A. Sistem Koloidal
- Warna
50 1.000
- Koloid inert (tanah liat, 1.000 30.000
garam anorganik)
- Emulsi
2.000 100.000
- Bakteri
5.000 100.000
- Alga
50.000 8.000.000
B. Kation
C. Polyelektrolit
D. Air
12
250.000 40.000.000
4
Stabilitas koloid yang menyebabkan tetap tersuspensi dalam air disebabkan oleh
muatan listrik yang dibawa oleh masing-masing partikel. Muatan listrik inilah
yang menyebabkan partikel saling bertumbukan sehingga tidak bisa mengendap
dan tetap tersuspensi di dalam air. Biasanya, partikel-partikel organik, anorganik
dan biokoloid bermuatan negatif ketika tersuspensi di dalam air. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh gugus yang dapat terionisasi atau komponen ionik
yang terserap dari air.
Destabilisasi padatan tersuspensi di dalam air dengan perlakuan secara kimia
diarahkan untuk menetralkan maupun mengurangi muatan listrik sehingga gaya
tolak menolak semakin kecil dan jarak antara partikel bisa semakin dekat.Hal
iniakan memberi kemungkinan partikel untuk saling bergabung dan menggumpal
serta mengendap. Muatan negatif partikel koloid akan menarik awan ion positip
yang mengelilingi karena adanya gaya elektrosatik. Ion-ion positip tersebut bisa
dikelompokan dalam dua lapisan yaitu lapisan dalam termasuk yang menyerap
ion-ion, dan lapisan diffusi tempat ion-ion terdistribusi.karena adanya gaya
elektrosatik dan aliran fluida. Ion-ion teradsorpsi akibat adanya gaya elektrostatik
dan atau gaya Van Der Waal. Di dalam lapisan difusi terdapat bidang geser yang
menyatakan batas dimana ion-ion berlawanan dapat disapu dari partikel oleh
gerakan fluida.
Beda potensial listrik antara bidang geser dengan larutan ruah dapat diukur dan
disebut Potensial Zeta (PZ). Dalam prosedur pengukuran PZ, sampel air
diletakkan dalam sebuah sel di bawah pengmatan mikroskop. Dengan tegangan
yang diberikan kepada elektroda tiap-tiap ujung dari sel, partikel-partikel yang
bermuatan akan bergerak menuju elektroda yang mempunya polaritas berlawanan.
Kecepatan gerakan partikel kemudian diukur dan dihubungkan dengan kalibrasi
tehadap muatan partikel pada bidang geser. PZ menjadi alat yang secara kualitatif
bisa digunakan untuk memperkirakan potensial untuk koagulasi karena bila PZ
mendekati nol, maka koagulasi akan semakin baik.
Pada saat proses koagulasi, pengadukan yang cepat sangat penting karena
pengadukan membuat dispersi koloid uniform, menaikan kontak antar partikel,
merusak stabilitas sistem koloid dan menaikan jumlah tumbukan antara partikel.
Penambahan koagulan akan mengurangi tebal lapisan ganda. Jika lapisan ganda
pada partikel semakin kecil maka potensial zeta juga akan semakin kecil.
Bila koagulan ditambahkan kedalam air maka koagulan akan terdisosiasi dan ion
logam akan mengalami hidrolisis dan menghasilkan ion kompleks logam hidrokso
Reaksi reaksi antara alum dalam air dipengaruhi oleh banyak faktor.
Oleh karena itu sangat sukar memperkirakan dengan akurat jumlah alum
yang akan bereaksi dengan jumlah alkalinitas yang diberikan oleh kapur.
Larutan Alum dalam air menghasilkan :
Al2(SO4)3.14 H2O 2 Al 3+ + 3 SO42- + 18 H2O
Ion-ion hidroksida hasil dari ionisasi air :
H2O H+ + OHIon-ion alumunium (Al 3+) kemudian bereaksi :
2 Al3+ + 6 OH- 2 Al(OH)2
Reaksi antara hidroksida dalam air dengan ion alumunium mengakibatkan
penurunan alkalinitas. Bila alkalinitas air secara alami tidak cukup untuk
bereaksi dengan alum yang ditambahkan, maka bisa ditambahkan
alkalinitas dalam bentuk kapur hidrasi Ca(OH)2, soda abu (Na2CO3),
maupun soda kaustik (NaOH). Alum hidroksida yang bersifat amphoteir
dapat aktif dalam suasana basa maupun asam. Flok-flok alum larut sedikit
pada pH mendekati 7. Flok akan bermuatan positif bila di bawah pH 7,6
dan bermuatan negatif diatas pH 8,2. Diantara batas-batas pH tersebut flok
flok yang terbentuk akan bermuatan campuran negatif dan positif.
Ferro Sulfat atau Cooperas
Kombinasi ferro sulfat dengan kapur merupakan koagulan yang efektif
untuk penjernihan air buangan yang keruh. Ferro sulfat dengan rumus
kimia FeSO4.7H2O berupa kristal berwarna putih kehijauan dapat
diperoleh dari berbagai proses kimia seperti penyepuhan logam dan proses
galvanisasi. Ferro sulfat juga dapat ditemukan dalam bentuk cair. Reaksi
ferro sulfat dangan kapur akan menghasilkan endapan ferro hidroksida.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
FeSO4.7H2O + Ca(OH)2 Fe(OH)2 + CaSO4 + 7 H2O
Ferro hodroksida mengendap pada pH = 9,5. Reaksi diatas diikuti reaksi
oksidasi ferro oleh karena adanya oksigen terlarut di dalam air.
4 Fe(OH)2 + O2 + 2 H2O 4 Fe(OH)3
Ferri hidroksida adalah endapan yang disebut flok.
Ferro sulfat juga bisa digunakan untuk koagulasi dengan teknik lain, yaitu
dijadikan bentuk terklorinasi (clorinated copperas). Ferro sulfat
direaksikan dengan gas clor menurut reaksi :
3FeSO4.7H2O + 1,5 Cl2 Fe2(SO4)3 + FeCl3 +21 H2O
pH optimum untuk reaksi adalah 4,0. Campuran antara ferrisulfat dan ferri
klorida dikenal sebagai koagulan yang sangat efektif.
Ferri Khlorida
Ferri khlorida merupakan zat yang pertama kali digunakan dalam proses
koagulasi untuk air buangan industri maupun buangan air selokan
pemukiman penduduk. Ferri khlorida dapat di produksi dari khlorinasi
kepingan besi. Pada saat ini ferri khlorida dapat diperoleh dalam bentuk
cairan dalam jumlah tertentu. Ferri khlorida berwarna kuning orange dan
berupa kristal pada yangmudah mencair. Zat tersebut mempunyai
kelarutan yang sangat tinggi dalam air. Reaksi dengan kapur menghasilkan
endapan oksidasi besi.
Reaksi yang terjadi :
2 FeCl3 + 3 Ca(OH)2 3 CaCl3 + 2 Fe(OH)2
Reaksi di atas berjalan dengan baik pada pH 4 12.
Ferri Sulfat
Ferri sulfat bereaksi dengan alkalinitas yang ada di dalam air membentuk
endapan ferri hidroksida, menurut reaksi :
Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 2 Fe(OH)3 + 3 CaSO4 + 6 CO2
Reaksi di atas berjalan pada pH antara 4 12. Flok yang terjadi bersifat
mudah mengendap. Bila alkalinitas air tidak mencukupi maka bisa
digunakan Ca(OH)2.
Dosis Penambahan Koagulan
Baik untuk alum maupun garam besi dosisnya bervariasi antara 0,03
hingga 0,15 gram/lt. Semakin besar kekeruhannya semakin besar jumlah
pembubuhan koagulan. pH otimum untuk alum 6-8 sedangkan untuk
garam-garam besi antara 8-10. Jika pH kurang dari pH optimum, untuk
alum maka flok Al(OH)3 akan terlarut. Sedangkan bila lebih besar maka
flok yang terbentuk akan mengioni menjadi ion aluminat (AlO 3)-3 yang
mudah larut dalam air.
Polyelektrolit
Setelah dilakukan koagulasi, maka flok-flok halus yang terbentuk
dibiarkan menggumpal menjadi lebih besar dan mengendap. Pada proses
ini sering dibantu dengan pengadukan lambat dan disebut proses flokulasi.
Untuk membantu agar cepat terbentuk flok yang besar dan mudah
mengendap, pada proses flokulasi sering ditambahkan senyawa
polyelektrolit (PE).
PE biasanya merupakan polimer sintesis yang memiliki gugus fungsional
di sepanjang rantai molekul yang dapat terionisasi. Ketika gugus tersebut
terdisosiasi, polimer menjadi ion makro dan dapat diklasifikasikan ke
dalam kationik, anionik, maupun nonionik tergantung pada muatan netto
residual yang dimiliki ion tersebut.
Ion makro merupakan rantai panjang yang fleksibel dan dikelilingi oleh
sejumlah kecil ion yang berlawanan jenis. Karena jumlah muatan pada
rantai bertambah, maka gaya tolak menolak elektrostatik antara muatan
gugus akan meningkat dan ion makro akan memanjang dengan sendirinya.
Dengan menurunnya muatan, rantai akan mengecil seperti koil yang tidak
beraturan. Penambahan io yang berlawanan dalam air juga menurunkan
perpanjangan rantai dengan menekan lapisan ganda ion berlawanan di