Anda di halaman 1dari 10

CADANGAN AIRTANAH BERDASARKAN

GEOMETRI DAN KONFIGURASI SISTEM AKUIFER


CEKUNGAN AIRTANAH YOGYAKARTA-SLEMAN
Heru Hendrayana1)
Victor Aleluia de Sousa Vicente2)
1+ 2) Jurusan

Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada


Jl. Grafika No.2, Bulaksumur, Yogyakarta 5528

ABSTRAK
Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman mencakup wilayah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten
Bantul. Besarnya penggunaan airtanah baik untuk keperluan rumah tangga, pertanian maupun industri di ketiga kabupaten
tersebut dapat menimbulkan degradasi kuantitas dan kualitas airtanah. Untuk mengatasi permasalah ini, maka perlu
dilakukannya evaluasi cadangan airtanah dan tingkat pemanfaatan airtanah. Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk
mendapatkan data Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman yang meliputi geometri dan konfigurasi sistem akuifer, cadangan
airtanah statis, cadangan airtanah dinamis, nilai imbuhan, jarak minimum antar sumur pemompaan, dan tingkat pemanfaatan
airtanah. Metodologi penelitian dibagi menjadi beberapa tahap yang terdiri atas tahap persiapan, pengambilan data sekunder,
analisis data dan tahap penyusunan laporan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, cadangan airtanah statis terbesar di
Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman terletak pada Kecamatan Pakem. Sementara itu, debit cadangan airtanah dinamis
terbesar berada pada Kecamatan Ngemplak. Perhitungan imbuhan menunjukkan nilai terbesar terletak di Kecamatan Pakem.
Sementara itu, kecamatan dengan jarak minimum antar sumur pemompaan terbesar adalah Kecamatan Bambanglipuro.
Tingkat pemanfaatan airtanah secara umum sangat dipengaruhi oleh geometri dan konfigurasi sistem akuifer cekungan
airtanah. Kecamatan-kecamatan yang berada pada tepi cekungan airtanah cenderung memiliki tingkat pemanfaatan airtanah
yang lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah pada tengah cekungan.
Kata kunci: Cadangan airtanah, geometri, konfigurasi, cekungan airtanah

I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Cekungan
Airtanah
Yogyakarta-Sleman
mencakup wilayah di lereng selatan Gunung Merapi yang
meliputi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan
Kabupaten Bantul yang saat ini telah mengalami
perkembangan yang cukup pesat dalam bidang industri,
pertanian dan domestik dibandingkan beberapa tahun
yang lalu. Hal ini berimbas pada semakin tingginya
kebutuhan akan airtanah, sehingga akan menimbulkan
degradasi kualitas dan kuantitas airtanah. Untuk
mengatasi permasalah ini, maka perlu dilakukannya
pengelolaan airtanah yang meliputi beberapa macam
aspek, salah satu aspek pentingnya adalah evaluasi
cadangan airtanah, dan tingkat pemanfaatan airtanah di
Cekungan airtanah Yogyakarta-Sleman. Hasil dari
perhitungan cadangan airtanah dan pemanfaatan airtanah,
dapat digunakan untuk menghitung tingkat pemanfaatan
airtanah dan neraca pemanfaatan airtanah di Cekungan
airtanah. Dengan demikian, hasil dari pekerjaan tersebut
diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu upaya
dalam menentukan langkah pendayagunaan airtanah agar
tercipta efektivitas dan efisiensi penggunaan airtanah
secara berkelanjutan.
I.2. Perumusan Masalah

Bagaimana pola kontur dasar akuifer dan kontur


ketebalan untuk setiap akuifer yang terdapat di
daerah penelitian?

Bagaimana penyebaran nilai/sifat hidrolika,


nilai cadangan airtanah statis, dinamis, imbuhan

dan jarak minimum antar sumur pada setiap


Kecamatan?
Seberapa besar tingkat pemanfaatan airtanah di
setiap Kecamatan?

I.3. Maksud Dan Tujuan

Mengetahui potensi cadangan airtanah dan


tingkat pemanfaatan airtanah.

Mengetahui Geometri dan konfigurasi sistem


akuifer CAT Yogyakarta-Sleman.

Mengetahui nilai cadangan airtanah statis,


cadangan airtanah dinamis, nilai imbuhan, jarak
minimum antar sumur pemompaan dan tingkat
pemanfaatan airanah di daerah penelitian.
I.4. Ruang Lingkup Penelitian
1. Penentuan geometri dan konfigurasi sistem akuifer,
pola kontur dasar akuifer dan muka airtanah,
penyebaran nilai/sifat hidrolika setiap akuifer, dan
ketebalan tiap kelompok akuifer.
2. Penentuan nilai cadangan airtanah statis, cadangan
airtanah dinamis, nilai imbuhan dan jarak minimum
antar sumur.
3. Penentuan jarak minimum antar sumur pemompaan
dan tingkat pemanfaatan airtanah di daerah
penelitian.
I.5. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian secara administrasi terletak
dalam wilayah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan
Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

I.6. Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan pada bulan JanuariSeptember 2013, dimulai dengan mengumpulkan datadata sekunder. Kemudian dilanjutkan dengan membuat
peta kontur elevasi tiap kelompok akuifer dan peta kontur
ketebalan untuk masing-masing kelompok akuifer. Tahap
selanjutnya adalah melakukan perhitungan cadangan
airtanah statis, cadangan airtanah dinamis, nilai imbuhan,
jarak minimum antar sumur pemompaan dan evaluasi
tingkat pemanfaaatan airtanah. Tahap yang terakhir adalah
penyusunan dan penyajian laporan hasil penelitian.
I.7. Peneliti Terdahulu
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada,
2001, melakukan studi evaluasi potensi air bawah tanah di
Zona Akuifer Merapi Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui
secara global potensi air bawah tanah sebagai dasar untuk
menentukan kebijakan dalam pengelolaannya, hasil dari
penelitian tersebut didapatkan bahwa cadangan statis air
bawah tanah dangkal di daerah penelitian sebesar
4.366.845.100 m3, sedangkan air bawah tanah dalamnya
sebesar 664.272.798 m3. Cadangan dinamisnya
berdasarkan sayatan barat-timur di daerah Ngaglik sebesar
1.674.552 m3/hr, sedangkan di Kota Yogyakarta sebesar
441.963 m3/hr dan di Bantul sebesar 135.310 m3/hr.
Putra, 2003, melakukan studi mengenai
manajemen sumberdaya air di Cekungan Airtanah
Yogyakarta. Salah satu tujuan dari studi ini adalah untuk
mendapatkan data kualitas dan kuantitas sumberdaya air
dan pemanfaatan air di Cekungan Airtanah MerapiYogyakarta. Berdasarkan hasil perhitungan, volume
cadangan airtanah statis di Cekungan Airtanah MerapiYogyakarta mencapai 3.530.044.682 m3. Sementara itu,
total cadangan airtanah dinamis di Cekungan Airtanah
Merapi-Yogyakarta mencapai kurang lebih 205.534.513
m3/tahun.
Hendrayana, 2011, melakukan studi mengenai
Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman. Hasil dari
penelitian tersebut menyatakan bahwa cadangan airtanah
statis di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman pada
sistem akuifer bagian atas lebih kurang sebesar
3.700.000.000 m3, sedangkan untuk sistem airtanah
bagian bawah lebih kurang sebesar 2.000.000.000 m3.
Cadangan dinamis pada sayatan 1 di dalam cekungan
airtanah (bagian utara) sebesar 21.000 l/dt. Sedangkan
pada sayatan 2 (bagian tengah) sebesar 19.000 l/dt, dan
pada sayatan 3 (bagian selatan) sebesar 5.000 l/dt.
I.8. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai cadangan airtanah di sistem
akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman telah
dilakukan oleh beberapa peneliti. Perbedaan antara
penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya
terletak pada hasil penelitian yang didapat berupa nilai
cadangan airtanah statis, cadangan airtanah dinamis, nilai
imbuhan airtanah, dan jarak minimum antar sumur
pemompaan. Nilai cadangan airtanah dinamis tersebut
kemudian digunakan untuk menentukan seberapa besar
tingkat pemanfaatan airtanah di setiap kecamatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA


II.1. Cekungan Airtanah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2008 dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004,
Cekungan airtanah adalah suatu wilayah yang dibatasi
oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian
hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran,
dan pelepasan airtanah berlangsung.
II.2. Batas Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman
Berdasarkan hasil identifikasi oleh Badan
Geologi, Pusat Lingkungan Geologi, Departemen Energi
dan Sumberdaya Mineral, dalam Atlas Cekungan Airtanah
Indonesia tahun 2007, maka Cekungan Airtanah
Yogyakarta-Sleman merupakan CAT No. 44, yang
meliputi wilayah administrasi Kabupaten Sleman, Kota
Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Dengan demikian CAT
ini merupakan CAT lintas Kabupaten (Hendrayana, 2011).
II.2.a. Batas Horisontal Cekungan Airtanah
Tipe dan Batas Horisontal Cekungan Airtanah
Yogyakarta-Sleman dapat ditentukan sebagai berikut:
1. Batas Horisontal H1 (External Zero-Flow Boundary)
2. Batas Horisontal H2 (Groundwater Divide)
3. Batas Horisontal H3 (External Head-Controlled
Boundary)
4. Batas Horisontal H5 (Outflow Boundary) atau H1
(External Zero-Flow Boundary)
II.2.b. Batas Vertikal Cekungan Airtanah
Tipe dan batas vertikal Cekungan Airtanah
Yogyakarta-Sleman dapat ditentukan sebagai berikut:
1. Batas Vertikal V1 (Free Surface Boundary)
2. Batas Vertikal V2 (Internal Head-Controlled
Boundary)
3. Batas Vertikal V3 (Internal Zero-Flow/No Flow
Boundary)
II.2.c. Daerah lmbuhan dan Lepasan Airtanah
Batas antara daerah imbuhan airtanah, daerah
transisi dan daerah lepasan airtanah merupakan bagian
dari batas-batas cekungan airtanah (Hendrayana, 2011).
Batas daerah imbuhan airtanah, daerah transisi dan daerah
lepasan airtanah di Cekungan Airtanah YogyakartaSleman ditentukan berdasarkan pada metoda: (a) Analisis
tekuk lereng; (b) Analisis pemunculan mata air dan (c)
Analisis kedudukan muka airtanah (Hendrayana, 2011).
II.3. Geologi Regional
II.3.a. Geomorfologi Regional Daerah Penelitian
Daerah penelitian secara geomorfologi dapat
dibedakan menjadi 7 (tujuh) satuan geomorfologi sebagai
berikut:
1.
Satuan Puncak Gunungapi Merapi
2.
Satuan Tubuh Gunungapi Merapi
3.
Satuan Lereng Gunungapi Merapi
4.
Satuan Kaki Gunungapi Merapi

5.
Satuan Dataran Fluvial
6.
Satuan Gumuk Pasir
7.
Satuan Bukit Terisolasi
II.3.b. Stratigrafi Regional Daerah Penelitian
Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman dari
empat (4) Formasi berumur tersier dan satu (1) Formasi
berumur kuarter (MacDonalds & Partners dalam Putra,
2003)
II.3.b.1. Batuan Tersier
Batuan Tersier ini merupakan basement dari
cekungan Merapi yaitu meliputi:
1.
Formasi Andesit Tua
2.
Formasi Sentolo
3.
Formasi Semilir
4.
Formasi Nglanggran
5.
Formasi Volkanik Merapi Tua
II.3.b.2. Batuan Kuarter
A. Formasi Volkanik Merapi Muda
Dibedakan menjadi 2 formasi, yaitu Formasi
Sleman dan Formasi Yogyakarta (MacDonald dan
Partners, 1984).
B. Formasi Wates
C. Gumuk Pasir
II.3.c. Struktur Geologi Regional Daerah Penelitian
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah
yang terdapat pada zona lempeng aktif. Sesar utama
dengan arah relatif selatan-timur laut ditafsirkan berada
sepanjang Kali Opak dan memanjang melewati Daerah
Istimewa Yogyakarta sampai Laut Selatan. Sesar yang
berpasangan juga memotong arah barat-timur wilayah
kaki Gunung Merapi dan membentuk graben, antara lain
Graben Yogyakarta dan Graben Bantul. Sesar-sesar ini
diperkirakan aktif hingga Pliosen Akhir dan mungkin
sampai Kuarter (Fakultas Teknik UGM, 2001).
II.4. Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah
Yogyakarta-Sleman
Berdasarkan konsep satuan hidrostratigrafi,
maka Konfigurasi Sistem Akuifer di Cekungan Airtanah
Yogyakarta-Sleman dapat dibedakan menjadi beberapa
satuan hidrostratigrafi yang terdiri dari (Hendrayana,
2011):

Akuifer Bagian Atas/Akuifer Bebas (Kelompok


Akuifer 1)

Akuifer Bagian Bawah/Akuifer Semi Bebas


(Kelompok Akuifer 2)

Dasar Akuifer/Kelompok Non Akuifer


III. Landasan Teori Dan Hipotesis
III.1. Landasan Teori
III.1.a. Cadangan Airtanah
III.1.a.1. Cadangan Airtanah Statis
Perhitungan cadangan airtanah statis di
Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, yang dapat
dinyatakan dengan rumus (Diktat Kuliah Hidrogeologi,
Suharyadi 1984):
V = S x Vak

Dimana:
V
= Cadangan airtanah di dalam akuifer (m3)
S
= Koefisien kandungan airtanah (-)
Vak
= Volume zona jenuh air (m3)
Sedangkan untuk perhitungan volume zona
jenuh air di daerah penelitian secara numerik
menggunakan rumus dasar (Diktat Kuliah Hidrogeologi,
Suharyadi 1984):
Vak = A x B
Dimana:
Vak
= Volume zona jenuh air (m3)
A
= Luas daerah yang ditinjau (m2)
B
= Tebal zona jenuh air (m)
III.1.a. 2. Cadangan Airtanah Dinamis
Volume cadangan airtanah dinamis dalam
sistem akuifer yang ditinjau dapat dihitung dengan
menggunakan rumus dasar:
Q=T.i.L
Keterangan:
Q
= Debit aliran airtanah (liter/detik)
T
= Transmisivitas (m2/hari)
i
= Landaian hidraulika (-)
L
= Lebar penampang (meter)
III.1.b. Daerah Imbuhan
Besarnya imbuhan pada akuifer dapat dihitung
dengan formulasi:
RC = P . A . Rf (%)
Keterangan:
RC
= Besarnya imbuhan (m3/tahun)
P
= Curah hujan rerata tahunan (mm/tahun)
A
= Luas area atau tadah hujan (m2)
Rf
= Persentase imbuhan
III.1.c. Jarak Minimum antar Sumur Pemompaan
Jarak minimum ditentukan oleh debit dan jarijari pengaruh pemompaan sumur terdekat yang ada. Jarijari pengaruh dapat dihitung dengan menggunakan rumus
dasar (Kusakin, dalam Hlting, 1989) yaitu:
.
R = 575 . Sw . T
Keterangan:
575 dan 3000
= Konstanta
Sw
= Penurunan air (meter)
T
= Transmisivitas (m2/hari)
K
= Koef. Permeabilitas (m/detik)
III.1.d. Pemanfaatan Airtanah
Perhitungan pemanfaatan airtanah dibedakan
menjadi Pemanfaatan Air Untuk Domestik (Rumah
Tangga) dan Pemanfaatan Air untuk Non Domestik (NonRumah Tangga) yang meliputi Pemanfaatan Air untuk
Pertanian, Pemanfaatan Air untuk Peternakan,
Pemanfaatan Air untuk Perikanan (Tambak), Pemanfaatan
Air untuk Pendidikan, Pemanfaatan Air untuk Hotel,
Pemanfaatan Air untuk Restoran, Pemanfaatan Air untuk
Peribadatan, Pemanfaatan Air Untuk Rumah Sakit

III.1.e. Tingkat Pemanfaatan Airtanah


Tingkat pemanfaatan airtanah di suatu daerah
dapat
ditentukan
dengan
mempertimbangkan
perbandingan antara total pemanfaatan airtanah di daerah
tersebut dengan total cadangan airtanahnya. Apabila
jumlah pemanfaatan airtanah lebih besar dari jumlah
ketersediaan airtanah, sehingga menyebabkan penurunan
elevasi muka airtanah yang signifikan, maka akan terjadi
kerusakan airtanah. Tingkat pemanfaatan airtanah dapat
dibagi menjadi 4 (empat) tingkatan (Anonim, 2013b),
yaitu:

Rendah : Perbandingan pemanfaatan dan


cadangan airtanah 10 %

Sedang : Perbandingan pemanfaatan dan


cadangan airtanah > 10 % - 20%

Tinggi : Perbandingan pemanfaatan dan


cadangan airtanah> 20 % - 30 %

Sangat Tinggi
: Perbandingan pemanfaatan
dan cadangan airtanah> 30 %
III.2. Hipotesis

Geometri dan konfigurasi sistem akuifer


Cekungan
Airtanah
Yogyakarta-Sleman
dikontrol oleh struktur geologi, hidrogeologi
dan litologi akuifer.

Nilai cadangan airtanah statis dikontrol oleh


nilai storativitas, ketebalan akuifer dan luas
daerah penelitian.

Nilai cadangan airtanah dinamis dikontrol oleh


nilai transmisivitas, landaian hidrolika dan
panjang penampang di daerah penelitian.

Nilai imbuhan airtanah dipengaruhi oleh curah


hujan di daerah penelitan, luas daerah dan
presentase imbuhan.

Jarak aman antar sumur pemompaan dikontrol


oleh transmisivitas dan drawdown.

Tingkat pemanfaatan airtanah di Cekungan


Airtanah
Yogyakarta-Sleman
ditentukan
berdasarkan perbandingan total pemanfaatan
dan total cadangan dinamis airtanah.
IV. Metode Penelitian
IV. 1. Alat Penelitian
Alat penelitian terdiri atas peralatan
laboratorium yang digunakan untuk pengolahan data-data
sekunder.
IV. 2. Tahapan Penelitian
Metode penelitian ini dibagi menjadi beberapa
tahap pengerjaan yaitu sebagai berikut: Tahap Persiapan,
meliputi studi pustaka, persiapan alat dan perumusan
masalah.
Tahap Pengambilan Data Sekunder dan
Pembuatan Hipotesis. Tahap Analisis Data, yang meliputi
Pembuatan peta elevasi dasar akuifer/kelompok non
akuifer dan peta elevasi kelompok akuifer dua (2),
berdasarkan data penampang hidrostratigrafi. Penyusunan

peta kontur muka airtanah dari data sekunder. Pembuatan


peta kontur ketebalan untuk kelompok akuifer satu (1) dan
kelompok akuifer dua (2), berdasarkan data peta elevasi
dasar akuifer/kelompok non akuifer, peta elevasi
kelompok akuifer dua (2) dan peta elevasi muka airtanah.
Penentuan nilai landaian hidrolika dari peta kontur muka
airtanah akuifer satu (1) dan akuifer (2). Perhitungan
cadangan airtanah dinamis dan cadangan airtanah statis
berdasarkan data ketebalan tiap kelompok akuifer dari
setiap kecamatan, data transmisivitas, specific yield,
storativitas, landaian hidrolika dan luas daerah setiap
kecamatan. Perhitungan nilai imbuhan setiap kecamatan
dari data infiltrasi, luas daerah dan curah hujan rata-rata
tiap tahun. Perhitungan nilai jari-jari airtanah setiap
kecamatan dan menentukan jarak aman antar sumur
pemompaan. Evaluasi tingkat pemanfaatan airtanah setiap
kecamatan dari nilai cadangan dinamis dan pemanfaatan
airtanah. Tahap terakhir adalah Tahap Pembuatan
Kesimpulan.
V. Analisis Data Dan Pembahasan
V. 1. Geometri Dan Konfigurasi Sistem Akuifer
Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman
V.1.1. Elevasi Akuifer di Cekungan Airtanah
Yogyakarta-Sleman
V.1.1. a. Elevasi Dasar Akuifer/Kelompok Non Akuifer
Berdasarkan hasil pengukuran penampang
hidrostratigrafi, dapat diketahui bahwa elevasi dasar
akuifer/kelompok non akuifer semakin berkurang kearah
selatan, terutama pada daerah-daerah yang berada
disekitar Graben Bantul dan Graben Yogyakarta. Hal ini
dipengaruhi oleh kondisi geologi di Cekungan Airtanah
Yogyakarta-Sleman.
V.1.1.b. Elevasi Akuifer Bagian Bawah/Akuifer Semi
Bebas (Kelompok Akuifer 2)
Sama halnya dengan pola kontur dasar akuifer,
elevasi akuifer bagian bawah secara umum menjadi
semakin rendah kearah selatan. Meskipun demikian,
graben-graben di Cekungan Airtanah Yogyakarta tidak
begitu berpengaruh pada elevasi akuifer bagian bawah ini.
V.1.1.c. Elevasi Akuifer Bagian Atas/Akuifer Bebas
(Kelompok Akuifer 1)
Elevasi muka airtanah pada akuifer bagian atas
di dalam cekungan airtanah Yogyakarta-Sleman sangat
bervariasi. Namun secara umum semakin kearah selatan
elevasi muka airtanah menjadi semakin rendah.
V.1.2. Penyebaran Ketebalan Akuifer di Cekungan
Airtanah Yogyakarta-Sleman
V.1.2.a. Ketebalan Akuifer Bagian Atas/Akuifer Bebas
(Kelompok Akuifer 1)
Ketebalan akuifer bagian atas secara umum ke
arah selatan semakin berkurang. Di bagian utara
Kabupaten Sleman, Cekungan Airtanah YogyakartaSleman mempunyai ketebalan maksimal mencapai 55-60
meter. Semakin ke arah selatan Kabupaten Sleman,
ketebalan kontur akuifer semakin tipis dengan ketebalan
sekitar 25-40 meter yang berada di wilayah Kecamatan

Minggir bagian utara, Gamping bagian utara, Sleman,


Ngaglik, Ngemplak, Kalasan, Seyegan, Mlati, Depok,
Berbah bagian utara dan Kecamatan Prambanan bagian
utara. Ketebalan akuifer minimum di Kabupaten Sleman
berkisar antara 10-20 meter, terletak di wilayah
Kecamatan Moyudan, Godean, Minggir bagian selatan,
Gamping bagian selatan, Berbah bagian selatan dan
Kecamatan Prambanan bagian selatan.
Ketebalan akuifer di wilayah Kota Yogyakarta
secara umum sama dengan Kabupaten Sleman bagian
selatan. Bagian barat Kota Yogyakarta memiliki ketebalan
akuifer yang berkisar antara 25-40 m. Sedangkan di
bagian timur wilayah Kota Yogyakarta, ketebalan akuifer
berkisar antara 15-20 meter yang berada di Kecamatan
Gondokusuman, Umbulharjo dan Kecamatan Kotagede.
Kabupaten Bantul merupakan wilayah di
Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman yang memiliki
ketebalan akuifer paling tipis. Ketebalan maksimal
terletak di Kecamatan Bantul dengan ketebalan mencapai
30 meter. Sedangkan ketebalan akuifer paling minimum
berkisar antara 5-20 m.
V.1.2.b. Ketebalan Akuifer Bagian Bawah/Akuifer
Semi Bebas (Kelompok Akuifer 2)
Ketebalan akuifer bagian bawah ini secara
umum memiliki kesamaan dengan akuifer bagian atas.
Ketebalan kedua akuifer tersebut semakin berkurang ke
arah selatan. Di bagian utara Kabupaten Sleman,
Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman mempunyai
ketebalan maksimal mencapai 60-110 meter. Semakin ke
arah selatan Kabupaten Sleman, ketebalan kontur akuifer
semakin tipis dengan ketebalan sekitar 40-55 meter yang
berada di wilayah Kecamatan Tempel bagian selatan,
Minggir, Moyudan, Godean, Gamping, Seyegan, Mlati,
Sleman, Depok, Kalasan, Berbah dan Kecamatan
Prambanan. Wilayah Kota Yogyakarta bagian barat secara
keseluruhan memiliki Ketebalan akuifer yang cukup tebal
berkisar antara 90-120 meter, hal ini disebabkan karena
adanya struktur geologi berupa sesar turun yang
membentuk Graben Yogyakarta. Daerah yang memilki
ketebalan akuifer yang besar tersebut mencakup
Kecamatan Jetis, Tegalrejo, Ngampilan, Gondomanan,
Danurejan bagian barat, Kraton, Wirobrajan dan
Kecamatan Mantrijeron. Sedangkan di bagian barat
ketebalan akuifer bagian bawah berkisar antara 60-85
meter, yang terletak di Kecamatan Umbulharjo,
Mergangsan, Pakualaman, Danurejan bagian timur dan
Kecamatan Gondokusuman bagian barat. Sedangkan
daerah dengan ketebalan akuifer terkecil terletak di
Kecamatan Gondokusuman bagian timur dan Kotagede
dengan ketebalan berkisar antara 40-55 m.
Kabupaten Bantul memiliki ketebalan akuifer yang cukup
bervariasi. Ketebalan maksimal berkisar antara 35-80
meter, meliputi Kecamatan Bantul dan Sewon bagian
selatan dan Bambanglipuro bagian utara. Besarnya
ketebalan yang mencapai 80 meter ini disebabkan karena
adanya struktur geologi berupa sesar turun yang
membentuk Graben Bantul. Sedangkan ketebalan akuifer
minimum berkisar antara 5-25 m, yang terletak di

Kecamatan Srandakan, Imogiri, Jetis, Pleret, Pandak,


Sanden, Kretek, Sedayu dan Kecamatan Pundong.

V.2. Penyebaran Nilai-Nilai Karakteristik Akuifer


1. Specific Yield
Menurut Putra, 2003, secara umum nilai specific
yield di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman berkisar
antara 0,10 0,34.
2. Storativitas
Berdasarkan data pemompaan uji, nilai
storativitas di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman
berkisar antara 0,06 0,117. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar akuifer di Cekungan Airtanah YogyakartaSleman merupakan tipe akuifer bebas (unconfined
aquifer) (Putra, 2003).
3. Transmisivitas
Nilai karakteristik akuifer berupa nilai
Transmissivitas (T) di CAT Yogyakarta-Sleman diperoleh
dari data sekunder dari pemompaan uji (pumping test) di
sejumlah sumur bor dari berbagai sumber, maka
disimpulkan bahwa nilai Transmisivitas (T) bervariasi
antara antara 12,0 sampai lebih dari 2.156 m2/hari.
4. Drawdown
Nilai drawdown (s) di Cekungan Airtanah
Yogyakarta-Sleman diperoleh dari data sekunder hasil
pemompaan uji perioda panjang (long period pumping
test) di sejumlah sumur bor dari berbagai sumber.
V. 3. Curah Hujan
Jumlah curah hujan di wilayah Cekungan
Airtanah Yogyakarta-Sleman bagian utara sekitar 2804,6
mm/tahun dengan rata rata setiap bulannya sebesar
233,71 mm/bulan. Untuk Cekungan Airtanah YogyakartaSleman bagian tengah jumlah curah hujan setiap tahunnya
sekitar 2221,23 mm/tahun dengan rata rata setiap
bulannya sebesar 185,10 mm/bulan. Jumlah curah hujan
di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman bagian selatan
sebesar 1655,616 mm/tahun dengan rata rata setiap
bulannya sekitar 137,96 mm/tahun. Berdasarkan ketiga
wilayah tersebut dapat diketahui besarnya rata-rata curah
hujan di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman sebesar
2227,149 mm/tahun atau rata-rata setiap bulannya sebesar
185,59 mm/bulan. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan
antara November sampai April.
V.4. Cadangan Airtanah
V.4.1. Cadangan Air Tanah Statis
Kabupaten Sleman: Berdasarkan hasil perhitungan,
maka didapatkan Kecamatan yang memiliki cadangan
airtanah statis terbesar di sistem akuifer bagian atas adalah
Kecamatan Pakem, dengan nilai cadangan sebesar
584.502.822 m3. Sedangkan Kecamatan yang memiliki
nilai cadangan statis terkecil adalah Kecamatan
Prambanan, dengan nilai cadangan sebesar 65.901.118 m3.
Sementara itu pada sistem akuifer bagian bawah,
kecamatan yang memiliki cadangan airtanah statis

terbesar adalah Kecamatan Ngemplak, dengan nilai


cadangan sebesar 217.976.305 m3. Sedangkan Kecamatan
Minggir merupakan Kecamatan dengan nilai cadangan
terkecil, yaitu sebesar 11.143.774 m3. Total cadangan
airtanah statis di sistem akuifer bagian atas di Kabupaten
Sleman lebih kurang sebesar 5.019.592.985 m3,
sedangkan untuk sistem akuifer bagian bawah lebih
kurang sebesar 1.718.695.450 m3.
Kota Yogyakarta: Kecamatan yang memiliki cadangan
airtanah statis terbesar di sistem akuifer bagian atas di
Kota Yogyakarta adalah Kecamatan Umbulharjo, dengan
nilai cadangan sebesar 44.081.920 m3. Begitupun juga
pada sistem akuifer bagian bawah, Kecamatan
Umbulharjo memiliki cadangan statis terbesar dengan
nilai sebesar kurang lebih 57.306.496 m3. Total cadangan
statis di Kota Yogyakarta lebih kurang sebesar
228.165.256 m3 untuk sistem akuifer bagian atas,
sedangkan untuk sistem akuifer bagian bawah lebih
kurang sebesar 313.605.356 m3.
Kabupaten Bantul: Perhitungan cadangan airtanah statis
di Kabupaten Bantul menunjukkan kecamatan yang
memiliki cadangan airtanah statis terbesar di sistem
akuifer bagian atas adalah Kecamatan Banguntapan
dengan nilai sebesar 109.256.348 m3, dan Kecamatan
Sewon dengan nilai sebesar 141.375.029 m3 pada Sistem
akuifer bagian bawah. Total cadangan Air Tanah statis di
Kabupaten Bantul untuk sistem akuifer bagian atas lebih
kurang sebesar 772.095.921 m3, sedangkan untuk sistem
akuifer bagian bawah lebih kurang sebesar 622.352.040
m3.
V.4.2. Cadangan Air Tanah Dinamis
Kabupaten Sleman: Berdasarkan perhitungan cadangan
Air Tanah dinamis pada sistem akuifer bagian atas
didapatkan bahwa daerah dengan debit terbesar berada
pada Kecamatan Ngemplak, yaitu sebesar 21.714 lt/dtk,
sedangkan daerah dengan debit terkecil berada pada
Kecamatan Godean, dengan debit sebesar 488 lt/dtk.
Demikian juga pada sistem akuifer bagian bawah
Kabupaten Sleman, terhitung cadangan Air Tanah dinamis
terbesar berada pada Kecamatan Ngemplak, dengan debit
sebesar 26.037 lt/dtk, sedangkan debit terkecil dengan
nilai 382 lt/dtk terletak pada Kecamatan Godean.
Kota Yogyakarta: Perhitungan cadangan di Kota
Yogyakarta menunjukkan debit terbesar cadangan Air
Tanah dinamis untuk sistem akuifer bagian atas berada di
Kecamatan Tegalrejo, dengan debit sebesar 1.546 lt/dtk.
Kecamatan Danurejan memiliki debit yang paling kecil,
yaitu sebesar 326 lt/dtk. Perhitungan cadangan pada
sistem akuifer bagian bawah Kota Yogyakarta
menunjukkan cadangan Air Tanah dinamis terbesar berada
pada Kecamatan Gondokusuman dengan debit sebesar
1.464 lt/dtk. Sedangkan debit terkecil berada pada
Kecamatan Danurejan, yaitu sebesar 196 lt/dtk.
Kabupaten Bantul: Perhitungan di sistem akuifer bagian
atas di Kabupaten Bantul menunjukkan debit terbesar
berada pada Kecamatan Sewon, yaitu sebesar 5.348 lt/dtk.
Sedangkan debit terkecil memiliki nilai sebesar 275 lt/dtk
dan terletak pada Kecamatan Imogiri. Demikian juga pada
sistem akuifer bagian bawah, debit cadangan Air Tanah

dinamis terbesar berada pada Kecamatan Sewon, yaitu


sebesar 5.449 lt/dtk. Sedangkan debit terkecil berada di
Kecamatan Imogiri, dengan nilai sebesar 275 lt/dtk.
V.5. Imbuhan Air Tanah di Cekungan Air Tanah
Yogyakarta-Sleman
Kabupaten Sleman: Perhitungan Imbuhan di Sleman
menunjukkan kecamatan dengan nilai imbuhan terbesar
adalah Kecamatan Pakem, dengan nilai sebesar 1.344
lt/dtk. Daerah dengan nilai imbuhan terkecil berada pada
Kecamatan Prambanan, dengan nilai sebesar 244 lt/dtk.
Kota Yogyakarta: Perhitungan imbuhan di Kota
Yogyakarta menunjukkan nilai imbuhan terbesar berada
pada Kecamatan Umbulharjo, yaitu sebesar 113 lt/dtk.
Sedangkan nilai imbuhan terkecil berada pada Kecamatan
Ngampilan, dengan nilai hanya sebesar 10 lt/dtk.
Kabupaten Bantul: Perhitungan imbuhan di Kabupaten
Bantul menunjukkan nilai imbuhan terbesar berada pada
Kecamatan Banguntapan, dengan nilai imbuhan sebesar
299 lt/dtk, sedangkan nilai imbuhan terkecil berada pada
Kecamatan Imogiri sebesar 60 lt/dtk.
Berdasarkan perhitungan nilai imbuhan di
ketiga kabupaten tersebut, diketahui bahwa Kabupaten
Sleman merupakan daerah dengan total nilai imbuhan
terbesar, dengan nilai mencapai 11.698 lt/dtk, kemudian
diikuti oleh Kabupaten Bantul dengan total nilai imbuhan
sebesar 2.958 lt/dtk. Sedangkan Kota Yogyakarta
memiliki nilai imbuhan terkecil, yaitu hanya sebesar 476
lt/dtk.
V.6. Jarak Minimum antar Sumur Pemompaan
Kabupaten Sleman: Berdasarkan perhitungan yang
dilakukan, didapatkan bahwa Kecamatan yang memiliki
jarak minimum antar sumur pemompaan terbesar adalah
Kecamatan Prambanan dengan jarak sebesar 1.037 m,
sedangkan Kecamatan yang memiliki jarak minimum
antar sumur terkecil adalah Kecamatan Godean, dengan
jarak sebesar 36 m.
Kota Yogyakarta: Perhitungan di Kota Yogyakarta
menunjukkan, daerah dengan jarak minimum terbesar
berada pada Kecamatan Tegalrejo, dengan nilai 685 m.
Sedangkan Kecamatan dengan jarak terkecil adalah
Kecamatan Mantrijeron dengan jarak sebesar 60 m.
Kabupaten Bantul: Perhitungan di Kabupaten Bantul
menunjukkan, kecamatan yang memiliki jarak minimum
terbesar adalah Kecamatan Bambanglipuro dengan jarak
sebesar 1.979 m. Sedangkan, Kecamatan yang memiliki
jarak minimum terkecil adalah Kecamatan Sedayu dengan
jarak sebesar 145 m.
V.7. Pemanfaatan Airtanah
Dalam penggunaannya, pemanfaatan airtanah
dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu penggunaan
airtanah untuk rumah tangga dan penggunaan airtanah
untuk non rumah tangga.
V.7.1. Pemanfaatan Airtanah Di Kabupaten Sleman
Total pemanfaatan airtanah secara keseluruhan
merupakan jumlah dari total pemanfaatan airtanah
terhitung (RT+Non-RT) dan penambahan pemanfaatan

airtanah yang tidak terdaftar. Luas total Kabupaten


Sleman adalah 560.604.659 m2, dengan Kecamatan
Seyegan merupakan kecamatan yang memiliki wilayah
administrasi paling luas, yaitu 51.384.863 m2, sedangkan
yang terkecil adalah Kecamatan Kalasan dengan luas
15.415.466 m2. Dengan luas wilayah tersebut, total
pemanfaatan airtanah terhitung cukup tinggi, yaitu sekitar
301.362.505.475 Liter/Tahun, dimana 41.579.405.168
Liter/Tahun berasal dari pemanfaatan rumah tangga, dan
259.783.100.307 Liter/Tahun berasal dari pemanfaatan
non rumah tangga. Penambahan pemanfaatan airtanah
yang tidak terdaftar dapat diketahui sebanyak 30% dari
total pemanfaatan airtanah terhitung, sehingga total
penambahan pemanfaatan airtanah yang tidak terdaftar
adalah sebesar 90.408.751.642 Liter/Tahun.
V.7.2. Pemanfaatan Airtanah Di Kota Yogyakarta
Total pemanfaatan airtanah secara keseluruhan
merupakan jumlah dari total pemanfaatan airtanah
terhitung (RT+Non-RT) dan penambahan pemanfaatan
airtanah yang tidak terdaftar. Luas total Kota Yogyakarta
adalah 33.524.400 m2, dengan Kecamatan Umbulharjo
merupakan kecamatan yang memiliki wilayah
administrasi paling luas, yaitu 8.163.318 m2, sedangkan
yang terkecil adalah Kecamatan Ngampilan dengan luas
750.333 m2. Dengan luas wilayah tersebut, total
pemanfaatan airtanah terhitung sekitar 28.563.487.181
Liter/Tahun, dimana 20.129.560.200 Liter/Tahun berasal
dari pemanfaatan rumah tangga, dan 1.891.628.016
Liter/Tahun berasal dari pemanfaatan non rumah tangga.
Penambahan pemanfaatan airtanah yang tidak terdaftar
dapat diketahui sebanyak 30% dari total pemanfaatan
airtanah terhitung, sehingga total penambahan
pemanfaatan airtanah yang tidak terdaftar adalah sebesar
6.591.573.964 Liter/Tahun.
V.7.3. Pemanfaatan Airtanah Kabupaten Bantul
Total pemanfaatan airtanah secara keseluruhan
merupakan jumlah dari total pemanfaatan airtanah
terhitung (RT+Non-RT) dan penambahan pemanfaatan
airtanah yang tidak terdaftar. Luas total Kabupaten Bantul
adalah 390.822.878 m2, dengan Kecamatan Dlingo
merupakan kecamatan yang memiliki wilayah
administrasi paling luas, yaitu 62.093.851 m2. Dengan
luas wilayah tersebut, total pemanfaatan airtanah terhitung
sekitar
508.912.589.822
Liter/Tahun,
dimana
36.978.602.600 Liter/Tahun berasal dari pemanfaatan
rumah tangga, dan 471.933.987.223 Liter/Tahun berasal
dari pemanfaatan non rumah tangga. Penambahan
pemanfaatan airtanah yang tidak terdaftar dapat diketahui
sebanyak 30% dari total pemanfaatan airtanah terhitung,
sehingga total penambahan pemanfaatan airtanah yang
tidak terdaftar adalah sebesar 152.673.776.946
Liter/Tahun.

V.8. Tingkat Pemanfaatan Airtanah


Kabupaten
Sleman:
Berdasarkan
perhitungan
pemanfaatan airtanah rumah tangga maupun non rumah
tangga dan perhitungan cadangan dinamis airtanah

Kabupaten Sleman, maka diketahui bahwa Kecamatan


Ngemplak, Turi, Cangkringan, Kalasan, dan Ngaglik
memiliki cadangan beragam, yaitu berkisar antara
1.505.905.810.560 Liter/Tahun - 90.509.896.800
Liter/Tahun. Kecamatan-kecamatan tersebut memiliki
total pemanfaatan airtanah yang berkisar antara
31.920.619.753 Liter/Tahun - 2.284.926.433 Liter/Tahun.
Dari data tersebut diketahui bahwa rasio pemanfaatan dan
cadangan airtanah berkisar antara 2% - 6%, sehingga
dengan persentase tersebut, kecamatan-kecamatan di atas
termasuk dalam tingkat pemanfaatan airtanah rendah,
artinya daerah tersebut mempunyai kondisi airtanah pada
kategori aman.
Kecamatan Moyudan, Minggir, Sayegan,
Godean, Gamping, Mlati, Depok, Pakem, dan Kecamatan
Tempel juga memiliki cadangan dinamis total yang
berkisar antara 344.506.832.640 Liter/Tahun 27.450.353.719 Liter/Tahun. Total pemanfaatan airtanah
di kecamatan-kecamatan berkisar antara 59.273.701.318
Liter/Tahun - 4.017.908.330 Liter/Tahun. Dari data
tersebut diketahui bahwa rasio pemanfaatan dan cadangan
airtanah berkisar antara 13% - 20%, sehingga kecamatankecamatan di atas termasuk dalam tingkat pemanfaatan
airtanah sedang, artinya daerah tersebut mempunyai
kondisi airtanah pada kategori rawan.
Kecamatan Berbah, Sleman dan Kecamatan
Prambanan memiliki cadangan dinamis total berkisar
antara 81.025.129.440 Liter/Tahun - 46.128.868.742
Liter/Tahun. Total pemanfaatan Air Tanah berkisar antara
51.729.320.171
Liter/Tahun
14.878.193.784
Liter/Tahun. Dari data tersebut diketahui bahwa rasio
pemanfaatan dan cadangan Air Tanah lebih dari 21%,
sehingga dengan persentase tersebut, kecamatankecamatan di atas termasuk dalam tingkat pemanfaatan
Air Tanah tinggi, artinya daerah tersebut mempunyai
kondisi Air Tanah pada kategori kritis.
Kota Yogyakarta: Kecamatan Tegalrejo, Wirobrajan,
Mantrijeron,
Jetis,
Gedongtengen,
Kotagede,
Mergangsan, Kraton, dan Kecamatan Gondomanan
memiliki cadangan yang bervariasi, yaitu berkisar antara
25.769.826.360
Liter/Tahun
82.045.761.420
Liter/Tahun. Kecamatan-kecamatan tersebut memiliki
total pemanfaatan airtanah yang berkisar antara
1.303.138.330 Liter/Tahun - 2.062.011.828 Liter/Tahun.
Dari data tersebut diketahui bahwa rasio pemanfaatan dan
cadangan airtanah berkisar antara 2,41% - 7,34%,
sehingga dengan persentase tersebut, kecamatankecamatan di atas termasuk dalam tingkat pemanfaatan
airtanah rendah, artinya daerah tersebut mempunyai
kondisi airtanah pada kategori aman.
Kecamatan Umbulharjo memiliki cadangan dinamis
mencapai 37.932.573.900 Liter/Tahun. Kecamatan
tersebut memiliki total pemanfaatan airtanah yang cukup
besar mencapai 5.451.927.281 Liter/Tahun. Dari data
tersebut diketahui bahwa rasio pemanfaatan dan cadangan
airtanah mencapai 14,37%, sehingga dengan persentase
tersebut, Kecamatan Umbulharjo termasuk dalam tingkat
pemanfaatan airtanah sedang, artinya daerah tersebut
mempunyai kondisi airtanah pada kategori rawan.

Gambar 1. Peta Zona Tingkat Pemanfaatan Airtanah di Cekungan Airtanah Yogyakarta -Sleman
Kabupaten Bantul: Kecamatan Sewon memiliki total
cadangan airtanah dinamis yang paling besar di
Kabupaten Bantul, yaitu mencapai 340.482.837.768
Liter/Tahun. Sementara itu, total pemanfaatan airtanah di
Kecamatan ini mencapai 57.090.015.061 Liter/Tahun. Hal
ini menyebabkan rasio pemanfaatan dan cadangan
airtanah mencapai 16,77%, sehingga dengan persentase
tersebut, Kecamatan Sewon termasuk dalam tingkat
pemanfaatan airtanah sedang, artinya kondisi airtanah
pada daerah ini termasuk dalam kategori rawan.
Kecamatan Banguntapan, Bantul, Kasihan dan
Kecamatan Bambanglipuro memiliki total cadangan
airtanah dinamis yang beragam, berkisar antara
131.122.842.970
Liter/Tahun
311.210.106.016
Liter/Tahun. Kecamatan-kecamatan tersebut memiliki
total pemanfaatan airtanah berkisar antara 24.674.586.037
Liter/Tahun - 54.645.223.507 Liter/Tahun. Dari data
tersebut diketahi bahwa rasio pemanfaatan dan cadangan
airtanah berkisar antara 17,56% - 18,82%, dengan
persentase tersebut maka Kecamatan Banguntapan,
Bantul, Kasihan dan Bambanglipuro termasuk dalam
daerah dengan tingkat pemanfaatan airtanah sedang,
artinya kondisi airtanah pada daerah ini termasuk dalam
kategori rawan.

Kecamatan Pleret memiliki total cadangan


airtanah dinamis mencapai 38.773.189.692 Liter/Tahun
dan total pemanfaatan airtanah sebesar 11.135.423.029
Liter/Tahun. Dari data tersebut diketahui bahwa rasio
pemanfaatan dan cadangan airtanah sebesar 28,72%,
dengan persentase tersebut maka Kecamatan Pleret
termasuk dalam daerah dengan tingkat pemanfaatan
airtanah tinggi, artinya kondisi airtanah pada daerah ini
termasuk dalam kategori kritis.
Kecamatan Piyungan, Jetis, Pandak, Pundong,
Srandakan, Pajangan, Sedayu, Kretek, dan Kecamatan
Sanden memiliki cadangan airtanah dinamis yang
beragam, berkisar antara 25.618.827.906 Liter/Tahun 88.834.597.421 Liter/Tahun. Kecamatan-kecamatan
tersebut memiliki total pemanfaatan airtanah yang
berkisar
antara
12.898.485.011
Liter/Tahun
45.633.023.881 Liter/Tahun. Dari data tersebut diketahui
bahwa rasio pemanfaatan dan cadangan airtanah berkisar
antara 35,80% - 71,26%, sehingga dengan persentase
tersebut, kecamatan-kecamatan di atas termasuk dalam
tingkat pemanfaatan airtanah sangat tinggi, artinya
kondisi airtanah pada daerah ini termasuk dalam kategori
sangat kritis.

Tabel 1. Perhitungan Cadangan Air Tanah, Tingkat Pemanfaatan dan Neraca Pemanfaatan Air Tanah Sistem
Akuifer di CAT Yogyakarta-Sleman

Sleman
Kota

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
39
40
41
42
43
44
45
46
47

Kab.

Bantul

No.

Kecamatan

Tempel
Turi
Pakem
Cangkringan
Ngemplak
Ngaglik
Sleman
Seyegan
Mlati
Depok
Berbah
Prambanan
Gamping
Godean
Minggir
Kalasan
Moyudan
Tegalrejo
Wirobrajan
Mantrijeron
Jetis
Gedongtengen
Danurejan
Umbulharjo
Kotagede
Mergangsan
Kraton
Gondomanan
Pakualaman
Ngampilan
Banguntapan
Sewon
Piyungan
Kasihan
Bantul
Jetis
Imogiri
Bambanglipuro
Pandak
Pundong
Srandakan
Pajangan
Sedayu
Kretek
Sanden
Pleret

Cadangan
Airtanah
Statis (m3)

Cadangan
Airtanah
Dinamis (lt/thn)

Imbuhan
(lt/thn)

467.151.531
581.726.370
701.660.312
598.930.597
617.049.086
590.806.801
480.936.192
298.297.908
430.103.137
423.317.215
210.637.891
120.818.717
201.818.461
200.599.214
196.130.437
457.870.115
160.434.452
63.937.976
37.291.291
47.666.665
34.243.633
21.381.984
17.211.899
101.388.417
34.761.567
39.365.964
31.229.453
20.250.803
13.114.723
16.179.070
225.341.220
249.089.338
60.949.130
173.234.303
117.353.283
125.932.955
26.014.049
50.072.389
91.109.903
55.705.974
31.779.732
17.103.992
63.210.672
44.181.944
38.304.357
38.721.764

124.628.864.975
90.509.846.656
43.169.446.691
243.755.665.137
1.505.905.684.679
215.394.809.151
81.025.037.865
108.397.397.561
135.464.219.120
230.440.244.393
46.128.868.742
69.491.081.497
29.609.656.229
27.450.353.720
344.506.832.640
645.680.502.346
327.953.270.880
82.045.761.420
31.874.152.425
49.736.423.912
44.767.263.359
48.277.621.988
16.498.411.562
37.932.573.900
25.769.826.360
48.904.644.095
41.849.534.645
54.050.783.297
45.388.254.558
41.240.198.060
275.845.321.241
298.775.317.278
18.948.992.786
94.280.234.661
234.354.553.190
52.065.838.634
9.282.180.096
255.215.659.660
51.724.446.563
47.325.165.607
21.343.320.150
10.564.259.458
28.175.670.169
73.539.384.366
39.519.863.747
24.462.571.219

26.428.292.444
32.742.572.405
42.392.512.435
34.067.016.609
25.683.773.731
28.717.116.059
23.361.537.807
15.856.256.284
16.789.857.821
20.164.027.010
11.669.689.231
7.707.733.158
12.955.003.657
14.633.438.351
18.052.915.209
18.111.950.765
19.589.066.218
1.507.596.843
799.863.224
1.113.056.968
845.521.812
435.011.987
446.025.751
3.570.635.556
1.389.509.663
1.079.879.137
690.671.851
485.998.801
376.518.198
328.195.956
9.431.985.600
8.503.761.186
4.247.326.154
7.771.258.457
6.106.496.002
6.268.786.491
1.918.170.721
5.841.778.732
6.944.352.376
4.107.533.203
5.636.607.895
2.484.841.406
8.800.990.848
6.009.202.220
6.159.199.794
3.079.265.556

VI. Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
1) Batas cekungan Air Tanah dipengaruhi oleh
karakteristik geologi dan hidrogeologi sistem akuifer
vulkanik muda dan batuan Tertier.
2) Potensi Air Tanah di dalam cekungan sangat
dipengaruhi oleh konfigurasi sistem akuifer batuan
vulkanik Merapi yang dikontrol oleh struktur geologi
bawah permukaan/tertimbun.
3) Tingkat pemanfaatan tinggi hanya pada wilayah
bagian tepi cekungan Air Tanah, yang sangat

Jarak
Minimum
antar
Sumur
Pemompaan
(m)
247
212
145
999
798
237
184
208
211
276
205
1.037
80
37
115
453
115
685
64
61
660
286
155
535
535
79
67
76
73
81
92
723
508
782
1.806
389
228
1.861
1.027
323
1.193
464
102
520
725
700

Total
Pemanfaatan
Airtanah
(lt/thn)
18.221.907.052
2.284.926.434
8.636.223.998
14.712.620.706
31.920.619.753
8.448.890.718
21.409.084.954
14.320.598.321
19.298.942.189
38.861.277.353
51.729.320.171
14.878.193.784
4.680.840.429
4.017.908.331
59.273.701.318
19.983.591.762
59.092.609.845
2.062.011.828
1.962.346.945
1.865.734.000
1.720.779.166
1.303.138.330
1.810.995.680
5.451.927.282
1.890.908.123
1.873.416.172
1.783.740.400
1.303.280.680
1.203.668.895
1.284.291.190
54.645.223.507
57.090.015.061
22.123.433.519
24.674.586.038
45.645.934.048
45.633.023.881
3.601.009.326
50.657.664.370
40.376.194.243
20.467.109.916
19.734.344.690
12.898.485.011
35.621.927.156
33.191.159.800
40.297.770.869
11.135.423.030

Ratio
Pemanfaatan
dan
Cadangan
(%)

Tingkat
Pemanfaatan
Airtanah

14,62
2,52
20,01
6,04
2,12
3,92
26,42
13,21
14,25
16,86
80,4
21,41
15,81
14,64
17,21
3,09
18,02
2,51
6,16
3,75
3,84
2,70
10,98
14,37
7,34
3,83
4,26
2,41
2,65
3,11
17,56
16,77
56,14
18,82
17,97
71,26
20,75
17,56
54,70
35,80
56,20
50,35
63,21
37,36
71,01
28,72

Sedang
Rendah
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
Tinggi
Sedang
Sedang
Sedang
Tinggi
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Rendah
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
Sangat Tinggi
Sedang
Sedang
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi

dipengaruhi oleh konfigurasi sistem akuifer dalam


cekungan.
Saran
1) Pengelolaan Air Tanah di dalam cekungan seharusnya
berbasis pada 3 pilar pengelolaan yang
mempertimbangkan kondisi geometri dan konfigurasi
sistem akuifer setempat.
2) Hasil penelitian ini hendaknya dipakai sebagai dasar
penatagunaan Air Tanah di dalam cekungan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007, Kumpulan Panduan Teknis Pengelolaan
Air Tanah, Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral, Jakarta.
Anonim, 2011, Penentuan Geometri Cekungan dan
Konfigurasi Sistem Akuifer AirTanah
Cekungan
Yogyakarta-Sleman,
Dinas
Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi
Sumber Daya Mineral, Yogyakarta.
Anonim, 2012, Penyusunan Peta Zona Pengambilan
dan Pemanfaatan Airtanah di Kota
Yogyakarta,
Dinas
Pekerjaan
Umum,
Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral,
Yogyakarta.
Anonim, 2013a, Penyusunan Neraca Pengambilan Air
Tanah di CAT Yogyakarta-Sleman, Dinas
Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi
Sumber Daya Mineral, Yogyakarta.
Anonim, 2013b, Zona Pengambilan dan Pemanfaatan
Air Tanah di Wilayah Kabupaten Sleman,
Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan
Energi Sumber Daya Mineral, Yogyakarta.
Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai, Universitas GadjahMada
Yogyakarta
Bakosurtanal, 2000, Petunjuk Teknis Neraca
Sumberdaya
Lahan
Spasial,
Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Bear J., 1979, Hydraulics of Groundwater, McGraw-Hill,
Inc., New York.
Danaryanto H., Kodoatie R. J., Hadipurwo S., Sangkawati
S., 2008, Manajemen Air Tanah Berbasis
Cekungan Air Tanah, Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral, Jakarta.
Putra D.P.E., 2003, Integrated Water Resources
Management In Merapi - Yogyakarta Basin,
Universitas Gadjah mada, Yogyakarta. (Tidak
Dipublikasikan).
Fakultas Teknik UGM, 2001, Evaluasi Potensi Air
Bawah Tanah di Zona Akuifer Merapi
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (Tidak
Dipublikasikan).
Fetter C.W., 2001, Applied Hydrogeology Fourth
Edition, Prentice Hall, Inc., Upper Sadle River,
New Jersey.
Hendrayana H., 2011, Cekungan Airtanah YogyakartaSleman: Geometri dan Konfigurasi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
(Tidak Dipublikasikan).
Hiscock M. K., 2005, Hydrogeology Principles and
Practice, Blackwell Publishing, United
Kingdom.
Hlting B., 1989, Hydrogeologie: Einfhrung in die
Allgemeine und Angewandte Hydrogeologie, 3.
Auflage, Enke Ferdinand, Stuttgart.
MacDonald and Partners, 1984, Greater Yogyakarta
Groundwater Resource Study, Volume III,
Groundwater Development Project, Direct

General of Water Resources Development,


Ministry of Publicworks, Government of
Indonesia.
PP No. 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah.
Suharyadi, 1984, Diktat Kuliah Geohidrologi (ilmu air
tanah), Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Todd D. K., 1980, Groundwater Hydrology, 2nd ed., John
Wiley & Sons Inc, Singapore.
UU RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Anda mungkin juga menyukai