Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Skizofrenia dapat merupakan penyakit yang ditentukan secara genetik, tetapi juga terdapat bukti yang
menunjukkan kejadian intra uteri dan komplikasi obstetrik. Obat neuroleptik banyak mengedalikan banyak
gejala skizofrenia. Obat tersebut mempunyai sebagian besar efek pada gejala positif seperti halusinasi dan
waham. Gejala negati f seperti menarik diri dari lingkungan sosial dan apatis emosional kurang dipengaruhi
oleh obat neuroleptik. (Profitasari, 2010)
Obat neuroleptik membtuhkan waktu beberapa minggu untuk mengendalikan gejala skizofren dan
sebagian pasien akan membutuhkan pengobatan rumatan selama bertahun-tahun. Relaps sering terjadi bahkan
pada pasien yang dipertahankan dengan obat dan lebih dari dua pertiganya mengalami relaps dalam satu tahun
bila menghentikan terapi. Sayangnya, neuroleptik juga memblok reseptor dopamin pada gnaglia basalis dan
sering juga menyebabkan gangguan pergerakan (efek ekstra piramidal) yang menyebabkan stres dan
kecacatan. (Mansjoer, 2000)
Berbagai agen farmakologis yang digunakan untuk menerapi berbagai gangguan psikiatrik disebut
dengan tiga istilah umumyang dapat saling menggantikan: obat psikotropik, obat psikoaktif, dan obat
psikoterapuetik. Dahulu agen tersebut dibagi dalam empat kategori :
1. Obat antipsikotik atau neuroleptik, digunakan untuk menerapi psikosis.
2. Obat anti depresan, digunakan untuk menerapi depresi.
3. Obat anti manik dan penstabil mood, digunakan untuk menerapi gangguan bipolar.
4. Obat anti ansietas dan anti ansiolitik, digunakan untuk menerapi keadaan ansietas.
Meskipun demikian, sekarang ini pembagian tersebut kurang sah disebabkan berbagai alasan yang
mendasari. Sedangkan pendapat lain mengemukakan klasifikasi obat psikotropika yang baru. Berikut tabel
yang menunjukkan klasifikasi obat psikofarmaka dengan istilah dan obat acuan yang dipakai :

Golongan

Sinonim

Obat acuan

Antipsikosis

Neuroleptika, Major

Chlorpromazine

Antidepresan

Tranquillizer, Ataractics
Thymoleptics, Psychic

Amitriptyline

Anti manik

energizers
Mood modulator, mood

Lithium Carbonate

Anti ansietas

stabilizer, Antimanics
Psycholeptics, Minor

Diazepam/

Anti insomnia

Tranquillizer, Anxyolitic
Hypnotics, Somnifacient,

Chlordiazepoxide
Phenobarbital

Anti obsesif konvulsif

Hipnotika
Drugs used in Obsesivecompulsive

Chlomiprami

Disorder
Drugs used in Panic Disorder

Imipramine

Anti panik
(Andri,2009)

BAB II
PSIKOFARMAKA

1. Definisi
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem Saraf Pusat
(SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan
psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup pasien. Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa
golongan, diantaranya: antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia. Pembagian lainnya
dari obat psikotropik antara lain: transquilizer, neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika1

2. Obat-0bat Psikotropika
1. Obat Anti-Psikosis
Obat-obat neuroleptika juga disebut tranquilizer mayor, obat anti psikotik atau obat anti skizofren,
karena terutama digunakan dalam pengobatan skizofrenia tetapi juga efektif untuk psikotik lain, seperti
keadaan manik atau delirium. Obat-obat anti psikotik ini terbagi atas dua golongan besar, yaitu :1,3
A. Obat anti psikotik tipikal
1. Phenothiazine

Rantai aliphatic

: CHLORPROMAZINE
LEVOMEPROMAZINE

Rantai piperazine

: PERPHENAZINE
TRIFLUOPERAZINE
FLUPHENAZINE

Rantai piperidine

: THIORIDAZINE

2. Butyrophenone

: HALOPERIDOL

3. diphenyl-butyl-piperidine : PIMOZIDE

B. obat anti psikotik atipikal


1. Benzamide

: SULPIRIDE

2. Dibenzodiazepine

: CLOZAPINE
OLANZAPINE

QUETIAPINE
3. Benzisoxazole

: RISPERIDON

Mekanisme Kerja
Semua obat anti-psikosis merupakan obat-obat potensial dalam memblokade reseptor dopamin dan
juga dapat memblokade reseptor kolinergik, adrenergik dan histamin. Pada obat generasi pertama (fenotiazin
dan butirofenon), umumnya tidak terlalu selektif, sedangkan benzamid sangat selektif dalam memblokade
reseptor dopamine D2. Anti-psikosis atypical memblokade reseptor dopamine dan juga serotonin 5HT2 dan
beberapa diantaranya juga dapat memblokade dopamin system limbic, terutama pada striatum.4
Cara Penggunaan
Umumnya dikonsumsi secara oral, yang melewati first-pass metabolism di hepar. Beberapa
diantaranya dapat diberikan lewat injeksi short-acting Intra muscular (IM) atau Intra Venous (IV), Untuk
beberapa obat anti-psikosis (seperti haloperidol dan flupenthixol), bisa diberikan larutan ester bersama
vegetable oil dalam bentuk depot IM yang diinjeksikan setiap 1-4 minggu. Obat-obatan depot lebih mudah
untuk dimonitor.
Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping
obat. Penggantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalennya. Apabila obat psikosis tertentu tidak
memberikan respon klinis dalam dosis optimal setelah jangka waktu memadai, dapat diganti dengan obat antipsikosis lainnya. Jika obat anti-psikosis tersebut sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya
dapat ditolerir dengan baik, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
Dalam pemberian dosis, perlu dipertimbangkan:1,2,3

Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu

Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam

Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)

Dosis pagi dan malam berbeda untuk mengurangi dampak efek samping, sehingga tidak
menganggu kualitas hidup pasien

Mulailah dosis awal dengan dosis anjuran


(sindroma psikosis reda)

dinaikkan setiap 2-3 hari

dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan

dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi)

diturunkan setiap 2 minggu

dipertahankan selama 6 bulan 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu


diturunkan tiap 2-4 minggu)

hingga dosis efektif


dosis optimal
dosis maintenance
tapering off (dosis

stop.

Obat anti-psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam jangka
waktu lama, sehingga potensi ketergantungan sangat kecil. Jika dihentikan mendadak timbul gejala
cholinergic rebound, yaitu: gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusisng, gemetar dan lain-lain dan akan
mereda jika diberikan anticholinergic agents (injeksi sulfas atropine 0,25 mg IM dan tablet trihexylfenidil 3x2
mg/hari). Obat anti-psikosis parenteral berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat atau
tidak efektif dengan medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap bulan. Pemberiannya hanya untuk
terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap skizofrenia.
Penggunaan CPZ sering menimbulkan hipotensi orthostatik pada waktu merubah posisi tubuh. Hal ini
dapat diatasi dengan injeksi nor-adrenalin (effortil IM). Haloperidol juga dapat menimbulkan sindroma
Parkinson, dan diatasi dengan tablet trihexylfenidil 3-4x2 mg/hari.

Indikasi
Obat anti-psikosis merupakan pilihan pertama dalam menangani skizofreni, untuk memgurangi delusi,
halusinasi, gangguan proses dan isi pikiran dan juga efektif dalam mencegah kekambuhan. Major
transquilizer juga efektif dalam menangani mania, Tourettes syndrome, perilaku kekerasan dan agitasi akibat
bingung dan demensia. Juga dapat dikombinasikan dengan anti-depresan dalam penanganan depresi
delusional.2
Efek Samping

Extrapiramidal: distonia akut, parkinsonism, akatisia, dikinesia tardiv

Endokrin: galactorrhea, amenorrhea

Antikolinergik: hiperprolaktinemia

Bila terjadi gejal tersebut, obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan. Bisa diberikan obat reserpin
2,5 mg/hari. Obat pengganti yang yang paling baik adalah klozapin 50-100 mg/hari.
Reaksi idiosinkrasi yang timbul dapat berupa diskrasia darah, fotosensitivitas, jaundice, dan
Neuroleptic Malignant Syndrome(NSM). NSM berupa hiperpireksia, rigiditas, inkontinensia urin, dan
perubahan status mental dan kesadaran. Bila terejadi NSM, hentikan pemakaian obat, perawatan suportif dan
berikan agonis dopamine (bromokriptin 3x 7,5 sampai 60 mg/hari, L-Dopa 2x100 mg atau amantidin 200
mg/hari).
Kontraindikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris yang tinggi, ketergantungan alkohol,
penyakit SSP dan gangguan kesadaran.
SEDIAAN ANTIPSIKOSIS DAN DOSIS ANJURAN
No
1

Nama Generik
Chlorpromazine

Nama Dagang
LARGACTIL

Sediaan
Tab. 25 mg, 100 mg

PROMACTIL

Amp.25 mg/ml

Dosis Anjuran
150-600 mg/h

MEPROSETIL
2

Haloperidol

ETHIBERNAL
SERENACE

Tab. 0,5 mg, 1,5&5 mg

5-15 mg/h

HALDOL

Liq. 2 mg/ml

50 mg / 2-4 minggu

GOVOTIL

Amp. 5 mg/ml

LODOMER

Tab. 0,5 mg, 2 mg

HALDOL DECA-

Tab. 2 mg, 5 mg

NOAS

Tab. 2 mg, 5 mg

Perphenazine

TRILAFON

Amp. 50 mg/ml
Tab. 2 mg, 4&8 mg

12-24 mg/h

Fluphenazine

ANATENSOL

Tab. 2,5 mg, 5 mg

10-15 mg/h

Fluphenazine-

MODECATE

Vial 25 mg/ml

25 mg / 2-4 minggu

decanoate
Levomepromazine

NOZINAN

Tab.25 mg

25-50 mg/h

Amp. 25 mg/ml
6

Trifluoperazine

STELAZINE

Tab. 1 mg, 5 mg

10-15 mg/h

7
8

Thioridazine
Sulpiride

MELLERIL
DOGMATIL

Tab. 50 mg, 100 mg


Tab. 200 mg

150-600 mg/h
300-600 mg/h

Pimozide

FORTE
ORAP FORTE

Amp. 50 mg/ml
Tab. 4 mg

2-4 mg/h

10

Risperidone

RISPERDAL

Tab. 1,2,3 mg

NERIPROS

Tab. 1,2,3 mg

Tab 2-6 mg/h

NOPRENIA

Tab. 1,2,3 mg

PERSIDAL-2

Tab. 2 mg

11

Clozapine

RIZODAL
CLOZARIL

Tab. 1,2,3 mg
Tab. 25 mg, 100 mg

25-100 mg/h

12
13

Quetiapine
Olanzapine

SEROQUEL
ZYPREXA

Tab. 25 mg, 100 mg, 200 mg


Tab. 5 mg, 10 mg

50-400 mg/h
10-20 mg/h

2. Anti Depresan
Antidepresan terutama digunakan untuk mengobati depresi, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan
ansietas menyeluruh, gangguan panik, gangguan fobik dan pada kasus tertentu, enuresis nokturnal
(antidepresn trisiklik) dan bulimia nervosa (fluoxetine). 1,3
Penggolongan obat antidepresan yaitu sebagai berikut :

Pengaruh antidepressan pada neurotransmitter biogenik amin memiliki mekanisme yang berbeda pada
setiap golongan antidepressan. Terapi jangka panjang dengan obat-obat tersebut telah membuktikan
pengurangan reuptake norepinephrine atau serotonin atau keduanya, penurunan jumlah reseptor beta
pascasinaptik, dan berkurangnya pembentukan cAMP.1,6

Gambar : skema diagram kemungkinan tempat kerja obat antidepressant


Tiga Fase Pengobatan Gangguan Depresif
Saat merencanakan intervensi pengobatan, penting untuk menekankan kepada penderita bahwa ada
beberapa fase pengobatan sesuai dengan perjalanan gangguan depresif : 6

Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala


Fase kelanjutan untuk mencegah relaps
Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah rekuren

Di pelayanan kesehatan primer, obat anti depresan yang tersedia biasanya golongan trisiklik.
Meskipun antidepresan trisiklik sampai saat ini merupakan obat antidepresan yang paling banyak digunakan,
tetapi penggunaannya masih belum optimal karena kemampuan diagnostik dari pelayanan kesehatan primer
belum ditingkatkan juga belum berperannya konselor apoteker. Dari hasil penelitian ternyata dosis yang
digunakan masih terlalu rendah. Akibatnya, efek terapi yang ingin dihasilkan tidak tercapai.2,6

Efek samping antidepresan trisiklik cukup banyak, tetapi hal ini tidak menghalangi penggunaannya,
karena obat ini telah terbukti efektif dalam mengobati depresi. Dengan memberikan obat ini sebagai dosis
tunggal pada malam hari, dan melakukan titrasi peningkatan dosis, maka efek samping yang mengganggu
sedikit banyak akan dapat diatasi. 7
Antidepresan baru terlihat efeknya dalam 4 sampai 12 minggu, sebelum ia mengurangi atau
menghapus gejala-gejala gangguan depresif meski hasilnya dirasakan sudah membuat perbaikan dalam 2
sampai 3 minggu. Selama masa ini efek samping akan terasa. Banyak efek samping bersifat sementara dan
akan menghilang ketika obat diteruskan, dan beberapa efek samping menetap seperti mulut kering, konstipasi
dan efek seksual. Orang berusia lanjut perlu mendapatkan perhatian atas daya absorbsi dan kepekaannya
terhadap efek obat. Monitor obat dan gejala perlu lebih cermat.7,8
Mekanisme Kerja
Trisiklik (TCA) memblokade reuptake dari noradrenalin dan serotonin yang menuju neuron presinaps.
SSRI hanya memblokade reuptake dari serotonin. MAOI menghambat pengrusakan serotonin pada sinaps.
Mianserin dan mirtazapin memblokade reseptor alfa 2 presinaps. Setiap mekanisme kerja dari antidepresan
melibatkan modulasi pre atau post sinaps atau disebut respon elektrofisiologis.
Cara Penggunaan
Umumnya bersifat oral, sebagian besar bisa diberikan sekali sehari dan mengalami proses first-pass
metabolism di hepar. Respon anti-depresan jarang timbul dalam waktu kurang dari 2-6 minggu. Untuk
sindroma depresi ringan dan sedang, pemilihan obat sebaiknya mengikuti urutan:
Langkah 1 : golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Langkah 2 : golongan tetrasiklik (TCA)
Langkah 3 :golongan tetrasiklik, atypical, MAOI (Mono Amin Oxydase Inhibitor) reversibel.

Tabel 1. Gambaran obat anti depresan TCA.

Tabel 2. Gambaran obat anti depresan SSRI.

Pertama-tama menggunakan golongan SSRI yang efek sampingnya sangat minimal (meningkatkan
kepatuhan minum obat, bisa digunakan pada berbagai kondisi medik), spectrum efek anti-depresi luas, dan
gejala putus obat minimal, serta lethal dose yang tinggi (>6000 mg) sehingga relatif aman. 1,6
Bila telah diberikan dengan dosis yang adekuat dalam jangka waktu yang cukup (sekitar 3 bulan) tidak
efektif, dapat beralih ke pilihan kedua, golongan trisiklik, yang spektrum anti depresinya juga luas tetapi efek
sampingnya relatif lebih berat.
Bila pilihan kedua belum berhasil, dapat beralih ketiga dengan spectrum anti depresi yang lebih
sempit, dan juga efek samping lebih ringan dibandingkan trisiklik, yang teringan adalah golongan MAOI.
Disamping itu juga dipertimbangkan bahwa pergantian SSRI ke MAOI membutuhkan waktu 2-4 minggu
istirahat untuk washout period guna mencegah timbulnya serotonin malignant syndrome.

Pemberian Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:

onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu


efek sekunder (efek samping) : sekitar 12-24 jam
waktu paruh : 12-48 jam (pemberian 1-2 kali perhari).

Ada lima proses dalam pengaturan dosis, yaitu:


a) Initiating Dosage (dosis anjuran), untuk mencapai dosis anjuran selama minggu I. Misalnya
amytriptylin 25 mg/hari pada hari I dan II, 50 mg/hari pada hari III dan IV, 100 mg/hari pada hari V dan VI.
b) Titrating Dosage (dosis optimal), dimulai pada dosis anjuran sampai dosis efektif kemudian
menjadi dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari selama 7 sampai 15 hari (miggu II), kemudian
minggu III 200 mg/hari dan minggu IV 300 mg/hari.
c) Stabilizing Dosage (dosis stabil), dosis optimal dipertahankan selama 2-3 bulan. Misalnya
amytriptylin 300 mg/hari (dosis optimal) kemudian diturunkan sampai dosis pemeliharaan.
d) Maintining Dosage (dosis pemeliharaan), selama 3-6 bulan. Biasanya dosis pemeliharaan dosis
optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari.
e) Tappering Dosage (dosis penurunan), selama 1 bulan. Kebalikan dari initiating dosage. Misalnya
amytriptylin 150 mg/hari 100 mg/hari selama 1 minggu, 100 mg/hari 75 mg/hari selama 1 minggu, 75
mg/hari 50 mg/hari selama 1 minggu, 50 mg/hari 25 mg/hari selama 1 minggu.
Dengan demikian obat anti depresan dapat diberhentikan total. Kalau kemudian sindrom depresi
kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan seterusnya. Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal
pada malam hari (single dose one hour before sleep), untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik. Untuk golongan
SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan. Pemberian obat anti depresi dapat dilakukan
dalam jangka panjang oleh karena addiction potential-nya sangat minimal. 7

Indikasi
Obat antidepresan ditujukan kepada penderita depresi dan kadang berguna juga pada penderita
ansietas fobia, obsesif-kompulsif, dan mencegah kekambuhan depresi.
Efek Samping
Trisklik dan MAOI : antikolinergik(mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi, sinus
takikardi) dan antiadrenergik (perubahan EKG, hipotensi.
SSRI : nausea, sakit kepala
MAOI : interaksi tiramin

Jika pemberian telah mencapai dosis toksik timbul atropine toxic syndrome dengan gejala eksitasi SSP,
hiperpireksia, hipertensi, konvulsi, delirium, confusion dan disorientasi. Tindakan yang dapat dilakukan untuk
mengatasinya:

Gastric lavage
Diazepam 10 mg IM untuk mengatasi konvulsi
Kegagalan Terapi
Kegagalan terapi pada umumnya disebabkan:

Kepatuhan pasien menggunakan obat (compliance), yang dapat hilang oleh karena adanya efek samping,

perlu diberikan edukasi dan informasi


Pengaturan dosis obat belum adekuat
Tidak cukup lama mempertahankan pada dosis minimal
Dalam menilai efek obat terpengaruh oleh presepsi pasien yang tendensi negative, sehingga penilaian menjadi
bias.

3. Anti-Mania
Mania merupakan gangguan mood atau perasaan ditandai dengan aktivitas fisik yang berlebihan dan
perasaan gembira yang luar biasa yang secara keseluruhan tidak sebanding dengan peristiwa positif yang
terjadi. Hal ini terjadi dalam jangka waktu paling sedikit satu minggu hampir setiap hari terdapat keadaan afek
(mood, suasana perasaan) yang meningkat ekspresif atau iritabel.1,2
Sindroma mania disebabkan oleh tingginya kadar serotonin dalam celah sinaps neuron, khususnya
pada sistem limbik, yang berdampak terhadap dopamine receptor supersensitivity. Lithium karbonat
merupakan obat pilihan utama untuk meredakan sindroma mania akut dan profilaksis terhadap serangan
sindroma mania yang kambuh pada gangguan afektif bipolar.2
Bentuk mania yang lebih ringan adalah hipomania. Mania seringkali merupakan bagian dari kelainan
bipolar (penyakit manik-depresif). Beberapa orang yang tampaknya hanya menderita mania, mungkin
sesungguhnya mengalami episode depresi yang ringan atau singkat. Baik mania maupun hipomania lebih
jarang terjadi dibandingkan dengan depresi. Mania dan hipomania agak sulit dikenali, kesedihan yang berat
dan berkelanjutan akan mendorong seseorang untuk berobat ke dokter, sedangkan kegembiraan jarang

mendorong seseorang untuk berobat ke dokter karena penderita mania tidak menyadari adanya sesuatu yang
salah dalam keadaan maupun perilaku mentalnya.10

Cara Penggunaan Obat


Pada mania akut diberikan haloperidol IM atau tablet litium karbonat. Pada gangguan afektif bipolar
dengan serangan episodik mania depresi diberi litium karbonat sebagai obat profilaks. Daapt mengurangi
frekwensi, berat dan lamanya suatu kekambuahan. Bila penggunaan obat litium karbonat tidak
memungkinkaan dapat digunakan karbamezin. Obat ini terbukti ampuh meredakan sindroma mania akut dan
profilaks serangan sindroma mania pada gangguan afektif bipolar.
Pada ganguan afektif unipolar, pencegahan kekambuhan dapat juga denagn obat antidepresi SSRI
yang lebih ampuh daripada litium karonat. Dosis awal harus lebih rendah pada pasien usia lanjut atau pasien
gangguan fisik yang mempengaruhi fungsi ginjal. Pengukuran serum dilakukan dengan mengambil sampeel
darah pagi hari, yaitu sebelum makan obat dan sekitar 12 jam setelah dosis petang.

Mekanisme kerja
Lithium Carbonate merupakan obat pilihan utama untuk meredakan Sindrom mania akut atau
profilaksis terhadap serangan Sindrom mania yang kambuhan pada gangguan afektif bipolar.
Hipotesis: Efek anti-mania dari Lithium disebabkan kemampuannya mengurangi dopamine receptor
supersensitivity, meningkatnya cholinergic-muscarinic activity, dan menghambat cyclic AMP (adenosine
monophosphate) dan phosphoinositides.
Indikasi
Gejala sasaran: Sindrom mania. Butir-butir diagnostik terdiri dari:

Dalam jangka waktu paling sedikit satu minggu hampir setiap hari terdapat keadaan afek

(mood, suasana perasaan) yang meningkat, ekspresif dan iritabel.


Keadaan tersebut paling sedikit 4 gejala berikut:
1. Peningkatan aktivitas (ditempat kerja, dalam hubungan sosial atau seksual), atau ketidaktenangan fisik
2. Lebih banyak bicara dari lazimnya ataun adanya dorongan untuk bicara terus menerus
3. Lompat gagasan (flight of ideas) atau penghayatan subjektif bahwa pikirannya sedang
berlomba
4. Rasa harga diri yang melambung (grandiositas, yang dapat bertaraf sampai waham/delusi)
5. Berkurangnya kebutuhan tidur
6. Mudah teralih perhatian, yaitu perhatiannya terlalu cepat tertarik kepada stimulus luar yang
tidak penting
7. Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas-aktivitas yang mengandung kemungkina resiko tinggi
dengan akibat yang merugikan apabila tidak diperhitungkan secara bijaksana.
Kontra Indikasi
Wanita hamil karena bersifat teratogenik. Lithium dapat melalui plasenta dan masuk peredaran darah
janin, khususnya mempengaruhi kelenjar tiroid.
Efek samping

Efek samping Lithium berhubungan erat dengan dosis dan kondisi fisik pasien.
Gejala efek samping pada pengobatan jangka lama: mulut kering, haus, gastrointestinal distress
(mual, muntah, diare, feses lunak), kelemahan otot, poliuria, tremor halus (fine tremor, lebih
nyata pada pasien usia lanjut dan penggunaan bersamaan dengan neuroleptika dan antidepresan)
Tidak ada efek sedasi dan gangguan akstrapiramidal.

Efek samping lain : hipotiroidisme, peningkatan berat badan, perubahan fungsi tiroid, edema

pada tungkai metalic taste, leukositosis, gangguan daya ingat dan kosentrasi pikiran
Gejala intoksikasi
o Gejala dini : muntah, diare, tremor kasar, mengantuk, kosentrasi pikiran menurun, bicara sulit,
pengucapan kata tidak jelas, berjalan tidak stabil.
o Dengan semakin beratnya intoksikasi terdapat gejala: kesadaran menurun, oliguria, kejang-

kejang.
o Penting sekali pengawasan kadar lithium dalam darah.
Faktor predisposisi terjadinya intoksikasi lithium :
o Demam (berkeringat berlebihan)
o Diet rendah garam
o Diare dan muntah-muntah
o Diet untuk menurunkan berat badan
o Pemakaian bersama diuretik, antireumatik, obat anti inflamasi nonsteroid
Tindakan mengatasi intoksikasi lithium :
o Mengurangi faktor predisposisi
o Diuresis paksa dengan garam fisiologis NaCl diberikan secara IV sebanyak 10 ml
Tindakan pencegahan intoksikasi lithium dengan edukasi tentang faktor predisposisi, minum
secukupnya, bila berkeringat dan diuresis banyak harus diimbangi dengan minum lebih banyak,
mengenali gejala dan intoksikasi dan kontrol rutin.
4. Anti-Ansietas
Antiansietas adalah obat obat yang digunakan untuk mengatasi kecemasan dan juga mempunyai efek
sedative, relaksasi otot, amnestic, dan antiepileptic.1
Antiansietas yang terutama adalah benzodiazepine. Banyak golongan obat yang mendepresi system
saraf pusat (SSP) lain telah digunakan untuk sedasi siang hari pada pengobatan ansietas, namun
penggunaannya saat ini telah ditinggalkan. Alasannya ialah antara lain golongan barbiturate dan meprobamat,
lebih toksik pada takar lajak (overdoses).2
Dari golongan benzodiazepine, yang dianjurkan untuk antiansietas adalah klordiazepoksid, diazepam,
oksazepam, klorazepat, lorazepam, prazepam, alprazolam, dan halozepam. Sedangkan klorazepam lebih
dianjurkan untuk pengobatan panic disorder.2
Klasifikasi yang sering dipakai adalah :1
1. Derivate benzodiazepine :
- Diazepam (valium)
- Bromazepam (lexotan)
- Lorazepam (ativan)
- Alprazolam (xanax)
- Clobazam (frisium)

2. Derivate gliserol :
- Meprobamat
3. Derivate berbiturat :
- Fenobarbital
Mekanisme Kerja
Mayoritas neurotransmitter yang melakukan inhibisi di otak adalah asam amino GABA (gammaaminobutyric acid A). Secara selektif reseptor GABA akan membiarkan ion Chlorid masuk ke dalam sel,
sehingga terjadi hiperpolarisasi neuron dam menghambat penglepasan transmisi neuronal. Secara umum obat
obat antiansietas ini bekerja di reseptor GABA. Benzodiazepine menghasilkan efek pengikatan terhadap
reseptor GABA tersebut.1
Cara Penggunaan

Benzodiazepine memiliki rasio terapetik yang tinggi sebagai anti ansietas dan kurang menimbulkan adiksi

dengan toksisitas yang rendah dibandingkan dengan meprobamate atau fenobarbital.


Benzodiazepine sebagai drug of choice karena memiliki spesifisitas, potensi dan kemanannya.
Spectrum klinis benzodiazepine memliputi efek anti ansietas (lorazepam, clobazam, bromazepam),

antikonvulsan, anti insomnia (nitrazepam/flurazepam), dan premedikasi tingkat operatif (midazolam).


Efek klinis terlihat bila kadar obat dalam darah telah mencapai steady state dimana dapat dicapai 5-7 hari

dengan dosis 2-3 kali sehari. Onset of action cepat dan langsung memberikan efek.
Mulai dengan dosis awal (dosis anjuran) kemudian dinaikkan dosis setiap 3-5 hari sampai mencapai dosis
optimal. Dosis ini dipertahankan 2-3 minggu. Kemudian diturunkan 1/8 x dosis awal setiap 2-4 minggu

sehingga tercapai dosis pemeliharan. Bila kambuh dinaikkan lagi dan tetap efektif pertahankan 4-8 minggu.
Pemberian obat tidak boleh lebih dari 1-3 bulan dan penghentian selalu secara bertahap.
Efek Samping dan Kontra Indikasi
Pada penggunaan dosis terapi jarang timbul efek samping seperti rasa mengantuk, tetapi pada kadar
takar lajak (overdoses) benzodiazepine menimbulkan efek depresi SSP. Efek samping akibat depresi susunan
saraf pusat berupa kantuk dan ataksia yang merupakan kelanjutan dari efek farmakodinamik obat obat
tersebut. Efek antiansietas diazepam dapat diharapkan terjadi bila kadar dalam darah mencapai 300-400
ng/mL dan pada kadar ini sudah terjadi efek sedasi dan gangguan psikomotor. Intoksikasi SSP yang
menyeluruh terjadi pada kadar di atas 900-1000 ng/mL.2

Hal yang ganjil adalah sesekali terjadi peningkatan ansietas. Respon semacam ini terjadi khusus pada
pasien yang merasa ketakutan dan terjadi penumpulan daya pikir sebagai akibat efek samping sedasi
antiansietas.Efek yang unik juga adalah dimana terjadi peningkatan nafsu makan yang mungkin ditimbulkan
oleh derivate benzodiazepine secara mental.2
Umumnya, toksisitas klinik benzodiazepine rendah. Bertambahnya berat badan, yang mungkin
disebabkan karena perbaikan nafsu makan, terjadi pada beberapa pasien. Banyak efek samping yang
dilaporkan pasien tumpang tindih dengan dengan gejala ansietas, oleh sebab itu anamnesis yang cermat sangat
penting sehingga dapat dibedakan apakah benar merupakan efek samping atau merupakan gejala ansietas.2
Pemberian dalam jumlah besar dan jangka waktu lama dapat menyebabkan toleransi dan dependensi,
serta gejala putus zat apabila obat dihentikan secara tiba tiba.1
Derivate benzodiazepine sebaiknya jangan diberikan bersama dengan alcohol, barbiturate dan atau
fenotiazin. Kombinasi ini mungkin menimbulkan efek depresi yang berlebihan. Pada pasien dengan gangguan
pernapasan, benzodiazepine dapat memperberat gejala sesak napas.2
Indikasi dan Sediaan
Derivate benzodiazepine digunakan untuk menimbulkan sedasi, menghilangkan rasa cemas, dan
keadaan psikosomatik yang ada hubungan dengan rasa cemas. Selain sebagai antiansietas, derivate
benzodiazepine juga digunakan sebagai hipnotik, antikonvulsan, pelemas otot, dan induksi anestesi umum
yang tentunya dosis untuk masing masing tujuan penggunaan berbeda.
Sebagai antiansietas, klordiazepoksid dapat diberikan secara oral atau bila sangat diperlukan, suntikan
dapat diulang 2-4 jam dengan dosis 25 100 mg sehari dalam 2 atau 4 pemberian. Dosis diazepam adalah 220 mg sehari, dan pemberian suntik dapat diulang tiap 3-4 jam. Klorazepat diberikan secara oral 30 mg sehari
dalam dosis terbagi.
Klodiazepoksid tersedia dalam bentuk tablet 5 mg dan 10 mg. diazepam tersedia dalam bentuk tablet 2
mg dan 5 mg. diazepam tersedia sebagai larutan untuk pemberian rektal pada anak dengan kejang demam.
Alprazolam tersedia dalam bentuk tablet 0,5 mg, 1 mg, dan 2 mg.2
Toleransi dan Ketergantungan Fisik
Keadaan ini terjadi apabila benzodiazepine diberikan dalam dosis tinggi dan dalam jangka waktu yang
lama. Jadi pemberian golongan obat ini lebih dari 3 minggu sebaiknya dihindari. Habituasi dapat terjadi

akibat benzodiazepine, namun karena waktu paruhnya panjang dan terjadi perubahan menjadi metabolit aktif,
gejala putus obat mungkin tidak akan Nampak selama 1 minggu sesudah penghentian obat pada pemakaian
kronik. Umumnya pada pemberian dengan dosis biasa tidak akan terjadi gejala putus obat.2
5. Anti-Insomnia
Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu benzodiazepine dan nonbenzodiazepine.
A. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)
B. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)

Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :

Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur). Obat yang dibutuhkan adalah bersifat

Sleep inducing anti-insomnia yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting) Misalnya pada
gangguan anxietas.

Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk kembali ke proses tidur
selanjutnya). Obat yang dibutuhkan adalah bersifat Prolong latent phase Anti-Insomnia, yaitu
golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan Tetrasiklik). Misalnya pada gangguan depresi.

Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-pecah menjadi
beberapa bagian (multiple awakening). Obat yang dibutuhkan adalah bersifat Sleep Maintining AntiInsomnia, yaitu golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long acting). Misalnya pada
gangguan stres psikososial.
Pengaturan Dosis

Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi tidur.


Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai 1-2

minggu, kemudian secepatnya tapering off (untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat)

Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-lahan, untuk
menghindari oversedation dan intoksikasi

Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali seminggu (tidak

setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut


Lama Pemberian

Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih dari 2 minggu,

agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih dari 2 minggu dapat menimbulkan perubahan
Sleep EEG yang menetap sekitar 6 bulan lamanya.

Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena Psychological Dependence (habiatuasi)


sebagai akibat rasa nyaman setelah gangguan tidur dapat ditanggulangi.
Efek Samping

Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur.


Hati hati pada pasien dengan insufisiensi pernapasan, uremia, gangguan fungsi hati, oleh

karena keadaan tersebut terjadi penurunan fungsi SSP, dan dapat memudahkan timbulnya koma. Pada
pasien usia lanjut dapat terjadi over sedation, sehingga resiko jatuh dan trauma menjadi besar, yang
sering terjadi adala hip fracture.

Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik obat anti-insomnia (waktu
paruh) :
o
Waktu paruh singkat, seperti Tiazolam (sekitar 4 jam)
harinya dan sampai menjadi panik
o
Waktu paruh sedang, seperti Estazolam
o
Waktu paruh panjang, seerti Nitrazepam

gejala rebound lebih berat pada pagi

gejala rebound lebih ringan


menimbulkan gejala hang over pada pagi harinya

dan juga intensifying daytime sleepiness


Penggunaan lama obat anti-insomnia golongan benzodiazepine dapat terjadi disinhibiting effect
yang menyebabkan rage reaction (perilaku penyerang dan ganas)
Perhatian Khusus

Kontraindikasi :
o Sleep apneu syndrome
o Congestive Heart Failure
o Chronic Respiratory Disease
Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko menimbulkan teratogenic effect
(e.g.cleft-palate abnormalities) khususnya pada trimester pertama. Juga benzodiazepine dieksresikan
melalui ASI, berefek pada bayi (penekanan fungsi SSP)

DAFTAR PUSTAKA
1. Gunawan SG, Setabudy R, Nafrialdi, dan Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-lima. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007. hal. 171-7
2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Synopsis of Psychiatry : Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry,
10th Ed. Lippincott Williams & Wilkins, 2007.
3. Maslim R. Panduan Praktis : Penggunaan Obat Psikotropik (Psychotropic Medication). Edisi ketiga.
Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Ama
4. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Lippincotts Illustatrated Reviews: Pharmacology. 2nd ed.
Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins; 2000.
5. Lieberman JA, Tasman A. Handbook of Psychiatric Drugs. Chester city : John Wiley&Sons Ltd ;
2006.
6. Hollister LE. Obat antidepresan. Dalam: Farmakologi dasar dan klinik. Katzung BG. Edisi keenam.1998. Jakarta: EGC. hal. 467-77.
7. Richard F, Michelle C, and Luigi C. Antidepressants; in Lippincott's Illustrated Reviews:
Pharmacology. Harvey AR and Champe PC. 4th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins. 2009. p. 142-50.
8. Departemen Kesehatan Ditjen Bina Pelayanan Medik Direktorat Bina Pelayanan kesehatan Jiwa.
Buku pedoman pelayana kesehatan jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Jakarta:
Departemen Kesehatan Ditjen Bina Pelayanan Medik Direktorat Bina Pelayanan kesehatan
Jiwa.2006. hal. 59-64.
9. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2010. hal. 356-60.
10. Support Hope Inc. Antipsychotic : Haloperidol, Haldol. Disitasi tanggal : 05 Mei 2009 dari
http://www.supporthope.com/medication/anti_anxiety/index.html. Last update : Januari 2008.

Anda mungkin juga menyukai