Etiologi
Benda tumpul
Trauma tumpul disebabkan akibat benturan mata dengan benda yang relatif besar, tumpul, keras
maupun tidak keras misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock, membuka tutup botol tidak
dengan alat, ketapel.
2.
2.3
Patofisiologi
Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada pembuluh darah iris, akar iris
dan badan silier sehingga mengakibatkan perdarahan dalam bilik mata depan. Iris bagian perifer
merupakan bagian paling lemah. Suatu trauma yang mengenai mata akan menimbulkan kekuatan
hidraulis yang dapat menyebabkan hifema dan iridodialisis, serta merobek lapisan otot spingter
sehingga pupil menjadi ovoid dan non reaktif. Tenaga yang timbul dari suatu trauma diperkirakan akan
terus ke dalam isi bola mata melalui sumbu anterior posterior sehingga menyebabkan kompresi ke
posterior serta menegangkan bola mata ke lateral sesuai dengan garis ekuator. Hifema yang terjadi
dalam beberapa hari akan berhenti, oleh karena adanya proses homeostatis. Darah dalam bilik mata
depan akan diserap sehingga akan menjadi jernih kembali.
2.4
Manifestasi Klinis
a.
Rongga Orbita : suatu rongga yang terdiri dari bola mata dan 7 ruas tulang yang membentuk
dinding orbita (lakrimal, ethmoid, sfenoid, frontal, maksila, platinum dan zigomatikus. Jika pada
trauma mengenai rongga orbita maka akan terjadi fraktur orbita, kebutaan (jika mengenai saraf),
perdarahan didalam rongga orbita, gangguan gerakan bola mata.
b.
Palpebra : Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, sertamengeluarkan
sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan komea. Palpebra merupakan alat menutup
mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola
mata. Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi
selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan kelopak (lagoftalmos)akan
mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga terjadi keratitis. Jika pada palpebra terjadi trauma
tumpul maka akan terjadi hematom, edema palpebra yang dapat menyebabkan kelopak mata tidak
dapat membuka dengan sempurna (ptosis), kelumpuhan kelopak mata (lagoftalmos/tidak dapat
menutup secara sempurna).
c.
Konjungtiva : Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat
membasahi bola mata terutama kornea. Robekan pembuluh darah konjungtiva (perdarahan
subkonjungtiva) adalah tanda dan gejala yang dapat terjadi jika konjungtiva terkena trauma.
d.
Kornea : Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata
yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri dari
beberapa lapisan. Dipersarafi oleh banyak saraf. Edema kornea, penglihatan kabur, kornea keruh,
erosi/abrasi, laserasi kornea tanpa disertai tembusnya kornea dengan keluhan nyeri yang sangat, mata
berair, fotofobi adalah tanda dan gejala yang dapat muncul akibat trauma pada kornea.
e.
Iris atau badan silier : merupakan bagian dari uvea. Pendarahan uvea dibedakan antara bagian
anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di
temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2
pada setiap otot superior, medial inferior, satu pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior dan
posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvae
posterior mendapat perdarahan dari 15 - 20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di
sekitar tempat masuk saraf optik. Hifema (perdarahan bilik mata depan), iridodialisis (iris terlepas dari
insersinya) merupakan tanda patologik jika trauma mengenai iris.
f.
Lensa : Lensa merupakan badan yang bening. Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu,
yaitu : Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi
cembung, jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, terletak di
tempatnya. Secara patologik jika lensa terkena trauma akan terjadi subluksasi lensa mata (perpindahan
tempat).
g.
h.
Retina : Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran daripada
serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid.Letaknya antara badan kaca dan
koroid.1,2 Bagian anterior berakhir pada ora serata. Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan
sumbu penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 - 2 mm yang berperan
penting untuk tajam penglihatan. Ditengah makula lutea terdapat bercak mengkilat yang merupakan
reflek fovea. Secara patologik jika retina terkena trauma akan terjadi edema makula retina, ablasio
retina, fotopsia, lapang pandang terganggu dan penurunan tekanan bola mata.
i.
Nervus optikus : N.II terlepas atau putus (avulsio) sehingga menimbulkan kebutaan
2.5
Pemeriksaan Penunjang
a.
b.
Slit lamp : untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola mata.
c.
Tes fluoresin : digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan jelas.
d.
e.
Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek : untuk mengetahui adanya
Tes Seidel : untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini dilakukan dengan cara
memberi anastesi pada mata yaang akan diperiksa, kemudian diuji pada strip fluorescein steril. Penguji
menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru, sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat
perubahan pH bila ada pengeluaran cairan mata.
g.
Pemeriksaan CT - Scan dan USG B-scan : digunakan untuk mengetahui posisi benda asing.
h.
i.
Kartu snellen : pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami penurunan
akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
j.
Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata (normal
12-25 mmHg).
k.
Pemeriksaan Radiologi : pemeriksaan radiologi pada trauma mata sangat membantu dalam
Kertas Lakmus : pada pemeriksaan ini sangat membantu dalam menegakkan diagnosa trauma
Penatalaksanaan
Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas adanya ruptur bola mata,
maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat anestesi umum. Sebelum
pembedahan, tidak boleh diberikan sikloplegik atau antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas
obat akan meningkat pada jaringan intraokular yang terpajan. Antibiotik dapat diberikan secara
parenteral spektrum luas dan pakaikan pelindung fox pada mata. Analgetik, antiemetik, dan antitoksin
tetanus diberikan sesuai kebutuhan, dengan restriksi makan dan minum. Induksi anestesi umum harus
menghindari substansi yang dapat menghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat
meningkatkan secara transien tekanan bola mata, sehingga dapat memicu terjadinya herniasi isi
intraokular.
Pada trauma yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat kemungkinan timbulnya kerusakan
lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu berusaha melakukan pemeriksaan mata
lengkap. Anestetik topikal, zat warna, dan obat lainnya yang diberikan ke mata yang cedera harus steril.
Kecuali untuk cedera yang menyebabkan ruptur bola mata, sebagian besar efek kontusio-konkusio
mata tidak memerlukan terapi bedah segera. Namun, setiap cedera yang cukup parah untuk
menyebabkan perdarahan intraokular sehingga meningkatkan risiko perdarahan sekunder dan
glaukoma memerlukan perhatian yang serius, yaitu pada kasus hifema.
Kelainan pada palpebra dan konjungtiva akibat trauma tumpul, seperti edema dan perdarahan tidak
memerlukan terapi khusus, karena akan menghilang sendiri dalam beberapa jam sampai hari. Kompres
dingin dapat membantu mengurangi edema dan menghilangkan nyeri, dilanjutkan dengan kompres
hangat pada periode selanjutnya untuk mempercepat penyerapan darah. Pada laserasi kornea ,
diperbaiki dengan jahitan nilon 10-0 untuk menghasilkan penutupan yang kedap air. Iris atau korpus
siliaris yang mengalami inkarserasi dan terpajan kurang dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola
mata dengan viskoelastik. Sisa-sisa lensa dan darah dapat dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi
mekanis atau vitrektomi. Luka di sklera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 9-0 interrupted yang tidak
dapat diserap. Otot-otot rektus dapat secara sementara dilepaskan dari insersinya agar tindakan lebih
mudah dilakukan.
Prognosis pelepasan retina akibat trauma adalah buruk, karena adanya cedera makula, robekan besar di
retina, dan pembentukan membran fibrovaskular intravitreus. Vitrektomi merupakan tindakan yang
efektif untuk mencegah kondisi tersebut.
Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior, maka pasien harus tirah baring
dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata yang sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara
berkala untuk mencari adanya perdarahan sekunder, glaukoma, atau bercak darah di kornea akibat
pigmentasi hemosiderin.
Penanganan hifema, yaitu :
1.
Pasien tetap istirahat ditempat tidur (4-7 hari ) sampai hifema diserap.
2.
Diberi tetes mata antibiotika pada mata yang sakit dan diberi bebat tekan.
3.
4.
5.
6.
7.
Parasentesis tindakan atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan bila ada tanda-
tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila setelah 5 hari
tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang.
8.
9.
Evakuasi bedah jika TIO lebih 35 mmHg selama 7 hari atau lebih 50 mmH selama 5 hari.
10. Vitrektomi dilakukan bila terdapat bekuan sentral dan lavase kamar anterior.
11. Viskoelastik dilakukan dengan membuat insisi pada bagian limbus.
12. Anastesi lokal dengan pentocain tetes mata 2% tiap menit selama 5 menit.
13. kelopak mata atas dan bawah dibuka dengan spekulum untuk mencari benda asing.
14. pengeluaran benda sing dengan: kapas lidi steril, ujung jarum suntik tumpul
15. Salep mata antibiotik 3 kali perhari dan mata dibebat selama 2 hari.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
1.
Pengkajian
Identitas pasien meliputi nama, usia (dpt terjadi pada semua usia), pekerjaan (tukang las,pegawai
Keluhan utama
Klien dapat mengeluh adanya penurunan penglihatan, nyeri pada mata, keterbatasan gerak mata.
3.
Riwayat penyakit yang mungkin diderita klien seperti DM dapat menyebabkan infeksi yang terjadi
pada mata sulit sembuh, riwayat hipertensi.
4.
Yang perlu dikaji adalah trauma disebabkan karena truma tumpul,tajam,atau mekanik, tindakan apa
yang sudah dilakukan pada saat trauma terjadi.
5.
Riwayat psikososial
Pada umumnya klien mengalami berbagai derajat ansietas, gangguan konsep diri dan ketakutan akan
terjadinya kecacatan mata, gangguan penglihatan yang menetap atau mungkin kebutaan. Klien juga
dapat mengalami gangguan interaksi sosial.
6.
1)
Pemeriksaan fisik
B1(Breath)
Pada sistem ini tidak didapatkan kelainan jika perdarahan tidak menyumbat jalan nafas.
2)
B2 (Blood)
Tidak ada gangguan perfusi, adanya peningkatan nadi/tekanan darah dikarenakan pasien takut dan
cemas.
3)
B3 (Brain)
Pasien merasa pusing atau nyeri karena adanya peningkatan TIO (tekanan intra orbital).
4)
B4 (Bladder)
B5 (Bowel)
B6 (Bone)
a)
b)
Gerakan bola mata ( terjadi pembatasan atau hilangnya sebagian pergerakan bolam mata)
c)
d)
3.2
Diagnosa keperawatan
1.
Nyeri akut berhubungan dengan terpajannya reseptor nyeri sekunder terhadaptrauma tumpul.
2.
Resiko terjadi komplikasi dan perdarahan ulang berhubungan dengan patologi vaskuler okuler.
3.
4.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan penurunan ketajaman penglihatan.
5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai perawatan diri dan
proses penyakit.
3.3
1.
Intervensi
Diagnosa 1:
Nyeri akut berhubungan dengan terpajannya reseptor nyeri sekunder terhadaptrauma tumpul.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, rasa nyeri berkurang.
Kriteria Hasil :
a.
b.
c.
Intervensi:
a)
Rasional : Untuk menentukan intervensi yang sesuai dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
b)
d)
Rasional : Mengurangi tekanan pada TIO sehingga dapat mengurangi rasa nyeri
e)
Rasional : Mengurangi rasa nyeri dan agar dapat mengurangi rasa nyeri.
f)
Diagnosa 2:
Resiko terjadi komplikasi dan perdarahan ulang berhubungan dengan patologi vaskuler okuler.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi perdarahan ulang.
Kriteria Hasil:
a.
b.
c.
Intervensi:
a)
Mata diperiksa untuk melihat adanya perdarahan sekunder dan kenaikan TIO
Rasional : Tirah baring dapat mengurangi aktivitas yang dapat menyebabkan nyeri dan kenaikan TIO.
d)
Berikan balut tekan pada mata yang sakit dan lakukan penggantian balutan.
Rasional : Berikan balut tekan pada mata yang sakit dan lakukan penggantian balutan.
e)
Diagnosa 3:
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu beradaptasi dengan perubahan.
Kriteria Hasil :
a.
b.
Intervensi:
a)
Rasinal
c)
Rasional : Adanya kunjungan yang sering kebutuhan klien dapat terpenuhi dan ansietas klien dapat
berkurang atau hilang karena klien merasa terlindungi.
d)
Rasional : Klien merasa diperhatikan oleh keluarga klien sehingga klien jadi merasa aman.
e)
Rasional : Istirahat yang cukup dapat mengurangi rasa sakit dan mempercepat proses penyembuhan.
4.
Diagnosa 4:
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan penurunan ketajaman penglihatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, ansietas dapat teratasi.
Kriteria Hasil:
a.
b.
Intervensi:
a)
Rasional : Mengetahui tingkat ansietas klien dan mempermudahkan untuk melakukan intervensi
selanjutnya.
b)
Rasional : Dengan diskusi dapat di ketahui metode apa yang cocok untuk menangani ansietas.
c)
Rasional : Dengan dukungan dari keluarga perasaan klie bisa jadi lebih tenang.
f)
Tempatkan seluruh barang-barang yang dibutuhkan dalam jarak yang dapat dijangkau
Rasional : Memudahkan mengambil barang-barang agar tidak terjadi injuri karena penurunan
ketajaman penglihatan.
g)
Rasional : Dengan adanya bantuan maka klien tidak terlalu banyak melakukan aktivitas.
h)
Rasional : Teknik relaksasi dapat mengurangi rasa sakit dan ansietas dapat berkurang.
BAB 4
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak disengaja yang menimbulkan perlukaan mata.
Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai
berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.
Pasien Dengan Trauma Tumpul Mata (Hifema). Hifema adalah darah dalam bilik mata depan sebagai
akibat pecahnya pembuluh darah pada iris, akar iris dan badan silia.Trauma Tumpul,
misalnya: terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock, membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
Tanda subyektif yaitu: Penderita mengeluh nyeri disertai penglihatan yang menurun dan tanda obyektif
yaitu: (1) pelebaran pembuluh darah perikornea, (2) visus menurun, (3) hifema, (4) darah yang
menempel pada endotel kornea, dan (5) tes fluoresin dapat (+) atau (-).
Penanganan: Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli yang di sertai dengan
glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di lakukannya parasintesis yaitu membuat insisi
pada kornea dekat limbus, kemudian di beri salep mata antibiotik dan di tutup dengan verband.
4.2
Saran
Diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan kepada publik tentang pengobatan, dan
memberikan penyuluhan tentang asuhan keperawatan trauma tumpul pada mata.
DAFTAR PUSTAKA
Asbury T, Sanitato JJ. 2000. Trauma dalam Oftalmologi Umum edisi 14. Editor Vaughan
Carpenito, L.J. 2007. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 10. Jakarta : EGC
DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Alih Bahasa: Tambajong J, Pendit BU. Jakarta: Widya Medika
Doengoes, Marylin E., 2000, Nursing Care Plans. USA Philadelphia: F.A Davis Company
Ilyas, Sidarta. 2005. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta
Tucker, Susan Martin et al. 2003. Standar Perawatan Pasien : proses keperawatan, diagnosis dan
evaluasi. Alih bahasa Yasmin Asih dkk. Ed. 6. Jakarta : Egc