Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Purpura Trombositopenia Idiopatik atau saat ini dikenal dengan Purpura


Trombositopenia Imun (ITP) merupakan suatu kelainan didapat yang berupa
gangguan autoimunitas yang mengakibatkan terjadinya trombositopenia karena
adanya penghancuran trombosit secara dini dalam sistem retikuloendotel akibat
adanya autoantibodi terhadap trombosit yang berasal dari Immunoglobulin G.1
Adanya trombositopenia pada ITP akan mengakibatkan gangguan pada sistem
hemostasis dikarenakan trombosit bersama dengan sistem vaskuler faktor
koagulasi darah terlibat secara bersamaan dalam mempertahankan hemostasis
normal.

Manifestasi klinis ITP sangat bervariasi mulai dari manifestasi

perdarahan ringan, sedang sampai dapat mengakibatkan kejadian-kejadian yang


fatal. Terkadang juga simptomatik. Oleh karena merupakan penyakit autoimun
maka kortikosteroid merupakan pilihan konvensional dalam pengobatan ITP.
Pengobatan akan sangat ditentukan oleh keberhasilan mengatasi penyakit yang
mendasari ITP sehingga tidak mengakibatkan keterlambatan penanganan akibat
perdarahan fatal, ataupun penanganan-penanganan pasien yang gagal atau relaps.1
Berdasarkan etiologi ITP dibagi menjadi 2 yaitu: ITP primer (idiopatik) dan ITP
sekunder. Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya
kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik
bila lebih dari 6 bulan (umumnya terjadi pada orang dewasa). Diperkiraan
insidens ITP terjadi pada 100 kasus per 1 juta penduduk per tahunnya dan kirakira setengahnya terjadi pada anak-anak. ITP terjadi bila trombosit mengalami
destruksi secara prematur dari deposisi autoantibodi atau kompleks imun dalam
membran sistem retikuloendotel limpa dan umumnya hati.2
Dalam tubuh seseorang yang menderita ITP, sel-sel darahnya kecuali platelet
berada dalam jumlah yang normal.

Platelet adalah sel-sel sangat kecil yang

menutupi area tubuh paska terjadinya luka atau akibat teriris/terpotong dan

kemudian membentuk bekuan darah.

Seseorang dengan platelet yang terlalu

sedikit dalam tubuhnya akan sangat mudah mengalami luka memar dan bahkan
mengalami perdarahan dalam periode cukup lama setelah mengalami trauma.
Kadang bintik-bintik kecil merah (disebut petechiae) muncul pula pada
permukaan kulitnya. Jika jumlah platelet ini sangat rendah, penderita ITP bisa
juga mengalami mimisan yang sukar berhenti, atau mengalami perdarahan dalam
organ ususnya.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Etiologi


2.1.1 Definisi
ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura atau saat
ini dikenal dengan 'Immune Thrombocytopenic Purpura'.
berarti tidak diketahui penyebabnya.

'Idiopathic'

'Thrombocytopenic' berarti darah

yang tidak cukup memiliki keeping darah (trombosit). 'Purpura' berarti


seseorang memiliki luka memar yang banyak (berlebihan).3 ITP adalah suatu
gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap
(angka trombosit darah perifer kurang dari 150.000/L) akibat autoantibodi
yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur
trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa. Gangguan ini
ditandai dengan jumlah trombosit yang rendah dan perdarahan mukokutan.1
Insidensi ITP pada anak-anak antara 4,0 5,3 per 100.000 dimana ITP akut
umumnya menyerang anak-anak usia antara 2 6 tahun. 7 28% anakanak dengan ITP akut berkembang menjadi kronik 15 20%. ITP pada anak
berkembang menjadi bentuk ITP kronik pada beberapa kasus menyerupai
ITP dewasa yang khas. Angka insiden ITP pada anak diperkirakan 0,46 per
100.000 anak per tahun. Insidensi ITP kronis dewasa adalah 58 66 kasus
baru per satu juta populasi pertahun (5,8 6,6 per 100.000) di Amerika dan
serupa yang ditemukan di Inggris. ITP kronik pada umumnya terdapat pada
orang dewasa dengan median rata-rata usia 40 45 tahun. Rasio antara
perempuan dan laki-laki adalah 1:1 pada pasien ITP akut sedangkan pada
ITP kronik adalah 2 3 : 1.1
Pasien ITP refrakter didefinisikan sebagai suatu ITP yang gagal diterapi
dengan kortikosteroid dosis standar dan splenektomi yang selanjutnya

mendapat terapi karena angka trombosit dibawah normal atau ada


perdarahan. Pasien ITP refrakter ditemukan kira-kira 25 30 % dari jumlah
pasien ITP. Kelompok ini mempunyai respon jelek terhadap terapi dengan
morbiditas yang cukup bermakna dan mortalitas kira-kira 16 %.1
2.1.2 Etiologi
Penyebab ITP ini tidak diketahui. Seseorang yang menderita ITP, dalam
tubuhnya membentuk antibodi yang mampu menghancurkan trombositnya.
Dalam kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat terhadap
benda asing seperti bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi
untuk penderita ITP, antibodinya bahkan menyerang trombosit tubuhnya
sendiri.3
2.2 Klasifikasi ITP
Ada 2 tipe ITP, antara lain:3
1. Menyerang kalangan anak-anak berusia 2 hingga 4 tahun. ITP yang
dialami anak-anak berbeda dengan yang dialami oleh orang dewasa.
Sebagian besar anak yang menderita ITP memiliki jumlah trombosit yang
sangat rendah dalam tubuhnya, yang menyebabkan terjadinya perdarahan
tiba-tiba. Gejala-gejala yang umumnya muncul diantaranya luka memar
dan bintik-bintik kecil berwarna merah di permukaan kulitnya. Selain itu
juga mimisan dan gusi berdarah.
2. Menyerang orang dewasa. sebagian besar dialami oleh wanita muda, tapi
dapat pula terjadi pada siapa saja (ITP bukanlah penyakit keturunan).
Penyakit ITP untuk penderita orang dewasa dapat berlangsung lebih lama
dibandingkan yang dialami anak-anak. Pada saat dilakukan diagnosis,
sebagian besar penderita dewasa ITP umumnya telah mengalami adanya
perdarahan yang terus meningkat dan mudah sekali mengalami luka
memar dalam kurun waktu beberapa minggu, atau bahkan bulan. Untuk
pasien wanita, meningkatnya aliran darah menstruasi juga merupakan
tanda-tanda

utama.

Banyak

orang

dewasa

yang

mengalami

trombositopenia (jumlah trombosit dalam darah relatif sedikit) yang tidak


terlalu parah.

Pada kenyataannya, sebagian kecil orang bahkan tidak

mengalami gejala-gejala perdarahan. Kalangan ini umumnya didiagnosis


ITP saat melakukan tes pemeriksaan darah untuk suatu keperluan, dan
ternyata salah satu hasilnya menunjukkan jumlah sel darah merah yang
sedikit.
2.3 Patofisiologi ITP
2.3.1 Destruksi Platelet
Penelitian yang dilakukan oleh Harrington dan rekannya pada tahun 1951
mendapatkan hasil bahwa anti platelet merupakan penyebab dari destruksi
platelet pada ITP. Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan
mentransfer plasma dari pasien ITP kepada pasien normal. Evan dan kawankawan di tahun yang sama menyatakan bahwa faktor anti platelet adalah
antibodi antiplatelet yang terdapat pada immunoglobulin G. Pada tahun
1975 Dixon dan Rosse mengidentifikasi antibody anti platelet tersebut yang
mana anti platelet antibodi tersebut secara spesifik menyerang glikoprotein
yang terdapat pada platelet (GPs).Pada tahun 1982, Van Leeuwen
dkkdengan menggunakan platelet immunoflurescent test (PIFT) dapat
mendemosntrasikan auto antibodi yang melawan GP 11a/11b. Antibodi ini
mampu untuk berikatan dengan platelet platelet dari orang normal pada
umumnya namun tidak pada pasien dengan penyakit Glanzmannss, yang
tidak memiliki GP11a/11b pada plateletnya. 4
Anti platelet antibodi lainnya yang terdapat pada kasus ITP kronik adalah
adanya antibodi anti platelet yang menyerang seluruh glikoprotein pada
platelet, dengan anti GP 1a/11a dan anti GP 1b/IX antibodi. Antibodi
tersebut berikatan dengan molekul glikoprotein pada permukaan platelet
dengan porsi variable (Fab) dan porsi konstan Fc ekspos. Sistem
retikuloendotelial (RES) sel fagosit (monosit, makrofag) mengekspresikan
Fc reseptor (Fc R) pada permukaan mereka yang dapat mengenali dan
berikatan dengan porsi Fc dari antibodi pada permukaan platelet, sehingga
terjadi proses fagositosis. Limpa merupakan organ yang memiliki sel fagosit
yang mengekspresikan Fc R

dan merupakan tempat utama terjadinya

destruksi antibodi yang terdapat pada platelet. Sel sel fagosit di RES
5

mengekspresikan 3 kelas reseptor ( Fc Rs), Fc R1 yang memiliki afinitas


tinggi terhadap monomerik IgG dan kompleks imun IgG. Fc & R112 dan Fc
R112 yang memiliki afinitas rendah terhadap reseptor dan hanya berikatan
dengan kompleks imun Ig G. 4
Produksi autoantibodi antiplatelet dijelaskan melalui mekanisme molecular
mimicary. Antigen pada lingkungan seperti halnya agen infeksi, menyerupai
struktur antigenik pada platelet glikoprotein, sehingga menstimulasi sel B
untuk memproduksi antibodi melawan platelet host itu sendiri. Dalam
prosesnya, sel B memerlukan bantuan dari sel T CD4+. Peran sel T helper
dalam patogenesis ITP masih dalam penelitian tingkat lanjut.4,5
2.3.2 Produksi Platelet yang Terganggu
Adanya destruksi platelet melalui mekanisme autoimun dan peningkatan
kompensasi pada produksi megakariosit merupakan salah satu hal yang
menjadi tanda khusus ITP. Trombopoesis pada ITP tidak cukup untuk
mengkompensasi destrusksi platelet perifer. Kegagalan trombopoesis dalam
mekanisme kompensasi inilah yang menyebabkan rendahnya kadar platelet.
Antibodi anti platelet yang menyerang GP1b/1X dan kompleks GP11b/11a
juga berperan dalam pengahancuran megakariosit karena menyerang
glikoprotein yang terdapat pada permukaannya. Chang et al dalam studi
ekspreimental pada tahun 2003 menemukan plasma dari anak anak dengan
ITP mengandung antiplatelet antibodi yang menghambat proliferasi
megakariosit secara in vitro. Studi ultrastruktural dari pasien anak dengan
ITP memberikan gambaran adanya apoptosis dan para apoptosis.
Trombopoetin (TPO) yang merupakan hematopoetik growth factor
meningkatkan perkembangan megakariosit dan produksi platelet. Teori
adanya kegagalan produksi oleh platelet didukung oleh adanya temuan yang
mana TPO agonis reseptor, romiplostin dan eltrombopag meningkatkan
produksi platelet dan meningkatkan jumlah platelet.6

2.4 Manifestasi Klinis

ITP pada anak biasanya terdapat pada anak yang tanpa mengalami permasalahan
kesehatan sebelumnya, dengan rentang usia 2 7 tahun. Laki laki dan
perempuan memiliki peluang yang sama untuk terkena penyakit ini, namun pada
studi terdahulu menyatakan bahwa lebih tinggi angka kejadian pada bayi laki
laki lebih tinggi dibandingkan dengan bayi perempuan dengan adanya penurunan
kecenderungan untuk terkena ITP seiring meningkatnya usia.
Penyakit ITP biasanya muncul tiba tiba dengan adanya peteki dan memar pada
hampir seluruh pasien. Epitaksis terjadi pada sepertiga pasien dan hematuria
jarang ditemukan. Sebanyak dua pertiga penderita dengan ITP memiliki riwayat
infeksi beberapa hari atau minggu sebelumnya. Infeksi yang paling sering terjadi
adalah adanya infeksi traktus respiratorius utamanya oleh virus dan interval
adanya infeksi dan ITP dengan interval 2 minggu. Pemeriksaan fisik menyatakan
bahwa bayi sehat yang hanya dengan manifestasi berupa peteki dan memar
merupakan salah satu manifestasi dari adanya kadar platelet yang rendah.
Organomegali dan limfadenopati tidak ditemukan. Pada beberapa kasus jarang
ditemui adanya pembesaran limpa. 6
2.5 Diagnosis
Diagnosis ITP harus dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang utamanya pemeriksaan laboratorium serta dilakukan
secara per eksklusionam.7
Riwayat penggunaan obat obatan termasuk aspirin, kinin, heparin dan transfusi
platelet serta transfusi darah tidak boleh ditemukan. Adanya penyakit lain seperti
halnya lupus eritematosus, sindrom evans, malignansi hematologi, antifosfolipid
antibodi, von willbrand disease dan infeksi sebelumnya oleh streptokokus harus di
eksklusi. Lama terjadinya perdarahan pada PTI dapat membantu membedakan
antara ITP akut dan kronis. Riwayat adanya ITP pada keluarga umumnya jarang
didapatkan.7
Pada pemeriksaan fisik didapatkan perdarahan tipe trombosit yaitu petekie,
purpura, perdarahan konjungtiva dan perdarahan mukokutan lainnya. Jika
ditemukan adanya pembesaran hati ataupun limpa, perlu dipikirkan kemungkinan

ada penyakit lainnya walaupun pada ITP pada lebih kurang 10% anak mengalami
hal tersebut.7
Rendahnya jumlah platelet yakni < 100.000 dengan adanya megakariosit yang
berlbihan maupun normal di sumsum tulang belakang merupakan salah satu
kunci dalam diagnosis. Berikut merupakan pemeriksaan laboratorium yang
dibutuhkan dan sering dikerjakan dalam penegakkan diagnosis ITP, antara lain4 :
1.

Darah lengkap dan hapusan darah tepi diperlukan dalam diagnosis ITP. Darah
lengkap memperlihatkan adanya trombositopenia terisolasi dengan kadar
leukosit yang normal dan kadar hemoglobin yang normal pula. Anemia hanya
ditemukan jika ada perdarahan berat dan ditemukan pada 15% kasus.
Pemeriksaan darah tepi dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
pseudotrombositopenia, sindrom trombosit raksasa yang diturunkan dan
kelainan hematologi lainnya yang imatur (megatrombosit) ditemukan pada

2.

sebagian besar pasien.


Aspirasi sumsusm tulang belakang (BMA) tidak diperlukan dalam penegakan
diagnosis ITP dan tidka diperlukan sebelum pelaksanaan pengobatan dengan
steroid pada kasus ITP yang tipikal. tetapi BMA harus dikerjakan jika ada
nyeri pada tulang, limfadenopati, hepatosplenomegali, panas, penurunan berat
badan dan anemia yang tidak jelas penyebabnya atau adanya leukositosis

3.

maupun leucopenia yang tinggi.


Pemeriksaan antiplatelet antibodi tidak diperlukan dalam diagnosis ITP
khusunya dalam membedakan apakah ITP tersebut termasuk primer atau
sekunder dan dalam menegakkan diagnosis apakah ITP tersebut akan tetap

4.

akut atau menjadi kronis, karena itu tidak dilaksanakan secara rutin.
Tes skrining koagulasi tidak membantu dalam diagnosis ITP dan hanya

5.

dikerjakan jika ada infeksi atau penyakit perdarahan yang diturunkan


Tes untuk mendeteksi antinuclear antibodi harus dilaksanakan pada anak yang
lebih dewawa dengan ITP atau mereka dengan penyakit ITP kronik. Tes ANA
tidak diperlukan pada anak yang baru saja terdiagnosis ITP utamanya dengan

6.

ITP primer.
Pengecekan kadar immunoglobulin harus dikerjakan jika terdapat kecurigaan
adanya kondisi imunodefisiensi.

7.

Kadar trombopoetin tidak membantu dalam diagnosis ITP, dan kerna itu tidak
dikerjakan secara rutin.

2.6 Diagnosis Banding


ITP primer dapat ditegakkan melalui hasil eksklusi dari penyakit sekunder lain
yang disertai dengan kondisi trombositopenia. Perlu ditekankan kembali bahwa
diagnosis ITP ditegakkan berdasarkan adanya trombositopenia tanpa disertai
dengan kelainan klinis serta laboratorium lain yang mengacu peda penyakit
tertentu.8 Pemeriksaan darah lengkap serta hapusan darah tepi harus dilakukan
berulang secara periodik pada anak dengan ITP yang baru terdiagnosa untuk
mengeksklusi evolusi penyakit hematologi atau sumsum tulang yang lebih serius
hingga diagnosis telah jelas dan terjadi remisi. Adapun beberapa kelainan yang
sering disertai dengan kondisi trombostopenia dijabarkan pada Tabel 1 dibawah
ini.9
Tabel 1. Diagnosis Banding Trombositopenia
Penyakit
Penurunan Produksi

Manifestasi Klinis

Laboratorium

Platelet
1. Sindroma

Tidak adanya radius saat lahir, Jumlah

Trombocitopenia
Absent

platelet

adanya kelainan skeletal lain yang biasanya 15-30 x

Radius mungkin nampak, penyakit jantung 109/L

(TAR)
2. Fanconi Anemia

kongenital pada sepertiga kasus.


Perawakan

pendek,

kulit Pansitopenia

hiperpigmentasi, hiploplasia pada ibu akibat


jari

dan

radius, diserta

abnormalitas
3. Amegakaryocitic
Thrombocytopenia

pada

aplastik

dengan anemia
ginjal,

mikrosefali, mikroptalmus.
Tidak adanya kelainan pada skeletal Trombositopenia
seperti pada TAR sindrom

periode neonaal

Didapat
1. Leukimia

Riwayat demam, penurunan berat Jumlah sel darah


badan, nyeri tulang, lemah dan pucat; putih meningkat,
limpadenopati,

splenomegali, anemia, blast sel

hepatomegali

pada

hapusan

darah tepi.
2. Aplastik Anemia

Riwayat lemah, perdarahan, atau Pansitopenia,


infeksi berulang; pemeriksaan fisik neutropenia
tidak

spesifik,

tidak

ditemukan berat, retikulosit

splenomegali.
3. Neuroblastoma

rendah

Masa pada abdomen pada mayoritas Trombositopenia


kasus,

sindroma

manifestasi

paraneoplastik, akibat metastasis

neurologis

karena sumsum tulang.

keterlibatan korda spinal


4. Defisiensi Nutrisi

Riwayat nutrisi buruk atau diet Anemia


spesial; pucat, lemah, letih karena megaloblastik,
anemia,

defisit

neurologis

pada hipersegmented

defisiensi vitamin B12.

neutropil

pada

hapusan

darah

tepi,
5. Obat-obatan

reikulosit

rendah, B12 dan


asam

folat

rendah
Riwayat penggunaan obat-obatan
Peningkatan Destruksi
Platelet
Imun
1. Neonatal
Allommune
Trombositopenia
2. Obat-obatan
3. Infeksi HIV

Petekie general pada beberapa jam Jumlah


setelah kelahiran
Riwayat

penggunaan

platelet

pada ibu normal


obat

atau

riwayat perubahan dosis


Tanda dan gejala sistemik dari HIV

Abnormalitas
pada

atau

semua sel darah,


dikonfirmasi
dengan
10

pemeriksaan
4. Purpura

serologi HIV

post

Riwayat tranfusi platelet beberapa Terjadi

tranfusi

jam sebelum trombositopenia


5. Penyakit autoimun

trombositopenia
akut yang jelas

Manifestasi

sistemik

termasuk Biasanya

pembengkakan pada sendi, temuan terdapat anemia


dermatologis

pada

penyakit

kronis,

jumlah

Nonimun

WBC terkadang

1. Sindrom

abnormal

Hemolitik-Uremik
Riwayat diare berdarah, gagal ginjal
2. DIC

Anemia
mikrositer pada
hapusan

darah

tepi
Tanda dan gejala sepsis (demam, PT dan APTT
3. Penyakit

Jantung takikardi, hipotensi)

memanjang,

Sianotik

anemia
mikrositer pada
hapusan

darah

tepi
Sianosis, gagal jantung kongestif

Polisitemia
kompensatori

Penyakit

Platelet

Kualitatif
1. Wiskott-Aldrich
syndrome

Ekzema, infeksi rekuren, penyakit Jumlah


keturunan X-linked

platelet

20.000-100.000,
bentuk
kecil
hapusan

platelet
pada
darah

tepi
2. Bernard-Soulier

Penyakit

keturunan

autosomal, Platelet

ukuran
11

syndrome

ekimosis,

gusi

berdarah,

serta besar

perdarahan gastrointestinal

pada

hapusan
tepi,

darah
biasanya

lebih besar dari

3. May-Hegglin

limfosit

anomaly
Penyakit

keturunan

autosomal, Platelet raksasa

sebagian besar asimtomatik

pad

hapusan

darah

tepi,

terdapat
4. Gray

inclusion

platelet

body

pada leukosit

syndrome
Perdarahan yang umumnya ringan

Bentuk

platelet

oval

dan

berwarna pucat
pada

hapusan

darah tepi
Sequestrasi
1. Hypersplenism

Riwayat penyakit hati/ hipertensi Anemia


porta,

pada

pemeriksaan

didapatkan splenomegali

ang

fisik bersamaan
dengan

jumlah

leukosit
abnormal
tergantung jenis
penyakitnya,
berhubungan
dengan leukemia
dan

penyakit

infiltratif lainnya
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ITP pada anak dapat meliputi tindakan suportif dan
farmakologis. Tindakan suportif yang penting dilakukan pada pasien ITP antara
lain, membatasi aktivitas fisik, mencegah perdarahan akibat trauma, menghindari
12

obat yang dapat menekan produksi trombosit atau merubah fungsinya, memberi
pengertian pada pasien dan/atau orang tua tentang penyakitnya. 1 Selain itu terapi
suportif yang dapat dilakukan antara lain, pemberian androgen, pemberian high
dose immunoglobulin untuk menekan fungsi makrofag, dan transfusi konsentrat
trombosit namun hanya dapat dipertimbangkan pada penderita dengan resiko
perdarahan mayor.6
Terapi farmakologis yang diberikan, bertujuan untuk mengurangi proses imun
sehingga mengurangi perusakan trombosit. Terapi farmakologis yang diberikan
dapat berupa terapi kortikosteroid. Terapi kortikosteroid ini bertujuan untuk
menekan

aktivitas

makrofag

sehingga

mengurangi

destruksi

trombosit,

mengurangi pengikatan IgG oleh trombosit, dan menekan sintesis antibody. Terapi
awal menggunakan prednison atau prednisolon dengan dosis 1-1,5 mg/kgBB/hari
selama 2 minggu. Bila dalam 2 minggu respon terhadap terapi baik (jumlah
trombosit >30.000/>50.000), dilanjutkan sampai 1 bulan kemudian secara
perlahan

dosis

diturunkan.

Pasien

dengan

simtomatik

persisten

dan

trombositopenia berat setelah mendapat terapi perlu dipertimbangkan untuk


splenektomi. Immunoglobulin intravena (IgIV) dosis 1g/kgg/hari diberikan
selama 2-3 hari jika terjadi perdarahan internal dengan jumlah trombosit <5.000
meskipun telah mendapat terapi kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya
purpura yang progresif.6
2.8 Komplikasi
Kejadian perdarahan intrakranial pada pasien dengan ITP jarang ditemukan.
Sebagian besar kejadian perdarahan intrakranial terjadi bukan disaat awal setelah
penegakan diagnosis melainkan beberapa saat kemudian dalam perjalanan
penyakit. Berdasarkan penelitian oleh Butros et al pada tahun 2003, dilakukan
review terhadap 75 kasus ITP yang mengalami perdarahan intrakranial pada tahun
1954 hingga 1998 dengan rentang umur bervariasi mulai 6 bulan hingga 20 tahun.
Sebanyak 72% kasus ditemukan mengalami perdarahan intrakranial 6 bulan
setelah diagnosis dan hanya 10% terjadi 3 hari setelahnya. Jumlah trombosit yang
kurang dari 10.000/ul ditemukan pada 71,4% kasus. Sedangkan di Jerman, tidak
ditemukan kasus perdarahan intrakranial serta kematian akibat ITP dari tahun

13

1995-1997. Penelitian oleh Iyori et al. Pada tahun 2000 tidak menemukan adanya
hubungan antara beratnya gejala perdarahan dengan jumlah trombosit saat
terjadinya perdarahan.10
2.9 Prognosis
Pada 75-90% kasus terjadi remisi komplit terlepas dari pengobatan yang
diberikan. Trombositopenia menetap pada lebih dari 6 bulan hanya terdapat pada
10-25% kasus. ITP kronis juga memiliki tingkat remisi yang tinggi yaitu sekitar
80% atau lebih. Riwayat prodormal virus, volume trombosit rata-rata rendah saat
penerimaan (<8 fL) dan jumlah trombosit yang rendah saat penerimaan
(<10,000/ul) berhubungan dengan tingkat remisi yang tinggi, sedangkan onset
lebam dan diagnosis dalam rentang usia 10-18 tahun terkait dengan perjalanan
penyakit kronis. Penelitian oleh Gadner pada tahun 2001 menunujukkan bahwa
terapi awal tidak dapat mencegah terjadinya ITP kronis. Kematian yang
disebabkan oleh ITP tercatat sebanyak 0.1-0.5%.11

14

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Penderita
Nama

: NCN

Umur

: 7 Tahun 6 Bulan

Jenis Kelamin : Laki-Laki


Alamat

: Jerneng, Tendy Tawah, Kec. Labuapi, Lombok

Agama

: Islam

MRS

: 28 Oktober 2014

3.2. Heteroanamnesis
Keluhan Utama
Perdarahan gusi
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan rujukan dari RSUD Mataram dengan diagnosis suspek preleukimia dengan diagnosis banding ITP dan anemia hipoplastik/aplastik. Penderita
dikeluhkan mengalami perdarahan pada gusi sejak kurang lebih 3 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Perdarahan gusi ini dikatakan muncul tiba-tiba.
Awalnya pasien dikatakan bermain di rumah, kemudian terjatuh dan pada malam
harinya dikatakan pasien mengalami perdarahan gusi yang cukup banyak dan
tidak dapat dihentikan sehingga dibawa ke rumah sakit di Mataram. Pasien juga
mengeluhkan perut yang membesar seperti orang hamil 3 bulan selama 3 minggu
namun tidak dikeluhkan sakit perut. Perut yang membesar ini dikatakan terjadi
setelah dirawat di RS Mataram. Penderita juga dikeluhkan mengalami demam.
Demam ini muncul saat masuk rumah sakit di RSUD Mataram. Demam ini terjadi
dikatakan turun setelah diberikan obat penurun panas. Penderita juga dikeluhkan
merasa lemas dan tidak enak makan dan minum. Rasa lemas dan tidak enak
makan dan minum ini baru muncul ketika masuk rumah sakit di Mataram.
Riwayat Penyakit Sebelumnya

15

Pasien tidak pernah mengalami keluhan gusi berdarah ini sebelumnya, namun
dikatakan bahwa pasien sering mengalami memar-memar yang besar dan
menghitam setelah terjatuh saat bermain sejak umur 5 tahun. Memar-memar ini
tidak dikhawatirkan oleh orang tua pasien karena dianggap kejadian biasa. Pasien
juga dikatakan pernah mengalami BAB yang berwarna hitam sekali-sekali saat
umur 5 tahun, namun orang tua dan pasien tidak berobat ke rumah sakit.
Riwayat Pengobatan
Pada tanggal 21 Oktober 2014 sampai 27 Oktober 2014 pasien dirawat di RSUD
Mataram dan mendapat transfusi darah TC 12 kantong dan PRC sebanyak 220 ml.
Penderita juga mendapatkan obat metilprednisolon 3 x 15 mg.
Riwayat Penyakit di Keluarga
Keluarga pasien dikatakan tidak ada yang mengalami keluhan yang serupa.
Riwayat penyakit hipertensi, diabetes, kelainan jantung, stroke, kelainan ginjal,
asma, TB, dan penyakit sistemik lainnya disangkal.
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Riwayat Persalinan
Pasien lahir spontan ditolong oleh bidan, cukup bulan dengan berat lahir 3400
gram, panjang badan lupa, dan segera menangis.
Riwayat Imunisasi
Pasien dikatakan mendapatkan imunisasi BCG sekali, Polio empat kali, Hepatitis
B empat kali, DPT tiga kali, dan campak sekali.
Riwayat Nutrisi
ASI

: Eksklusif dari usia 0 bulan sampai 6 bulan yang dilanjutkan


hingga 14 bulan dengan frekuensi 6 8 kali/hari

Susu Formula

: Belum pernah diberikan

16

Bubur Susu

: Pasien diberikan bubur susu sejak umur 6 bulan hingga 9


bulan dengan frekuensi 6-8 kali/hari

Bubur Nasi

: Pasien diberikan bubur nasi sejak umur 9 bulan hingga 1,5


tahun dengan frekuensi 2-3 kali/ hari

Makanan dewasa : Pasien dikatakan makan makanan dewasa sejak umur 1,5
tahun dengan frekuensi 2-3 kali/hari
Riwayat Tumbuh Kembang
Menegakan kepala

: 3 bulan

Balik badan

: tidak ingat

Duduk

: tidak ingat

Merangkak

: tidak ingat

Berdiri

: tidak ingat

Berjalan

: tidak ingat

Bicara

: tidak ingat

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Present
KU

: tampak sakit sedang

Nadi

: 100x/ menit, regular, isi cukup

RR

: 30x/ menit reguler

Tax

: 37,1

SpO2

: 95% dengan udara ruangan

Status Antropometri
BB

: 18 kg

BBI

: 23 kg

TB

: 110 cm

LK

: 48 cm

LILA

: 13 cm

BB/U

: < persentil 3

TB/U

: < persentil 3

BB/TB

: persentil 25-30

Waterlow

: 78%
17

Status General
Kepala

: normosefali

Mata

: anemis -/-, ikterus -/-, perdarahan subkonjungtiva -/Reflek pupil +/+ isokor,
Hiperemi konjungtiva -/-

THT

: Sekret dari telinga (-), epistaksis (-), faring hiperemis (-) tonsil
T1/T1 hiperemis (-), mukosa bibir sianotik (-), lidah sianotik (-),
perdarahan gusi (-), petekie palatum (-)

Leher

: JVP tidak dievaluasi, pembesaran kelenjar (-)

Thoraks

: Simetris (+), bentuk normal

Cor

: S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)

Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen

: Distensi (-), nyeri tekan (-), meteorismus (-), BU (+) normal

Hepar : Teraba 3 cm dibawah arcus costae dan 1 cm dibawah processus


xiphoideus, tepi tajam, kenyal, permukaan rata
Lien
Ekstremitas

: Teraba Schufner III


: Hangat, edema (-), CRT < 2 detik

3.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang dari RSUD Mataram


Darah Lengkap (21/10/2014)
Tes

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

WBC

8.21

4.0 11.0

10e3/L

RBC

3.26

L 4.5 5.5

10e6/L

P 4.0 5.0

10e6/L

L 13.0 18.0

g/dL

P 11.5 16.5

g/dL

L 40.0 50.0

P 37.0 45.0

HGB
HCT

9.1
27.0

MCV

82.8

82.0-92.0

fl

MCH

27.9

27.0-31.0

pg

MCHC

33.7

32.0-37.0

g/dL

PLT

15

150 400

10e3/L
18

Darah Lengkap (22/10/2014)


Tes

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

WBC

4.80

4.0 11.0

10e3/L

RBC

3.12

L 4.5 5.5

10e6/L

P 4.0 5.0

10e6/L

L 13.0 18.0

g/dL

P 11.5 16.5

g/dL

L 40.0 50.0

P 37.0 45.0

HGB
HCT

8.8
26.0

MCV

83.3

82.0 92.0

fL

MCH

28.2

27.0 31.0

pg

MCHC

33.8

32.0 37.0

g/dL

PLT

23

150 400

10e3/L

Darah Lengkap (24/10/2014)


Tes

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

WBC

4,67

4,0 11,0

10e3/L

RBC

4,10

L 4,5 5,5

10e6/L

P 4,0 5,0

10e6/L

L 13,0 18,0

g/dL

P 11,5 16,5

g/dL

L 40,0 50,0

P 37,0 45,0

HGB
HCT

11,6
33,9

MCV

82.7

82.0 92.0

fL

MCH

28.3

27.0 31.0

pg

MCHC

34.2

32.0 37.0

g/dL

PLT

18

150 400

10e3/L

Darah Lengkap (26/10/2014)


Tes

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

WBC

7,32

4,0 11,0

10e3/L

RBC

4,34

L 4,5 5,5

10e6/L

P 4,0 5,0

10e6/L

19

HGB
HCT

12,1
37,1

L 13,0 18,0

g/dL

P 11,5 16,5

g/dL

L 40,0 50,0

P 37,0 45,0

MCV

85.5

82.0 92.0

fL

MCH

27.9

27.0 31.0

pg

MCHC

32.6

32.0 37.0

g/dL

PLT

67

150 400

10e3/L

3.5 Diagnosis Kerja : Immune Thrombocytopenic Purpura + Gizi Kurang


3.6 Rencana Diagnostik
Pemeriksaan Penunjang
-

Darah Lengkap
Bone Marrow Aspiration
Faal Hemostasis
Kimia Klinik

Hasil
Faal Hemostasis (28/10/2014)
Parameter

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

PPT

10,5

detik

Normal=perbedaan
dengan kontrol < 2
detik

INR

0,90

Kontrol PPT

10,5

detik

APTT

27,2

detik

Normal=perbedaan
dengan kontrol < 7
detik

Kontrol APTT

34,9

detik

Darah Lengkap (28/10/2014)


Parameter

Hasil

Satuan

Rujukan

WBC

4,52

10e3/uL

6 - 14

Neu

3,11

68,8%

1.10 6.60
20

Lym

0,796

17,6%

1.80 9.00

Mono

0,545

12,1%

0.00 1.00

Eos

0,004

0.091%

0.00 0.700

Baso

.067

1.48%

0.00 0.100

RBC

4.28

10e6/uL

4.10 5.30

HGB

12.4

g/dL

12.0 16.0

HCT

36.5

36.0 49.0

MCV

85.3

fL

78.0 - 102

MCH

28.9

pg

25.0 35.0

MCHC

34.0

g/dL

31.0 36.0

RDW

16.4

11.6 18.7

PLT

61.0

10e3/uL

140 - 440

MPV

9.60

fL

6.80 10.0

Kimia Klinik (28/10/2014)


Parameter

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

ALP

118

mg/dL

0-300

Bilirubin Total

0.3

mg/dL

0.00-1.00

Bilirubin Direk

0.18

mg/dL

0.00-0.30

Bilirubin Indirek

0.12

mg/dL

0.00-0.80

SGOT

16.1

U/L

11-33

SGPT

30.6

U/L

11-50

Total Protein

7.52

g/dL

6.00-8.00

Albumin

4.71

g/dL

3.50-5.20

Globulin

2.81

ug/dL

3.2-3.7

Gamma GT

66

U/L

11.00-49.00

BS Acak

60

mg/dL

60.00-100.00

BUN

18

mg/dL

8.00-23.00

Creatinin

0.65

mg/dL

0.70-1.20

Natrium

141

mmol/L

136-145

Kalium

3.48

mmol/L

3.50-5.10
21

Chlorida

104

mmol/L

94.00-110.00

Kalsium

9.41

mg/dL

9.20-11.00

Bone Marrow Aspiration (28/10/2014)


Selularitas

: Normoseluler

Sistem Eritroid

: aktivitas normal

Sistem Myeloid

: aktivitas normal

Sistem Megakariosit

: aktivitas meningkat

Sel Lain

: tidak ditemukan infiltrasi sel non hematopoietic

Kesimpulan

: gambaran

sumsum

tulang

menunjukan

peningkatan aktivitas megakariosit menunjang ke


arah ITP (immune thrombocytopenic purpura)
Hasil Apusan Darah Tepi (28/10/2014)
Eritrosit

: normokromik normositer

Leukosit

: kesan jumlah menurun, diff kesan limfopenia

Trombosit

: kesan jumlah menurun

Kesan

: leukopenia + trombositopenia

3.7 Diagnosis : Immune Thrombocytopenic Purpura + Gizi Kurang


3.8 Terapi : - Kebutuhan cairan 1560 ml/hari, mampu minum 1060 ml/hari,
IVFD D51/2NS 7 tetes makro/menit
- Kebutuhan kalori 1440 kkal/hari
- Kebutuhan protein 18 gram/hari
3.9 Follow Up
Tanggal

Subyektif, Obyektif, Assessment

28/10/2014 S : perdarahan gusi (-), mimisan

Terapi

Planning

Diagnosis
- Kebutuhan cairan 1400

(-), demam (-), BAB


kehitaman (-)

dan

ml/hari
-

Mampu minum 1000

22

O : Status Present

ml/hari

Tanda vital baik

IVFD D5 1/4NS 400

Status Generalis

ml/hari~6 tetes

Kepala : normocephali

makro/menit

Mata: pucat (-), perdarahan

subkonjungtiva (-),

Kebutuhan kalori 1440


kkal/hari

THT: epistaksis (-),

Kebutuhan protein 18

Thoraks: simetris, retraksi (-),

gram/hari

Cor: S1S2 tunggal regular

ml/hari

murmur (-)

Plan :

Pulmo: vesikuler +/+, rhonki

-/-, wheezing -/-

Tunggu hasil blood


smear dan retikulosit

Abdomen: distensi (+), BU (+)

Rencana BMA bila


syarat terpenuhi

Hepar: 2 cm dibawah arcus


costa tepi tajam permukaan

Monitor : vital sign,

rata, hepar 1 cm dibawah proc.

perdarahan

Xiphoideus tepi tajam


permukaan rata
Lien: teraba Schufner III,
Ekstremitas: akral hangat
A: Observasi trombositopenia dan
organomegali ec suspek
leukemia akut ALL dd AML +
gizi baik
29/10/2014 S: demam (-), mimisan (-), gusi P:
berdarah (-)

O : St. Present

Kebutuhan

cairan

dan

nutrisi adekuat

Tanda vital baik


St. General

Plan of care

Kepala : normocephali

Cek

DL

Mata: pucat (-), perdarahan

(31/10/2014)

subkonjungtiva (-),

setelah

evaluasi
3

hari
stop
23

THT: epistaksis (-),

methylprednisolone.

Thoraks: simetris, retraksi (-),

BMA bila syarat terpenuhi

Cor: S1S2 tunggal regular


murmur (-)
Pulmo: vesikuler +/+, rhonki
-/-, wheezing -/Abdomen distensi (+), BU (+)
N
Hepar teraba 2 cm dibawah
arcus costae dan 1 cm dibawah
processus

xiphoideus,

tepi

tajam, konsistensi kenyal, dan


permukaan rata.
-

Lien teraba hingga Schufner


III

A : Observasi trombositopenia +
organomegali

ec

suspek

leukemia akut ALL dd/ AML +


gizi baik
30/10/2014 S : demam (-), mimisan (-), gusi P : terapi nutrisi dan cairan
berdarah (-)
O : St. Present
Tanda-tanda vital baik

adekuat
Plan of care
-

St. General
Kepala : normocephali

Cek

DL

evaluasi

(31/10/2014)
-

BMA bila syarat terpenuhi

Mata: pucat (-), perdarahan


subkonjungtiva (-),
THT: epistaksis (-),
Thoraks: simetris, retraksi (-),
Cor: S1S2 tunggal regular
murmur (-)
Pulmo: vesikuler +/+, rhonki
-/-, wheezing -/24

Abdomen distensi (+), BU (+)


N
Hepar teraba 2 cm dibawah
arcus costae, 1 cm dibawah
processus
tajam,

xiphoideus

konsistensi

tepi

kenyal,

permukaan rata
Lien teraba Schufner III
A: Observasi trombositopenia +
organomegali

ec.

Suspek

leukemia akut ALL dd/ AML +


gizi baik
31/10/2014 S : demam (-), mimisan (-), gusi P : terapi nutrisi dan cairan
berdarah (-)

adekuat

O : St. Present
Tanda tanda vital baik

Plan of care

St. General

BMA bila syarat terpenuhi

Kepala : normocephali
Mata: pucat (-), perdarahan
subkonjungtiva (-),
THT: epistaksis (-),
Thoraks: simetris, retraksi (-),
Cor: S1S2 tunggal regular
murmur (-)
Pulmo: vesikuler +/+, rhonki
-/-, wheezing -/Abdomen distensi (+), BU (+)
N
Hepar teraba 2 cm dibawah
arcus costae, 1 cm dibawah
processus
tajam,

xiphoideus,

konsistensi

tepi

kenyal,

permukaan rata
25

Lien teraba setinggi Schufner


III
A : Observasi trombositopenia +
organomegali ec suspek leukemia
akut ALL dd AML + gizi baik
1/11/2014

S : demam (-), mimisan (-), gusi P : terapi nutrisi dan cairan


berdarah (-)

adekuat

O : St. Present

Plan of care

Tanda-tanda vital baik

St. General

Rencana amprah BMA


hari ini

Kepala : normocephali
Mata: pucat (-), perdarahan
subkonjungtiva (-),
THT: epistaksis (-),
Thoraks: simetris, retraksi (-),
Cor: S1S2 tunggal regular
murmur (-)
Pulmo: vesikuler +/+, rhonki
-/-, wheezing -/Abdomen distensi (+), BU (+)
N
Hepar teraba 2 cm dibawah
arcus costae, 1 cm dibawah
processus
tajam,

xiphoideus,

konsistensi

tepi

kenyal,

permukaan rata
Lien teraba setinggi Schufner
III
A

Trombositopenia

organomegali ec suspek leukemia


2/11/2014

akut ALL dd/ AML + gizi baik


S : demam (-), mimisan (-), gusi P : terapi nutrisi dan cairan
26

berdarah (-)

adekuat

O : St. Present

Plan of care

Tanda-tanda vital baik

St. Generalis

Penegakan diagnosis

Kepala : normocephali
Mata: pucat (-), perdarahan
subkonjungtiva (-),
THT: epistaksis (-),
Thoraks: simetris, retraksi (-),
Cor: S1S2 tunggal regular
murmur (-)
Pulmo: vesikuler +/+, rhonki
-/-, wheezing -/Abdomen distensi (+), BU (+)
N
Hepar teraba 2 cm dibawah
arcus costae, 1 cm dibawah
processus
tajam,

xiphoideus,

konsistensi

tepi

kenyal,

permukaan rata
Lien teraba setinggi Schufner
III
A

Trombositopenia

organomegali ec suspek leukemia


3/11/2014

akut ALL dd/ AML + gizi baik


S : gusi berdarah (-), mimisan (-)

P : terapi cairan dan nutrisi

O : St. Present

adekuat

Tanda-tanda vital baik


St. Generalis
Kepala : normocephali

Plan of care
-

Rencana BPL

Mata: pucat (-), perdarahan


subkonjungtiva (-),
THT: epistaksis (-),
27

Thoraks: simetris, retraksi (-),


Cor: S1S2 tunggal regular
murmur (-)
Pulmo: vesikuler +/+, rhonki
-/-, wheezing -/Abdomen distensi (+), BU (+)
N
Hepar teraba 1 cm dibawah
arcus costae, 1 cm dibawah
processus
tajam,

xiphoideus,
permukaan

tepi
rata,

konsistensi kenyal
Lien teraba setinggi Schufner
I-II
A : ITP + gizi baik

28

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Anamnesis
Pasien merupakan rujukan dari RSUD Mataram dengan diagnosis suspek
preleukimia dengan diagnosis banding mmune thrombocytopenic purpura (ITP)
dan anemia aplastik. Untuk membahas kesesuaian antara teori dengan temuan
pada pasien maka keluhan-keluhan yang ada akan diarahkan terhadap masingmasing diagnosis.
Pasien datang ke RSUD Mataram dengan keluhan perdarahan gusi yang tidak
dapat dihentikan. Orang tua pasien mengatakan bahwa perdarahan gusi itu terjadi
setelah pasien terjatuh saat bermain dirumah. Orang tua pasien kaget karena
awalnya pasien sehat-sehat saja. Sebelumnya orang tua pasien juga mengatakan
bahwa pasien sering mengalami memar-memar besar yang berwarna biru
kehitaman apabila terjatuh saat bermain. Hal ini sesuai dengan teori bahwa ITP
biasanya muncul dengan adanya petekie dan memar pada hampir semua pasien.
Pasien juga dikeluhkan pernah mengalami BAB yang berwarna hitam. Gejala
gejala tersebut merupakan suatu pertanda bahwa pasien mudah mengalami
perdarahan, hal ini dapat terlihat dari gejala adanya perdarahan gusi, memar biru
kehitaman yang merupakan pertanda perdarahan di bawah kulit, dan BAB yang
berwarna hitam yang menandakan adanya suatu perdarahan di saluran cerna
bagian atas. Perdarahan yang terjadi dengan mudah ini dapat mengarah kepada
trombositopenia atau gangguan pada faktor koagulasi. Berdasarkan teori, ITP
terjadi pada anak-anak yang tidak memiliki permasalahan kesehatan sebelumnya.
Pada teori juga dikatakan bahwa anak laki-laki lebih rentan mengalami ITP
dibandingkan wanita, hal ini sesuai dengan kasus pada pasien ini.
Pasien juga dikeluhkan oleh orang tuanya mengalami rasa lemas dan pucat saat
masuk rumah sakit di RSUD Mataram. Ini mengarah bahwa telah terjadi anemia

29

pada pasien ini yang kemungkinan disebabkan oleh perdarahan yang terjadi atau
kelainan dalam memproduksi sel darah merah.
4.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tanda vital ditemukan beberapa hal berikut :
KU

: tampak sakit sedang

Nadi

: 100x/ menit, regular, isi cukup

RR

: 30x/ menit, reguler

Tax

: 37,1 derajat celcius

SpO2

: 95%

Hal ini menunjukan bahwa tanda-tanda vital pasien normal. Berdasarkan teori,
ITP sering memiliki gejala dimana pasien dengan kondisi yang sehat namun tibatiba mengalami perdarahan.
Berdasarkan pemeriksaan fisik umum ditemukan hal berikut:
a.

Hepar teraba 3 cm dibawah arcus costae dan 1 cm dibawah processus


xiphoideus dengan tepi tajam, konsistensi kenyal, dan permukaan rata. Hepar
normalnya tidak teraba, namun pada pasien ini dapat teraba. Hal ini didukung
dengan keluhan perut yang membesar. Hal ini menunjukan bahwa pasien
mengalami hepatomegali. Berdasarkan teori, ITP seharusnya tidak terjadi
hepatomegali, sehingga pada kasus-kasus dengan kecurigaan trombositopenia
dengan adanya organomegali, maka perlu dilakukan pemeriksaan analisa

b.

sumsum tulang.
Lien teraba sebesar Schufner II. Hal ini menunjukan bahwa pasien mengalami
splenomegali. Hal ini tidak sesuai teori yang menyatakan bahwa ITP
seharusnya tidak terdapat organomegali. Pada kasus-kasus trombositopenia
dengan organomegali, perlu dilakukan pemeriksaan analisa sumsum tulang.

4.3 Pemeriksaan Penunjang


Berdasarkan pemeriksaan DL saat pertama kali pasien masuk rumah sakit di
RSUD Mataram. Didapatkan kelainan sebagai berikut:
Tes

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

WBC

8,21

4,0 11,0

10e3/L

RBC

3,26

L 4,5 5,5

10e6/L

30

HGB
HCT
PLT

9,1
27,0
15

P 4,0 5,0

10e6/L

L 13,0 18,0

g/dL

P 11,5 16,5

g/dL

L 40,0 50,0

P 37,0 45,0

150 400

10e3/L

Berdasarkan teori, pada pemeriksaan darah lengkap pada penyakit ITP, ditemukan
adanya trombositopenia tanpa disertai penurunan hitung leukosit maupun eritrosit.
Pada kasus ini, hitung trombositnya adalah 15.000 dengan rentang normal
150.000-400.000. Ini sesuai dengan teori dimana terjadi trombositopenia pada
kasus ITP. Berdasarkan hasil DL tersebut, hitung eritrositnya sedikit dibawah nilai
normal, yaitu 3.26 dengan rentang normal 4.5-5.5. Nilai hitung eritrosit yang
rendah ini juga menyebabkan nilai Hb turun, yaitu 9.1 dengan rentang normal
13.0-18.0. Nilai hitung eritrosit yang rendah ini tidak sesuai teori, namun hasil ini
dapat terjadi karena adanya perdarahan sehingga komponen eritrosit dalam darah
pun menurun.
Berdasarkan hasil pemeriksaan bone marrow aspiration didapatkan kelainan
sebagai berikut:
Selularitas

: Normoseluler

Sistem Eritroid

: aktivitas normal

Sistem Myeloid

: aktivitas normal

Sistem Megakariosit

: aktivitas meningkat

Sel Lain

: tidak ditemukan infiltrasi sel non hematopoietic

Kesimpulan

: gambaran

sumsum

tulang

menunjukan

peningkatan aktivitas megakariosit menunjang ke


arah ITP (immune thrombocytopenic purpura)
Berdasarkan teori, ITP terjadi karena adanya sistem imun yang menyerang
trombosit tersebut. Trombosit yang rendah akan meningkatkan produksi
megakariosit di sumsum tulang. Berdasarkan pemeriksaan analisa sumsum tulang,

31

didapatkan peningkatan aktivitas megakariosit disertai dengan aktivitas normal


sistem yang lain, sehingga hal ini menunjang diagnosis ITP.
4.4 Penatalaksanaan
Pasien didiagnosis suspek preleukimia dengan diagnosis banding ITP dan anemia
aplastik dari RSUD Mataram.Pasien dibawa ke rumah sakit Sanglah Denpasar dan
masuk rumah sakit dengan dirawat di ruang Pudak dengan tujuan penelusuran
diagnosis.Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
pasien didiagnosis ITP + gizi baik.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan memenuhi kebutuhan cairan,
kalori, dan protein harian. Kebutuhan cairan dihitung berdasarkan rumus HolidaySegarr, dimana pada pasien dengan berat badan 18 kg dihitung kebutuhannya
adalah 10 x 100 = 1000 ml dan 8 x 50 = 400 ml, sehingga total kebutuhan cairan
per harinya adalah 1400 ml. Kebutuhan cairan pasien sebisa mungkin dilakukan
per oral, apabila pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan cairannya per oral,
dapat diberikan secara intravena.
Kebutuhan protein dan kalori diukur berdasarkan tinggi badan terhadap umur.
Setelah itu dihitung dengan menggunakan rumus Recommended Daily Allowance
didapatkan kebutuhan kalori 1440 kkal/hari dan kebutuhan protein 18 gram/hari.
Pada pasien ini setelah diagnosis ditegakkan direncanakan untuk pulang karena
tujuan pasien dirujuk ke Rumah Sakit Sanglah adalah untuk penegakan diagnosis
dan pasien sudah dalam keadaan stabil.

32

BAB V
SIMPULAN
Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) didefinisikan sebagai suatu gangguan
autoimun

yang

ditandai

dengan trombositopenia

yang

menetap

akibat

autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur


trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa.
ITP pada anak biasanya terjadi pada anak yang tanpa mengalami permasalahan
kesehatan sebelumnya, dengan rentang usia 2 7 tahun. Onset penyakit tiba-tiba
ditandai dengan adanya petekie dan memar pada hampir seluruh pasien.Epistaksis
dapat terjadi pada sepertiga penderita ITP.Organomegali dan limfadenopati
biasanya tidak ditemukan pada kasus ITP.
Untuk mendiagnosis ITP dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa darah
lengkap, bone marrow aspiration, pemeriksaan antiplatelet antibodi, tes skrining
koagulasi, tes untuk mendeteksi antinuclear antibody, pengecekan terhadap kadar
immunoglobulin, dan pemeriksaan kadar trombopoetin. Pemeriksaan yang rutin
dilakukan antara lain pemeriksaan darah lengkap untuk melihat kadar trombosit
dan pemeriksaan bone marrow aspiration apabila terdapat kasus trombositopenia
disertai dengan organomegali dan limfadenopati.
Penatalaksanaan

ITP

pada

anak

dapat

meliputi

terapi

suportif

dan

farmakologis.Terapi suportif dapat berupa membatasi aktivitas fisik, mencegah


perdarahan akibat trauma, menghindari obat yang dapat menekan produksi
trombosit atau merubah fungsinya, memberi pengertian kepada pasien dan/atau
orang tua tentang penyakitnya.Terapi farmakologis dapat berupa kortikosteroid
oral maupun immunoglobulin intravena.

33

Anda mungkin juga menyukai