Anda di halaman 1dari 20

Presentasi Kasus

Asma Eksaserbasi Akut Derajat Berat pada Asma Episodik


Sering

Penyaji :
dr. Adam Prabata (Dokter Internsip)

Pembimbing:
dr. Yolanda Desire
NIP. 198212282009122001

RUMAH SAKIT TK IV CIJANTUNG KESDAM JAYA


JUNI 2015

BAB I
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS
Nama
No. Rekam Medik
Nama Orang Tua
Jenis Kelamin
Tempat/Tanggal Lahir
Usia
Pendidikan
Pembiayaan
Alamat

:
:
:
:
:
:
:
:
:

An. Alisya Suci Azzahra


046753
Tn. Wahyudi
Perempuan
Jakarta, 29 Juli 2006
8 tahun
SD
BPJS Swasta
Jl. Cipinang Gg. Nusa Indah 3 RT/RW 03/04 Ciracas Jakarta

Tanggal Masuk

Timur
22 Mei 2015 Pukul 08.25

ASSESSMENT AWAL (PAT)


Appearance
: Tonus baik, masih aktif, dapat ditenangkan, tidak pucat, tidak
Work of Breathing

menangis
Mengi (+), posisi nyaman duduk membungkuk, Napas cuping
hidung (+), retraksi (+) suprasternal, epigastrium, dan

Circulation

interkostal
Pucat (-), sianosis (-), mottling (-)

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan dengan alloanamnesis kepada ibu pasien.
Keluhan Utama
Sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas sudah terjadi
sebanyak 3 episode pada pukul 01.00 dan 05.00. Keluhan sesak napas membaik setelah
dibawa ke klinik dan diuap. Sesak napas sudah terjadi + 15 menit sebelum masuk rumah
sakit. Sesak napas berbunyi ngik-ngik. Pasien merasa sesak bahkan pada saat istirahat. Saat
sesak pasien tidak bisa bicara. Posisi nyaman bagi pasien saat sesak adalah duduk
membungkuk. Sesak dapat dipicu aktivitas berat, tidur dengan bantal tinggi disangkal,
terbangun dari tidur karena sesak disangkal, kaki bengkak disangkal, perbaikan keluhan sesak
dengan perubahan posisi disangkal. Pasien juga mengalami batuk yang berdahak, pilek, dan
demam tidak tinggi sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Saat serangan pasien tidak bisa
makan maupun minum. Namun di luar serangan, napsu makan pasien masih baik. Mual,
muntah, nyeri ulu hati, rasa panas di tenggorokan disangkal. BAB dan BAK tidak ada
keluhan.

Sejak usia + 6 bulan, pasien mengalami sesak berulang yang kambuh setiap sebulan sekali.
Serangan biasanya terjadi selama 1-3 hari. Tidak ada gejala sesak di antara serangan. Pada
saat tidak ada serangan, aktivitas dan tidur pasien tidak terganggu. Pasien tidak menggunakan
obat untuk asma yang dihirup atau diminum secara rutin. Sesak pernah muncul pada malam
hari dan diperberat oleh suhu dingin. Sesak pernah muncul akibat terkena debu rumah.
Terdapat keluhan sering bersin pada pagi hari dan membaik ketika siang hari.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat alergi makanan dan obat disangkal. Keluhan alergi di kulit disangkal. Keluhan mata
berair dan merah di pagi hari disangkal. Riwayat batuk lama disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah dan kakek pasien memiliki riwayat asma. Riwayat TB di keluarga pasien disangkal.
Riwayat Sosial
Rumah pasien cukup rajin dibersihkan karena ibu pasien telah mengetahui bahwa asma
pasien dapat kambuh bila terkena debu. Tidak ada hewan peliharaan di rumah. Tidak ada
anggota keluarga yang merokok. Pembiayaan menggunakan BPJS Swasta.
Riwayat Kehamilan
Saat hamil pasien, status kehamilan ibu pasien adalah G2P1A0. Pasien rajin kontrol
kehamilan ke rumah sakit (+ 5 kali) dan tidak pernah dikatakan ada kelainan pada janin. Ibu
pasien tidak mengalami sakit sewaktu hamil dan tidak mengonsumsi obat-obatan di luar resep
dokter.

Riwayat Kelahiran
Pasien lahir spontan cukup bulan di rumah sakit ditolong oleh dokter. BB lahir 3 kg, PB lahir
51 cm. Pasien tidak biru dan tidak kuning saat dan setelah kelahiran.
Riwayat Imunisasi
Pasien mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap.
Riwayat Nutrisi
Pasien biasanya makan nasi, lauk pauk, dan sayuran tiga kali sehari dengan porsi sedang.
Pasien juga mengonsumsi cemilan dan susu.
Riwayat Tumbuh Kembang
Pasien duduk dan berjalan pada usia 8 dan 12 bulan. Tinggi dan berat badan pasien tidak
berbeda dengan teman sebayanya. Pasien selalu naik kelas dan tidak ada hambatan dalam
pelajaran. Pasien belum mengalami menarche.

PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Keadaan umum
:
Kesadaran
:
GCS
:
Tekanan darah
:
Frekuensi nadi
:
Frekuensi napas
:
Suhu Tubuh
:
Saturasi O2
:
Berat Badan
:

Tampak sakit sedang


Compos mentis
15, E4M6V5
100/70 mm Hg
124 kali/menit, reguler, teraba lemah
48 kali/menit, napas dalam
37oC
97% setelah pemberian O2 melalui nasal canul 3L/menit
22 kg

Status Generalis
Kepala

: Normocephal, tidak ada deformitas, rambut hitam, persebaran

Mata
Telinga
Hidung

merata, tidak mudah dicabut


: Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
: Normotia, liang telinga lapang
: Kavum nasi lapang, tidak ada deviasi septum, ada sekret

Bibir
Mulut

kehijauan kental, ada napas cuping hidung


: Tidak ada sianosis, tidak ada fisura
: Oral hygiene baik, arkus faring simetris, tidak hiperemis, uvula

Leher
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Paru
Inspeksi

di tengah, Tonsil T1-T1


: Trakea di tengah, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
:
:
:
:

Iktus kordis tidak terlihat


Iktus kordis tidak teraba
Batas jantung dalam batas normal
Bunyi Jantung I dan II normal, tidak ada murmur dan gallop

: Simetris

saat

inspirasi

dan

ekspirasi,

terdapat

retraksi

suprasternal, interkostal, dan epigastrium, nampak penggunaan


Palpasi

otot bantu napas


: Fremitus kanan dan kiri sama kuat. Pergerakan dada simetris

Perkusi
Auskultasi

saat inspirasi dan ekspirasi


: Sonor di kedua lapang paru
: Bunyi napas utama vesikuler di kedua paru. Tidak ada ronkhi.
Terdapat wheezing di kedua lapang paru, baik saat inspirasi
maupun ekspirasi

Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas

:
:
:
:
:

Perut datar dan lemas


Bising usus normal
Tidak terdapat nyeri tekan. Hepar dan limpa tidak teraba
Timpani di seluruh lapang abdomen
Akral hangat, CRT < 2 detik, tidak ada edema, tidak ada
clubbing finger, tidak nampak sianosis

PEMERIKSAAN PENUNJANG
22/5/2015 Pukul 09.30
Hemoglobin : 12,7 g
Hematokrit : 37%
Leukosit
: 16.800/mm3
Trombosit
: 405.000/mm3
DIAGNOSIS
Asma eksaserbasi akut derajat berat pada asma episodik sering
TATALAKSANA
Tatalaksana Awal
Oksigen 3 liter per menit
Inhalasi Ventolin ampul + NaCl 3 ml
Observasi 20 menit post inhalasi
Keadaan Umum
: Perbaikan
Tanda Vital
: Tekanan Darah
: 100/70 mmHg
Frekuensi Nadi
: 116 kali/menit, teraba lemah
Frekuensi napas : 38 kali/menit, pernapasan dalam
Suhu
: 37oC
Saturasi O2
: 97%
Pemeriksaan Fisik
Hidung
: Napas cuping hidung sudah tidak nampak
Paru
Inspeksi
: Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, terdapat retraksi
interkostal, retraksi epigastrium dan suprasternal sudah tidak
Palpasi

nampak
: Fremitus kanan dan kiri sama kuat. Pergerakan dada simetris

Perkusi
Auskultasi

saat inspirasi dan ekspirasi


: Sonor di kedua lapang paru
: Bunyi napas utama vesikuler di kedua paru. Tidak ada ronkhi.
Wheezing di kedua lapang paru masih terdengar pada auskultasi
punggung, pada saat ekspirasi (+) dan inspirasi (-)

Tatalaksana setelah konsultasi dengan dr. Amin, Sp. A

Loading cairan Ringer Asetat 300 ml


Infus dextrose 5% 16 tetes per menit dengan drip Aminofilin injeksi ampul
Cefotaxim injeksi 2x1 g + skin test
Dexamethasone injeksi 3 x ampul
Ambrocol syrup 3 x C1
Trimenza syrup 3 x C1
Inhalasi NaCl + Ventolin 1 ampul setiap 8 jam sekali

PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanactionam

: bonam
: dubia ad bonam
: dubia

23 April 2015
24 April 2015
25 April 2015
26 April 2015
S: Keluhan sesak S: Keluhan sesak S: Keluhan sesak S: Keluhan sesak
berkurang
O:
Ronkhi

tidak ada
-/-, O:
Ronkhi

tidak
-/-,

wheezing -/wheezing -/A: Asma bronkial A: Asma bronkial

ada,

batuk tidak

berdahak (+)
O:
Ronkhi

berdahak (+)
-/-, O:
Ronkhi

wheezing -/episodik sering


episodik sering
A: Asma bronkial
P: RL 15 tpm, P: RL 15 tpm,
episodik sering
lanjutkan terapi
lanjutkan terapi
P: Ambroxol syrup 3
x cth 1
Lanjutkan terapi

ada,

batuk
-/-,

wheezing -/A: Asma bronkial


episodik sering
P: Pasien rawat jalan
Ambrocol syrup 3 x
cth 1
Cefixime 2 x 65 mg

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Asma
Berdasarkan definisi GINA Update 2010, asma adalah penyakit inflamasi kronik di
saluran napas yang melibatkan banyak sel dan mediator dalam prosesnya. Inflamasi kronik
tersebut diasosiasikan dengan hiperresponsivitas saluran napas yang menyebabkan episode
mengi berulang, kesulitan bernapas, dada terasa tertekan, dan batuk, terutama saat malam dan
pagi hari. Gejala tersebut berkaitan dengan obstruksi aliran napas menuju paru yang luas
namun bervariasi, yang biasanya reversibel secara spontan atau dengan pemberian terapi.1
Berdasarkan definisi UKK respirologi PP IDAI, asma adalah bila anak menunjukkan
gejala batuk dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan alergi pada
pasien atau keluarganya.2
Epidemiologi Asma
Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta orang yang menderita asma. Tingkat
kematian asma mencapai 250.000 orang per tahunnya. Berikut dilampirkan peta prevalensi
dan grafik mortalitas asma di seluruh dunia.

Gambar 1. Peta prevalensi asma global

Gambar 2. Grafik mortalitas asma global


4

Sekitar 1 - 2,5% penduduk Indonesia mengidap asma. Penelitian mengenai prevalensi


asma di Indonesia telah dilakukan di pelbagai sentra, namun penelitian-penelitian tersebut
tidak menggunakan standar yang sama. Di bawah ini dilampirkan tabel prevalensi asma di
Indonesia.
Peneliti
Djajanto
Rosmayudi O
Dahlan
Arifin

Kota
Jakarta
Bandung
Jakarta
Palemban

Tahun
1991
1993
1996
1996

Rosalina I
Kartasasmita

g
Bandung
Bandung

1997
2002

Jumlah Sampel
1200
4865
1296
3118
2678
2836

Umur Prevalens (%)


6-12
16,4
6-12
6,6
6-12
17,4
13-15
5,7
13-15
6-7
13-14

2,6
3,0
5,2

Tabel 1. Prevalensi asma di Indonesia5

Patofisiologi Asma
Asma merupakan penyakit obstruksi saluran napas yang menyebabkan gangguan pada
aliran udara yang reversibel. Obstruksi tersebut disebabkan oleh inflamasi di saluran napas
yang berasosiasi dengan hiperreaktivitas bronkus. Inflamasi mengenai seluruh saluran napas,
termasuk saluran napas atas dan hidung, namun efek fisiologis penyempitan paling nampak
pada bronkus ukuran sedang.1
Inflamasi dimulai ketika alergen ditangkap oleh sel dendritik, antigen presenting cell
(APC) utama yang ada di saluran napas. Setelah
menangkap antigen, sel dendritik pindah ke
daerah yang banyak mengandung limfosit dan
merangsang sel T Helper (Th) naif atau sel Th-0
untuk berubah menjadi Th-2. Th-2 merupakan
koordinator dari sekresi sitokin-sitokin yang
menyebabkan reaksi inflamasi pada asma.5
Reaksi inflamasi pada asma dapat
dibedakan menjadi inflamasi akut dan kronis.
Inflamasi akut yang terjadi dapat dibedakan
menjadi respon alergi fase cepat dan fase lambat.

Gambar 3. Patogenesis
Asma6

Reaksi fase cepat disebabkan oleh respon sel yang sensitif terhadap Ig-E, terutama sel mast
dan basofil. Reaksi ini menghasilkan mediator mediator seperti histamin, prostaglandin,
leukotrien, dll. Mediator-mediator tersebut menginduksi kontraksi otot polos di saluran napas,
menstimulasi saraf aferen, hipersekresi mukus, vasodilatasi, dan kebocoran mikrovaskular.

Reaksi fase lambat meliputi aktivasi sel T, eosinofil, neutrofil, dan makrofag. Reaksi ini juga
menghasilkan mediator-mediator inflamasi yang semakin lama semakin banyak karena reaksi
fase lambat semakin lama akan semakin kuat.5
Selain inflamasi, terdapat proses lain dalam tubuh yang terjadi pada pasien asma yaitu
remodelling
napas.

saluran

Remodelling

saluran napas adalah


perubahan struktur sel
dan

jaringan

saluran

napas karena influks


sel-sel inflamasi dan
mediator menyebabkan
siklus

kerusakan-

perbaikan

dalam
Gambar 4. Inflamasi dan Remodelling pada asma6

dinding saluran napas.

Perubahan struktur yang terjadi antara lain hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran napas,
hiperplasia sel goblet dan kelenjar submukosa, deposisi matriks di dinding saluran napas,
meningkatnya permeabilitas vaskular, dan perubahan pada jaringan saraf. Perubahan struktur
ini dapat terjadi secara reversibel maupun irreversibel.5
Berdasarkan pemaparan mekanisme seluler di atas, penyempitan saluran napas pada
asma dapat terjadi karena banyak faktor, namun terutama oleh kontraksi otot polos bronkial
yang diprovokasi mediator inflamasi.
Selain itu, faktor banyaknya sekret yang
tebal dan lengket, pengendapan protein
plasma

yang

keluar

dari

mikrovaskularisasi, serta debris seluler


juga

mempengaruhi.

Kontraksi

otot

polos disertai penebalan saluran napas


akibat edema dan infiltrasi sel yang
berulang

dapat

memicu

hiperplasia

kronik otot polos. Penyempitan saluran


napas menyebabkan resistensi saluran napas meningkat dan laju ekspirasi menurun, sehingga
meningkatkan volume residu paru. Kondisi ini menyebabkan kecenderungan pasien
melakukan hiperventilasi yang pada akhirnya menyebabkan hiperinflasi toraks. Inflasi toraks

menyebabkan kerja otot interkostal dan diafragma menjadi tidak optimal yang akhirnya dapat
menyebabkan kelelahan dan menimbulkan gagal napas.5
Faktor Resiko Asma
Faktor risiko asma dapat dibagi menjadi dua antara lain faktor yang berasal dari
penderita dan faktor yang berasal dari lingkungan. Faktor-faktor tersebut antara lain:5
1. Faktor Penderita
Genetik
Asma merupakan penyakit yang diwariskan secara genetik melalui interaksi
banyak gen. Gen yang terkait antara lain gen predisposisi atopi dan gen

predisposisi hiperresponsivitas jalan napas.


Obesitas
Gambar 5. Skema Patofisiologi Asma7
Jenis kelamin
Laki-laki lebih berisiko memiliki asma dibanding perempuan pada usia <14
tahun. Namun pada usia dewasa, risiko antara perempuan dan laki-laki

menjadi sama.
Riwayat atopi
2. Faktor Lingkungan
Alergen
Infeksi saluran napas, terutama infeksi virus
Rokok
Polusi udara
ASI
Terdapat teori mengenai asma terkait pajanan dengan infeksi yaitu hygiene hypothesis.
Teori ini menyatakan bahwa pajanan terhadap infeksi pada anak sedini mungkin
menyebabkan pembentukan sistem imun anak ke arah non-alergi, yang menyebabkan
penurunan risiko asma dan alergi lainnya.1

Diagnosis Asma
Manifestasi klinis asma antara lain sesak napas episodik, mengi, batuk, dan dada
terasa berat. Riwayat asma pada anak dan keluarga juga dapat membantu menegakkan
diagnosis. Pemeriksaan fisik biasanya dapat menemukan kelainan hanya pada saat serangan.
Temuan yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik antara lain wheezing, retraksi dan
penggunaan otot bantu napas, napas cuping hidung, dll. Pada kondisi asma berat dapat
ditemukan sianosis, penurunan kesadaran, dan gerakan napas paradoks.5
Eksaserbasi atau serangan asma adalah episode perburukan gejala-gejala asma secara
progresif. Derajat eksaserbasi asma dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Parameter Klinis,
Fungsi paru,
laboratorium

Ringan

Sedang

Tanpa Ancaman Henti


Napas
Istirahat
Bayi:
tidak
mau
minum/makan

Sesak

Berjalan
Bayi: menangis
keras

Posisi

Bisa berbaring

Bicara
Kesadaran

Kalimat
Mungkin
irritable
Tidak ada
Sedang, sering
hanya
pada
akhir ekspirasi

Penggal kalimat
Biasanya irritable

Biasanya tidak

Biasanya ya

Ada
Sangat
nyaring,
terdengar
tanpa
stetoskop
sepanjang
ekspirasi dan inspirasi
Ya

Dangkal,
retraksi,
interkostal
Takipnea
Normal
Tidak ada
<10 mmHg

Sedang, ditambah
retraksi suprasternal

Dalam, ditambah napas


cuping hidung

Takipnea
Takikardia
Ada
10-20 mmHg

Takipnea
Takikardia
Ada
>20 mmHg

>60%
>80%

40-60%
60-80%

>95%
Normal
(biasanya tidak
perlu diperiksa)
<45 mmHg

91-95%
>60 mmHg

<40%
<60%
Respons < 2 jam
<90%
<60 mmHg

<45 mmHg

>45 mmHg

Sianosis
Mengi

Penggunaan
bantu napas
Retraksi

otot

Frekuensi Napas
Frekuensi Nadi
Pulsus Paradoksus

FEV1
Pra-bronkodilator
Post-bronkodilator
SaO2 (%)
PaO2

PaCO2

Berbicara
Bayi:
menangis
pendek dan lemah,
kesulitan
menyusu/makan
Lebih suka duduk

Berat

Tidak ada
Nyaring, sepanjang
ekspirasi + inspirasi

Duduk
membungkuk/bertopan
g lengan
Kata-kata
Biasanya irritable

Ancaman Henti
Napas

Kebingungan
Nyata
Sulit/tidak
terdengar

Gerakan paradoks
torako-abdominal
Dangkal/hilang

Bradipnea
Bradikardia
Tidak ada, tanda
kelelahan
otot
napas

Tabel 2. Penilaian derajat serangan


asma5

Selain berdasarkan derajat eksaserbasinya, asma juga dapat dibagi berdasarkan


kekerapannya. Pembagian tersebut dibagi berdasarkan Pedoman Nasional Asma Anak
Indonesia.

Parameter

klinis,

Asma

episodik

Asma

episodik

kebutuhan obat, dan faal

jarang

sedang

1
2

paru
Frekuensi serangan
Lama serangan

(Asma ringan)
< 1x / bulan
< 1 minggu

(Asma sedang)
> 1x / bulan
> 1 minggu

Di antara serangan

Tanpa gejala

Sering ada gejala

4
5

Tidur dan aktivitas


Pemeriksaan fisik di luar
serangan
Obat pengendali (anti
inflamasi)

Tidak terganggu
Normal

Uji faal paru (di luar


serangan)
Variabilitas faal paru
(bila ada serangan)

PEF/FEV1 > 80%

Sering terganggu
Mungkin terganggu
(ada kelainan)
Nonsteroid/steroid
hirupan
dosis
rendah
PEF/FEV1 60-80%

Variabilitas > 15%

Variabilitas > 30%

7
8

Tidak perlu

Asma persisten
(Asma berat)
Sering
Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
remisi
Gejala siang dan
malam
Sangat terganggu
Tidak
pernah
normal
Steroid hirupan oral

PEF/FEV1 <60%
Variabilitas 20-30%
Variabilitas > 50%

Tabel 3. Pembagian derajat penyakit asma pada anak


menurut PNAA 20045

Diagnosis banding asma pada anak dapat dibedakan berdasarkan usia. Pada anak usia
5 tahun atau kurang, diagnosis banding yang dapat diperkirakan antara lain rhino-sinusitis
kronik, GERD, ISPA virus rekuren, fibrosis kistik, displasia bronkopulmonar, tuberkulosis,
malformasi

kongenital

berupa

penyempitan

jalan

napas,

aspirasi

benda

asing,

imunodefisiensi, dan penyakit jantung bawaan. Pada anak usia lebih dari 5 tahun, diagnosis
banding yang dapat diperkirakan antara lain sindrom hiperventilasi, serangan panik, obstruksi
saluran napas atas, inhalasi benda asing, disfungsi pita suara, PPOK, dan penyakit jantung.1

Pemeriksaan Penunjang Asma


Pemeriksaan penunjang asma yang penting untuk dilakukan adalah pemeriksaan
untuk mengukur fungsi paru. Pemeriksaan fungsi paru dapat dilakukan dari cara yang
sederhana yaitu peak expiratory flow rate (PEFR) atau arus puncak ekspirasi (APE) dan
spirometri, atau yang kompleks seperti muscle strength testing, volume paru absolut, dan
kapasitas difusi. Pemeriksaan fungsi paru dilakukan untuk mengevaluasi pelbagai aspek
fungsi paru antara lain volume paru, fungsi jalan napas, dan pertukaran gas. Pengukuran
volume paru bermanfaat untuk penyakit paru restriktif, sehingga kurang tepat jika digunakan
untuk pasien asma yang merupakan penyakit paru obstruktif. Pertukaran gas dinilai
menggunakan analisis gas darah sebagai baku emas, namun untuk pelaksanaan klinis
biasanya digunakan pulse oxymetri. Pada penyakit paru obstruktif, pemeriksaan yang penting
adalah untuk evaluasi fungsi jalan napas yaitu dengan melakukan manuver ekspirasi paksa

secara maksimal. Pada anak usia >6 tahun, pengukuran yang dapat dilakukan adalah dengan
forced expiratory volume in 1 second (FEV1) dan vital capacity (VC) menggunakan
spirometer serta pengukuran PEFR dan APE dengan peak-flow meter. Dalam manajemen
pengelolaan asma, pengukuran variabilitas dan reversibilitas fungsi paru dalam 24 jam
penting untuk dilakukan.5
Berdasarkan Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, digunakan batasan berikut
untuk mendukung diagnosis asma:5
1. Variabilitas PEF/FEV1 > 15%
2. Kenaikan PEF/FEV1 > 15% setelah pemberian inhalasi bronkodilator
3. Penurunan PEF/FEV1 > 20% setelah provokasi bronkus
Penilaian variabilitas sebaiknya dilakukan dengan mengukur selama > 2 minggu.
Pemeriksaan hiperreaktivitas saluran napas juga dapat dilakukan untuk menunjang
diagnosis asma. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan provokasi bronkus dengan histamin,
metakolin, latihan/olahraga, udara kering dan dingin, atau dengan salin hipertonik.
Pengukuran penanda inflamasi juga dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis asma yaitu
dengan memeriksa eosinofil sputum dan kadar NO ekshalasi. Penilaian status alergi melalui
uji kulit atau pemeriksaan IgE spesifik juga banyak membantu dalam diagnosis asma.5

Gambar 6. Alur diagnosis asma anak 7

Tatalaksana Serangan Asma Akut


Tujuan tatalaksana serangan asma antara lain5:
1.
2.
3.
4.

Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin


Mengurangi hipoksemia
Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan
Tatalaksana serangan asma dapat dibagi menjadi 2 yaitu tatalaksana di rumah dan di

rumah sakit. Tatalaksana di rumah dapat dilakukan oleh pasien atau orang tuanya, dengan
syarat pernah menjalani terapi teratur sebelumnya dan telah cukup teredukasi. Terapi awal
yang dapat dilakukan di rumah adalah inhalasi beta-agonis kerja cepat sebanyak 2 kali
dengan selang waktu 20 menit. Pasien segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat bila tidak
terjadi perbaikan.5

Di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, pasien dengan serangan asma akan
dibawa ke unit gawat darurat (UGD) untuk dinilai derajat serangannya dan ditatalaksana.
Tatalaksana awal adalah pemberian beta 2-agonis kerja cepat dengan penambahan garam
fisiologi secara nebulisasi. Nebulisasi dapat diulang 2 kali dengan selang waktu 20 menit.
Apabila belum terjadi perbaikan, dapat ditambahkan obat anti-kolinergik pada nebulisasi
ketiga. Jika pasien datang dalam keadaan berat, langsung diberikan nebulisasi beta 2-agonis
kerja cepat dikombinasi dengan antikolinergik. Bila ada tanda mengarah ke dehidrasi dan
asidosis metabolik, pasien perlu segera dirawat agar dapat diberikan obat intravena.4
Berikut dilampirkan skema alur tatalaksana serangan asma pada anak:

Kriteria

Gambar 7. Alur Tatalaksana Serangan Asma


pada Anak5

pasien dengan

serangan asma untuk masuk ke ICU antara lain5:

Tidak ada respon sama sekali terhadap tatalaksana awal di UGD dan/atau perburukan
serangan asma yang cepat

Adanya kebingungan, disorientasi, dan tanda lain ancaman henti napas, atau

hilangnya kesadaran
Tidak ada perbakan dengan tatalaksana baku di ruang rawat inap
Ancaman henti napas; hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah diberi oksigen (kadar
PaO2<60 mmHg dan/atau PaCO2>45 mmHg)

Tatalaksana Asma Jangka Panjang


Tujuan tatalaksana asma
jangka panjang antara lain:
1. Pasien

dapat

menjalani

aktivitas normal anak


2. Sedikit mungkin absensi di
sekolah
3. Gejala tidak timbul pada
siang atau malam hari
4. Uji fungsi paru senormal
mungkin, tidak ada variasi
diurnal mencolol
5. Kebutuhan obat seminimal
mungkin

dan

tidak

ada

serangan
6. Efek samping obat dapat
dicegah

sehingga

tidak/sesedikit

mungkin

timbul,

terutama

memengaruhi

yang
tumbuh

Gambar 8. Algoritma tatalaksana asma


jangka panjang5

kembang anak.
Untuk mencapai penanggulangan optimal diperlukan kebijakan step up dan step down
antara lain:
Step up

Pengendalian lingkungan dan hal-hal pemberat asma sudah dilakukan


Pemberian obat sudah tepat susunannya dan tepat caranya
Tindakan 1 dan 2 sudah dicoba selama 4-6 minggu
Efek samping ICS tidak ada

Step down

Pengendalian lingkungan harus tetap baik


Asma sudah terkendali selama 3 bulan berturut-turut
ICS hanya boleh diturunkan 25% setiap 3 bulannya sampai dengan dosis

terkecil yang masih dapat mengendalikan asmanya


Bila step down gagal, perlu dicari sebabnya dan kalau sudah dikoreksi maka
ICS dapat diturunkan bersama-sama dengan penambahan LABA dan/atau
LTRA.

Terapi Medikamentosa dan Suportif Asma


Terapi medikamentosa asma dapat digolongkan menjadi dua yaitu controller dan
reliever. Controller adalah obat yang dikonsumsi harian untuk jangka panjang untuk menjaga
agar asma terkontrol secara klinis melalui efek anti inflamasi. Reliever adalah obat yang
memiliki reaksi cepat untuk memulihkan kondisi bronkokonstriksi dan melegakan gejalanya.1
Obat reliever yang paling efektif digunakan untuk pasien asma usia anak adalah
golongan beta 2-agonis kerja cepat. Rute inhalasi menjadi pilihan karena memiliki efek
bronkodilator lebih cepat dan efek samping yang lebih sedikit dibandingkan rute administrasi
oral atau intravena. Terapi oral hanya digunakan pada anak yang tidak dapat menggunakan
terapi inhalasi. Obat golongan antikolinergik hanya direkomendasikan untuk jangka pendek
pada anak, tidak untuk manajemen jangka panjang.1 Salbutamol dapat diberikan dengan
metered dose inhaler (MDI) 2-4 semprotan/puff tiap 3-4 jam untuk serangan ringan, 6-10 puff
tiap 1-2 jam untuk serangan sedang, dan 10 puff untuk serangan berat. Pemberian melalui
nebulizer dosis 0,1-0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5 mg/kali) dengan interval 20 menit atau
kontinu dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15 mg/jam). Ipratopium
bromida dapat diberikan melalui nebulizer dengan dosis 0,1 ml/kgBB setiap 4 jam.5
Kortikosteroid sistemik preparat oral yang dapat diberikan sebagai reliever adalah
prednison, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari diberikan 2-3 kali
sehari selama 3-5 hari. Preparat intravena yang diberikan adalah metilprednisolon dengan
dosis 1 mg/kgBB setiap 4-6 jam. Pemberian teofilin dapat digunakan untuk reliever dengan
dosis inisial 6-8 mg/kgBB dilarutkan dalam 20 ml dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%, diberikan
selama 20-30 menit, dikurangi setengahnya bila sudah mendapat aminofilin sebelumnya
kurang dari 12 jam. Selanjutnya aminofilin diberikan dengan dosis rumatan 0,5-1
mg/kgBB/jam. Dosis maksimal aminofilin adalah 16-20 mg/kgBB/hari. Teofilin tidak
menjadi pilihan pertama karena efek sampingnya banyak dan batas keamanannya sempit.5
Terapi suportif yang dapat diberikan kepada pasien asma serangan akut adalah
oksigen dan terapi cairan. Oksigen diberikan pada serangan asma eksaserbasi akut derajat
sedang dan berat. Pemeriksaan analisis gas darah dianjurkan bila saturasi oksigen kurang dari

90%. Terapi cairan diberikan pada serangan asma derajat sedang dan berat karena resiko
dehidrasi akibat kurangnya intake cairan, peningkatan insensible water lost, takipnea, atau
efek teofilin. Cairan yang diberikan sejumlah 1-15 kali kebutuhan rumatan.5
Obat controller yang dapat digunakan pada anak antara lain kortikosteroid inhalasi
dan sistemik, antileukotrien, beta 2-agonis jangka panjang oral dan inhalasi, sodium
kromoglikat, dan teofilin. Steroid inhalasi yang digunakan adalah budesonide dengan dosis
100-200 mcg, dosis maksimal 400 mcg/hari. Antileukotrien di Indonesia hanya ada
zafirlukast dan hanya untuk anak >7 tahun. Beta 2-agonis kerja panjang inhalasi biasanya
diberikan sebagai terapi kombinasi dengan kortikosteroid inhalasi, yaitu salmeterol dan
formoterol, yang biasanya sudah dikombinasikan menjadi sepaket dengan kortikosteroid.
Pemberian beta 2-agonis melalui jalur oral tidak dianjurkan karena memiliki efek
kardiovaskular dan saraf yang besar. Sodium kromoglikat tidak ditemui preparatnya di
Indonesia.5

DAFTAR PUSTAKA
1. Bateman ED, et al. Global strategy for asthma mannagement and prevention: updated
2010. Global Initiative for Asthma. 2010.
2. Rahajoe N, Supriyatno B, Styanto DB. Pedoman nasional asma anak. Jakarta: UKK
Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004.
3. Devereux G. The increase in the prevalence of asthma and allergy: food for thought.
Nature Reviews Immunology. 2006: 6; 869-74.
4. Strachan D, et al. Asthma Mortality. The Global Asthma Report 2014. Diunduh dari:
http://www.globalasthmareport.org/burden/mortality.php pada 24 Mei 2015 22.00.
5. Rahajoe EN, et al. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: IDAI. 2012.
6. Bateman ED, et al. Global strategy for asthma mannagement and prevention: updated
2002. Global Initiative for Asthma. 2002.
7. UKK Pulmonologi IDAI. Konsensus Nasional Asma Anak. Sari Pediatri. 2000: (2) 1;
50-66.

Anda mungkin juga menyukai