Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai/tanpa perdarahan intestinal
dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas dari otak (Nugroho, 2011).
7.
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala
(Suriadi dan Yuliani, 2001).
8.
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala adalah suatu kerusakan
pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
9.
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekannya subtansia alba, iskemia, dan
pengaruh massa karena hemorogik, serta edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).
10.
Berdasarkan defenisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik suatu kesimpulan
bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan oleh trauma benda tajam maupun
benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada kulit, tengkorak, dan jaringan otak yang disertai
atau tanpa pendarahan.
11.
12. B. Klasifikasi
13.
14.
1.
15.
Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul : adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor,
16.
kekerasaan
kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat
17.
(pukulan).
18.
b. Trauma Tembus : adalah trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan
benda
19.
20.
benda tajam/runcing.
2.
21.
The Traumatic Coma Data Bank mengklasifisikan berdasarkan Glasgow
Coma Scale ( Mansjoer, dkk, 2000) :
22. a. Cedera Kepala Ringan/Minor (Kelompok Risiko Rendah) yaitu, GCS 14-15, pasien
sadar dan berorientasi, kehilangan kesadaran atau amnesia < dari 30 menit, tidak ada intoksikasi
alkohol atau obat terlarang, klien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing, tidak terdapat fraktur
tengkorak, kontusio, hematom , tidak ada kriteria cedera sedang sampai berat.
23. b. Cedera Kepala Sedang (Kelompok Risiko Sedang) yaitu GCS 9-13 (konfusi, letargi
dan stupor), pasien tampak kebingungan, mengantuk, namun masih bisa mengikuti perintah
sederhana, hilang kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam, konkusi, amnesia paska
trauma, muntah, tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle, mata rabun, hemotimpanum,
otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal).
24. c. Cedera Kepala Berat (Kelompok Risiko Berat) yaitu GCS 3-8 (koma), penurunan
derajat kesadaran secara progresif, kehilangan kesadaran atau amnesia > 24 jam, tanda neurologis
fokal, cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium.
25.
26. C. Etiologi
27.
Penyebab cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, cedera olah
raga, kecelakaan kerja, cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh pisau atau peluru (Corwin, 2000).
28.
Kebanyakan cedera kepala merupakan akibat salah satu dari kedua mekanisme dasar
yaitu kontak bentur / guncangan lanjut. Cidera kontak bentuk terjadi bila kepala membentur obyek yang
relatif tidak bergerak seperti badan mobil atau tanah dikenal dengan cidera perlambatan (decelerasi).
Guncangan lanjut dikenal dengan cidera percepatan (acelerasi), merupakan peristiwa guncangan kepala
yang hebat terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam seperti trauma akibat
pukulan benda tumpul / karena kena lemparan benda tumpul (Hudak dan Gallo, 1996; 226)
29.
30. D. Patofisiologi
31.
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada
parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak
seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.
32.
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan
cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi
secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otat. Pada
cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia,
iskemia dan perdarahan.
33.
34.
35.
36.
37. E. Manifestasi Klinik
38. Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala, yaitu:
39. 1. Perubahan kesadaran adalah merupakan indikator yang paling sensitive yang dapat dilihat
dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale).
40. 2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti: nyeri kepala karena regangan dura
dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus
optikus; muntah seringkali proyektil.
41.
42. F. Komplikasi
43.
1.
44.
2.
Kejang
45.
3.
46.
4.
47.
5.
Infeksi
48.
6.
Edema cerebri
49.
7.
50.
51. G. Pemeriksaan Penunjang
52. 1.
Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas darah.
53. 2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan
ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
54. 3.
MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
55. 4. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan jaringan
otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
56. 5. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak.
57. 6.
CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
58. 7. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi
peningkatan tekanan intrakranial.
59. 8. Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrakranial (Musliha, 2010).
60.
61.
62. H. Penatalaksanaan
63.
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera
otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotensi atau
hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang adekuat
juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000).
64.
65.
1.
66.
2.
67.
3.
Berikan oksigenasi
68.
4.
69.
5.
70.
6.
Atasi shock
71.
7.
72.
73.
Penatalaksanaan lainnya:
74.
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma.
75.
3.
Pemberian analgetika
77.
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa
40 % atau gliserol 10 %.
78.
80.
81.
82.
1.
83.
2.
Oksigenisasi adekuat
84.
3.
Pemberian manitol
85.
4.
Penggunaan steroid
86.
5.
87.
6.
Bedah neuro.
88.
89.
90.
91.
1.
Dukungan ventilasi
92.
2.
Pencegahan kejang
93.
3.
94.
95.
5.
96.
6.
97.
98. I. Diagnosa Keperawatan
99. 1.
Gangguan rasa nyaman (nyeri kepala) berhubungan dengan adanya lesi di kepala
100.
2.
Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik sekunder Risiko infeksi
yang berhubungan dengan luka traumatik yang terkontaminasi
101.
3.
102.
4.
Perubahan nutrisi kurang
Ketidakmampuan menelan makanan
103.
5.
104.
105.
106.
107.
108.
109.
110.
111.
112.
Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan kurangnya perawatan pada daerah luka
dari
kebutuhan
tubuh
yang
berhubungan
dengan
113.
114.
DAFTAR PUSTAKA
115.
Smeltzer, S.C, & Bare, B.E, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart, Edisi 2, Jakarta : EGC
116.
Suprajitno, 2004, Asuhan Keperawatan Keluarga : Aplikasi dalam praktik, Jakarta : EGC
117.
Soegijanto,dr,SpA(K), DR.H.Soegeng, 2002, Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan
Penatalaksanaan, Jakarta : Salemba Medika
118.
Hidayat, A.A, 2005, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta : Salemba Medika
119.
Mansjoer, A, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 2, Jakarta : Media Aesculapius,
FKUI
120.
121.
122.
Carpenito, L.J, 2007, Rencana Asuhan dan Pendokumentasian Keperawatan, Alih Bahasa
Monica Ester, Edisi 2, Jakarta : EGC
123.
Doengoes, M, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran,
Jakarta : EGC
124.
125.
126.
127.
128.
129.
130.
131.
132.
133.
134.
135.
136.
137.
138.
139.
140.
141.
142.
A. LAPORAN KASUS
143.
Pengkajian
a. Biodata
1) Identitas Klien
144.
Nama : Tn. K
145.
Umur : 51 Tahun
146.
147.
Agama: Islam
148.
Pendidikan
: S1
149.
Pekerjaan
: PNS
150.
Dx. Medis
151.
No. CM
: 29089115
152.
153.
154.
Tanggal pengkajian
155.
Alamat
156.
Ciamis
157.
: 23 Juli 2015
158.
Nama : Ny. Y
159.
Usia
160.
161.
Pekerjaan
162.
: 32 tahun
: IRT
: Isteri
b. Keluhan Utama
163.
Kurang lebih 6 hari yang lalu klien mengalami tabrakan, sehingga klien tidak
Diabetes melitus
f.
167.
168.
169.
170.
171.
172.
N
173.Aktivitas
176.
(
1.
Table. 3.1
177.(2)
175.Di rumah
sakit
178.(3)
179.(4)
180.Nutrisi
183.
196.
181.a. Makan
184.
197.
Jenis menu
Frekuensi
Porsi
Pantangan
Keluhan
182.b. Minum
Jenis menu
Frekuensi
Pantangan
Keluhan
185.Nasi + lauk
pauk
198.Nasi + lauk
pauk
186.3x perhari
199.3x perhari
188.-
201.-
189.-
202.-
190.
203.
204.Air putih
192.7-8 gelas
perhari
205.6-7 gelas
perhari
193.-
206.-
194.-
207.-
195.
208.
2
221.Eliminasi
225.
222.a. BAK
226.
209.
Frekuensi
Jumlah
Warna
Bau
Keluhan
223.b. BAB
210.
211.
238.
239.
227.5-6 x perhari
240.3-4 x perhari
228.-
241.-
229.Kuning jernih
242.Kuning jernih
230.Amoniak
243.Amoniak
212.
231.-
244.-
232.
245.
233.1 x perhari
246.1 x perhari
234.Kuning
cokelat
247.Kuning
cokelat
235.Khas
248.Khas
236.
249.
237.(3)
250.(4)
252.Lembek
254.Lembek
253.-
255.-
257.Istirahat tidur
260.
272.
258.a. Malam
261.
273.
Frekuensi
Warna
Bau
224.
(2)
213.
214.
215.
216.
217.
218.
219.
220.
(
251.
256.
3
Konsistensi
Keluhan
Lama
Dari jam
s/d
Keluhan
259.b. Siang
262.21.00-05.00
274.Klien
mengatakan
sulit
263.8-9 jam
264.
265.-
Lama
Dari jam
s/d
Keluhan
275.tidur karena
nyeri
266.
267.1 jam
268.13.00-14.00
269.
270.271.
276.
4
277.
278.Personal
282.
291.
hygiene
283.
279.a. Mandi
284.2 x perhari
285.
Frekuensi
280.
Sabun
Gosok gigi
281.b. Berpakaian
292.
296.
288.
297.
289.
301.
298.1x perhari
304.
302.Sebagai PNS
Aktifitas
kesulitan
295.Ya
287.Ya
Ganti pakaian
300.Aktivitas
294.-
286.Ya
290.1x perhari
299.
5
293.Hanya di lap 1
x perhari
305.bedrest
303.-
306.
307.
2) Penampilan umum
308.
309.
310.
Pemeriksaan Fisik
a) Tanda-tanda vital
).
TD : 130 / 80 mmHg
(2)
N : 80 x / menit
(3)
R : 26 x / menit
311.
(4) S : 36.7 0C
312.
b) Sistem Persyarafan
313.
(a)
Bahasa
314.
sunda.
(b)
Memori
316.
319.
bau minyak wangi dan minyak kayu putih ketika klien disuruh
menghirup aroma.
321.
Nervus Optikus (Nervus Cranialis II)
322.
III, IV,
323.
Bentuk mata simetris, reflex pupil baik, gerakan bola mata baik.
kecap baik hal ini dibuktikan dengan klien dapat membedakan rasa manis,
asin, pahit pada waktu diberi gula, kopi, dan garam.
Nervus Acustikus (Nervus Cranialis VIII)
326.
ada nyeri nelan, pergerakan ovula baik, tidak ada pembengkakan tonsil.
328.
Otot trapezius
klien dapat
melihat kekiri dan kekanan, otot trapezius juga baik, hal ini dibuktikan
dengan klien apat mengangkat kedua bahunya.
c)
Sistem pernapasan
332.
deformitas tidak ada Legat dan taktil fremitus baik, pernafasan cuping hidung tidak
ada,tidak ada nyeri tekan , pola nafas 26 x / menit. Bunyi bronchial normal (ekspirasi
> inspirasi), bunyi bronchovesikuler normal (inspirasi = ekspirasi), tidak terdapat
bunyi tambahan.
Sistem kardiovaskuler
333.
Dada bentuk simetris,tidak ada nyeri tekan pada dada sebelah kiri
waktu di palpasi, bunyi jantung S 1 dan S 2 normal, tdak ada bunyi tambahan
gallop maupun murmur.
Sistem gastrointestinal
334.
Bentuk bibir simetris, mulut tidak bau, reflek menelan dan mengunyah
agak kurang karna ada luka jahitan di gusi, bibir tampak kering, ada lesi di
keduan bibir sebelah kiri, mulut dan gigi kurang bersih, warna kulit sawo matang,
bentuk abdomen simetris, tidak asites, nyeri tekan pada hepar tidak ada, nyeri tekan
lambung tidak ada, tanda murpy negative, tanda fluktuasi negative, bunyi bising usus
10 x / menit.
f)
Sistem perkemihan
335.
Ginjal tidak teraba, nyeri tekan ginjal tidak ada, nyeri tekan pada
kandung kemih tidak ada, frekuensi BAK 3 4 x sehari dengan warna kuning , nyeri
pada waktu BAK tidak ada.
Sistem musculoskeletal
336.
Bentuk simetris, tidak ada kelainan, terpasang infuse RL pada tangan kiri, tidak
338.
339.
340.
341.
342.
344.
345.
346.
347.
348.
Ket :
349.
tahanan
351. h)
352.
Sistem Endokrin
Bentuk wajah simetris, pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, warna
rambut hitam,distribusi warna merata, mudah dicabut, rambut rontok, tremor tidak
ada.
Sistem integumen
353.
j)
Sistem Genetalia
355.
Bentuk simetris, nyeri pada kandung kemih tidak ada, penis dan
357.
Data Psikososial
Penampilan
358.
359.
Klien tampak tenang dan selalu yakin akan kesembuhannya. Klien cukup
Status Emosi
meskipun kini dia sedang sakit dia pasrah kepada Allah SWT bahwa ini merupakan
cobaan bagi dirinya.
361.
Harga Diri
362.
363.
Ideal Diri
kekampungnya.
Peran
364.
Identitas diri
365.
kelahiran.
Interaksi sosial
Interaksi dengan keluarga
366.
klien mau kerjasama dan kolaboratif dalam pengobatan dan perawatan yang
diberikan.
Interaksi dengan orang lain
369.
Klien tidak dapat berinteraksi dengan orang lain (sesama pasien di rumah
sekarang
371.
372.
dan segera pulang ke kampungnya, klien juga mengatakan selalu taat beribadah
melaksanakan solat 5 waktu
373.
374.
5. Data Penunjang
375.
1)
Hasil Laboratorium
376.
Table. 3.2
377.
378.
N
379.
Pemeriksaan
380.
381.
Norm
Hasil
382.
al
I
nterpre
stasi
383.
384.
(2)
388.
1
393.
2
398.
3
403.
4
385.
386.
(4)
387.
(3)
389.
Hemo
globin
394.
Hemat
391.
14-18
395.
Leuko
400.
396.
401.
405.
249.00
40
397.
5000
150.00
N
ormal
402.
N
ormal
10.000/mm
406.
R
endah
-50%
7.400
Tromb
392.
g/ dl
39%
sit
404.
5)
13.5
okrit
399.
390.
407.
osit
408.
5
413.
6
418.
7
423.
8
428.
409.
0
Gluko
410.
sa sewaktu
414.
Ureu
415.
Kreati
420.
SGOT
425.
430.
433.
9
438.
1
443.
1
412.
15
417.
45 mg/dl
421.
0,7
10
422.
(4)
434.
SGPT/
435.
ALAT
439.
427.
440.
pendarahan
444.
ormal
432.
436.
9 40
445.
pembekuan
3.00
2)
Terafi
437.
u/L/37^
441.
1-3
N
ormal
442.
1.00
Waktu
5)
24
Waktu
N
ormal
38 u/L/37^
431.
N
ormal
1,20 mg/dl
426.
N
ormal
(3)
448.
449.
416.
20
(2)
ormal
110
0,83
/ASAT
429.
60
16
nin
424.
411.
87
419.
0 350.000
N
ormal
446.
1-7
447.
N
ormal
450.
Infuse Rl 20 tetes/menit
Cefriaxon 2 x 1gram IV
5. Analisa Data
451.
452.
Tabel 3.3
Analisa Data Tn. J
453.
N
454.Data
455.Kemungkinan
Etiologi
456.Masalah
457.
(
458.(2)
459.(3)
460.(4)
461.
1
468.Data Subjektif :
474.Nyeri
462.
463.
464.
465.
466.
467.
480.
(
484.
481.
(2)
470.
akut
471.Terputusnya
kontuinitas jaringan
475.
472.
473.Merangsang serabut
saraf resptor nyeri
untuk
mengeluarkan
enzim
476.
477.
478.
479.
482.(3)
483.(4)
487.bradikinin,prostagla
ndin
499.
488.
489.Merangsang
reseptor nyeri
490.
491.Thalamus
492.
493.Cortex serebri
494.
495.Nyeri dipersepsikan
496.
497.Nyeri akut
498.
500.
2
501.Data subjektif :
Klien mengeluh nyeri pada
daerah luka jahitan
502.Data objektif :
504.Sayatan
503.
518.Resiko
505.
infeksi
506.Tindakan hekting
507.
508.Terputusnya
kontuinitas jaringan
509.
510.Terdapat luka
511.
512.Sebagai pintu
masuknya jaringan
mikroorganisme
513.
514.patogen
515.
516.Resiko infeksi
517.
519.
3
520.
521.
522.
523.
528.Data subjektif :
-
532.Nyeri akut
533.
534.Merangsang
susunan saraf
otonom
pola
istirahat
tidur
535.
536.Menaktifasi
susunan saraf
otonom
537.
524.
539.Ganggua
538.(3)
540.
541.
542.(4)
525.
526.
527.
(
543.
544.
545.Saraf simpatis
terangsang
mengaktifasi RAS
553.
546.
547.REM menurun
548.
549.Klien terjaga
550.
551.Gangguan istirahat
tidur
552.
554.
4
555.Data subjektif :
-
557.
563.Cemas
558.Kurangnya
pengetahuan
559.
560.Stressor bagi klien
561.
562.Cemas
564.
565.