Chapter II
Chapter II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian DM
Diabetes mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara kebutuhan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh adanya hiperglikemia
dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
(Waspadji, 2007).
2.1.2
Jenis DM
Istilah diabetes mellitus sebenarnya mencakup 4 kategori yaitu tipe I (insulin
dependent diabetes mellitus atau IDDM), tipe II (non insulin dependent diabetes
mellitus atau NIDDM), diabetes mellitus sekunder dan diabetes mellitus yang
berhubungan dengan nutrisi. Selain itu terdapat dua kategori lain tentang
abnormalitas metabolisme glukosa yaitu kerusakan toleransi glukosa (KTG) dan
diabetes mellitus gestasional (DMG) (Waspadji, 2007) .
2.1.3
Gejala DM
Penderita DM dengan diabetes mellitus tipe II mengalami penurunan
sensitivitas terhadap kadar glukosa, yang berakibat pada pembentukan kadar glukosa
yang tinggi. Keadaan ini disertai dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak
untuk meningkatkan ambilan glukosa, sehingga mekanisme ini menyebabkan
meningkatnya resistensi insulin perifer (Adnyana, dkk, 2003).
Gejala klasik diabetes adalah adanya rasa haus yang berlebihan, sering buang
air kecil terutama malam hari, dan berat badan turun cepat, kadang-kadang ada
keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal,
penglihatan kabur, gairah seks menurun dan luka sukar sembuh (Waspadji, 2007).
2.1.4
Penatalaksanaan DM
Tujuan penatalaksanaan diet secara umum pada penderita DM diabetes
mellitus adalah mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar
normal, mencapai dan mempertahankan lemak mendekati kadar yang optimal,
mencegah komplikasi akut/kronik dan meningkatkan kualitas hidup (Waspadji,
2007).
Menurut Waspadji (2007) mengutip pendapat Joslin (1952) dari Medical
Centre Institute, dalam penatalaksanaan diet diabetes mellitus ada 3 (tiga) J yang
harus diketahui dan dilaksanakan oleh penderita DM diabetes mellitus, yaitu jumlah
makanan, jenis makanan dan jadwal makanan. Berikut ini uraian mengenai ketiga hal
tersebut:
1) Jumlah makanan
Jumlah makanan yang diberikan disesuaikan dengan status gizi penderita DM,
bukan berdasarkan tinggi rendahnya gula darah. Jumlah kalori yang disarankan
berkisar antara 1100-2900 KKal.
Sedang
Kerja rumah tangga
Bersepeda
Bowling
Jalan cepat
Berkebun
Berat
Aerobik
Bersepeda
Memanjat
Menari
Lari
- Kerja berat
2. Cara lain tertera pada tabel 2.2 yang tampaknya lebih mudah. Tampak pada tabel
itu bahwa seseorang dengan dengan berat badan normal yang bekerja santai
memerlukan 30 Kkal/kg BB idaman. Bagi orang yang kurus dan bekerja berat
memerlukan 40-50 Kkal/kg BB idaman. Dengan cara ini tidak perlu ditambahtambahkan lagi.
: 2300-2500 Kkal
: 1700-2100 Kkal
- Pasien gemuk
: 1300-1500 Kkal
Dewasa
Kkal/kg BB kerja satai
Gemuk
20-25
Normal
30
kurus
35
Sumber : Waspadji, 2007
Kerja sedang
30
35
40
Kerja berat
35
40
40-50
diatur sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan hidrat arang
sepanjang hari.
b. Protein
Protein merupakan bahan dasar untuk zat pembangun, pertumbuhan, hormon
dan antibodi. Pada penderita diabetes mellitus, kebutuhan protein akan meningkat
akibat digunakannya protein sebagai energi. Sedangkan karbohidrat sendiri tidak
dapat diserap oleh tubuh sehingga penderita merasa lemas. Berdasarkan hal tersebut,
maka seorang penderita DM diabetes mellitus memerlukan protein sebanyak 10-15%
untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya.
c. Lemak
Pada penderita diabetes mellitus penggunaan lemak dibatasi, terutama lemak
jenuh yang secara tidak langsung dengan mekanisme tertentu dapat mempengaruhi
kenaikan kadar gula darah. Makanan yang mengandung lemak jenuh antara lain
minyak kelapa, margarin, santan, keju dan lemak hewan. Sedangkan lemak tidak
jenuh efeknya jauh lebih kecil terhadap kadar gula darah daripada lemak jenuh.
d. Kolesterol
Kadar
kolesterol
yang
tinggi
dalam
tubuh
dapat
menimbulkan
Jumlah
60-70%
10-15%
20-25%
<300 mg/hari
25 g/hari
Dibatasi terutama bila ada hipertensi
Gunakan secukupnya
2) Jenis makanan
Penderita diabetes mellitus harus mengetahui dan memahami jenis makanan
apa yang boleh dimakan secara bebas, makanan yang mana harus dibatasi dan
makanan apa yang harus dibatasi secara ketat. Makanan yang mengandung
karbohidrat mudah diserap seperti sirup, gula, sari buah harus dihindari. Sayuran
dengan kandungan karbohidrat tinggi seperti buncis, kacang panjang, wortel, kacang
kapri, daun singkong, bit dan bayam harus dibatasi. Buah-buahan berkalori tinggi
seperti pisang, pepaya, mangga, sawo, rambutan, apel, duku, durian, jeruk dan nanas
juga dibatasi. Sayuran yang boleh dikonsumsi adalah sayuran dengan kandungan
kalori rendah seperti oyong, ketimun, kol, labu air, labu siam, lobak, sawi, rebung,
selada, toge, terong dan tomat (Waspadji, 2007).
Cukup banyak pasien DM mengeluh karena makanan yang tercantum dalam
daftar menu diet kurang bervariasi sehingga sering terasa membosankan. Untuk itu
agar ada variasi dan tidak menimbulkan kebosanan, dapat diganti dengan makanan
penukar lain. Perlu diingat dalam penggunaan makanan penukar, kandungan zat
gizinya harus sama dengan makanan yang digantikannya (Suyono, 1996). Contohcontoh bahan makanan penukar adalah sebagai berikut:
(1) Golongan I: Sumber Karbohidrat
Sumber bahan makanan penukar karbohidrat mempunyai takaran 1 satuan
penukar = 175 Kal, 4 gr protein, 40 gr karbohidrat. Adapun daftar bahan makanan
penukar tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.4. Bahan Makanan Penukar Karbohidrat
Bahan makanan
URT
Berat (gr)
1. Bihun
gelas
50
6 sendok makan
50
3. Kentang
2 biji sedang
200
4. Krekers
5 buah besar
50
bungkus
50
gelas
100
2 potong sedang
80
2. Havermount
5. Mi kering
6. Nasi
7. Roti putih
Sumber : Suyono, 1996
URT
1 potong sedang
1 potong sedang
1 potong sedang
1 potong sedang/1 ekor
1 potong kecil
1 butir
1 butir
gelas
1 potong kecil
Berat (gr)
50
50
50
50
25
50
60
50
30
URT
1. Kacang hijau
2. Kacang merah segar
3. Kacang tanah
4. Keju kacang tanah
5. Tahu
6. Tempe
7. Susu kedelai
Sumber : Suyono, 1996
Berat (gr)
2 sendok makan
2 sendok makan
2 sendok makan
2 sendok makan
1 biji besar
2 potong sedang
1 gelas
20
25
20
20
100
50
100
Ketimun
Kol
Rebung
Sawi
Oyong
Sayuran B
Bayam
Nangka muda
Buncis
Jagung putren
Daun singkong
Kacang panjang
Jagung muda
Labu siam
URT
Berat (gr)
Pisang
Pepaya
Apel
Jeruk
Duku
1 buah
1 potong
buah
2 buah
15 buah
50
100
75
100
75
URT
1 gelas
5 sendok makan
1 gelas
Berat (gr)
200
25
200
URT
sendok makan
sendok makan
sendok makan
5 sendok makan
gelas
Berat (gr)
5
5
5
30
50
3) Jadwal makan
Penderita diabetes mellitus harus membiasakan diri untuk makan tepat pada
waktu yang telah ditentukan. Penderita diabetes mellitus makan sesuai jadwal, yaitu 3
kali makan utama, 3 kali makan selingan dengan interval waktu 3 jam. Ini
dimaksudkan agar terjadi perubahan pada kandungan glukosa darah penderita DM,
sehingga diharapkan dengan perbandingan jumlah makanan dan jadwal yang tepat
maka kadar glukosa darah akan tetap stabil dan penderita DM tidak merasa lemas
akibat kekurangan zat gizi. Jadwal makan standar yang digunakan oleh penderita DM
diabetes mellitus (Waspadji, 2007) disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 2.11. Jadwal Makan Penderita DM
Waktu
Pukul 7.00
Pukul 10.00
Pukul 13.00
Pukul 16.00
Pukul 19.00
Pukul 21.00
Sumber : Suyono, 1996
Jadwal
Makan pagi
Selingan
Makan siang
Selingan
Makan malam
Selingan
Total kalori
20%
10%
30%
10%
20%
10%
2.2 Psikososial
Menurut Smet (1994) Psikososial didefinisikan sebagai hubungan yang
dinamis antara psikologis dan pengaruh sosial dan di antara keduanya saling
mempengaruhi. Kedua komponen tersebut merupakan hal yang penting untuk proses
perkembangan individu. Gangguan psikososial terjadi apabila terdapat ketidak
seimbangan antara kedua komponen di atas yang menyebabkan perubahan dalam
kehidupan, sehingga penderita DM harus beradaptasi untuk menghadapi perubahan
tersebut.
Menurut WHO (2002), Psikososial didefinisikan sebagai hubungan yang
dinamis antara psikologis dan pengaruh sosial dan di antara keduanya saling
mempengaruhi. Kedua komponen tersebut merupakan hal yang penting untuk proses
perkembangan, hal tersebut akan beriringan dengan proses pertumbuhan dan
maturasi, sehingga psikososial akan berubah sesuai dengan perubahan pertumbuhan
dan perkembangan individu.
Menurut Sarwono (2002) beberapa faktor yang termasuk dalam Psikososial
antara lain persepsi, motivasi (motif), kepercayaan dan adanya interaksi sosial. Ke
empat faktor tersebut merupakan unsur-unsur yang tidak terlepas dalam diri individu
selama proses perkembangan dan perilakunya, termasuk dalam perilaku kesehatan
yaitu dalam mengatur pola makan seimbang dan sehat.
Menurut Rachmat (2002), unsur-unsur yang termasuk dalam psikososial
(psikologi sosial) adalah unsur persepsi, motif atau motivasi diri, kepercayaan diri
dan dukungan keluarga dan dukungan sosial serta norma-norma yang berlaku dalam
terjadi pada diri seseorang, dan motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan
oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut dengan faktor intrinsik
atau faktor di luar dirinya disebut faktor ekstrinsik. Faktor di dalam diri seseorang
dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan atau bebagai harapan,
cita-cita yang menjangkau kemasa depan. Sedangkan faktor di luar diri, dapat
ditimbulkan oleh berbagai sumber dari lingkungannya atau faktor-faktor lain yang
sangat kompleks.
Menurut Hordget (2000) motivasi adalah psikologis yang mendorong
sekaligus mengendalikan seseorang secara langsung. Makna yang terkandung
didalamnya yaitu dorongan dan motif dimana motif ini yang memegang peranan
penting karena motif berisikan perilaku, artinya dalam konteks perubahan pola makan
bagi penderita DM didasarkan pada keinginan penderita untuk sembuh dan
mengurangi kecatatan akibat menderita DM sehingga mereka termotivasi untuk
mengikuti program diet yang dianjurkan oleh dokter.
2.3.1. Persepsi
Menurut Rachmat (1998), persepsi adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi
dan menafsirkan pesan. Menurut Ruch (1967) dalam Rachmat (1998) persepsi adalah
suatu proses tentang petunjuk-petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa
lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang
terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu.
Senada dengan hal tersebut Atkinson dan Hilgard (1991) dalam Sarwono
(2004)
bahwa
persepsi
adalah
proses
dimana
kita
menafsirkan
dan
yang ada dalam masyarakat, kebutuhan masyarakat, waktu yang tepat, golongan
dalam masyarakat yang mudah diterima ide baru, serta golongan yang berkuasa.
2.3.3. Dukungan Keluarga
Variabel psikososial yang erat kaitannya dengan perilaku kesehatan adalah
adanya interaksi sosial dalam bentuk dukungan baik dukungan kelompok maupun
dukungan secara sosial. Interaksi sosial adalah keterlibatan secara individu penderita
DM dalam suatu kelompok masyarakat dan keluarga, artinya adanya dukungan sosial
atau dukungan keluarga dalam memperhatikan pola makan penderita DM merupakan
suatu interaksi sosial.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1998) keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas kepala Keluarga dan beberapa orang yang berkumpul
dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Secara prinsip keluarga adalah unit terkecil masyarakat,terdiri atas dua orang atau
lebih, adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah, hidup dalam satu rumah tangga,
di bawah asuhan seorang kepala rumah tangga, berinteraksi di antara sesama anggota
keluarga, setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing, menciptakan,
mempertahankan suatu kebudayaan.
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat,
kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu.
Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari
keluarga, kelompok dan masyarakat.
dapat menurunkan kadar glukosa darah pada pengidap DM tipe 2 yang memiliki
kadar glukosa darah tidak terkendali.
Faktor penyebab utama terjadinya kegagalan pengobatan diabetes mellitus
adalah ketidak-disiplinan atau ketidak-tahuan klien diabetes mellitus tentang
penyakit, program pengobatan dan perawatan. Informasi mengenai program diet yang
diberikan pada klien diabetes mellitus adalah intervensi penting dalam meningkatkan
kepatuhan klien pada program diet (Travis, 1997).
Menurut model kepercayaan kesehatan (Health Belief Model) yang
dikembangkan oleh Rosenstock (1982) dalam Sarwono (2004) bahwa perilaku
individu ditentukan oleh motif dan kepercayaannya. Tanpa mempedulikan apakah
motif dan kepercayaan tersebut sesuai atau tidak dengan realitas atau dengan
pandangan orang lain tentang apa yang baik untuk individu tersebut. Model
kepercayaan kesehatan ini mencakup 5 unsur utama, sebagai berikut:
a. Persepsi individu tentang kemungkinannya terkena suatu penyakit (perceived
susceptibility). Mereka yang merasa dapat terkena penyakit tersebut akan lebih
cepat merasa terancam.
b. Pandangan individu tentang beratnya penyakit tersebut (perceived seriousness),
yaitu risiko dan kesulitan apa saja yang akan dialaminya dari penyakit itu.
c. Makin berat risiko suatu penyakit dan makin besar kemungkinannya bahwa
individu tersebut terserang penyakit tersebut, makin dirasakan besar ancamannya
(perceived threats). Ancaman ini mendorong individu untuk melakukan tindakan
pencegahan atau penyembuhan penyakit. Namun ancaman yang terlalu besar
malah menimbulkan rasa takut dalam diri individu yang justru malah
menghambatnya untuk melakukan tindakan karena individu tersebut merasa tidak
berdaya melawan ancaman tersebut. Guna mengurangi rasa terancam tersebut,
ditawarkanlah suatu alternatif tindakan oleh petugas kesehatan. Apakah individu
akan menyetujui alternatif yang diajukan petugas tergantung pada pandangannya
tentang manfaat dan hambatan dari pelaksanaan alternatif tersebut. Individu akan
mempertimbangkan apakah alternatif tersebut memang dapat mengurangi
ancaman penyakit dan akibatnya yang merugikan.
d. Namun sebaliknya, konsekuensi negatif dari tindakan yang dianjurkan tersebut
(biaya yang mahal, rasa malu, takut akan rasa sakit, dan sebagainya) seringkali
menimbulkan keinginan individu untuk justru menghindari alternatif yang
dianjurkan petugas kesehatan. Ini merupakan perceived benefits and barriers dari
tindakan yang dianjurkan. Untuk akhirnya memutuskan menerima atau menolak
alternatif tindakan tersebut.
e. Faktor pencetus (cues to action) bisa datang dari dalam diri individu (munculnya
gejala-gejala penyakit itu) ataupun dari luar (nasihat orang lain, kampanye
kesehatan, seorang teman atau anggota keluarga terserang oleh penyakit yang
sama, dan sebagainya). Bagi mereka yang memiliki motivasi yang rendah untuk
bertindak (misalnya yang tidak percaya bahwa dirinya akan terserang penyakit
tersebut, yang menganggap remeh akibat penyakit tersebut atau yang takut
menerima pengobatan) diperlukan rangsangan yang lebih intensif untuk
mencetuskan respon yang diinginkan, sebab bagi kelompok semacam ini
penyakit sebagai kelemahan akan menyangkal penyakit atau hadirnya penyakit itu.
Pengingkaran ini dapat mempengaruhi terjadinya ketidakpatuhan.
Taylor (1990) dalam Sarwono (2004), bahwa ketidakpatuhan merupakan salah
satu masalah yang berat dalam dunia medis, dan oleh karena itu sejak tahun 1960-an
sudah mulai diteliti di negara-negara industri. Secara umum, ketidakpatuhan
meningkatkan risiko berkembangnya masalah kesehatan dan dapat berakibat
memperpanjang atau memperburuk penyakit yang sedang diderita (Smet, 1994).
Mematuhi program diet/pola makan adalah hasil dari proses perubahan
perilaku. Perilaku yang menetap memerlukan motivasi dan keyakinan yang kuat
(Marimis, 2006). Penderita DM mungkin saja memiliki pengetahuan mengenai suatu
prosedur pengobatan, tetapi tidak berkemauan dan tidak mampu melaksanakannya
karena adanya reaksi negatif terhadap kondisi/cara perawatan penyakit (Rowley,
1999).
Upaya yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan dalam meningkatkan
kepatuhan penderita DM diabetes mellitus untuk melaksanakan program diet
diantaranya dengan membimbing penderita DM dalam menerapkan program diet
tersebut dalam kehidupan sehari-hari dengan cara mengidentifikasi pengetahuan dan
kepercayaan penderita DM terhadap program diet secara mendalam terlebih dahulu.
Ciptakan juga komunikasi yang terbuka dengan penderita DM dan berikan suatu
perhatian dalam komunikasi tersebut. Tenaga kesehatan mungkin akan membutuhkan
waktu yang lama ketika menghadapi penderita DM yang lanjut usia, penderita DM
dengan pengetahuan yang kurang atau penderita DM dengan latar belakang budaya
yang berbeda, sehingga tercipta rasa percaya di dalam diri penderita DM untuk
melaksanakan program diet dan tetap melakukan kontrol. Tenaga kesehatan juga
perlu untuk memonitor perkembangan kepatuhan penderita DM misalnya melalui
pesawat telepon bila penderita DM sulit untuk mendatanginya. Tenaga kesehatan juga
harus lebih terfokus pada perkembangan motivasi penderita DM
dan berupaya
perubahan gaya hidup yang sesuai dengan anjuran kesehatan (Rowley, 1999).
Hasil penelitian Soebadri, dkk (2003), bahwa 75% penderita DM tidak
mentaati diet yang dianjurkannya dan 50% mempunyai control glukosa darah yang
buruk. Selain itu dilihat dari faktor individu, menurut PARKENI (1998), bahwa
kepatuhan penderita DM terhadap pengobatan terkait dengan pengetahuan dan
manfaat yang diperolehnya dari pengobatan.
Kepatuhan penderita DM tipe 2 pada terapi diet merupakan masalah yang sulit
dikendalikan. Beberapa penelitian menunjukkan 75% penderita tidak mentaati diet
yang dianjurkan (Basuki, 2000) dan 53% mempunyai kontrol glukosa darah yang
buruk. Ketidakpatuhan ini mengakibatkan penderita memperoleh pengobatan yang
sebenarnya tidak diperlukan, sehingga biaya perawatan menjadi semakin mahal.
Setiap peningkatan 1% HbA1c akan meningkatkan ongkos perawatan medik di atas
7%. Kepatuhan penderita terhadap pengobatan terkait dengan beberapa faktor, salah
satunya adalah pengetahuan terhadap penyakit dan manfaat yang diperoleh dari
pengobatan. Menurut PARKENI (1998) melaporkan bahwa lebih dari 50% penderita
merupakan
salah
satu
penyakit
degeneratif
yang
disebabkan
Faktor Psikososial
1. Motivasi Diri
2. Persepsi
3. Kepercayaan Diri
4. Dukungan Keluarga