Anda di halaman 1dari 44

LINGKUNGAN ABIOTIK

Abiotik
istilah untuk menyebut sesuatu yang tidak hidup
(benda-benda mati).
komponen penyusun ekosistem yang terdiri dari
benda-benda tak hidup.
Secara terperinci merupakan keadaan fisik
dan kimia di sekitar organisme yang menjadi
medium dan substrat untuk menunjang
berlangsungnya kehidupan organisme tersebut.
Contoh : air, udara, cahaya matahari, tanah,
topografi, dan iklim.

Air

merupakan komponen yang sangat


vital bagi kehidupan.
kebutuhan organisme akan air tidaklah sama antara
satu dengan yang lainnya, begitu pula dengan
ketersediaan air di suatu daerah mempengaruhi
cara hidup organisme yang ada di daerah-daerah
tersebut.
Misal:
hewan yang hidup di daerah gurun akan memiliki
kapasitas penggunaan air yang relatif sedikit
sebagai penyesuaian terhadap lingkungan hidupnya
yang miskin air.
tumbuhan di gurun akan beradaptasi dengan
membentukdaun yang tebal dan sempit sehingga
mengurangi penguapan, contoh: kaktus

Udara
Udara sangat penting bagi kehidupan di bumi
ini.
Oksigen diperlukan manusia dan hewan untuk
bernapas
Karbondioksida diperlukan tumbuhan untuk ber
fotosintesis
Bumi dilindungi oleh atmosfer yang merupakan
lapisan-lapisan udara.

Cahaya
mempengaruhi keadaan udara di suatu tempat (Selain
Matahari

kelembapan dan temperatur )


Intensitasnya yang diterima oleh suatu daerah akan
mempengaruhi kelembaban atau kadar uap air di
udara
menyebabkan peningkatan suhu atau temperatur
udara perbedaan temperatur perbedaan
tekanan udara udara mengalir atau bergerak
membentuk angin.
sumber energi utama semua makhluk hidup, karena
dengannya tumbuhan dapat berfotosintesis.
uap air di udara akan mempengaruhi kecepatan
penguapan air dari permukaan tubuh organisme.

Organisme yang hidup di daerah panas (suhu


udara tinggi dan kelembaban rendah)
mengurangi penguapan air dari dalam tubuh,
misalnya unta yang merupakan hewan khas
padang pasir.
Beruang kutub, hidup di lingkungan yang
sangat dingin, memiliki rambut yang tebal.
Angin (aliran udara akibat perbedaan tekanan)
organisme akan menyesuaikan diri, contoh:
tumbuhan yang hidup di daerah dengan angin
yang kencang (pantai) sistem perakaran
yang kuat dan batang yang elastis supaya
tidak mudah patah ketika diterpa angin (
cemara udang)

Tanah
Kondisi tanah mempengaruhi ekosistem
Bila bumi hanya berisi batu dan logam, tanpa ada tanah
maka tidak akan ada berbagai jenis tumbuhan dan
organisme lainnya.
Tanah merupakan tempat hidup bagi berbagai jenis
organisme, terutama tumbuhan.
Adanya tumbuhan akan menjadikan suatu daerah
memiliki berbagai organisme pemakan tumbuhan dan
organisme lain yang memakan pemakan tumbuhan
tersebut. Sebagai perbandingan adalah tanah yang
subur dengan tanah yang tandus.
Kualitas tanah bisa dilihat dari derajat keasaman (pH),
tekstur (komposisi partikel tanah), dan kandungan
garam mineral atau unsur hara.

Topograf

letak suatu tempat dipandang dari ketinggian di atas


permukaan air laut atau dipandang dari garis bujur dan
garis lintang.
menggambarkan distribusi makhluk hidup topografi
berbeda perbedaan penerimaan intensitas cahaya,
kelembaban, tekanan udara, dan suhu udara

Iklim
Keadaan cuaca rata-rata di suatu tempat yang luas
dalam waktu yang lama (30 tahun)
Terbentuk oleh interaksi berbagai komponen abiotik
seperti kelembaban udara,suhu, curah hujan, cahaya
matahari, dan lain sebagainya.
Mempunyai hubungan yang erat dengan komunitas
tumbuhan dan kesuburan tanah. Contohnya adalah di
daerah yang beriklim tropis, seperti Indonesia, memiliki
hutan yang lebat dan kaya akan keanekaragaman
hayati yang disebut hutan hujan tropis

Tropical rain forest

SISTEM PERTANIAN

Ada anggapan bahwa asal mula pertanian di


dunia mulai di Asia Tenggara. Di Indonesia, ada
4 sistem pertanian yang berbeda baik tingkat
efisiensi teknologinya maupun tanaman yang
diusahakan sistem ladang, sistem tegal
pekarangan, sistem sawah dan sistem
perkebunan.

Sistem ladang merupakan sistem pertanian yang paling


primitif. Suatu sistem peralihan dari tahap budaya
pengumpul ke tahap budaya penanam. Pengolahan
tanahnya sangat minimum, produktivitas bergantung
kepadaketersediaan lapisan humus yang ada, yang
terjadi karena sistem hutan. Sistem ini pada umumnya
terdapat di daerah yangberpenduduk sedikit dengan
ketersediaan lahan tak terbatas. Tanaman yang
diusahakan umumnya tanaman pangan, seperti padi
darat, jagung, atau umbi-umbian

Sistem tegal pekarangan berkembang di lahan-lahan


kering, yang jauh dari sumber-sumber air yang cukup.
Sistem ini diusahakan orang setelah mereka menetap
lama di wilayah itu, walupun demikian tingkatan
pengusahaannya rendah. Pengelolaan tegal pada
umumnya jarang menggunakan tenaga yang intensif,
jarang ada yang menggunakan tenaga hewan.
Tanaman-tanaman yang diusahakan terutama tanaman
tanaman yang tahan kekeringan dan pohon-pohonan.

Sistem sawah, merupakan teknik budidaya yang tinggi,


terutama dalam pengolahan tanah dan pengelolaan air,
sehingga tercapai stabilitas biologi yang tinggi, sehingga
kesuburan tanah dapat dipertahankan. Ini dicapai
dengan sistem pengairan yang sinambung dan drainase
yang baik. Sistem sawah merupakan potensi besar untuk
produksi pangan, baik padi maupun palawija. Di beberapa
daerah, pertanian tebu dan tembakau menggunakan
sistem sawah.

Sistem perkebunan, baik perkebunan rakyat maupun


perkebunan besar (estate) yang dulu milik swasta asing
dan sekarang kebanyakan perusahaan negara,
berkembang karena kebutuhan tanaman ekspor. Dimulai
dengan bahan-bahan ekspor seperti karet, kopi, teh dan
coklat yang merupakan hasil utama, sampai sekarang
sistem perkebunan berkembang dengan manajemen yang
industri pertanian.

Klasifikasi Sistem Pertanian


Sistem pertanian tropik dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok (Ruthenberg, 1980):
1. Sistem pertanian yang bersifat pengumpulan hasil
tanaman
2. Sistem pertanian yang bersifat budidaya tanaman
3. Sistem pertanian untuk makanan ternak dan padang
penggembalaan.

Sistem Pertanian dengan Pengumpulan Hasil


Tanaman, sistem ini adalah sistem pertanian
yang secara langsung memperoleh hasil
tanaman dari tanaman-tanaman yang tidak
dibudidayakan, sistem ini biasanya dijalankan
bersamaan dengan sistem berburu binatang dan
tangkapan ikan. Jarang sistem pengumpulan
hasil tanaman terdapat sebagai kegiatan tunggal.
Di beberapa daerah seperti di Irian Jaya sistem
ini masih terdapat.

Sistem Pertanian dengan Budidaya


Tanaman, sistem ini merupakan sistem
pertanian yang paling utama. Di daerah tropik
terdapat banyak sistem budidaya tanaman,
dan klasifikasinya dapat dilakukan
berdasarkan beberapa ciri-ciri spesifik
sebagai berikut:

Berdasarkan Tipe Rotasinya


diklasifikasikan 4 macam sistem budidaya tanaman
yaitu : 1. Sistem pertanian dengan rotasi bera
secara alami
Sistem ini adalah sistem dimana budidaya
tanaman, bergantian dengan bera (bera =
uncultivated fallow).
Bentuk-bentuk vegetasi yang terdapat pada bera
secara alami dapat berupa :
- Pohon-pohon yang dominan (forest fallow)
- Semak-semak yang dominan (Bush fallow)
- Kayu tahan api yang dominan dan rumput
(savanna fallow)
- Rumput yang dominan (Grass fallow)

2. Sistem pertanian dengan rotasi dengan makanan ternak


Ini adalah sistem dimana lahan ditanami tanamantanaman semusim untuk beberapa tahun, kemudian
dibiarkan rumput tumbuh, atau lahan ditanami rumput dan
atau leguminosa untuk padang penggembalaan. Ley
system yang diatur yaitu tanaman semusim/pangan,
dirotasikan dengan tanaman rumput dan atau leguminosa,
yang dipotong untuk ternak. Ley system secara alami yaitu
setelah tanaman semusim, dibiarkan rumput tumbuh
secara alami untuk padang penggembalaan ternak
Ley farming is a system of rotating crops
with legume or grass pastures to improve
soil structure and fertility and to disrupt
pest and disease lifecycles.

3. Sistem pertanian dengan rotasi tegalan


Sistem dimana tanaman semusim yang satu ditanam
setelah tanaman semusim yang lain pada lahan kering.
4. Sistem pertanian dengan rotasi tanaman tahunan,
termasuk tanaman-tanaman tahunan adalah tebu, teh,
kopi, kelapa, karet dan sebagainya. Tanaman tanaman
tahunan seperti itu dapat ditanam bergantian dengan
bera, tanaman semusim, padang penggembalaan
ataupun tanaman-tanaman tahunan yang lain.

Berdasarkan Intensitas Rotasinya


Untuk klasifikasi sistem pertanian berdasarkan kriteria
intensitas rotasi, digunakan pengertian R (intensitas
Rotasi) dimana : R = Jumlah tahun lahan ditanami x 100 %
Lama siklus (tahun) Siklus = jumlah tahun lahan ditanami +
tahun bera (intensitas rotasi ini memakai alat ukuran
waktu). Jadi misalkan
dalam siklus 10 tahun, 2 tahun lahan ditanami, dan 8 tahun
diberakan, maka R = 2/10 x 100 = 20 %. Atau misalkan
dalam siklus 20 tahun, 2 tahun lahan ditanami, 18 tahun
diberakan, maka R = 2/20 x 100 = 10 %

- Bila R < 33 %, pertanian tersebut tergolong sistem


perladangan (shifting cultivation).
- Bila R adalah kurang 60 % tetapi lebih dari 33 % ( 33
< R < 66) sistem pertanian digolongkan sistem bera.
- Bila R > 66 %, sistem pertanian ini digolongkan
sistem pertanian permanen.
Bila lahan bera 7 tahun, ditanami 7 tahun, maka R =
7/14 x 100 = 50 %, ini tergolong sistem bera.
Istilah lain yang serupa dengan intensitas rotasi
(rotation intencity) adalah intensitas penanaman
(cropping
intencity). Istilah ini memakai varian (alat ukur) luasan.

Istilah ini memakai varian (alat ukur) luasan. Intensitas


penanaman atau cropping intencity index dapat dihitung
berdasarkan :
Bagian dari areal ditanami (ha) dibandingkan terhadap areal
pertanian tersedia (ha), dikalikan 100 persen, atau dengan
rumus :
Cropping Intencity Index = I = luas areal ditanami (ha) X 100
% /tahun
Luas lareal pertanian total tersedia (ha)
Jadi misalkan luas areal pertanian tersedia = 100 ha, dan
bila dari luas tersebut tiap tahun ditanami satu kali seluas 40
ha, maka I = 40 /100 X 100 = 40 %. Makin besar I, makin
besar persentase areal lahan ditanami (ha) dibanding
dengan luas areal total (ha) tiap tahunnya. Pada pertanian
permanen, indeks penanaman (I) lebih besar dari 66 %
(sebagian besar atau seluruh lahan ditanami lebih dari satu
kali dengan sistem pola tanam ganda).

Berdasarkan Suplai Air


Pertanian dengan sistem pengairan adalah sistem pertanian dimana
air dapat diatur masuk ke dalam lapangan sehingga tingkat
kelembaban lebih tinggi dibanding bila tanpa irigasi; umum disebut
pula dengan nama pertanian lahan kering (dry farming). Pertanian
kering umumnya terdapat pada daerah semi arid, tetapi di Indonesia
dimana terdapat iklim humid semi humid, juga banyak terdapat
pertanian lahan kering. Nama sistem pertanian yang lebih tepat
berdasarkan klasifikasi pemberian air adalah sistem pertanian
berpengairan (irrigated farming) dan sistem pertanian tadah hujan
(rainfed farming). Klasifikasi lain yang juga didapat berdasarkan
suplai air adalah lahan sawah (lahan basah), yaitu tanah yang lembab
dan dibuat berteras serta digenangi air dan ditanami padi sawah,
meskipun lahan tersebut tidak selalu didukung dengan irigasi (misal
sawah tadah hujan). Sebagai kebalikan dari sistem pertanian lahan
sawah (lowland) adalah pertanian lahan darat (upland farming) atau
pertanian lahan kering, yaitu sistem pertanian dimana lahannya tidak
digenangi air dan dalam keadaan kering (umumnya di bawah
kapasitas lapang)

Berdasarkan Pola Tanam


Klasifikasi sistem pertanian berdasarkan pola tanam
merupakan klasifikasi sistem pertanian yang terpenting di
daerah tropis, yang biasanya didukung dengan
penggunaan ternak. Petani-petani yang penghasilannya
(gross returnnya = hasil yang diperoleh dan dipasarkan
ditambah yang dikonsumsi keluarga, dan yang untuk
persediaan) serupa, dapat dikelompokkan berdasarkan
pola tanam yang dianut, misalnya : padi palawija, kopi
pisang dan sebagainya. Dan dalam pertanian permanen
yang intensif dapat dikenal berbagai bentuk pola tanam
seperti : pola tanam campuran, tumpangsari, dan
sebagainya.

Berdasarkan alat-alat Pertanian yang Digunakan


Berdasarkan hal tersebut secara garis besar dapat
digolongkan sistem budidaya pertanian sebagai berikut:
1. Sistem pertanian pra-teknis yaitu sistem pertanian
dimana hanya digunakan alat-alat sangat sederhana atau
tanpa alat-alat sama sekali, seperti pertanian bakar
(pertanian perladangan yang tanpa persiapan apa-apa,
kecuali dibakar untuk mendapatkan abu), perladangan
tebang-bakar, sistem pelepasan ternak untuk menginjakinjak lahan sebagai persiapan tanah atau pengolahan
tanah (di pulau Sumba, Sumbawa dan sebagainya) sistem
pertanian dengan tongkat tanam, dan sebagainya.
2. sistem pertanian dengan cangkul dan sekop.
3. Sistem pertanian dengan bajak-garu yang ditarik hewan
4. Sistem pertanian dengan bajak-garu yang ditarik traktor

Berdasarkan Tingkat Komersialisasi


Dalam hal ini terdapat sistem yang berbeda, dan sesuai
dengan hasil kotor (gross return) yang dijual terdapat
penggolongan sebagai berikut:
1. Pertanian subsisten : yaitu dimana hampir tidak ada
penjualan ( < 20 % dari produksi pertaniannya dijual).
2. Setengah komersial = bila +/- 50 % dari nilai hasil
pertaniannya dikonsumsi oleh keluarga, dan selebihnya
dipasarkan.
3. Pertanian komersial, yaitu bila lebih dari 50 % dari hasil
pertaniannya dipasarkan.
Berdasarkan Tingkat Teknologi dan Pengelolaan terutama
untuk tanaman perkebunan, dapat dibedakan,
perkebunan rakyat, perkebunan besar, dan PIR.

Sistem Pertanian (nomadis semi nomadis), yang kadang-kadang


disertai dengan peningkatan padang penggembalaan dalam sistem
Ranch. Nisban ternak/luas umumnya rendah yaitu 2 -3 ternak
besar/ha. Pertanian ternak atau peternakan umumnya diklasifikasikan
berdasarkan ketetapan tinggalnya (stationariness) dari peternak
maupun ternaknya, sebagai berikut:
1. Total nomadis = Tidak ada tempat tinggal permanen bagi
peternaknya dan, tidak ada sistem budidaya tanaman makanan ternak
teratur, sehingga selalu bergerak.
2. Semi nomadis = Peternak mempunyai tempat tinggal permanen,
dan di sekitarnya ada budidaya makanan ternak sebagai tambahan,
tetapi untuk waktu lamanya, ternak dan penggembalaannya bergerak
pada daerah-daerah yang berbeda.
3. Transhuman = Peternak mempunyai tempat tinggal permanent,
tetapi ternaknya dengan bantuan penggembala, mengembara pada
daerah penggembalaan yang berpindah-pindah dan jauh letaknya.
4. Partial Nomadis = Peternak tinggal terus menerus pada tempat
pemukiman yang tetap, dan penggembalaannya hanya pada daerah
sekitarnya.
5. Peternakan menetap = Ternaknya sepanjang tahun berada pada
lahan atau desanya sendiri.

Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar


internasional walaupun secara bertahap. Hal ini karena berbagai
keunggulan komparatif antara lain : 1) masih banyak sumberdaya lahan
yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian organik, 2)
teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia seperti
pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain.
Pengembangan selanjutnya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan
untuk memenuhi permintaan pasar global. Oleh sebab itu komoditaskomoditas eksotik seperti sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh
yang memiliki potensi ekspor cukup cerah perlu segera dikembangkan.
Produk kopi misalnya, Indonesia merupakan pengekspor terbesar kedua
setelah Brasil, tetapi di pasar internasional kopi Indonesia tidak memiliki
merek dagang.
Pengembangan pertanian organik di Indonesia belum memerlukan struktur
kelembagaan baru, karena sistem ini hampir sama halnya dengan pertanian
intensif seperti saat ini. Kelembagaan petani seperti kelompok tani,
koperasi, asosiasi atau korporasi masih sangat relevan. Namun yang paling
penting lembaga tani tersebut harus dapat memperkuat posisi tawar petani.

Pertanian Organik Modern


Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam
sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan.
Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan
yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah
lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern
belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan
sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida
sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi
kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi,
biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang.
Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan
ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor dengan sangat ketat.
Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara
pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan
kandungan residu pestisida maupun bahan kimia lainnya.

Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian


organik yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen.
Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria
yaitu:
a) Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri. Kegiatan
pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis
dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable
Agriculture (LEISA), namun sudah sangat membatasi penggunaan
pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan
biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk
merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen
Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain
yang terkait.
b) Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan
tertentu di dalam negeri, seperti misalnya sertifikasi yang
dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat
penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta
pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu
sebagai produk pertanian organik.

SISTEM PETERNAKAN

Peternakan
adalah kegiatan mengembangbiakkan dan mem
budidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat
dan hasil dari kegiatan tersebut. Pengertian peternakan
tidak terbatas pada pemeliharaaan saja, memelihara dan
peternakan perbedaannya terletak pada tujuan yang
ditetapkan. Tujuan peternakan adalah mencari
keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen
pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan
secara optimal. Kegiatan di bidang peternakan dapat
dibagi atas dua golongan, yaitu peternakan hewan besar
seperti sapi, kerbau dan kuda, sedang kelompok kedua
yaitu peternakan hewan kecil seperti ayam, kelinci dll

Sejarah peternakan
Sistem peternakan diperkirakan telah ada sejak 9.000 SM yang dimulai
dengan domestikasi anjing, kambing, dan domba. Peternakan semakin
berkembang pada masa Neolitikum (masa ketika manusia mulai tinggal
menetap dalam sebuah perkampungan). Pada masa ini pula, domba
dan kambing yang semula hanya diambil hasil dagingnya, mulai
dimanfaatkan juga hasil susu dan hasil bulunya (wol). Setelah itu
manusia juga memelihara sapi dan kerbau untuk diambil hasil kulit dan
hasil susunya serta memanfaatkan tenaganya untuk membajak
tanah.Manusia juga mengembangkan peternakan kuda, babi, unta, dan
lain-lain. Ilmu pengetahuan tentang peternakan, diajarkan di banyak
universitas dan perguruan tinggi di seluruh dunia. Para siswa belajar
disiplin ilmu sepertiilmu gizi, genetika dan budi-daya, atau ilmu
reproduksi. Lulusan dari perguruan tinggi ini kemudian aktif sebagai
doktor haiwan, farmasi ternak, pengadaan ternak dan industri makanan.
Dengan segala keterbatasan peternak, perlu dikembangkan sebuah
sistem peternakan yang berwawasan ekologis, ekonomis, dan
berkesinambungan sehingga peternakan industri dan peternakan rakyat
dapat mewujudkan ketahanan pangan dan mengantasi kemiskinan.

Macam macam hewan ternak


Adapun jenis-jenis ternak diantaranya:
Sapi, kerbau, sapi perah, domba, kambing, babi, kelinci,
ayam, itik, mentok, puyuh, ulat sutera, belut, katak hijau,
dan ternak lebah madu. Masing-masing hewan ternak
tersebut dapat diambil manfaat dan hasilnya. Hewanhewan ternak ini dapat dijadikan pilihan untuk diternakan
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai

Tujuan
Suatu usaha agribisnis seperti peternakan harus
mempunyai tujuan, yang berguna sebagai evaluasi
kegiatan yang dilakukan selama beternak salah atau
benar. Contoh tujuan peternakan yaitu tujuan komersial
sebagai cara memperoleh keuntungan. Bila tujuan ini
yang ditetapkan maka segala prinsip ekonomi
perusahaan, ekonomi mikro dan makro, konsep akuntansi
dan manajemen harus diterapkan. Namun apabila
peternakan dibuka untuk tujuan pemanfaatan
sumber daya, misalnya tanah atau untuk mengisi waktu
luang tujuan utama memang bukan merupakan aspek
komersial, namun harus tetap mengharapkan modal yang
ditanamkan dapat kembali.

Manfaat dan hasil beternak


Manfaat yang dapat diambil dari usaha beternak kambing
selain diambil hasil dagingnya, kambing dapat diambil hasil
kulitnya, kotorannya dapat dimaanfaatkan untuk pupuk dan
hasil tulangnya juga dimanfaatkan. Bahkan jenis-jenis
kambing tertentu dapat dimbil hasil susunya, hasil bulunya
untuk bahan kain wol. Manfaat yang dapat diambil dari
usaha beternak lebah Apis mellifera yang bibit awalnya
didatangkan dari Australia adalah jasanya untuk polinasi
(penyerbukan) tanaman, banyak pemilik perkebunan di luar
Indonesia yang menyewa koloni lebah dari peternak untuk
melakukan penyerbukan tanaman di perkebunannya.
Perkebunan yang sering menyewa koloni lebah adalah
perkebunan apel.

Beternak kelinci juga banyak memiliki manfaat, diantaranya


yaitu daging yang dapat diambil untuk menambah gizi
keluarga, penambah penghasilan keluarga, kulit kelinci
dapat dijual untuk bahan industri, kotoran serta air
kencingnya dapat kita jual untuk dijadikan pupuk tanaman
serta untuk bahan bakar biogas. Manajemen pemeliharaan
ternak diperkenalkan sebagai upaya untuk dapat
memberikan keuntungan yang optimal bagi pemilik
peternakan.

Dalam manajemen pemeliharaan ternak dipelajari, antara


lain : Seleksi bibit, Pakan, Kandang, Sistem Perkawinan,
Kesehatan Hewan, Tata Laksana Pemeliharaan dan
Pemasaran.
Pakan yang berkualitas baik atau mengandung gizi yang
cukup akan berpengaruh baik terhadap yaitu tumbuh sehat,
cepat gemuk, berkembangbiak dengan baik, jumlah ternak
yang mati atau sakit akan berkurang, serta jumlah anak
yang lahir dan hidup sampai disapih meningkat.
Singkatnya, pakan dapat menentukan kualitas
ternak. Selain itu berdasarkan penelitian, hasil dari kualitas
pupuk dari ternak potong dengan ternak perah
berbeda.Ternak yang diberi makanan bermutu (seperti
ternak perah)akan menghasilkan pupuk yang berkualitas
baik, sebaliknya ternak yang makanannya kurang baik juga
akan menghasilkan pupuk yang kualitasnya rendah.

Cara beternak khas di Indonesia


Setiap daerah memiliki budaya ternak sendiri, budaya Timor
Tengah Selatan, dalam hal pemeliharaan ternak, umumnya
penduduk yang diteliti masih memiliki kecendrungan untuk
melepas saja hewan-hewan ternak peliharaan mereka
dipadang rumput pada siang hari. Begitu pula di Maluku,
bidang peternakan belum menjadi sebuah bidang yang
ditekuni oleh masyarakat. Yang ada hanyalah peternakanpeternakan biasa tanpa adanya suatu sistem tertentu. Pada
umumnya jenis-jenis hewan ternak yang dipelihara,
diantaranya adalah : kambing, ayam dan itik. Hewan-hewan
ini dibiarkan bebas berkeliaran tanpa kandang. Di Lampung,
hewan-hewan ternak dibiarkan bebas berkeliaran, dan
setelah beberapa tahun kemudian, mereka ditangkap dan
dimasukkan kedalam kandang, dihitung jumlahnya dan
diberi tanda milik pada tubuhnya.

Anda mungkin juga menyukai