Anda di halaman 1dari 5

LP JIWA GANGGUAN KONSEP DIRI :

HARGA DIRI RENDAH


December 4, 2013 Elmore Sagala Leave a comment
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI RENDAH
A.Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri. Adanya
perasaan hilang percaya diri , merasa gagal karena karena tidak mampu mencapai
keinginansesuai ideal diri (keliat. 2001). Menurut Schult & videbeck (1998) gangguan harga diri
rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan
secara langsung maupun tidak langsung.
B.Proses Terjadinya Masalah
Konsep diri di definisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat
seseorang mengetahui tentang diriya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain
(Stuart & Sunden, 1999). Konsep diri tidak terbentuk sejak lahir namun dipelajari.
Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri adalah penilaian individu
tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri
(Keliat, 2001). Sedangkan harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang
berharga dan tidak bertanggungjawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal maka
cenderung harga diri rendah.
Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh
dari diri sendiri dan orang lain, aspek utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari
orang lain.
Gangguan harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri,
termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan, mengkritik
diri sendiri, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak
mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara sosial.
Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggungjawab personal,
ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yag tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus
mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti :
Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang
mengancam.
Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu
mengalami frustrasi. Ada tiga jenis transisi peran :
Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan.
Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan
norma-norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri.
Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui
kelahiran atau kematian.
Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi

ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan
dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis dan keperawatan.
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara :
Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi, kecelakaan, dicerai suami,
putus sekolah, putus hubugan kerja dll. Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah
karena privacy yang kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan
alat yang tidak sopan (pemasangan kateter, pemeriksaan pemeriksaan perianal dll.), harapan akan
struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena di rawat/sakit/penyakit, perlakuan
petugas yang tidak menghargai. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung
lama
C.Tanda dan Gejala
Menurut Carpenito, L.J (2003 : 352); Keliat, B.A (2001 : 20)
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit.
Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker
Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika saya segera ke rumah
sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri sendiri.
Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya orang bodoh dan
tidak tahu apa-apa
Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan orang lain,
lebih suka sendiri.
Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang memilih alternatif
tindakan.
Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien ingin
mengakhiri kehidupan.
D.Penyebab
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi secara :
Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus
sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN,
dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan
alat yang tidak sopan (pencukuran pubis, pemasangan kateter, pemeriksaan perneal).
Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/ sakit/
penyakit. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai pemeriksaan
dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan.
Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/ dirawat. Klien
ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi
negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptive. Kondisi ini dapat
ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa. Dalam tinjauan
life span history klien, penyebab HDR adalah kegagalan tumbuh kembang, misalnya sering
disalahkan, kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima dalam kelompok (Yosep,
2007)
Tanda dan Gejalanya :

Data subjektif : mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta bantuan orang lain dan
mengungkapkan malu dan tidak bisa bila diajak melakukan sesuatu.
Data objektif : tampak ketergantungan pada orang lain, tampak sedih dan tidak melakukan
aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan, wajah tampak murung.
E.Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak mampu bergaul dengan
orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri. Isolasi sosial menarik diri adalah
gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu
fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).
Tanda dan gejala :
Data Subyektif :
Mengungkapkan untuk memulai hubungan/ pembicaraan
Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang lain
Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain
Data Obyektif :
Kurang spontan ketika diajak bicara
Apatis
Ekspresi wajah kosong
Menurun atau tidak adanya komunikasi verbal
Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat berbicara
F.Pohon Masalah
Isolasi sosial : menarik diri
Gangguan konsep diri: Harga diri
Gangguan citra tubuh
G.Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
1.Isolasi sosial : menarik diri
2.Harga diri rendah
3.Gangguan citra tubuh
H. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Tgl No Dx
Perencanaan
Dx keperawaatan Tujuan
Kreteria Evaluasi

Intervensi
Gangguan
TUM:
1.
Klien
1.
Membina hubungan
konsep diri:
Klien memiliki menunjukan ekspresi saling percaya dengan
harga diri rendah konsep diri yang wajah bersahabat,
menggunakan prinsip
positif
menunjukan rasa
komunikasi terapeutik :
TUK:
senang, ada kontak Sapa klien dengan
1.
Klien dapat mata, mau berjabat ramah baik verbal maupun
membina
tangan, mau
non verbal.
hubungan saling menyebutkan nama, Perkenalkan diri
percaya dengan mau menjawab salam,dengan sopan.
perawat
klien mau duduk
Tanyakan nama
berdampingan dengan lengkap dan nama panggilan
perawat, mau
yang disukai klien.

mengutarakan
masalah yang
dihadapi

2.
Klien dapat
mengdentifikasi
aspek positif dan
kemampuan yang
dimiliki

3.
Klien dapat
menilai
kemampuan yang
dimiliki untuk
dilaksanakan
4.
Klien dapat
merencanakan
kegiatan sesuai
dengan
kemampuan yang
dimiliki

5.

Klien dapat

Jelaskan tujuan
pertemuan
Jujur dan menepati
janji
Tunjukan sikap empati
dan menerima klien apa
adanya.
Beri perhatian dan
perhatikan kebutuhan dasar
klien.
2.
Klien
2.1 Diskusikan dengan klien
menyebutkan:
tentang:
Aspek positif Aspek positif yang
dan kemampuan yang dimiliki klien, keluarga,
dimiliki klien
lingkungan.
Aspek positif Kemampuan yang
keluarga
dimiliki klien.
Aspek positif 2.2 Bersama klien buat daftar
lingkungan klien
tentang:
Aspek positif klien,
keluarga, lingkungan
Kemampuan yang
dimiliki klien
2.3 Beri pujian yang realistis,
hindarkan memberi penilaian
negatif.
3.0 Klien mampu
2.4 Diskusikan dengan klien
menyebutkan
kemampuan yang dapat
kemampuan yang
dilaksanakan
dapat dilaksanakan. 2.5 Diskusikan kemampuan
yang dapat dilanjutkan
pelaksanaanya.
4.0 Klien mampu
4.1 Rencanakan bersama
membuat rencana
klien aktivitas yang dapat
kegiatan harian
dilakukan klien sesuai dengan
kemampuan klien:
Kegiatan mandiri
Kegiatan dengan
bantuan
4.2 Tingkatkan kegiatan
sesuai kondisi klien.
4.3 Beri contoh cara
pelaksanaan kegiatan yang
dapat klien lakukan.
5.0 Klien dapat
5.1 Anjurkan klien untuk

melakukan
kegiatan sesuai
rencana yang
dibuat.

melakukan kegiatan melaksanakan kegiatan yang


sesuai jadwal yang telah direncanakan.
dibuat.
5.2 Pantau kegiatan yang
dilaksanakan klien.
5.3 Beri pujian atas usaha
yang dilakukan klien.
5.4 Diskusikan kemungkinan
pelaksanaan kegiatan setelah
pulang.
6.
Klien dapat 6.0 Klien mampu
6.1 Beri pendidikan
memanfaatkan
memanfaatkan sistem kesehatan kepada keluarga
sistem pendukung pendukung yang ada tentang cara merawar klien
yang ada
dikeluarga
dengan harga diri rendah.
6.2 Bantu keluarga
memberikan dukungan selama
klien dirawat.
6.3 Bantu klien menyiapkan
lingkungan dirumah.
I.
Daftar Pustaka
Boyd dan Nihart. (1998). Psychiatric Nursing& Contemporary Practice. 1st
edition.
Lippincot- Raven Publisher: Philadelphia.
Carpenito, Lynda Juall. (2003). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.
Keliat, Budi Anna dll. (2001). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC: Jakarta.
Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition. LippincottRaven Publisher: philadelphia.
Stuart dan Sundeen. (1999). Buku Saku Keperawatan Jwa. Edisi 3. EGC: Jakarta.
Townsend. (1995). Nursing Diagnosis in Psychiatric Nursing a Pocket Guide for Care Plan
Construction. Edisi 3.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai