Anda di halaman 1dari 5

Serum C-Reactive Protein Predicts Poor Prognosis in Patients with Locoregionally

Advanced Nasopharyngeal Carcinoma Treated with Chemoradiotherapy

Abstrak
LatarBelakang
Peneliti melakukan penelitian bertujuan untuk mengevaluasi kegunaan serum c-reaktif
protein (crp) pada prognosis pasien dengan kanker nasofaring locoregional lanjutan yang
sebelumnya telah diobati dengan kemoradioterapi.
Metode
Penelitian dilakukan secara retrospektif, dengan meninjau 79 pasien kanker nasofaring
locoregional lanjutan yang telah diobati dengan kemoradioterapi. Kemoradioterapi terdiri dari
eksternal radioterapi ke nasofaring, daerah nodus limfatikus postif, dan daerah nodus limfatikus
yang negatif, dikombinasikand engan 3 siklus berbagai regimen berbasis platinum yang
disampaikan pada interval waktu 3 minggu. CRP yang digunakan mengandung lebih dari 8
mg/L. Tingkat kelangsungan hidup pasien dihitung menggunakan metode Kaplan-Meier, dan
analisis univariat dan multivariate digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang secara
signifikan terkait dengan prognosis pasien tersebut.
Hasil
Selama penelitian berlangsung, rata-rata pasien yang difollow-up sekitar 3.9 tahun
(kisaran: tahun 1-5.5), 23 pasien meninggal karena kanker nasofaring. Tahun ke 5 penelitian
tingkat kanker survival khusus (css) adalah 62,90 %. Sebelum kemoradioterapi, 18 pasien
memiliki serum crp yang tinggi; css menilai bahwa subgrup itu secara signifikan lebih buruk dari
pada sisa pasien (p=0.0002). Pada hasil analisis multivariate menunjukkan bahwa crp merupakan
indicator untuk prognosis daricss, dengan rasio bahaya 3,04 (95% confidence interval: 7.55
untuk 1,22; p=0.017). Antara 18 pasien yang kadar crp ditinggikan, 9 pasien telah mencapai
kadar normal crp setelah dilakukan kemoradioterapi, sedangkan yang 5 tetap hidup dengan tidak
ada bukti kambuh ataupun metastasis selama follow-up. Dengan kontras, 9 pasien yang kadar
serum crp tidak mencapai kadar normal setelah kemoradioterapi meninggal pada tahun ke 4.2
penelitian.
Kesimpulan
Serum crp yang tinggi sebelum pengobatan memiliki prognosis yang buruk pada pasien
dengan kanker nasofaring locoregional lanjutan setelah dilakukan pengobatan dengan
kemoradioterapi.

1. PENDAHULUAN

Kanker nasofaring (npc) adalah bentuk kanker kepala dan leher yang paling sering terjadi
di China dan menjadi endemic di daerah China Selatan. Terapi radiasi adalah pendekatan awal
untuk mengobati kanker nasofaring. Deteksi dini dan intervensi memainkan peran penting untuk
prognosis npc, tetapi kebanyakan pasien datang dengan tahap lanjut dari npc dan memerlukan
pendekatan yang lebih. Kemoradioterapi telah lama dianggap sebagai pengobatan standar bagi
kasus npc. Beberapa studi menunjukkan bahwa pemberian bersamaan kemoterapi dan radioterapi
lebih unggul dibandingkan dengan radioterapi atau kemoterapi sendiri. Kemoradioterapi adalah
regimen standar dalam pengobatan localreginal lanjutan pada npc. Namun pada beberpa pasien,
penyakit tersebut berlangsung secara cepat setelah pemberian kemoradioterapi. Tujuan untuk
mengevaluasi kegunaan serum c-reaktif protein (crp) pada prognosis pasien dengan kanker
nasofaring locoregional lanjutan yang sebelumnya telah diobati dengan kemoradioterapi.
2. METODE
Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan mengidentifikasi 79 pasien dengan
kanker nasofaring local regional lanjutan yang telah dilakukan kemoradioterapi pada Januari
2007 - Januari 2012 di Institusi peneliti. Serum crp didefinisikan sebagai nilai perkiraan awal
kemoradioterapi. Nilai tersebut inavailable pada 17 pasien, sehingga tersisa 62 pasien. Pada hasil
diagnosis tidak ada pasien yang memiliki penyakit infeksi. Serum crp diukur menggunakan crpkit untuk image immune kimia system. Nilai elevasi serum crp ditetapkan pada 8 mg/L (0.8
mg/dL) sebagaimana ditentukan dalam manual reagen. Pasien dengan serum crp melebihi 8
mg/L sebelum kemoradioterapi dimasukkan kedalam kelompok crp yang ditinggikan. Dalam
kelompok, peneliti mengidentifikasi pasien yang mencapai nilai serum crp yang normal (<8
mg/L) dalam 1 bulan setalah dilakukan kemoradioterapi (crp responder). Karakteristik dasar
serum crp dianaliasis menggunakan Chi-kuadrat. Uji kelangsungan hidup spesifik kanker (css)
dihitung dan di analisa dengan menggunakan metode Kaplan-Meier dan log-rank tes. Analisis
multivariate dan univariat digunakan Cox proporsional dimasukkan faktor-faktor yang
ditentukan sebelum kemoradioterapi termasuk usia, jenis kelamin, tahap tumor, nodus limfatikus
yang terkena, histologist kelas, jenis regimen kemoterapi, status kinerja, dan kadar serum crp.
Durasi waktu css didefinisikan sebagai interval dimulainya penelitian dari tanggal didiagnosis
dengan kanker nasofaring locoregional lanjutan. Persetujuan penelitian dilakukan secara tertulis
dari setiap pasien sebelum dilakukannya studi ini.
3. HASIL
Kemoradioterapi yang digunakan terdiri dari eksternal-balok radioterapi (50-80 Gy)
dengan kemoterapi. Berbasis regimen platinum digunakan pada 52 pasien: terdiri dari Fluoro
urasil dan platinum yang diberikan pada 37 pasien; dan 15 pasien menerima carbo plantin dan
paclitaxel. Sisanya menerima kombinasi cisplatin atau carboplantin dengan docetaxel. Dosis
radiasi nasofaring yang diberikan, pada daerah nodus limfa yang positif dan nodus limfa yang
negative adalah 70-80 Gy, 60-70 Gy, dan 50-60 Gymasing-masing diberikan dosis 1.8 Gy atau 2
Gy 5 hari per minggu. Kemoterapi diberikan secara sistemi ksetiap 3 mingguselama 9 minggu
radioterapi; siklus lain diberikan setelah akhir dari radioterapi. Semua pasien menerima 4 siklus

kemoterapi, terdapat 4 pasien (6%), dosis radiasi yang berkurang karena toksisitas akut orofaring
( rata-rata menggunakan dosis 50 Gy; kisran 45.0-65.0 Gy). Selama follow up rata-rata pada
tahun ke 3.9 (kiasaran 1-5.5 tahun) , 23 pasien (37,10%) meninggal karena kanker nasofaring.
Dari data css pada tahun ke 5 meningkat menjadi 62.9% (gambar 1).
Penelitimengamatitidakadaperbedaandalamkliniskarakteristikanatarapasiendengan serum yang
tinggidengan serum crp yang normal, kecualiuntukkelashistologistumornya. Pada 18 pasien
(29,03%) dengan serum crp yang tinggidenganhistologikelasnyaadalahsignifikanlebihtinggi
(p=0.028).
Sepertipadagambar 2 padakelompok serum crp yang tinggimeningkatselama 5
tahunmenjadi 22.78% dan 77.27%. Serum crpadalah indicator prognostic independenuntukcss,
denganrasiobahaya
3,04
(95%
confidence
interval;
1,22;
p=0.017).
Dalamkelompokpasiendenganpeningkatancrp (n=18), 9 pasienterdaftartingkatcrp yang normal
setelahkemoradioterapi, 5 tetaphiduptanpakambuhatau metastasis selama follow-up berlangsung,
9
pasiensisanyatidakmerespon
(kadarcrptetaptinggi)
setelahdilakukankemoradioterapidanmeninggaldaripenyakittersebutdalamkurunwaktu
4.2
tahunkarenakekambuhandan metastasis jauh.
4. DISKUSI
Kehadiran
serum
crptelahdilaporkanterkaitdengan
prognosis
burukpadapasiendenganberbagaikeganasan,
termasukjugakankerlaring,
kankerkolorektak,
kankerlambungdanjaringanlunkakaposi.
Dalampenelitianini
serum
crppadapasiendengankankernasofaringlocoregionallanjutandiberikankemoradioterapidiperkiraka
n
prognosis
sebelumnyaadalahburuk.
Berdasarkanlaporanbahwa
serum
crpmerupakanfaktorindependen
prognostic
yang
tidakmenguntungkanpadapasiendengankankernasofaring.
Akhir-akhirinidilaporkanbahwa
interleukin
6
dinyatakanbermanfaatbagipenderitanpc.Interleukin
6
dan
1
dapatmenekanproliferasisel
6
yang
menginduksinpc.Anggotabakterisisdadapatmeningkatkanpermeabiltas
protein
daln
lipid
mengingat
protein
keluarga,
iplunc
1
dapatdikeluarkanolehsel-sel
goblet
dankelenjarmukosasaluranpernafasanatasdanronggamulut.Protein
tersebutdapatmenghambatekspresi
lipopolysaccharide-induced
interleukin
6
di
npcseldanmempromosikannpcsel apoptosis.Korelasipeningkatan serum crpdengan prognosis
yang burukmungkinmencerminkannilai prognostic tumor yang dihasilkansel 6, interleukinind
ulcer produksi di hati.
Dalampenelitianini, haltersebutmenarikkarnaselainmenjadi indicator prognostic, serum
crpjugasebagaipenandabergunanyasecraklinispengobatankemoradioterapipadapasienkankernasof
aringlocoregionallanjutan.
Kegagalan
serum
crpkembali
normal
setelahpengobatandidugalebihlanjutakibatperkembanganpenyakitdanperluterapi adjuvant yang
lebih.
Serum crp bisa menjadi tambahan yang praktisdalam stratifikasi pasien dengan kankernas
ofaringlocoregionallanjutanbaiksebelumdansetelahperawatan.

Dalam menilai crp elevasi, kehadiranpenyakit radang harus dipertimbangkan, karenacrp penanda
peradangan spesifik. Namun,pengukuran serum crp sederhana danberbiayarendah. Olehkarenaitu
, meskipunkepekaan lemah, crpdapat secararutin diukur sebagai penanda klinispraktis pada pasie
n dengan locoregionallanjutan diperlakukan dengankemoradioterapi.
5. KESIMPULAN
Dalam penelitian ini, kami menguji apakah serum crp terkait dengan prognosis pasien
kanker nasofaring yang telah diberikan kemoradioterapi. Serum crp yang tinggi sebelum
pengobatan memprediksi prognosis yang buruk pada pasien kanker nasofaring. Hasil dari
penelitian ini menujukkan bahwa perubahan dalam serum crp dengan pengobatan adalah
indicator prognostic independen pada pasien dengan kanker nasofaring locoregional lanjutan.

JOURNAL READING
Serum C-Reactive Protein Predicts Poor Prognosis in Patients with
Locoregionally Advanced Nasopharyngeal Carcinoma Treated with
Chemoradiotherapy

Oleh
Selvia Helena Utami (1102010265)

Pembimbing
dr. Budi, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN TELINGA, HIDUNG & TENGGOROK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON
JUNI 2015

Anda mungkin juga menyukai