Penyaji :
dr. Adam Prabata (Dokter Internsip)
Pembimbing:
dr. Yolanda Desire
NIP. 198212282009122001
BAB I
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS
Nama
No. Rekam Medik
Nama Orang Tua
Jenis Kelamin
Tempat/Tanggal Lahir
Usia
Pendidikan
Pembiayaan
Alamat
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Tanggal Masuk
Timur
22 Mei 2015 Pukul 08.25
menangis
Mengi (+), posisi nyaman duduk membungkuk, Napas cuping
hidung (+), retraksi (+) suprasternal, epigastrium, dan
Circulation
interkostal
Pucat (-), sianosis (-), mottling (-)
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan dengan alloanamnesis kepada ibu pasien.
Keluhan Utama
Sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas sudah terjadi
sebanyak 3 episode pada pukul 01.00 dan 05.00. Keluhan sesak napas membaik setelah
dibawa ke klinik dan diuap. Sesak napas sudah terjadi + 15 menit sebelum masuk rumah
sakit. Sesak napas berbunyi ngik-ngik. Pasien merasa sesak bahkan pada saat istirahat. Saat
sesak pasien tidak bisa bicara. Posisi nyaman bagi pasien saat sesak adalah duduk
membungkuk. Sesak dapat dipicu aktivitas berat, tidur dengan bantal tinggi disangkal,
terbangun dari tidur karena sesak disangkal, kaki bengkak disangkal, perbaikan keluhan sesak
dengan perubahan posisi disangkal. Pasien juga mengalami batuk yang berdahak, pilek, dan
demam tidak tinggi sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Saat serangan pasien tidak bisa
makan maupun minum. Namun di luar serangan, napsu makan pasien masih baik. Mual,
muntah, nyeri ulu hati, rasa panas di tenggorokan disangkal. BAB dan BAK tidak ada
keluhan.
Sejak usia + 6 bulan, pasien mengalami sesak berulang yang kambuh setiap sebulan sekali.
Serangan biasanya terjadi selama 1-3 hari. Tidak ada gejala sesak di antara serangan. Pada
saat tidak ada serangan, aktivitas dan tidur pasien tidak terganggu. Pasien tidak menggunakan
obat untuk asma yang dihirup atau diminum secara rutin. Sesak pernah muncul pada malam
hari dan diperberat oleh suhu dingin. Sesak pernah muncul akibat terkena debu rumah.
Terdapat keluhan sering bersin pada pagi hari dan membaik ketika siang hari.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat alergi makanan dan obat disangkal. Keluhan alergi di kulit disangkal. Keluhan mata
berair dan merah di pagi hari disangkal. Riwayat batuk lama disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah dan kakek pasien memiliki riwayat asma. Riwayat TB di keluarga pasien disangkal.
Riwayat Sosial
Rumah pasien cukup rajin dibersihkan karena ibu pasien telah mengetahui bahwa asma
pasien dapat kambuh bila terkena debu. Tidak ada hewan peliharaan di rumah. Tidak ada
anggota keluarga yang merokok. Pembiayaan menggunakan BPJS Swasta.
Riwayat Kehamilan
Saat hamil pasien, status kehamilan ibu pasien adalah G2P1A0. Pasien rajin kontrol
kehamilan ke rumah sakit (+ 5 kali) dan tidak pernah dikatakan ada kelainan pada janin. Ibu
pasien tidak mengalami sakit sewaktu hamil dan tidak mengonsumsi obat-obatan di luar resep
dokter.
Riwayat Kelahiran
Pasien lahir spontan cukup bulan di rumah sakit ditolong oleh dokter. BB lahir 3 kg, PB lahir
51 cm. Pasien tidak biru dan tidak kuning saat dan setelah kelahiran.
Riwayat Imunisasi
Pasien mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap.
Riwayat Nutrisi
Pasien biasanya makan nasi, lauk pauk, dan sayuran tiga kali sehari dengan porsi sedang.
Pasien juga mengonsumsi cemilan dan susu.
Riwayat Tumbuh Kembang
Pasien duduk dan berjalan pada usia 8 dan 12 bulan. Tinggi dan berat badan pasien tidak
berbeda dengan teman sebayanya. Pasien selalu naik kelas dan tidak ada hambatan dalam
pelajaran. Pasien belum mengalami menarche.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Keadaan umum
:
Kesadaran
:
GCS
:
Tekanan darah
:
Frekuensi nadi
:
Frekuensi napas
:
Suhu Tubuh
:
Saturasi O2
:
Berat Badan
:
Status Generalis
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Bibir
Mulut
Leher
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Paru
Inspeksi
: Simetris
saat
inspirasi
dan
ekspirasi,
terdapat
retraksi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
:
:
:
:
:
PEMERIKSAAN PENUNJANG
22/5/2015 Pukul 09.30
Hemoglobin : 12,7 g
Hematokrit : 37%
Leukosit
: 16.800/mm3
Trombosit
: 405.000/mm3
DIAGNOSIS
Asma eksaserbasi akut derajat berat pada asma episodik sering
TATALAKSANA
Tatalaksana Awal
Oksigen 3 liter per menit
Inhalasi Ventolin ampul + NaCl 3 ml
Observasi 20 menit post inhalasi
Keadaan Umum
: Perbaikan
Tanda Vital
: Tekanan Darah
: 100/70 mmHg
Frekuensi Nadi
: 116 kali/menit, teraba lemah
Frekuensi napas : 38 kali/menit, pernapasan dalam
Suhu
: 37oC
Saturasi O2
: 97%
Pemeriksaan Fisik
Hidung
: Napas cuping hidung sudah tidak nampak
Paru
Inspeksi
: Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, terdapat retraksi
interkostal, retraksi epigastrium dan suprasternal sudah tidak
Palpasi
nampak
: Fremitus kanan dan kiri sama kuat. Pergerakan dada simetris
Perkusi
Auskultasi
PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanactionam
: bonam
: dubia ad bonam
: dubia
23 April 2015
24 April 2015
25 April 2015
26 April 2015
S: Keluhan sesak S: Keluhan sesak S: Keluhan sesak S: Keluhan sesak
berkurang
O:
Ronkhi
tidak ada
-/-, O:
Ronkhi
tidak
-/-,
ada,
batuk tidak
berdahak (+)
O:
Ronkhi
berdahak (+)
-/-, O:
Ronkhi
ada,
batuk
-/-,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Asma
Berdasarkan definisi GINA Update 2010, asma adalah penyakit inflamasi kronik di
saluran napas yang melibatkan banyak sel dan mediator dalam prosesnya. Inflamasi kronik
tersebut diasosiasikan dengan hiperresponsivitas saluran napas yang menyebabkan episode
mengi berulang, kesulitan bernapas, dada terasa tertekan, dan batuk, terutama saat malam dan
pagi hari. Gejala tersebut berkaitan dengan obstruksi aliran napas menuju paru yang luas
namun bervariasi, yang biasanya reversibel secara spontan atau dengan pemberian terapi.1
Berdasarkan definisi UKK respirologi PP IDAI, asma adalah bila anak menunjukkan
gejala batuk dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan alergi pada
pasien atau keluarganya.2
Epidemiologi Asma
Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta orang yang menderita asma. Tingkat
kematian asma mencapai 250.000 orang per tahunnya. Berikut dilampirkan peta prevalensi
dan grafik mortalitas asma di seluruh dunia.
Kota
Jakarta
Bandung
Jakarta
Palemban
Tahun
1991
1993
1996
1996
Rosalina I
Kartasasmita
g
Bandung
Bandung
1997
2002
Jumlah Sampel
1200
4865
1296
3118
2678
2836
2,6
3,0
5,2
Patofisiologi Asma
Asma merupakan penyakit obstruksi saluran napas yang menyebabkan gangguan pada
aliran udara yang reversibel. Obstruksi tersebut disebabkan oleh inflamasi di saluran napas
yang berasosiasi dengan hiperreaktivitas bronkus. Inflamasi mengenai seluruh saluran napas,
termasuk saluran napas atas dan hidung, namun efek fisiologis penyempitan paling nampak
pada bronkus ukuran sedang.1
Inflamasi dimulai ketika alergen ditangkap oleh sel dendritik, antigen presenting cell
(APC) utama yang ada di saluran napas. Setelah
menangkap antigen, sel dendritik pindah ke
daerah yang banyak mengandung limfosit dan
merangsang sel T Helper (Th) naif atau sel Th-0
untuk berubah menjadi Th-2. Th-2 merupakan
koordinator dari sekresi sitokin-sitokin yang
menyebabkan reaksi inflamasi pada asma.5
Reaksi inflamasi pada asma dapat
dibedakan menjadi inflamasi akut dan kronis.
Inflamasi akut yang terjadi dapat dibedakan
menjadi respon alergi fase cepat dan fase lambat.
Gambar 3. Patogenesis
Asma6
Reaksi fase cepat disebabkan oleh respon sel yang sensitif terhadap Ig-E, terutama sel mast
dan basofil. Reaksi ini menghasilkan mediator mediator seperti histamin, prostaglandin,
leukotrien, dll. Mediator-mediator tersebut menginduksi kontraksi otot polos di saluran napas,
menstimulasi saraf aferen, hipersekresi mukus, vasodilatasi, dan kebocoran mikrovaskular.
Reaksi fase lambat meliputi aktivasi sel T, eosinofil, neutrofil, dan makrofag. Reaksi ini juga
menghasilkan mediator-mediator inflamasi yang semakin lama semakin banyak karena reaksi
fase lambat semakin lama akan semakin kuat.5
Selain inflamasi, terdapat proses lain dalam tubuh yang terjadi pada pasien asma yaitu
remodelling
napas.
saluran
Remodelling
jaringan
saluran
kerusakan-
perbaikan
dalam
Gambar 4. Inflamasi dan Remodelling pada asma6
Perubahan struktur yang terjadi antara lain hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran napas,
hiperplasia sel goblet dan kelenjar submukosa, deposisi matriks di dinding saluran napas,
meningkatnya permeabilitas vaskular, dan perubahan pada jaringan saraf. Perubahan struktur
ini dapat terjadi secara reversibel maupun irreversibel.5
Berdasarkan pemaparan mekanisme seluler di atas, penyempitan saluran napas pada
asma dapat terjadi karena banyak faktor, namun terutama oleh kontraksi otot polos bronkial
yang diprovokasi mediator inflamasi.
Selain itu, faktor banyaknya sekret yang
tebal dan lengket, pengendapan protein
plasma
yang
keluar
dari
mempengaruhi.
Kontraksi
otot
dapat
memicu
hiperplasia
menyebabkan kerja otot interkostal dan diafragma menjadi tidak optimal yang akhirnya dapat
menyebabkan kelelahan dan menimbulkan gagal napas.5
Faktor Resiko Asma
Faktor risiko asma dapat dibagi menjadi dua antara lain faktor yang berasal dari
penderita dan faktor yang berasal dari lingkungan. Faktor-faktor tersebut antara lain:5
1. Faktor Penderita
Genetik
Asma merupakan penyakit yang diwariskan secara genetik melalui interaksi
banyak gen. Gen yang terkait antara lain gen predisposisi atopi dan gen
menjadi sama.
Riwayat atopi
2. Faktor Lingkungan
Alergen
Infeksi saluran napas, terutama infeksi virus
Rokok
Polusi udara
ASI
Terdapat teori mengenai asma terkait pajanan dengan infeksi yaitu hygiene hypothesis.
Teori ini menyatakan bahwa pajanan terhadap infeksi pada anak sedini mungkin
menyebabkan pembentukan sistem imun anak ke arah non-alergi, yang menyebabkan
penurunan risiko asma dan alergi lainnya.1
Diagnosis Asma
Manifestasi klinis asma antara lain sesak napas episodik, mengi, batuk, dan dada
terasa berat. Riwayat asma pada anak dan keluarga juga dapat membantu menegakkan
diagnosis. Pemeriksaan fisik biasanya dapat menemukan kelainan hanya pada saat serangan.
Temuan yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik antara lain wheezing, retraksi dan
penggunaan otot bantu napas, napas cuping hidung, dll. Pada kondisi asma berat dapat
ditemukan sianosis, penurunan kesadaran, dan gerakan napas paradoks.5
Eksaserbasi atau serangan asma adalah episode perburukan gejala-gejala asma secara
progresif. Derajat eksaserbasi asma dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Parameter Klinis,
Fungsi paru,
laboratorium
Ringan
Sedang
Sesak
Berjalan
Bayi: menangis
keras
Posisi
Bisa berbaring
Bicara
Kesadaran
Kalimat
Mungkin
irritable
Tidak ada
Sedang, sering
hanya
pada
akhir ekspirasi
Penggal kalimat
Biasanya irritable
Biasanya tidak
Biasanya ya
Ada
Sangat
nyaring,
terdengar
tanpa
stetoskop
sepanjang
ekspirasi dan inspirasi
Ya
Dangkal,
retraksi,
interkostal
Takipnea
Normal
Tidak ada
<10 mmHg
Sedang, ditambah
retraksi suprasternal
Takipnea
Takikardia
Ada
10-20 mmHg
Takipnea
Takikardia
Ada
>20 mmHg
>60%
>80%
40-60%
60-80%
>95%
Normal
(biasanya tidak
perlu diperiksa)
<45 mmHg
91-95%
>60 mmHg
<40%
<60%
Respons < 2 jam
<90%
<60 mmHg
<45 mmHg
>45 mmHg
Sianosis
Mengi
Penggunaan
bantu napas
Retraksi
otot
Frekuensi Napas
Frekuensi Nadi
Pulsus Paradoksus
FEV1
Pra-bronkodilator
Post-bronkodilator
SaO2 (%)
PaO2
PaCO2
Berbicara
Bayi:
menangis
pendek dan lemah,
kesulitan
menyusu/makan
Lebih suka duduk
Berat
Tidak ada
Nyaring, sepanjang
ekspirasi + inspirasi
Duduk
membungkuk/bertopan
g lengan
Kata-kata
Biasanya irritable
Ancaman Henti
Napas
Kebingungan
Nyata
Sulit/tidak
terdengar
Gerakan paradoks
torako-abdominal
Dangkal/hilang
Bradipnea
Bradikardia
Tidak ada, tanda
kelelahan
otot
napas
Parameter
klinis,
Asma
episodik
Asma
episodik
jarang
sedang
1
2
paru
Frekuensi serangan
Lama serangan
(Asma ringan)
< 1x / bulan
< 1 minggu
(Asma sedang)
> 1x / bulan
> 1 minggu
Di antara serangan
Tanpa gejala
4
5
Tidak terganggu
Normal
Sering terganggu
Mungkin terganggu
(ada kelainan)
Nonsteroid/steroid
hirupan
dosis
rendah
PEF/FEV1 60-80%
7
8
Tidak perlu
Asma persisten
(Asma berat)
Sering
Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
remisi
Gejala siang dan
malam
Sangat terganggu
Tidak
pernah
normal
Steroid hirupan oral
PEF/FEV1 <60%
Variabilitas 20-30%
Variabilitas > 50%
Diagnosis banding asma pada anak dapat dibedakan berdasarkan usia. Pada anak usia
5 tahun atau kurang, diagnosis banding yang dapat diperkirakan antara lain rhino-sinusitis
kronik, GERD, ISPA virus rekuren, fibrosis kistik, displasia bronkopulmonar, tuberkulosis,
malformasi
kongenital
berupa
penyempitan
jalan
napas,
aspirasi
benda
asing,
imunodefisiensi, dan penyakit jantung bawaan. Pada anak usia lebih dari 5 tahun, diagnosis
banding yang dapat diperkirakan antara lain sindrom hiperventilasi, serangan panik, obstruksi
saluran napas atas, inhalasi benda asing, disfungsi pita suara, PPOK, dan penyakit jantung.1
secara maksimal. Pada anak usia >6 tahun, pengukuran yang dapat dilakukan adalah dengan
forced expiratory volume in 1 second (FEV1) dan vital capacity (VC) menggunakan
spirometer serta pengukuran PEFR dan APE dengan peak-flow meter. Dalam manajemen
pengelolaan asma, pengukuran variabilitas dan reversibilitas fungsi paru dalam 24 jam
penting untuk dilakukan.5
Berdasarkan Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, digunakan batasan berikut
untuk mendukung diagnosis asma:5
1. Variabilitas PEF/FEV1 > 15%
2. Kenaikan PEF/FEV1 > 15% setelah pemberian inhalasi bronkodilator
3. Penurunan PEF/FEV1 > 20% setelah provokasi bronkus
Penilaian variabilitas sebaiknya dilakukan dengan mengukur selama > 2 minggu.
Pemeriksaan hiperreaktivitas saluran napas juga dapat dilakukan untuk menunjang
diagnosis asma. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan provokasi bronkus dengan histamin,
metakolin, latihan/olahraga, udara kering dan dingin, atau dengan salin hipertonik.
Pengukuran penanda inflamasi juga dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis asma yaitu
dengan memeriksa eosinofil sputum dan kadar NO ekshalasi. Penilaian status alergi melalui
uji kulit atau pemeriksaan IgE spesifik juga banyak membantu dalam diagnosis asma.5
rumah sakit. Tatalaksana di rumah dapat dilakukan oleh pasien atau orang tuanya, dengan
syarat pernah menjalani terapi teratur sebelumnya dan telah cukup teredukasi. Terapi awal
yang dapat dilakukan di rumah adalah inhalasi beta-agonis kerja cepat sebanyak 2 kali
dengan selang waktu 20 menit. Pasien segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat bila tidak
terjadi perbaikan.5
Di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, pasien dengan serangan asma akan
dibawa ke unit gawat darurat (UGD) untuk dinilai derajat serangannya dan ditatalaksana.
Tatalaksana awal adalah pemberian beta 2-agonis kerja cepat dengan penambahan garam
fisiologi secara nebulisasi. Nebulisasi dapat diulang 2 kali dengan selang waktu 20 menit.
Apabila belum terjadi perbaikan, dapat ditambahkan obat anti-kolinergik pada nebulisasi
ketiga. Jika pasien datang dalam keadaan berat, langsung diberikan nebulisasi beta 2-agonis
kerja cepat dikombinasi dengan antikolinergik. Bila ada tanda mengarah ke dehidrasi dan
asidosis metabolik, pasien perlu segera dirawat agar dapat diberikan obat intravena.4
Berikut dilampirkan skema alur tatalaksana serangan asma pada anak:
Kriteria
pasien dengan
Tidak ada respon sama sekali terhadap tatalaksana awal di UGD dan/atau perburukan
serangan asma yang cepat
Adanya kebingungan, disorientasi, dan tanda lain ancaman henti napas, atau
hilangnya kesadaran
Tidak ada perbakan dengan tatalaksana baku di ruang rawat inap
Ancaman henti napas; hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah diberi oksigen (kadar
PaO2<60 mmHg dan/atau PaCO2>45 mmHg)
dapat
menjalani
dan
tidak
ada
serangan
6. Efek samping obat dapat
dicegah
sehingga
tidak/sesedikit
mungkin
timbul,
terutama
memengaruhi
yang
tumbuh
kembang anak.
Untuk mencapai penanggulangan optimal diperlukan kebijakan step up dan step down
antara lain:
Step up
Step down
90%. Terapi cairan diberikan pada serangan asma derajat sedang dan berat karena resiko
dehidrasi akibat kurangnya intake cairan, peningkatan insensible water lost, takipnea, atau
efek teofilin. Cairan yang diberikan sejumlah 1-15 kali kebutuhan rumatan.5
Obat controller yang dapat digunakan pada anak antara lain kortikosteroid inhalasi
dan sistemik, antileukotrien, beta 2-agonis jangka panjang oral dan inhalasi, sodium
kromoglikat, dan teofilin. Steroid inhalasi yang digunakan adalah budesonide dengan dosis
100-200 mcg, dosis maksimal 400 mcg/hari. Antileukotrien di Indonesia hanya ada
zafirlukast dan hanya untuk anak >7 tahun. Beta 2-agonis kerja panjang inhalasi biasanya
diberikan sebagai terapi kombinasi dengan kortikosteroid inhalasi, yaitu salmeterol dan
formoterol, yang biasanya sudah dikombinasikan menjadi sepaket dengan kortikosteroid.
Pemberian beta 2-agonis melalui jalur oral tidak dianjurkan karena memiliki efek
kardiovaskular dan saraf yang besar. Sodium kromoglikat tidak ditemui preparatnya di
Indonesia.5
DAFTAR PUSTAKA
1. Bateman ED, et al. Global strategy for asthma mannagement and prevention: updated
2010. Global Initiative for Asthma. 2010.
2. Rahajoe N, Supriyatno B, Styanto DB. Pedoman nasional asma anak. Jakarta: UKK
Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004.
3. Devereux G. The increase in the prevalence of asthma and allergy: food for thought.
Nature Reviews Immunology. 2006: 6; 869-74.
4. Strachan D, et al. Asthma Mortality. The Global Asthma Report 2014. Diunduh dari:
http://www.globalasthmareport.org/burden/mortality.php pada 24 Mei 2015 22.00.
5. Rahajoe EN, et al. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: IDAI. 2012.
6. Bateman ED, et al. Global strategy for asthma mannagement and prevention: updated
2002. Global Initiative for Asthma. 2002.
7. UKK Pulmonologi IDAI. Konsensus Nasional Asma Anak. Sari Pediatri. 2000: (2) 1;
50-66.