Anda di halaman 1dari 21

TUGAS

MOTIVASI, MOTIF SEKS, DAN PERILAKU REPRODUKSI


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Faal

Disusun oleh:
Etiafani

M2A008024

Fatimah Al-Shofa

M2A008025

Fiona Fisabilia

M2A008028

Inggan Dwi Putri

M2A009149

Amelia Octavianti

M2A009165

Paula Widyaratna Wandita

M2A009167

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas mengenai
Motivasi, Motif Seks, dan Perilaku Reproduksi. Makalah ini disusun sebagai
pemenuhan tugas mata kuliah Psikologi Faal dan juga sebagai sarana dalam
memperluas wawasan mengenai ilmu yang terkait.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan tugas makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan baik dalam segi bahasa maupun sistematika penyusunan
sehingga makalah ini masih jauh dari sempurna. Dengan segala kerendahan hati,
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai motivasi
kami untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya dan guna evaluasi kami
selanjutnya.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua sesuai dengan fungsi dan tujuannya.

Semarang, 21 Nopember 2012

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
Manusia diciptakan sebagai makhluk yang dilengkapi dengan akal budi
untuk bertindak, otak untuk berpikir dan belajar, dan perasaan untuk
mengendalikan emosi. Salah satu kegiatan yang dilakukan manusia adalah
bersetubuh atau berhubungan seksual. Hubungan seksual merupakan naluri
dasar dari mahluk hidup. Seks memiliki arti jenis kelamin atau organ kelamin.
Sedangkan seksualitas secara denotatif memiliki makna lebih luas karena
meliputi semua aspek yang berhubungan dengan seks yang bisa meliputi
nilai, sikap, orientasi,

dan perilaku. Secara dimensional seksualitas bisa

dipilah lagi ke dalam dimensi biologi, psikososial, perilaku, klinis, dan


kultural. Dimensi psikososial meliputi faktor psikis yaitu emosi, pandangan
dan kepribadian, yang berkolaborasi dengan faktor sosial, yaitu bagaimana
manusia berinteraksi dengan lingkungannya secara seksual. Seks dan
seksualitas, dalam pengertian sempit maupun luas, merupakan bagian penting
dalam kehidupan manusia yang mungkin menduduki tempat kedua setelah
agama, dan keduanya sering tidak bisa dipisahkan (Moore, 1987: 8). Seks
merupakan bagian dari naluri instingtif yang mendasar. Seks merupakan
kebutuhan hidup (Endraswara, 2002: 1). Wajarlah jika dikatakan demikian
karena seks mempunyai arti yang sangat penting bagi setiap manusia. Tujuan
dasar dari sebuah hubungan seks adalah untuk mempunyai keturunan.
Reproduksi adalah kemampuan makhluk hidup untuk menghasilkan
keturunan yang baru. Tujuannya adalah untuk mempertahankan jenisnya dan
melestarikan jenis agar tidak punah. Pada manusia untuk menghasilkan
keturunan yang baru diawali dengan peristiwa fertilisasi. Sehingga dengan
demikian reproduksi pada manusia dilakukan dengan cara generative atau
sexual. Sistem reproduksi pada manusia akan mulai berfungsi ketika
seseorang mencapai kedewasaan (pubertas) atau masa akil balik. Reproduksi
juga merupakan bagian dari proses tubuh yang bertanggung jawab terhadap
kelangsungan suatu generasi. Untuk kehidupan makhluk hidup reproduksi

tidak bersifat vital artinya tanpa adanya proses reproduksi makhluk hidup
tidak mati. Akan tetapi bila makhluk tidup tidak dapat bereproduksi maka
kelangsungan generasi makhluk hidup tersebut terancam dan punah, karena
tidak dapat dihasilkan keturunan (anak) yang merupakan sarana untuk
melanjutkan generasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. MOTIVASI
1. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata movere dalam bahasa latin, yang kemudian
menjadi to move, yaitu kata kerja dalam bahasa Inggris yang memiliki arti
menggerakkan Zimbardo & Gerring (dalam Sutoyo, 2001). Berdasarkan
makna secara bahasa, motivasi merupakan suatu kondisi aktif dalam diri
manusia. Yaitu suatu motif tertentu demi mendapat kesempatan memperoleh
pemuasan melalui tingkah laku yang sesuai dengan tujuan motif. Penggunaan
istilah motif, motivasi, dan need oleh banyak ahli cenderung digunakan
secara tidak konsisten. Banyak ahli memberikan pengertian yang sama pada
motif, motivasi, dan need, bahkan sering mempertukarkan penggunaannya.
Beberapa ahli menggunakan need atau motif sedangkan ahli yang lain justru
menggunakan istilah motivasi.
Woolfolk (dalam Sutoyo, 2001) mendefinisikan motivasi sebagai suatu
kondisi internal yang membangkitkan (energizing), mengarahkan (directing)
dan menjaga perilaku (maintaining). Istilah-istilah yang biasa digunakan
secara bergantian adalah: kebutuhan, keinginan, harapan dan motif (Neale,
dkk., dalam Sutoyo, 2001). Hersy dan Blanchard (dalam Sutoyo, 2001),
menyatakan bahwa motif merupakan kebutuhan (need): dorongan atau
impuls, sedangkan motivasi adalah kemauan untuk berbuat sesuatu. Para ahli
memberikan pengertian tentang motivasi dengan titik berat yang berbedabeda, sesuai dengan hasil penelitian yang mereka peroleh dan ilmu
pengetahuan yang mereka pelajari. Meskipun demikian, ada juga semacam
kesamaan pendapat yang dapat ditarik mengenai pengertian motivasi, yaitu:
suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri manusia, yang
menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya.
Sedangkan kata motif adalah suatu alasan/dorongan yang menyebabkan
seseorang berbuat sesuatu/melakukan tindakan/bersikap tertentu.

Maslow (dalam Hall & Lindzey 1998) memformulasikan teori tentang


motivasi manusia dengan membedakan antara kebutuhan-kebutuhan dasar
(basic needs) dan berbagai meta kebutuhan (meta-needs). Kebutuhankebutuhan dasar meiiputi lapar, kasih sayang (afeksi), rasa aman, harga diri,
dan sebagainya. Aspek-aspek meta-kebutuhan meliputi keadilan, kebaikan,
keindahan, keteraturan, kesatuan dan sebagainya. Kebutuhan dasar adalah
kebutuhan-kebutuhan akibat kekurangan. Meta-kebutuhan adalah kebutuhan
untuk pertumbuhan. Kebutuhan-kebutuhan dasar pada umumnya lebih kuat
dari pada metakebutuhan-metakebutuhan dan tersusun secara hierarkis. Meta
kebutuhan tidak memiliki hirarki - kebutuhan-kebutuhan sama kuat dan agak
mudah disubstitusikan satu sama lain. Meta kebutuhan adalah insting atau
melekat pada umumnya seperti kebutuhan-kebutuhan dasar. dan apabila tidak
terpenuhi maka orang itu dapat menjadi sakit.
Motivasi sendiri bukan merupakan suatu kekuatan yang netral, atau
kekuatan yang kebal terhadap pengaruh faktor-faktor lain, misalnya:
pengalaman masa lampau, taraf intelegensi, kemampuan fisik, situasi
lingkungan, cita-cita hidup dan sebagainya. Setiap individu mempunyai
kebutuhan (need) yang menyebabkan individu tersebut merasakan adanya
kekurangan pada dirinya sehingga muncul suatu tenaga yang disebut drive
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pada dasamya manusia menurut
pandangan

teori

homeostatis

selalu

berupaya

menjaga

ekuilibrasi

(keseimbangan). Drive atau dorongan pada manusia inilah yang menggerakan


atau merangsang seseorang untuk bertingkah laku untuk mencapai tujuan
yang disebut sebagai motif.
Suatu motif umumnya terdapat dua unsur pokok, yaitu unsur
dorongan/kebutuhan dan unsur tujuan. Proses interaksi timbal balik antara
kedua unsur di atas terjadi di dalam diri manusia, namun dapat dipengaruhi
oleh hal-hal di luar diri manusia. Misalnya keadaan cuaca kondisi di
lingkungan dan sebagainya. Oleh karena itu, dapat saja terjadi perubahan
motivasi dalam waktu yang relatif singkat, jika ternyata motivasi yang
pertama mendapat hambatan atau tidak mungkin dipenuhi. Mc Clelland

(dalam Joesoef, 1997) tidak membedakan secara jelas antara motif dan
motivasi.
Menurutnya, motif muncul ketika ada stimulus eksternal yang
menyebabkan kesenjangan antara harapan dan persepsi individu terhadap
realitas. Dasar pemikiran Mc Clelland adalah setiap organisme di setiap
situasi mempunyai beberapa tingkat penyesuaian diri. Ketika situasi berubah
dan menyebabkan kesenjangan antara keduanya maka timbul afeksi. Afeksi
dapat bersifat positif (pengalaman menyenangkan) bila kesenjangan yang
terjadi

kecil

dan

dapat

bersifat

negatif

(pengalaman

yang

tidak

menyenangkan) apabila kesenjangan yang terjadi besar. Ketika rangsangan


situasi menyebabkan harapan untuk mengubah situasi afektif ini maka motif
akan muncul. Hubungan antara stimulus dan afeksi inilah yang penting bagi
timbulnya suatu motif. Menurut kamus psikologi (Kartono dan Gulo, 1982)
motif adalah sifat kepribadian stabil yang memiliki suatu kecenderungan
melakukan tindakan-tindakan tertentu atau berusaha mencapai tujuan-tujuan
tertentu. Berbeda dengan motif, motivasi adalah kecenderungan organisme
untuk melakukan sesuatu serta sikap atau perilaku yang dipengaruhi oleh
kebutuhan dan diarahkan untuk tujuan tertentu yang telah direncanakan.
Harsey dan Blanchard (1980) mendefinisikan bahwa motif adalah kebutuhan,
dorongan atau impuls sedangkan motivasi adalah kemauan untuk berbuat
sesuatu dari motivasi ditentukan oleh intensitas motifnya.
Beberapa pendapat yang dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah
proses dinamis yang ada dalam diri individu yang mendorong dan
mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan tertentu sebagai usaha
perwujudan motif.
B. MOTIVASI BIOLOGIS
Motivasi biologis secara luas adalah berakar dari fisiologis dari tubuh.
Ada begitu banyak motif diantaranya lapar, haus, dan keinginan untuk seks.
Banyak motif biologis adalah dicetuskan sebagian datang dari kondisi
keseimbangan fisiologis dari tubuh. Tubuh cenderung mempertahankan suatu

keadaan ekuilibrium atau seimbang yang disebut homeostatis dalam banyak


sekali proses internal dari tubuh. Keseimbangan itu penting bagi tubuh.
Temperatur tubuh tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah, aliran darah
tidak boleh terlalu bersifat alkali atau terlalu asam, selalu harus cukup air
dalam jaringan tubuh, dan sebagainya.
Mekanisme fisiologis otomatis yang mempertahankan keseimbangan
ditambahi oleh perilaku yang dimotivasi. Contoh, menurunnya temperatur
mengarahkan ke perilaku yang dimotivasi misalnya, memakai sweater,
menyalakan pemanas udara, menutup pintu, dan sebagainya. Ketika tubuh
kekurangan zat-zat tertentu, misalnya makanan dan air, proses fisiologis yang
otomatis bekerja untuk mengawetkan substansi-substansi yang kurang itu,
tetapi cepat atau lambat air dan makanan harus diperoleh dari luar. Disini
kehilangan keseimbangan menciptakan keadaan terdorong (drive state) yang
mendorong seseorang atau binatang mencari makanan dan air. Jadi keadaan
motif biologis ditimbulkan, secara luas, oleh hilangnya keseimbangan, dan
perilaku yang dimotivasi didorong oleh homeostatis yang tidak seimbang
membantu memulihkan kondisi seimbang.
C. MOTIVASI SEKSUAL
Seks berbeda dengan kebutuhan seperti rasa lapar dan haus. Seks tidak
vital

terhadap kelangsungan hidup organisme, tetapi

penting bagi

kelangsungan hidup spesies. Perilaku seksual tergantung pada kombinasi dari


faktor internal (mekanisme hormon dan otak) dan faktor eksternal
(rangsangan lingkungan yang disadari dan tidak disadari). Motivasi seksual
melibatkan orang lain dan memberi dasar bagi pengelompokan sosial. Seks
dalam psikologi dipercayai sebagai bagian yang penting dari kehidupan emosi
kita; seks dapat menimbulkan kenikmatan intens, tetapi juga dapat memberi
kita penderitaan yang dalam dan menyebabkan kita terlibat dalam berbagai
keputusan sulit. Teori kepribadian dari Freud didasarkan pada emosi sebagai
pusat dalam perilaku seks. Karena itu, meski seks dalam bab ini disebut

sebagai motif biologis, ada lebih banyak seks daripada sekedar hormon dan
respon fisiologis.
Saat mempertimbangkan motivasi seksual dari sudut pandang biologis,
seks mempunyai ciri yang terangkai sebagai bagian dari dorongan biologis
yang lain. Pertama, seks bukan diperlukan untuk mempertahankan hidup
individu, kecuali bahwa seks tersebut diperlukan untuk kelangsungan hidup
spesies tersebut. Kedua, perilaku seks tidak ditimbulkan dari kekurangan
substansi kimia tertentu dalam tubuh. Ketiga, motivasi seksual lebih
dipengaruhi oleh informasi pancaindera dan lingkungan, yaitu insentif
dibandingkan dengan motivasi biologis lainnya.
1. Hormon Seks dan Peran Pengorganisasiannya
Estrogen, hormon seks pada wanita, sebagian besar berasal dari indung
telur, tetapi mereka juga berasal dari kelenjar adrenal. Estradiol adalah salah
satu dari estrogen yang paling penting. Androgens adalah hormon seks pada
pria, dikeluarkan ke dalam darah dari testes dan kelenjar internal. Testosteron
adalah androgen utama. Baik hormon seks pria maupun wanita ada pada pria
maupun wanita; hanya jumlah relatifnya yang berbeda.
Pada kehidupan kemudian yaitu pada masa pubertas, organ-organ seks
tumbuh dengan cepat dan pengeluaran hormon meningkat. Ciri-ciri seksual
kedua, yaitu pembesaran payudara, bentuk tubuh, pita suara, jumlah dan
permukaan rambut muka, berkembang dibawah pengaruh hormon estrogen
dan endogen selama masa pubertas. Bukan hanya tubuh, tetapi otak,
nampaknya diorganisir oleh hormon seks untuk mempengaruhi seseorang
untuk berperilaku sebagai laki-laki atau perempuan. Kini jelas dalam kasus
binatang tingkat yang lebih rendah, dimana organisasi anatomis dari bagianbagian tertentu dari otak (khususnya hypothalamus) dapat diubah oleh
pemberian hormon dalam kehidupan awal mereka (Gorski, dkk. dalam
Morgan, dkk. 1986).

2. Hormon Seks dan Peran Penggiatannya


Tingkat yang lebih tinggi atau tingkat yang normal dari sirkulasi
hormon seks dalam darah mengaktifkan atau memicu perilaku seksual untuk
spesies betina pada binatang tingkat lebih rendah. Ketika tingkatan estrogen
dalam darah meningkat selama siklus reproduksi, betina pada banyak spesies
ada pada masa estrus, atau panas, dan secara aktif akan mengatur perilaku
seksualnya; ketika tidak pada masa estrus, mereka secara umum tidak acuh
pada cumbuan spesies jantan.
Stimuliasasi eksternal, kebiasaan, dan sikap nampaknya menjadi lebih
penting daripada hormon dalam mengaktifkan perilaku seksual pada para
gadis dan wanita. Pada pejantan (pada binatang tingkat rendah dan manusia)
suatu tingkat tertentu dari endrogen, terutama testosteron, harus ada untuk
terjadinya perilaku seksual. Peningkatan di atas tingkat threshold akan tidak
terjadi pengaruh atau hanya sedikit berpengaruh pada motivasi dan perilaku
seksual pria (Berman & Davidson dalam Morgan, dkk; 1986).
3. Stimulus Luar, Belajar, dan Perilaku Seksual
Stimulus luar memainkan suatu peran pada perilaku seksual semua
binatang, tetapi stimulus luar itu terutama penting dalam mengaktifkan
motivasi seksual pada binatang tingkat tinggi dan manusia. Manusia yang
secara hormonal siap digetarkan secara seksual oleh perkataan orang lain,
wajah, gaya, suara, cara berpakaian dan wewangian orang lain. Dengan kata
lain, kebanyakan perilaku seksual dihidupkan oleh stimulus yang bertindak
sebagai insentif atau penguat.
D. PERILAKU REPRODUKSI
Reproduksi adalah suatu proses biologis di mana organisme baru
diproduksi. Reproduksi adalah cara dasar mempertahankan diri yang
dilakukan oleh semua bentuk kehidupan. Salah satu bentuk perilaku
reproduksi adalah adanya perilaku dari respon seksual. Daya tarik atau gairah
seksual merupakan tahap yang paling bersifat individual pada respons seksual

manusia. Respon seksual merupakan respon fisik atau respon tubuh terhadap
rangsangan-rangsangan seksual. Aspek-aspek fisik dari pemenuhan seksual,
yang biasanya sama dengan pencapaian orgasme, sama untuk kaum laki-laki
dan perempuan dengan respon-respon fisiologis yang terjadi di dalam alat
kelamin mereka. Respon-respon fisiologis memiliki dua bentuk:
a. Vasocongestion (kongesti vaskular)
Dimana ada aliran darah yang meningkat ke dalam jaringan erektil
sehingga jaringan erektil tersebut membesar dan mengeras.
b. Myotonia
Dimana otot-otot berkontraksi. Refleks yang diaktivasi di medulla spinalis
dimodulasi oleh sistem saraf pusat yang lebih tinggi dan mengendalikan
setiap responsnya.
Master dan Johnson (1966) menyatakan bahwa terdapat empat fase
yang dialami oleh wanita maupun pria ketika melakukan aktivitas seksual,
yaitu :
a. Excitement Phase
Excitement Phase (fase eksitasi) yaitu ketertarikan seksual yang
dirangsang oleh stimulus psikologis atau fisiologis. Pada fase ini,
peningkatan aliran darah pada organ genital mulai terjadi.
Pada pria, peningkatan aliran darah menyebabkan penis menjadi ereksi.
Ereksi terjadi dengan vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) pada otot
polos lakunar penis yang akan menyebabkan penis menjadi besar dan keras.
Rangsangan erektil dapat bersifat psikogenik atau somatogenik. Rangsangan
psikogenik dapat meliputi rangsangan sensoris terhadap imajinasi atau visual
langsung, termasuk gambar erotis. Sinyal ini diintegrasikan di dalam sistem
limbik otak dan ditransmisikan melalui jalur desendens ke medulla spinalis.
Sinyal kemudian berjalan melalui saraf eferen otonom dan visceral menuju
penis. Rangsangan somatogenik melalui sentuhan pada penis atau perineum
di sekelilingnya. Rangsangan taktil ini secara refleks akan mengaktivasi
serabut eferen yang sama seperti jalur medulla spinalis. Refleks taktil ini
biasanya tetap ada setelah transeksi medulla spinalis. Ereksi pada fase ini

dapat cukup rentan terhadap sinyal eksternal dan dapat berakhir tanpa
progresi ke fase berikutnya. Perubahan keadaan fisik sekitar, misalnya suara
bising yang tiba-tiba, dapat menganggu ereksi penis pada fase ini.
Pada wanita, peningkatan aliran darah menyebabkan adanya lubrikasi
pada vagina. Lubrikasi vagina dimulai 10-30 detik setelah menerima
rangsangan yang menggairahkan dan berlanjut secara progresif hingga
mencapai orgasme. Semakin lama fase eksitasi dan plato, semakin banyak
produksi cairan pelumas vagina. Klitoris membengkak sebagai akibat dari
vasocongestion. Dua pertiga bagian atas vagina juga melebar dan memanjang
selama fase ini. Keadaan ini membuat uterus terdorong ke atas ke arah pelvis
palsu, mengembalikan letak serviks di atas dasar vagina dan membuat
tenda pada permukaan vagina tengah. Perubahan ini menyebabkan
pembesaran diameter vagina. Labia minor menjadi bertambah besar akibat
pengumpulan darah selama fase ini. Pembesaran labia minor ini
menyebabkan labia mayor bergeser ke atas dan menjauh dari introitus vagina.
Peningkatan diameter labia minor bertambah setidaknya 1 cm dari panjang
vagina fungsional.
Pada pria maupun wanita, puting dapat mengeras dan menjadi tegak
karena adanya kontraksi pada serat otot. Peningkatan denyut jantung dan
tekanan darah juga terjadi.
b. Plateau Phase
Fase plato dimana keadaan bergairah meningkat. Pada pria, ukuran
testis membesar dan skrotum beserta testis turun ke arah perineum. Terdapat
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah sistolik. Sesaat sebelum
ejakulasi, terjadi rona kemerahan yang hangat di sekitar abdomen atas,
batang tubuh, leher dan wajah. Terdapat peningkatan ketegangan otot yang
difus dan mendekati maksimal di seluruh tubuh. Emisi dengan cepat terjadi
sebelum ejakulasi. Selama emisi, kontraksi otot di dalam kelenjar prostat, vas
deferens, dan vesikula seminalis diinduksi dan selanjutnya plasma semen
serta spermatozoa dikeluarkan ke dalam uretra bagian posterior.

Pada wanita, terjadi warna kemerah-merahan pada labia minor yang


menyertai kongesti vaskular. Selama koitus, penetrasi penis ke dalam vagina
dapat meningkatkan gairah seksual wanita dengan merangsang secara tidak
langsung pada klitoris yang mengalami retraksi.
c. Orgasme Phase
Orgasme atau klimaks dirasakan sebagai pelepasan dari ketegangan
seksual yang meledak dan menyenangkan. Orgasme pada laki-laki dan
perempuan melibatkan kontraksi-kontraksi yang berirama di dalam organorgan reproduksi, yang memuncak di dalam sebuah pengeluaran klimaks
(ejakulasi) yang sangat nikmat.
Pada pria, bagian pertama dari orgasme melibatkan kontraksi vas
deferens, vesikula seminalis, dan prostat yang mengalirkan semen (air mani)
ke posisi dasar uretra. Pada pria juga terjadi perubahan somatik maksimal
pada sistem kardiovaskular dan ketegangan otot umum. Ejakulasi semen dari
penis menandai tingginya orgasme. Biasanya ejakulasi disertai dengan
pelepasan seksual dan perasaan senang yang memuncak. Proses ejakulasi
pertama-tama melibatkan pengeluaran cairan semen ke dalam saluran
kencing oleh berbagai macam kelenjar yang terlibat (emisi). Tahapan kedua
adalah ejakulasi, dimana satu kontraksi refleks terakhir dari saluran kencing,
organ-organ reproduksi dan otot-otot dengan keras mengeluarkan cairan
semen dari saluran kencing yang membuka.
Kontraksi otot pada organ reproduksi juga terjadi pada wanita. Gejolak
seks, yang juga menimbulkan keluarnya keringat, dapat terjadi di seluruh
tubuh wanita. Pada wanita, bagian luar vagina berkontraksi secara berirama
tetapi dua pertiga bagian dalam tidak berkontraksi. Rahim dan otot-otot
pangkal panggul dan perut bagian bawah juga berkontraksi, yang memuncak
ketegangan akhir yang nikmat. Namun, perempuan mungkin juga mengalami
lebih dari satu kali orgasme yang intensitasnya mungkin berbeda-beda. Pada
laki-laki dan perempuan, tahapan orgasme yang jelas terjadi hanya beberapa
detik.

d. Resolution Phase
Fase resolusi di mana gairah seksual akan menghilang. Resolusi
biasanya membutuhkan waktu selama 15 sampai 30 menit setelah orgasme.
Namun, ketika orgasme tidak terjadi, resolusi bisa membutuhkan waktu
sampai 1 jam. Perubahan-perubahan fisiologis ini berhubungan dengan
kembalinya gairah dan orgasme ke garis dasar. Walaupun pria dan wanita
melalui fase respons seksual yang sama, namun keduanya berbeda dalam
durasi dan intensitas setiap tahapan seksual.
Pengecilan penis selama fase ini terjadi dalam dua tahap berbeda. Tahap
pertama pada involusi penis terjadi sangat cepat. Ukuran penis mengecil dari
ereksi penuh hingga setengah lebih besar daripada keadaan biasa tanpa
stimulasi. Penis tidak dapat distimulasi atau refrakter total selama tahap
pertama ini. Tahap kedua merupakan proses yang lebih lama yang
mengembalikan penis ke ukuran normal. Secara progresif penis mendapatkan
kembali kemampuan responsifnya. Pada wanita, terjadi dekongesti labia,
mengecilnya klitoris, dan relaksasi vagina.
e. Fertilisasi
Fertilisasi adalah suatu peristiwa penyatuan antara sperma dengan sel
telur di tuba fallopi. Pada saat kopulasi antara pria dan wanita (coitus),
dengan ejakulasi sperma dari saluran reproduksi pria di dalam vagina wanita,
akan dilepaskan cairan mani yang berisi sperma ke dalam saluran reproduksi
wanita.
Jika kopulasi terjadi dalam sekitar masa ovulasi (disebut masa subur
wanita), maka ada kemungkinan sel sperma dalam saluran reproduksi wanita
akan bertemu dengan sel telur wanita yang baru dikeluarkan pada saat
ovulasi.
Untuk menentukan masa subur, dipakai 3 patokan, yaitu:
1. Ovulasi terjadi 14 2 hari sebelum haid yang akan datang.
2. Sperma dapat hidup & membuahi dalam 2-3 hari setelah ejakulasi.
3. Ovum dapat hidup 24 jam setelah ovulasi.

Pertemuan atau penyatuan sel sperma dengan sel telur inilah yang
disebut sebagai pembuahan atau fertilisasi. Dalam keadaan normal in vivo,
pembuahan terjadi di daerah tuba fallopi umumnya di daerah ampula /
infundibulum.
Proses Fertilisasi
Spermatozoa bergerak cepat dari vagina ke dalam rahim, masuk ke
dalam tuba. Gerakan ini mungkin dipengaruhi juga oleh peranan kontaksi
miometrium dan dinding tuba yang juga terjadi saat kopulasi.
Ovum yang dikeluarkan oleh ovarium, ditangkap oleh fimbrae dengan
umbai pada ujung proksimalnya dan dibawa ke dalam tuba fallopi. Ovum
yang dikelilingi oleh perivitelina, diselubungi oleh bahan opak setebal 510
m, yang disebut zona pelusida. Sekali ovum sudah dikeluarkan, folikel akan
mengempis dan berubah menjadi kuning, membentuk korpus luteum.
Sekarang ovum siap dibuahi apabila sperma mencapainya.
Dari 60 100 juta sperma yang diejakulasikan ke dalam vagina pada
saat ovulasi, beberapa juta berhasil menerobos saluran heliks di dalam mukus
serviks dan mencapai rongga uterus, beberapa ratus sperma dapat melewati
pintu masuk tuba fallopi yang sempit dan beberapa diantaranya dapat
bertahan hidup sampai mencapai ovum di ujung fimbrae tuba fallopi. Hal ini
disebabkan karena selama beberapa jam, protein plasma dan likoprotein yang
berada dalam cairan mani diluruhkan. Reaksi ini disebut reaksi kapasitasi.
Setelah reaksi kapasitasi, sperma mengalami reaksi akrosom, terjadi setelah
sperma dekat dengan oosit. Sel sperma yang telah menjalani kapasitasi akan
terpengaruh oleh zat zat dari korona radiata ovum, sehingga isi akrosom
dari daerah kepala sperma akan terlepas dan berkontak dengan lapisan korona
radiata.
Pada saat ini dilepaskan hialuronidase yang dapat melarutkan korona
radiata, trypsine like agent dan lysine zone yang dapat melarutkan dan
membantu sperma melewati zona pelusida untuk mencapai ovum. Hanya satu
sperma yang memiliki kemampuan untuk membuahi, karena sperma tersebut

memiliki konsentrasi DNA yang tinggi di nukleusnya, dan kaputnya lebih


mudah menembus karena diduga dapat melepaskan hialuronidase. Sekali
sebuah spermatozoa menyentuh zona pelusida, terjadi perlekatan yang kuat
dan penembusan yang sangat cepat. Setelah itu terjadi reaksi khusus di zona
pelusida (zone reaction) yang bertujuan mencegah terjadinya penembusan
lagi oleh sperma lainnya. Dengan demikian, sangat jarang sekali terjadi
penembusan zona oleh lebih dari satu sperma.
Pada saat sperma mencapai oosit, terjadi:
a.Reaksi zona / reaksi kortikal pada selaput zona pelusida.
b.Oosit menyelesaikan pembelahan miosis keduanya, menghasilkan oosit
definitif yang kemudian menjadi pronukleus wanita.
c.Inti sperma membesar membentuk pronukleus pria.
d.Ekor sel sperma terlepas dan berdegenerasi.
e.Pronukleus pria dan wanita. Masing masing haploid bersatu dan
membentuk zygot yang memiliki jumlah DNA genap / diploid.

Gambar. Pembuahan Ovum


Keterangan :
A, B, C dan D : Ovum dengan korona radiata
E : Ovum dimasuki spermatozoa

F dan G : Pembentukan benda kutub kedua dan akan bersatunya kedua


pronukleus yang haploid untuk menjadi zigot
Hasil utama pembuahan :
- Penggenapan kembali jumlah kromosom dari penggabungan dua paruh
haploid dari ayah dan dari ibu menjadi suatu bakal baru dengan jumlah
kromosom diploid.
- Penentuan jenis kelamin bakal individu baru, tergantung dari kromosom
X atau Y yang dikandung sperma yang membuahi ovum tersebut.
- Permulaan pembelahan dan stadium stadium pembentukan dan
perkembangan embrio (embriogenesis).
Perilaku Terkait Reproduksi dan Testosteron Laki-laki
Peran penting yang diamainkan oleh hormon-hormon gonodal dalam
pengaktifan perilaku seksual laki-laki didemonstrasikan dengan jelas oleh
efek-efek orkidetomi yang mengakseksualisasi. Bremer (1959) mereview
157 kasus orang norwegia yang diorkidektomi. Banyak yang melakukan
penyerangan terkait seksual dan setuju untuk dikastrasi untuk mengurangi
masa hukuman penjaranya.
Dua generalisasi penting yang dapat ditarik dari studi Bremer. Yang
pertama adalah orkidektomi menyebabkan berkurangnya minat dan perilaku
seksual. Yang kedua adalah tingkat dan derajat kehilangan yang bervariasi.
Sekitar separuh laki-laki menjadi sepenuhnya aseksual dalam waktu
beberapa minggu setelah operasi; yang lain dengan cepat kehilangan
kemampuannya untuk mencapai ereksi tetapi masih terus mengalami minat
dan kenikmatan seksual; dan sebagian kecil masih terus berhasil
berkopulasi. Berbagai perubahan bentuk tubuh pun terjadi misalnya
berkurangnya rambut di batang tubuh, anggota badan (kaki tangan) dan
wajah, deposisi lemak di pinggul dan dada, kulit yang melembut dan
berkurangnya kekuatan.
Sejak percobaan klinis pertama ini, testosteron telah memberi napas
seksualitas ke kehidupan banyak laki-laki. Akan tetapi, testosteron tidak

mengeliminasi sterilitas (ketidakmampuan untuk bereproduksi) laki-laki


yang tidak memiliki testis fungsional.
Penyimpangan-penyimpangan Dalam Perilaku Seksual, antara lain:
a. Homoseksual
Homoseksual merupakan kelainan seksual berupa disorientasi pasangan
seksualnya. Disebut gay bila penderitanya laki-laki dan lesbi untuk penderita
perempuan. Hal yang memprihatinkan disini adalah kaitan erat antara
homoseksual dengan peningkatan risiko AIDS.
b. Sadomasokisme
Sadisme seksual termasuk kelainan seksual. Dalam hal ini kepuasan
seksual diperoleh bila mereka melakukan hubungan seksual dengan terlebih
dahulu menyakiti dan menyiksa pasangannya. Sedangkan masokisme
seksual merupakan kebalikan dari sadisme seksual. Seseorang dengan
sengaja membiarkan dirinya disakiti atau disiksa untuk memperoleh
kepuasan seksual.
c. Ekshibisionisme
Penderita

ini

akan

memperoleh

kepuasan

seksualnya

dengan

memperlihatkan alat kelamin mereka kepada orang lain yang sesuai dengan
kehendaknya. Bila korban terkejut, jijik dan menjerit ketakutan, ia akan
semakin

terangsang.

Kondisi

begini

sering

diderita

pria

dengan

memperlihatkan penisnya yang dilanjutkan dengan masturbasi hingga


ejakulasi.
d. Voyeurisme
Penderita kelainan ini akan memperoleh kepuasan seksual dengan cara
mengintip atau melihat orang lain yang sedang telanjang, mandi atau bahkan
berhubungan

seksual.

Setelah

melakukan

kegiatan

mengintipnya,

ejakulasinya dilakukan dengan cara bermasturbasi setelah atau selama


mengintip atau melihat korbannya.

e. Fetishisme
Penderita kelainan ini, aktivitas seksualnya disalurkan melalui
bermaturbasi dengan breast holder, celana dalam, kaos kaki atau benda lain
yang dapat meningkatkan hasrat atau dorongan seksual.
f. Pedophilia
Adalah orang dewasa yang suka melakukan hubungan seks/kontak fisik
yang merangsang dengan anak di bawah umur.
g. Bestially
Adalah manusia yang suka melakukan hubungan seks dengan binatang
seperti kambing, kerbau, sapi, kuda, ayam, bebek, anjing, kucing, dan
lainnya.
h. Frotteurisme
Yaitu suatu bentuk kelainan seksual dimana seorang laki-laki
mendapatkan

kepuasan

seks

dengan

jalan

menggesekkan

menggosokkan alat kelaminnya ke tubuh perempuan di tempat umum.

atau

BAB III
KESIMPULAN
Dari teori motivasi, motif seks dan perilaku reproduksi yang telah
dijelaskan diatas, didapatkan kesimpulan bahwa motivasi adalah proses dinamis
yang ada dalam diri individu yang mendorong dan mengarahkan perilaku untuk
mencapai tujuan tertentu sebagai usaha perwujudan motif. Ada beberapa motif
yang telah dibahas dalam makalah ini, yaitu motif biologis, seks dan perilaku
reproduksi. Motif biologis sebagian datang dari kondisi fisiologis untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh, sedangkan motif seks diperlukan untuk
kelangsungan hidup spesies tersebut. Motivasi seksual lebih dipengaruhi oleh
informasi pancaindera dan lingkungan. Reproduksi adalah suatu proses biologis di
mana organisme baru diproduksi. Perilaku reproduksi adalah cara dasar
mempertahankan diri yang dilakukan oleh semua bentuk kehidupan. Salah satu
bentuk perilaku reproduksi adalah adanya perilaku dari respon seksual.

DAFTAR PUSTAKA
Endraswara,Suwardi.2005. Seksologi Jawa. Yogyakarta: Buana Pustaka
Hall, Calvin S., Lindzey Gardner & Campbell John B. (1998). Theories of
Personality 4th edition. New York: John Wiley & Sons, inc
Heffner, L. J., Schust, D. J. 2006. At a Glance Sistem Reproduksi (The
Reproduction System at a Glance) Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga.
Kartono, Kartini, Gulo, Dali. 1982. Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya
Moeloek, F. A., 2002. Etika dan Hukum Teknik Reproduksi Buatan. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Bagian Obstetri dan Ginekologi.
Moore H, Frisher. 1987.
Rosdakarya

Hubungan

Masyarakat.

Bandung:

PT. Remaja

Morgan, C.T., dkk. 1986. Introduction to Psychology (7 th. Ed.). Singapore:


McGraw Hill Book Co
Nash, B., Gilbert, P. 2006. Panduan Kesehatan Seksual. Jakarta : Prestasi
Pustakaraya.
Pinel, J, P, J. (2009). Biopsikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Anda mungkin juga menyukai