MEG.

Gambar 13. Perbandingan Kapasitas, Produksi dan


konsumsi MEG

Dari Keseluruhan produksi MEG yang dihasilkan oleh


PT

Polychem

Indonesia

sekitar

17%

dikonsumsi

sendiri oleh divisi poliester dan selebihnya,

yaitu

sekitar 83%, dijual ke berbagai produsen benang dan


serat poliester. Saat ini, Indonesia masih merupakan
negara

pengimpor

MEG,

mengingat

kapasitas

produksi PT Polychem yang hanya 226.800 ton per


tahun. Ketergantungan impor yang sangat tinggi itu
menyebabkan 12 perusahaan serat sintesis sulit
meningkatkan daya saing. Oleh karena itu industri
MEG sebagai sumber bahan baku serat poliester
seharusnya ditumbuhkan mengingat peluang dan
pangsa pasar yang masih sangat besar di Indonesia.
Industri serat sintetis di dalam negeri membutuhkan
tambahan investasi sebesar Rp 15 triliun untuk
membangun

pabrik

paraxylene

guna

memenuhi

pasokan bahan baku serat sintetis dengan rincian


pasokan paraxylene diharapkan mencapai 5 juta ton
per tahun untuk memproduksi PTA dan MEG sekitar
6,3 juta ton setiap tahunnya.
C. Industri Serat Rayon
Saat ini di Indonesia hanya terdapat 2 produsen serat
rayon, namun kedua perusahaan ini memiliki share
yang besar dari total produksi serat rayon dunia.
Selama beberapa tahun terakhir PT South Pacific
Viscose

dan

PT

Indo

Bharat

Rayon

terus

meningkatkan kapasitas produksinya, sehingga pada

tahun 2010 ini total kapasitas terpasang dari kedua


perusahaan tersebut telah mencapai 400.000 ton
pertahun. Setelah mengalami penurunan produksi
dan

konsumsi

pada

tahun

2008,

produksi

dan

konsumsi terus meningkat pada tahun 2009 sampai


dengan 2010 dan diperkirakan akan tumbuh sebesar
5% per tahunnya.
Berdasarkan data, kebutuhan serat rayon tahun 2010
mencapai 252.000 ton dimana industri dalam negeri
hanya mampu memenuhi 219.360 ton, sedangkan
sisanya sebanyak 32.640 ton masih harus diimpor.
Kontribusi

terbesar

dalam

rangka

pemenuhan

konsumsi dalam negeri berasal dari SPV yakni


sebesar 120.000 ton. Sedangkan pasokan dari IBR
sebesar

99.360

ton.

Rincian

perkembangan

kapasitas, realisasi produksi dan konsumsi serat


rayon dapat dilihat pada gambar 14.

Gambar 14. Perbandingan Kapasitas, Produksi dan


konsumsi VSF

Ekspor serat rayon terus meningkat sejak tahun 2006


hal ini sejalan dengan industri serat rayon didalam
negeri

yang

terus

meningkatkan

kapasitas

produksinya untuk mengantisipasi permintaan yang


terus menggelembung akibat terganggunya pasokan
serat

kapas.

Neraca

perdagangan

serat

rayon

Indonesia dapat dilihat pada gambar 15.

Gambar 15. Neraca ekspor-impor VSF

Indonesia berencana tak lagi mengimpor serat rayon


mengingat

industri

tekstil

akan

mendapatkan

tambahan serat rayon dari penambahan pabrik baru


PT South Pacific Viscose (SPV), produsen rayon asal
Austria ini akan membangun pabrik ke lima yang nilai
investasinya

mencapai

US$

130

juta. Melalui

pendirian plant baru ini total kapasitas produksi PT


SPV diharapkan menjadi 325.000 ton, dimana 60%
dari hasil produksinya direncanakan dipasarkan untuk
kebutuhan domestik. Saat ini, pasokan serat rayon
SPV ke pasar domestik hanya sekitar 120.000 ton.
Selain PT SPV yang sedang melakukan ekspansi, PT
Sri Rejeki Isman (Sritex) yang merupakan produsen
TPT terpadu juga berencana membangun pabrik serat
rayon pada tahun 2012 dan ditargetkan efektif
beroperasi pada 2013.
Dengan dilakukannya ekspansi oleh PT Sritex dan PT
SPV di sektor serat rayon kemungkinan negara ini
akan menjadi produsen serat rayon terbesar di dunia
pada tahun 2014. Kapasitas produksi serat rayon
Indonesia pada 2014 diperkirakan mencapai 1 juta
ton per tahun yang dipicu ekspansi produsen guna
merespon permintaan pasar yang diyakini akan terus
meningkat.
D. Industri Filamen Nilon
Konsumsi dan produksi untuk Nylon Filament yarn
(NFY) cenderung turun selama 5 tahun terakhir, pada
tahun 2005 konsumsi serat filamen nilon mencapai
27 Kilo Ton pertahun (KTA) dan turun pada tahun
2010

konsumsinya hanya mencapai 12 KT. Ekspor

NFY pada tahun 2010 mencapai 8 KTA dan impornya

sekitar 1 KTA dengan utilisasi kapasitas terpasang 70


~ 75%.

Gambar 16. Perbandingan Kapasitas, Produksi dan


konsumsi NFY

Indonesia juga memiliki produsen benang nilon untuk


keperluan

khusus

seperti

benang

nilon

dengan

kekuatan tinggi untuk keperluan kain ban (nylon tyre


cord) dengan kapasitas produksi mencapai sekitar
77.000 ton pertahun.
E. Industri Serat Akrilat
Indonesia hanya memiliki 1 produsen serat akrilat
yaitu PT Kahatex, namun hasil produksi PT Kahatex
seluruhnya

digunakan

untuk

keperluan

sector

pemintalan mereka sendiri. Permintaan Serat Acrylic

untuk industri lain di Indonesia dipenuhi melalui


impor dan hanya berkisar 65 KTA.

A. PELUANG INVESTASI INDUSTRI DI INDONESIA


Indonesia

memiliki

pertumbuhan

perekonomian

tercepat

nomor

tiga

dengan

laju

di

dan

Asia

perekonomian terbesar di seluruh Asia Tenggara


Dengan jumlah Produk Domestik Bruto (PDB) yang
hampir mencapai US$550 milyar di tahun 2009.
Sebagai negara yang tidak terkena dampak krisis
keuangan

global

separah

negara

tetangga,

pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai angka


6,5% di sampai dengan triwulan III 2011. Dengan
jumlah 240 juta penduduk, Indonesia menawarkan
pasar domestik yang luas dimana kondisi ini akan
memberi keuntungan bagi banyak industry termasuk
didalamnya industry tekstil.
Indonesia terletak di persimpangan Samudra Pasifik,
Selat

Malaka,

dan

Samudra

Hindia.

Lebih

dari

separuh pelayaran internasional melewati perairan


Indonesia. Indonesia adalah satu-satunya negara Asia
Tenggara yang menjadi anggota G-20, kelompok
global terkini untuk kebijakan ekonomi antar negara.
Standard Chartered memprediksi bahwa Indonesia
akan masuk di kelompok G-7 di tahun 2040 dengan
syarat tercapainya potensi pertumbuhannya di tahun
2012,

dan

ekonominya

akan

melampaui

Korea

Selatan di tahun 2016 dan Jepang di tahun 2024.

Gambar 17. Perbandingan pertumbuhan ekonomi


Indonesia, India dan China

Pada Januari 2010, lembaga pemeringkatan Fitch


Ratings

telah

meningkatkan

peringkat

kredit

Indonesia menjadi BB+ dengan prospek ke depan


yang stabil. Peningkatan peringkat kredit ini sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat
dan berkelanjutan, serta posisi fiskal yang semakin
membaik.

Hal

ini

menunjukkan

peningkatan

kepercayaan untuk berinvestasi di Indonesia, karena


menempatkan Indonesia hanya satu tingkat di bawah
peringkat investment grade. Dengan perubahan
peringkat ini, Indonesia semakin berpeluang untuk
menarik investasi dan arus modal dalam jumlah
besar, serta dapat menarik dana-dana yang selama
ini hanya bisa diinvestasikan ke dalam negara yang
memiliki

peringkat

investment

grade.

Trend

investasi di Indonesia mengalami perkembangan


yang cukup baik selama15 tahun terakhir.

Gambar 17. Penanaman Modal Asing (PMA/FDI) yang telah


Direalisasi

Indonesia merupakan negara yang menarik bagi


tujuan

investasi

karena

menawarkan

berbagai

keuntungan investasi antara lain:


1. Insentif Fiskal Kepabeanan dan Pajak
Pemerintah

secara

konsisten

melakukan

pembenahan pelayanan dan menawarkan insentif


fiskal yang menarik bagi arus lalu lintas barang
yang masuk atau keluar dari wilayah Indonesia.
Insentif

fiskal

kepabeanan

diberikan

kepada

industri yang mendukung substitusi impor dan


industri ekspor. Insentif fiskal kepabeanan yang
diberikan berupa:
-

Keringanan bea masuk/tarif impor bahan baku


atau komponen. Keringanan dapat berbentuk

pembebasan atau penurunan bea masuk (0%5%).


-

Keringanan PPN, PPnBM dan PPh pasal 22.


Keringanan

dapat

berbentuk

penangguhan

atau pembebasan.
Insentif fiskal pajak diberikan kepada penanam
modal di bidang-bidang usaha tertentu termasuk
didalamnya industry serat sintetis dan di daerahdaerah tertentu. Bidang usaha dan daerah yang
dapat memperoleh fasilitas insentif fiskal ini
ditetapkan melalui PP No. 1 tahun 2007 (revisinya
PP. 62 tahun 2008) yang sedang dalam proses
revisi dan akan ditetapkan pada tahun 2011 ini.
Insentif fiskal pajak diberikan berupa:
-

Pengurangan penghasilan neto sebesar 30%


(tiga puluh persen) dari jumlah Penanaman
Modal.

penyusutan dan amortisasi yang dipercepat.

pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen


yang dibayarkan kepada Subjek pajak Luar
Negeri sebesar 10%, atau tarif yang lebih
rendah

menurut

Persetujuan

Penghindaran

Pajak Berganda yang berlaku.


-

kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5


(lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun.

2. Infrastruktur

yang

memadai

dan

terus

ditingkatkan.
-

Indonesia

memiliki

seluruh

pelabuhan

2.061

pelabuhan
tersebut

dari
yang

menyediakan fasilitas kontainer antara lain:


pelabuhan Belawan, Batam, Tanjung Priok,
Tanjung Emas, Tanjung Perak dan Makasar.
Pelabuhan

terbesar

Tanjung

Priok,

yang

melayani wilayah Jakarta, mampu menampung


1.431.753 Twenty Feet Equivalent Units (TEU's)
kontainer

pada

Pelabuhan

Tanjung

wilayah

Jawa

tahun

2000,

Perak,

Timur,

sementara

yang

mampu

melayani

menampung

238,567 TEU's di tahun 2000.


-

Indonesia memiliki sekitar 150 bandara, yang


terdiri dari bandara internasional dan bandara
domestik.

Infrastruktur jalan raya mengalami perbaikan


sepanjang

tahun.

peningkatan

Hal

panjang

ini

jalan

terlihat
beraspal

dari
total,

dimana tahun 2000 sepanjang 355.951 km,


menjadi 393.794 km di tahun 2006.
-

Infrastruktur

listrik

Indonesia

mengalami

peningkatan kapasitas terpasang. Tahun 2002,


kapasitas

terpasang

sekitar

21.000

MW.

Kapasitas ini mengalami peningkatan pada

tahun 2006 menjadi 22.500 MW. Saat ini,


penambahan

kapasitas

listrik

Indonesia

merupakan program utama pemerintah untuk


lebih mendukung iklim investasi.
-

Telekomunikasi Indonesia berkembang pesat


sejak

adanya

reformasi

telekomunikasi.

Tahun

di

2008,

sektor
pengguna

telepon seluler melampaui angka 60 dari 100


penduduk,

unggul

dari

India

dan

China.

Pengguna telepon tetap berjumlah sekitar 30


dari

setiap

100

penduduk,

unggul

dari

Thailand. Pengguna internet berjumlah sekitar


25 dari setiap 100 penduduk, unggul dari
India.
-

Moda transportasi darat Kereta Api dapat


ditemukan di Pulau Sumatera dan terutama di
Pulau Jawa. Panjang track operasi kereta api di
Jawa mengalami peningkatan dari 3365,6 km
di tahun 2006, menjadi 3370,0 km di tahun
2007.

Pengurusan izin kerja bagi tenaga kerja asing


di

Indonesia

cukup

mudah,

meliputi

pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja


(RPTK), rekomendasi visa kerja, Kartu Izin
Tinggal

Terbatas

(Kitas),

dan

Memperkerjakan Tenaga Asing (IMTA).

Izin

3. Jaminan Kemudahan Investasi dan Kelangsungan


Usaha melalui Penetapan Peraturan Perundangundangan, meliputi:
-

UU No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman


Modal

UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan


keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 Tentang
Pajak Penghasilan

PP No. 1 Tahun 2007 Jo. No. 62 Tahun 2008


Tentang

Fasilitas

Pajak

Penghasilan

Untuk

Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha


tertentu dan/atau Di Daerah-Daerah Tertentu.
-

PP No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian


Urusan Pemerintahan.

PP No. 81 Tahun 2007 Tentang Penurunan tarif


Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Badan
Dalam

Negeri

Yang

Bebentuk

Perseroan

Terbuka
-

Perpres No. 76 Tahun 2007 Tentang Kriteria


dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha
Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka
Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman
Modal.

Perpres

No.

Perubahan

111

Perpres

Tahun
No

2007

77/2007

Tentang
Mengenai

Daftar Bidang Usaha Tertutup Dan Terbuka

Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman


Modal
-

Perka BKPM No.11 Tahun 2009 Tentang

Tata

Cara Pelaksanaan, Pembinaan, Dan Pelaporan


Pelayanan

Terpadu

Satu

Pintu

Di

Bidang

Penanaman Modal
-

Perka

BKPM

Pedoman

No.12

Dan

Tahun

Tata

2009

Cara

Tentang

Permohonan

Penanaman Modal.
-

Perka

BKPM

Pedoman

No.13

Dan

Tahun

2009

Tatacara

Tentang

Pengendalian

Pelaksanaan Penanaman Modal


-

Perka BKPM No.14 Tahun 2009 Tentang Sistem


Pelayanan Informasi Dan Perizinan Investasi
Secara Elektronik

4. Biaya Memulai Usaha yang relative terjangkau


Daya tarik utama memulai usaha di Indonesia
adalah karena biaya usaha yang dibutuhkan
relatif rendah.
-

Office rental cost yang cukup murah untuk


daerah pusat bisnis seperti di Jakarta dengan
kisaran harga Rp. 60-80 ribu per m2.

Labor

cost

di

Indonesia

bervariasi

antar

provinsi. Papua dan Aceh merupakan provinsi


dengan Upah Minimum tertinggi, sebesar Rp.
1,2 juta per bulan. Di Jawa, yang merupakan

pusat bisnis Indonesia, Upah Minimum masih


berkisar Rp. 570 700 ribu per bulan, kecuali
DKI Jakarta dan Banten. Secara rata-rata Upah
minimum Indonesia masih berada di level
kompetitif, jika dibandingkan dengan negaranegara ASEAN.

Gambar 18. Perbandingan Upah tenaga Kerja


Indonesia dengan Negara Pesaing

Utilities and energy cost yang terdiri dari listrik


dan air. Tarif listrik bervariasi berdasarkan
klasifikasi pengguna. Untuk kelompok bisnis,
biaya beban listrik berkisar Rp. 23.500
30.000 per kVA dengan biaya pakai berkisar
Rp. 254 545 kVA. Tarif air juga bervariasi
berdasarkan

klasifikasi

pengguna.

Tarif

air

untuk dunia usaha berkisar Rp. 12.550


14.650 per m3.
-

Transportation cost terutama terdiri dari biaya


sewa kendaraan dan biaya penerbangan. Biaya
sewa kendaraan (termasuk supir) bervariasi

berdasarkan jenis mobil. Biaya sewa mobil


berada

pada

8.380.000.

kisaran

Tarif

Rp.

5.670.000

penerbangan

domestik

bervariasi bergantung pada jarak tempuh.


Secara rata-rata, tarif penerbangan domestik
Indonesia semakin kompetitif sejak adanya
reformasi

industri

penerbangan.

maskapai

penerbangan

Jumlah

domestik

juga

mengalami peningkatan yang signifikan. Tarif


penerbangan termahal adalah Jakarta-Papua
sebesar Rp 3,7 juta. Tarif termurah adalah
Jakarta-Semarang Rp 0,5 juta.
-

Biaya Kargo bervariasi bergantung pada tipe


kontainer, kapal, dan tujuan. Tarif kargo kapal
laut

dari

pelabuhan

utama

Indonesia

ke

Singapura sebesar USD 250 (20 fts) dan USD


400 (40 fts). Tarif ke China sebesar USD 350
(20 fts) dan USD 550 (40 fts). Tarif ke Eropa
sebesar USD 1.700 (20 fts) dan 3.150 (40 fts).
Tarif ke Amerika Serikat sebesar USD 2.565 (20
fts) dan USD 3.660 (40 fts).
-

Biaya telekomunikasi yang semakin bersaing


sejak

adanya

reformasi

di

sektor

telekomunikasi. Tarif lokal berkisar Rp. 250 per


1,5 3 menit. Tarif internasional bervariasi
berdasarkan jarak dan waktu panggilan. Tarif

panggilan internasional termurah sebesar Rp.


320 per menit.
-

Biaya Kesehatan yang pada umumnya tidak


ada asuransi kesehatan yang harus dibayar.
Akan tetapi, untuk para pekerja biasanya
disediakan

asuransi

kesehatan

dari

perusahaan yang besarnya tergantung dari


jumlah total gaji yang diterima.

5. Menurut

PricewaterhouseCoopers,

Indonesia

merupakan pasar yang terkenal dengan sumber


daya

alamnya,

bahkan

dari

prospek

bahan

mineral dikatakan lebih menarik dibandingkan


negara lain seperti Afrika Selatan, Australia dan
Kanada.

Gambar 19. Sumber Daya Alam yang dimiliki


Indonesia

B. TANTANGAN YANG DIHADAPI INDUSTRI SERAT


SINTETIS DI INDONESIA
-

Fluktuasi harga minyak dunia yang merupakan


sumber bahan baku serat sintetis dan tingginya
biaya

energi

banyak

mempengaruhi

perkembangan industry serat sintetis.


-

Tinggi dan volatile-nya bahan baku menyebabkan


harga yang tidak stabil karena industri hilir
khususnya paraxylene dan MEG tidak terlalu kuat.

Membangun rantai produksi antara downstreammidsteram-upstream

dengan

mengembangkan

produk baru dan menciptakan jaringan distribusi


baru di setiap sektor industri tekstil sehingga
menjadikan nilai tambah yang lebih tinggi pada
produk yang dihasilkan.
-

Pemenuhan kebutuhan dalam negeri yang terus


meningkat dan pemanfaatan daya saing serat
sintetis yang lebih baik daripada serat alam yang
sulit dikembangkan di Indonesia.

Memperluas

pasar

ekspor,

berbasis

pada

pengembangan kualitas yang lebih baik dan biaya


yang kompetitif manufaktur.

Pengembangan

teknologi

dan

sumber

manusia untuk meningkatkan

daya

efisiensi dan

produktivitas industri.
-

Peningkatan

infrastruktur

meningkatkan

efisiensi

di

industri

termasuk

pelabuhan

untuk

meningkatkan daya saing global.


-

Persaingan global dan peraturan perdagangan


internasional seperti antisubsidi dan anti dumping
perlu di tangani dengan tepat.

Peraturan perundang-undangan untuk menjamin


iklim

investasi

industry

dan

peraturan

ketenagakerjaan yang menjamin keberlangsungan


usaha dan pro terhadap tenaga kerja.
-

Mendesak

&

yang

mengembangkan energi

dibutuhkan

untuk

efisien dan ramah

lingkungan proses produksi dan peralatan.

C. PELUANG INVESTASI INDUSTRI SERAT SINTETIS


DI INDONESIA
Pengembangan Serat sintetis yang berbasis pada
bahan baku dari residu minyak bumi sangat layak
dikembangkan di Indonesia mengingat Indonesia
memiliki kekuatan antara lain:
-

Indonesia memiliki sumber bahan baku (minyak


bumi) yang sangat melimpah, hal ini merupakan
factor kunci dalam persaingan industry serat
sintetis. Industri Petrokimia hulu yaitu pengolahan

Paraxylene, PTA dan MEG yang merupakan bahan


baku serat polyester juga merupakan sektor yang
sangat menjanjikan dalam melakukan investasi.
-

Industri

Tekstil

khususnya

dan

industri

Produk

Tekstil

spinning

Indonesia

terus

tumbuh

sehingga kebutuhan akan bahan baku serat akan


terus meningkat.
-

Dalam rangka pemenuhan kebutuhan sandang


dalam negeri yang terus naik seiring dengan
besarnya pertambahan jumlah penduduk serta
perluasan pasar ekspor penguatan industri hulu,
antara dan hilir perlu terus dilakukan.

Pengembangan serat alam terutama kapas yang


sulit dilakukan di Indonesia membuka peluang
yang lebih besar untuk industry serat sintetis.

Indonesia merupakan negara terbesar ke-enam


sebagai

produsen

serat

sintetis.

Hal

ini

menunjukkan bahwa kualitas produk untuk pasar


ekspor maupun dalam negeri sudah di akui dunia.
-

Situasi ekonomi dan politik di Indonesia terus


membaik dan perekonomian terus tumbuh, ketika
terjadi resesi ekonomi pada periode 2008-2010
pertumbuhan ekonomi Indonesia justru naik 6,5%
pada

kuartal

kedua

tahun

2011

pertumbuhan industry mencapai 6,4%.

serta

Pemerintah telah meluncurkan program industri


Tekstil revitalisasi di 2006 ~ 2007 yang telah
berhasil melanjutkan sampai tahun ini.

Produsen

serat

sintetis

di

Indonesia

peluang

semakin

membaiknya

sintetis

dengan

melakukan

melihat

industri

serat

langkah-langkah

ekspansi, PT Asia Pacific Fibers Tbk, PT Indorama


Synthetics Tbk, PT Panasia Indosyntec, dan PT
Mutu

Gading

menambah

kapasitas

produksi

senilai dengan melakukan investasi sebesar Rp


600 miliar pada tahun depan, untuk memenuhi
peningkatan permintaan domestik dan ekspor.
Keempat perusahaan tersebut adalah PT Asia
Pacific Fibers Tbk, PT Indorama Synthetics Tbk, PT
Panasia

Indosyntec,

dan

PT

Mutu

Gading.

Indorama Grup telah mengakuisisi PT SK Keris


serta melakukan penambahan kapasitas produksi
serat poliester menjadi 10 juta ton dengan
tambahan investasi US$ 3,8 miliar sampai tahun
2014.

PT

Sritex

juga

berencana

melakukan

ekspansi bisnisnya dengan membangun industri


serat

rayon

yang

rencananya

akan

mulai

beroperasi pada tahun 2012, selain itu PT South


Pacific Viscose (SPV) sebagai produsen terbesar
serat rayon juga sedang berupaya meningkatkan
kapasitas produksinya yang menelan dana sekitar

US$ 130 juta. PT Indo Kordsa Tbk juga akan


menginvestasikan

US$

18,5

juta

untuk

meningkatkan kapasitas produksi anak usahanya,


PT Indo Kordsa Poliester (KP), dari 12 ribu ton
menjadi 26 ribu ton per tahun.
-

Pemberian jaminan investasi dan kelangsungan


usaha melalui Undang-undang No 25 tahun 2007
tentang Penanaman Modal.

Pemberian tax allowance melalui revisi PP 62


tahun 2008 yang didalamnya termasuk industry
serat polyester baik staple maupun filament, serat
rayon, polyester chips dan termasuk industry
pengolahan serat alam.

Pemberian

Fasilitas

Pembebasan

atau

Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Melalui


Peraturan

Menteri

Keuangan

Nomor

130/PMK.011/2011 termasuk didalamnya untuk


industry serat (Tax Holiday).
-

Pemberian insentif penanaman modal melalui


Peraturan

Menteri

Keuangan

Nomor

176/Pmk.011/2009 Pembebasan Bea Masuk Atas


Impor Mesin Serta Barang Dan Bahan Untuk
Pembangunan

Atau

Pengembangan

Dalam Rangka Penanaman Modal.

Industri

Anda mungkin juga menyukai