Anda di halaman 1dari 2

Runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegara

Jembatan Kutai Kartanegara adalah jembatan yang melintas di atas sungai Mahakam dan merupakan
jembatan gantung terpanjang di Indonesia.[1] Panjang jembatan secara keseluruhan mencapai 710 meter,
dengan bentang bebas, atau area yang tergantung tanpa penyangga, mencapai 270 meter.[2] Jembatan ini
merupakan sarana penghubung antara kota Tenggarong dengan kecamatan Tenggarong Seberang yang
menuju ke Kota Samarinda.
Jembatan Kutai Kartanegara merupakan jembatan kedua yang dibangun melintasi Sungai Mahakam
setelah Jembatan Mahakam di Samarinda sehingga banyak yang menyebutnya Jembatan Mahakam II.
Jembatan ini dibangun menyerupai Jembatan Golden Gate di San Fransisco, Amerika Serikat. Pembangunan
jembatan ini dimulai pada tahun 1995 dan selesai pada 2001 dengan kontraktor PT Hutama Karya yang
menangani proyek pembangunan jembatan tersebut.[3]
Saat diresmikan pada awal tahun 2002, jembatan ini dinamai Jembatan Gerbang Dayaku yang diambil dari
slogan pembangunan gagasan bupati Kutai Kartanegara saat itu, Syaukani Hasan Rais. Sejak Syaukani tidak
menjabat lagi sebagai bupati, jembatan ini diganti namanya menjadi Jembatan Kutai Kartanegara ing
Martadipura atau Jembatan Kartanegara.

Ambruk[sunting]
Pada tanggal 26 November 2011 pukul 16.20 waktu setempat, Jembatan Kutai Kartanegara ambruk dan
roboh.[4] Puluhan kendaraan yang berada di atas jalan jembatan tercebur ke Sungai Mahakam. 18 orang tewas
dan puluhan luka-luka akibat peristiwa ini dan dirawat di RSUD Aji Muhammad Parikesit [5]. Diduga robohnya
jembatan ini akibat pengenduran kabel penahan jembatan yang sedang dalam perbaikan, namun arus lalu
lintas malah tidak dialihkan.

TEMPO.CO , Jakarta:Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menyatakan jembatan Kutai Kartanegara runtuh
akibat akumulasi ketidaksempuraan sejak awal perencanaan hingga perawatan.
Ketua Tim Investigasi, Iswandi Imran, menjelaskan ketidaksempurnaan sudah mulai ada sejak tahun 1995,
dimana jembatan direncanakan. Bentuk jembatan didesain tidak streamline, artinya banyak perubahan
geometri yang mendadak untuk setiap sambungan. Dalam bentuk seperti itu berarti terdapat banyak patahan
pada jembatan.
Kalaupun ada patahan seharusnya diaplikasikan radius, diberi jari-jari sehingga ada media peralihan,
sehingga dari satu bentuk tidak secara tiba-tiba menjadi bentuk lain, kata Iswandi dalam keterangannya di
Jakarta Rabu 11 Januari 2012 kemarin. Menurut dia, tidak adanya proses peralihan bisa menimbulkan
konsentrasi tegangan berlipat ganda.
Kementerian Pekerjaan Umum kemarin mengumumkan hasil investigasi ambruknya jembatan Kutai
Kartanegara. Menteri PU Djoko Kirmanto sebulan lalu berjanji mempublikasikan laporan tim investigasi yang
terdiri dari para ahli.

Iswandi menilai kesalahan atau ketidaksempurnaan lain terdapat pada pemilihan konstruksi. Konstruksi besi
cor jembatan menggunakan Ductile Cast Iron FCD 60. Idealnya, menggunakan baja cor, kata Iswandi.
Materialnya sangat getas. Bisa pecah seketika. Kami menyebutnya patah getas. Besi cor seperti itu tidak
memperlihatkan gejala atau tanda akan pecah. Berbeda halnya jika menggunakan baja. Baja itu akan
mengalami proses ulur, sehingga akan terlihat gejala pecahnya.
Keruntuhan diperkirakan dipicu adanya tegangan tambahan saat pemeliharaan sedang berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai