Makalah
ini
secara
khusus
termotivasi
oleh
masukan
yang
diserahkan
pada
UNFCCC
oleh
The
Amazon
Environmental
Research
Institute
(IPAM),
Conservation
International,
Environmental
Defense
Fund,
Natural
Resources
Defense
Council,
Rainforest
Alliance,
The
Nature
Conservancy,
Union
of
Concerned
Scientists,
Wildlife
Conservation
Society,
and
World
Vision
International
dalam
makalah
mereka,
Views
on
the
new
market
based
mechanism:
using
markets
for
the
full
implementation
of
REDD++.
http://unfccc.int/resource/docs/2011/smsn/ngo/223.pdf
2
UNFCCC
AWG
LCA
(2011)
Views
on
the
elaboration
of
market-based
mechanism,
submissions
from
parties.
http://unfccc.int/resource/docs/2011/awglca14/eng/misc02.pdf.
3
Report
of
the
Conference
of
the
Parties
on
its
sixteenth
session,
diadakan
di
Cancun
pada
29
November
sampai
10
December
2010
http://unfccc.int/resource/docs/2010/cop16/07a01.pdf#page=2
4
http://unfccc.int/files/meetings/cop_16/application/pdf/cop16_lca.pdf
(paragraf
80-82).
5
Untuk
informasi
lebih
jauh
mengenai
offset,
lihat:
Bullock
et.al
(2009)
Offsetting:
a
dangerous
distraction.
Friends
of
the
Earth
Inggris,
Wales,
dan
Irlandia
Utara.
http://www.foe.co.uk/news/dangerous_distraction)20319.html
Kalaupun
emisi
dan
pengurangan
emisi
dapat
diukur
secara
akurat
sehingga
perdagangan
dengan
tingkatan
kepatuhan
(compliance-grade
trading)
dapat
dilakukan,
biaya
untuk
menghasilkan
kredit
karbon
hutan
yang
akan
diperdagangkan
masih
belum
jelas
dan
hampir
pasti
lebih
tinggi
daripada
biaya
yang
saat
ini
diasumsikan.
Keyakinan
bahwa
REDD+
merupakan
pilihan
penghentian
kerusakan
berbiaya
rendah
didasarkan
hanya
pada
metodologi
biaya
peluang
(opportunity
cost)
dan
kurva
biaya
penghentian
kerusakan
yang
dihasilkan
oleh
perusahaan
konsultan
manajemen
global,
McKinsey
and
Company.
Akan
tetapi,
kini
bahkan
McKinsey
mengakui
bahwa
metodologi
biaya
peluang
mendistorsi
biaya
penerapan
REDD+
yang
sesungguhnya
(lihat
Mitos
no.
2).6
Sebagai
contoh,
biaya
pengawasan
dan
pengukuran
karbon
akan
meningkat
secara
eksponensial
seiring
dengan
meningkatnya
akurasi
dan
telah
jelas
bahwa
penghitungan
karbon
adalah
faktor
biaya
yang
sangat
dominan
dalam
sebagian
besar
pengembangan
proyek.7
Lebih
jauh
lagi,
perhitungan
pencegahan
deforestasi
(avoided
deforestation)
dalam
proyek
yang
ada
saat
ini
menggunakan
angka-angka
anggapan
(default)
dan
bukan
perhitungan
dari
waktu
ke
waktu.8
Proyek-proyek
yang
menerapkan
pengukuran
di
tempat
(on-site
measurement)
untuk
menentukan
kandungan
karbon
di
sebuah
wilayah
harus
mengkompromikan
akurasi
agar
biaya
akunting
karbon
dapat
dijangkau
oleh
pihak
pengaju
proyek.
Biaya
untuk
melakukan
MRV9
karbon
hutan
dengan
tingkat
akurasi
yang
diperlukan
untuk
dapat
melakukan
perdagangan
karbon
memang
belum
dapat
dipastikan,
namun
angkanya
tidak
akan
lebih
rendah
dari
harga
karbon
saat
ini
(sekitar
13
per
ton)
atau
bahkan
harga
tertinggi
karbon
sepanjang
sejarah
(sekitar
30
per
ton).10
Kalaupun
kita
menerima
asumsi
bahwa
REDD+
sebagai
sebuah
mekanisme
offset
tidak
dapat
mengurangi
emisi,
tetapi
dapat
mengurangi
biaya
pengurangan
emisi
(bahwa
mengurangi
emisi
dari
deforestasi
lebih
murah
daripada
mengurangi
emisi
dari
industri),
tetap
ada
pertanyaan
mengenai
siapa
yang
akan
menerima
manfaatnya
dan
siapa
yang
akan
menanggung
akibat
dari
efektivitas
biaya
ini.
Mengizinkan
para
penghasil
polusi
terbesar
di
negara-negara
penghasil
polusi
tertinggi
untuk
menghindari
kewajiban
mengurangi
emisi
mereka
dengan
membeli
offset
REDD+
yang
harganya
murah
hanya
akan
menunda
dilakukannya
perubahanperubahan
mendesak
dalam
hal
infrastruktur
energi
kita.
Offset
memang
memungkinkan
dilakukannya
manajemen
biaya
dalam
jangka
pendek,
tapi
justru
akan
menimbulkan
biaya
yang
jauh
lebih
tinggi
dalam
jangka
panjang.
Sementara
itu,
tindakan
yang
sejati
dan
sungguh-sungguh
untuk
menghentikan
perubahan
iklim
terus
mengalami
penundaan.
Mitos
no.
2:
Biaya
untuk
menurunkan
deforestasi
sebesar
50%
diperkirakan
berjumlah
12-
35
miliar
dollar
AS
per
tahun.
Menggalang
dana
sebesar
itu
akan
memangkas
tingkat
deforestasi
menjadi
setengahnya.
Lihat
misalnya
Greenpeace
(2011)
Bad
Influence
_
how
McKinsey-inspired
plans
lead
to
rainforest
destruction;
http://www.greenpeace.org/internationa;/en/publications/reports/Bad
influence/;
UCL
Energy
Institute
(2011)
Marginal
Abatement
Cost
Curves:
A
call
for
caution;
McKinsey
and
Co.
(2011)
McKinsey
greenhouse
gas
abatement
cost
curve
setting
the
record
straight;
Dyer
N,
Counsell
S
(2010)
McREDD+:
how
McKinsey
cost-curves
are
distorting
REDD+.
London:
Rainforest
Foundation
UK.
7
The
Munden
Project
(2011)
REDD+
and
Forest
h.9
http://www.mundenproject.com/forestcarbonreport2.pdf
8
Densham
A
et.al.
(2009)
Carbon
scam:
Noel
Kempff
Climate
Action
Project
and
the
push
for
sub-national
forest
offsets.
Amsterdam:
Greenpeace
International.
9
Monitoring,
reporting,
and
verification
10
http://www.pointcarbon.com/
Angka-angka
di
atas
didasarkan
pada
perhitungan
biaya
peluang
yang
dilandaskan
pada
asumsi-asumsi
ekonomi
yang
salah
dan
dapat
sangat
mendistorsi
biaya
yang
sesungguhnya.
Perkiraan
berdasarkan
biaya
peluang
hanya
mewakili
satu
jenis
biaya
yang
diasosiasikan
dengan
REDD+
dan
tidak
mempertimbangkan
biaya-biaya
lainnya,
misalnya
biaya
transaksi,
biaya
implementasi,
dan
biaya
kelembagaan.
Biaya
peluang
didasarkan
pada
manfaat
finansial
bagi
pemilik
lahan
yang
diproyeksikan
akan
hilang
jika
ia
tidak
merusak
atau
menurunkan
kualitas
hutan.
Oleh
karena
itu,
biaya
peluang
untuk
tidak
mengalihgunakan
hutan
menjadi
lahan
pertanian
sangat
bervariasi,
bergantung
pada
penggunaan
lahan
yang
juga
bervariasi.
Secara
umum,
subsistensi
tidak
menghasilkan
nilai
ekonomi
yang
dapat
dikuantifikasi
sehingga
biaya
peluang
yang
dihitung
dari
penghentian
pertanian
ladang
berpindah
sangat
kecil.
Sementara
itu,
biaya
peluang
untuk
membayar
para
pemegang
konsesi
untuk
tidak
mengalihgunakan
hutan
menjadi
perkebunan
kelapa
sawit
bernilai
setidaknya
2000
dollar
per
hektar.
Jika
penerapan
REDD+
didasarkan
pada
biaya
peluang,
para
pengguna
hutan
termiskin
akan
mendapat
manfaat
terkecil
dalam
rasio
yang
sangat
timpang.
Padahal,
biaya
aktual
untuk
menghentikan
penggunaan
lahan
hutan
oleh
para
petani
subsisten
(misalnya
dengan
meningkatkan
teknik
pertanian,
mencarikan
mata
pencarian
alternatif,
atau
merelokasi
mereka)
jauh
lebih
tinggi
daripada
biaya
peluang
yang
diperhitungkan
secara
sangat
sederhana
dengan
jumlah
yang
sangat
rendah.
Selain
itu,
jika
para
pengguna
subsisten
diidentifikasi
secara
tidak
tepat
sebagai
agen
utama
deforestasi,
upaya
mencarikan
mereka
mata
pencarian
alternatif
tidak
akan
memperlambat
atau
menghentikan
kehancuran
hutan.
Pendekatan
biaya
peluang
cenderung
menganut
prinsip
satu
ukuran
untuk
semua
untuk
mencegah
deforestasi,
yakni
melalui
pemberian
insentif
atau
bayaran
kepada
pemilik
lahan.
Pendekatan
ini
tidak
menjawab
pertanyaan
mengenai
apakah
seluruh
biaya
peluang
yang
diperhitungkan
harus
diberi
kompensasi
yang
setara.
Pendekatan
ini
juga
tidak
mengindahkan
adanya
interaksi
di
antara
berbagai
pengarah
kebijakan
dalam
upaya
mengurangi
laju
deforestasi.11
Untuk
menghasilkan
kebijakan
yang
bersifat
saling
melengkapi,
kita
harus
mempertimbangkan
berbagai
imperatif
(hukum
dan
berbagai
peraturan)
dan
juga
kapasitas
(kemampuan
untuk
menegakkan
peraturan
dan
untuk
menyediakan
tata
kelola
hutan
yang
baik),
bukan
sekadar
pemberian
insentif
(pembayaran
REDD+).12
Mitos
no.
3:
Pendanaan
melalui
perdagangan
karbon
berperan
penting
bagi
REDD+
dalam
jangka
panjang
dengan
menyediakan
pendanaan
yang
berkelanjutan
dan
efisien
dalam
jumlah
yang
diperlukan.
Pada
mulanya,
perdagangan
karbon
dirancang
sebagai
sebuah
langkah
perantara
untuk
membantu
transisi
menuju
perekonomian
rendah
karbon.
Oleh
karena
itu,
pasar
karbon
dirancang
untuk
memiliki
masa
hidup
yang
terbatas.
Berbagai
pihak
menyatakan
bahwa
jika
pasar
karbon
terus
berlangsung
hingga
pertengahan
abad
ini,
hal
itu
berarti
bahwa
aktivitas-
aktivitas
untuk
memitigasi
perubahan
iklim
telah
gagal.
Oleh
karena
itu,
keberlanjutan
pendanaan
dari
perdagangan
karbon
bergantung
secara
struktural
pada
gagalnya
pengurangan
emisi
secara
adekuat
di
negara-negara
industri.
Mengingat
urgensi
diambilnya
11
Dyer
N.
Counsell
S
(2010)
McREDD:
how
Mckinsey
cost-curves
are
distorting
REDD+.
Rainforest
Foundation
UK.
http://www.rainforestfoundationuk.org/filesMcKinsey%20&%20Company%20-
%20Southeast%20Asia%20%Complex%20-%20Knowldge.pdf
12
Dyer
N.
Counsell
S
(2010)
McREDD:
how
Mckinsey
cost-curves
are
distorting
REDD+.
Rainforest
Foundation
UK.
http://www.rainforestfoundationuk.org/filesMcKinsey%20&%20Company%20-
%20Southeast%20Asia%20%Complex%20-%20Knowldge.pdf
UK
Climate
Change
Committee:
letter
to
Climate
Change
Secretary
Chris
Huhne,
9
September
2010.
http://downloads.theccc.org.uk.s3.amazonaws.com/Renewables%20letter%20Sept2010/LetterDavidKennedy_C
hrisHuhneMP_090910.pdf
14
Stern
Review
(2007)
The
economics
of
climate
change:
the
Stern
Review.
Cambridge:
Cambridge
University
Press,
h.
571.
15
IPCC,Summary
for
Policymakers,
in:
M.L.
Parry
et
al
eds.
Climate
Change
2007:
Impacts,
Adaptation,
and
Vulnerability.
Kontribusi
Kelompok
Kerja
II
untuk
Fourth
Assessment
Report
dari
Intergovernmental
Panel
on
Climate
Change
(Cambridge
University
Press,
2007).
16
Lihat:
http://archive.wri.org/page.cfm?id=2468&z=?
untuk
ringkasan
Rencana
Aksi
Hutan
Tropis,
dikeluarkan
pada
tahun
1985
oleh
Organisasi
Pangan
dan
Pertanian
Perserikatan
Bangsa-Bangsa
(FAO)
dengan
tiga
organisasi
internasional
lainnya.
TPAF
ini
gagal
mengurangi
tingkat
deforestasi
maupun
membelanjakan
uang
yang
telah
diberikan
dan
dikritik
secara
luas
karena
gagal
menstimulasi
reformasi
keembagaan
dan
kebijakan
di
tingkat
nasional.
besar
draft
strategi
REDD+
nasional
hanya
berfokus
pada
aspek-aspek
teknis
untuk
mengukur
karbon
hutan
dan
mengabaikan
kebutuhan
akan
reformasi
tata
kelola
yang
mendasar.17
Kecuali
faktor-faktor
mendasar
yang
mendorong
terjadinya
deforestasi
ditangani,
ancaman
terhadap
hutan
akan
terus
berlangsung.
Di
samping
itu,
sejak
dulu,
hutan
memang
sudah
bernilai
tinggi
bagi
komunitas-komunitas
yang
kehidupan
dan
kebudayaannya
bergantung
pada
hutan.
Akan
tetapi,
berbagai
pola
penggunaan
hutan
ini
seringkali
tidak
diakui
secara
resmi
sehingga
nilai
penggunaan
hutan
jenis
ini
tidak
diperhitungkan
dalam
kalkulasi
ekonomi
konvensional.
Mitos
no.
5:
REDD+
secara
khusus
akan
memetik
manfaat
dari
pergeseran
kebijakan
dari
perdagangan
berbasis
proyek
menuju
perdagangan
berbasis
sektor
karena
sektor
kehutanan
sangat
sesuai
dalam
upaya
mitigasi
berbasis
sektor.
Sektor-sektor
yang
relevan
dalam
pengurangan
gas
rumah
kaca
atau
pencegahan
emisi
yang
tercantum
di
dalam
Konvensi18
(Pasal
4,
1c)
adalah
sektor
energi,
transportasi,
industri,
pengolahan
limbah,
kehutanan,
dan
pertanian.
Di
sektor-sektor
inilah
upaya-upaya
mitigasi
dibutuhkan.
Sektor-sektor
ini
sangat
berbeda
satu
sama
lain
sehingga
kebijakan
dan
program
yang
dibutuhkan
untuk
mengurangi
GRK
di
sektor-sektor
ini
juga
berbeda.
Sektor
energi
dan
industri,
misalnya,
mendapat
keuntungan
dari
pengembangan
teknologi
dan
sentralisasi
sumber
emisi.
Laporan
Carbon
Trust
Inggris
tahun
2008
yang
mengkaji
peluang
dan
prasyarat
untuk
menciptakan
pasar
karbon
global
menemukan
bahwa
sektor
penggunaan
lahan
(hutan
dan
pertanian)
tidak
dapat
diperbaiki
melalui
perdagangan
karbon
karena
mengandung
resiko
dan
biaya
transaksi
yang
tinggi
akibat
ketidakpastian
pengukuran
dan
sumber
emisi
yang
tercerai-berai.19
Sektor-sektor
yang
diperkirakan
hanya
akan
memberi
manfaat
dalam
jangka
panjang
atau
yang
manfaatnya
kurang
pasti
(misalnya
proyek-proyek
kehutanan
atau
upaya-upaya
untuk
mencegah
deforestasi)
kurang
kompetitif
dibandingkan
sektor-sektor
lainnya.
Hal
ini
dibuktikan
lebih
jauh
dengan
gagalnya
proyek-
proyek
kehutanan
untuk
memperoleh
bagian
serapan
yang
signifikan
dalam
Mekanisme
Pembangunan
Bersih
(Clean
Development
Mechanism/CDM).20
Mitos
no.
6:
Langkah-langkah
yang
signifikan
telah
diambil
untuk
memastikan
kualitas
metodologi
REDD+,
yaitu
dengan
menerapkan
pengukuran
yang
teliti,
mensyaratkan
pelaporan
dan
verifikasi,
serta
menentukan
level
acuan
yang
memastikan
unsur
penambahan
atau
additionality.
Dengan
demikian,
REDD+
dipastikan
akan
mampu
menghasilkan
kredit
yang
dapat
diverifikasi
dan
yang
sepadan
dengan
pengurangan
emisi
dari
sumber-sumber
lain.
Data
ilmiah
mengenai
pengukuran
stok
karbon
dan
fluks
dari
emisi
berbasis
lahan
yang
ada
pada
saat
ini
masih
sangat
tidak
presisi
dan
tidak
dapat
diverifikasi
sehingga
dapat
dipastikan
tidak
akan
mencapai
level
akurasi
yang
diperlukan
untuk
dapat
memperdagangkan
karbon
di
pasar
kepatuhan
(compliance
market).
Penggunaan
nilai-nilai
anggapan
(default)
dalam
kalkulasi
proyek
offset
telah
menyebar
luas
sementara
perkiraan
volume
karbon
yang
17
Dooley
K,
Griffiths;
T,
Martone
F.,
Ozinga
S
(2011)
Smoke
and
mirrors:
a
critical
assessment
of
the
Forest
Carbon
Partnership
Facility.
UK:
FERN/FPP.
http://www.fern.org/sites/fern.org/files/Smokeandmirrors_internet.pdf
18
http://unfccc.int/resource/docs/convkp/conveng.pdf
19
The
Carbon
Trust
(2008)
Global
Carbon
Mechanisms:
emerging
lessons
and
implications.
UK
Carbon
Trust,
h.
11.
20
Aforestasi
dan
reforestasi
hanya
mewakili
1
%
dari
total
proyek
CDM
(Mekanisme
Pembangunan
Bersih)
yang
belum
mengeluarkan
CERs
(Certified
Emission
Reductions)
satu
pun.
http://cdmpipeline.org/cdm-projects-
type/htm
tersimpan
di
dalam
berbagai
wilayah
hutan
sangat
bervariasi.21
Tidak
jarang
ditemukan
tingkat
kesalahan
sebesar
50%
atau
lebih22
dengan
tingkat
ketidakpastian
mencapai
30-40%
dalam
pengukuran
emisi
dari
perubahan
lahan
di
negara-negara
Uni
Eropa.23
Pernyataan
bahwa
ketidakpastian
dapat
diatasi
melalui
akunting
konservatif
semakin
diragukan
di
tengah
tingginya
tingkat
ketidakpastian
dalam
akunting
karbon
hutan.
Proses
menghasilkan
kredit
yang
sepadan
dengan
pengurangan
emisi
dari
sumber-sumber
lain
bersandar
pada
konsep
penambahan.
Dengan
demikian,
aktivitas-aktivitas
untuk
mengurangi
deforestasi
tidak
akan
dilakukan
tanpa
ada
prospek
pembayaran
melalui
REDD+.
Dengan
demikian,
pengurangan
emisi
tidak
akan
berlangsung
tanpa
adanya
insentif
tambahan
tersebut,
yang
kemudian
menjustifikasi
didistribusikannya
kredit
karbon
yang
dapat
diperdagangkan.
Untuk
menentukan
apakan
tindakan-tindakan
tersebut
berada
di
luar
apa
yang
sekiranya
akan
terjadi
tanpa
adanya
tindakan-tindakan
tersebut,
sebuah
level
acuan
(reference
level)
harus
ditetapkan
untuk
mengukur
pengurangan
yang
disebabkan
oleh
intervensi
yang
dilakukan
dan
bukan
hanya
kondisi
business
as
usual.
Seorang
ekonomis,
Romain
Rirard,
menunjukkan
bahwa
kapasitas
untuk
menentukan
level
acuan
menentukan
efisiensi
keekonomian
dari
mekanisme
tersebut.24
Jika
kita
tidak
dapat
menentukan
bahwa
intervensi
yang
dilakukan
memang
mendatangkan
perubahan
berdasarkan
skenario
acuan,
maka
kita
tidak
dapat
menentukan
apakah
uang
tersebut
tidak
sebaiknya
disalurkan
ke
tempat
lain
saja.
Ketika
level
acuan
digunakan
untuk
mengukur
pengurangan
emisi
yang
mendasari
kredit
offset
karbon,
hal
ini
juga
akan
menentukan
integritas
lingkungan
dari
mekanisme
tersebut:
jika
pengurangan
emisi
yang
menciptakan
offset
tetap
akan
berlangsung
dalam
keadaan
bagaimanapun
juga,
tingkat
emisi
secara
keseluruhan
justru
akan
meningkat.
Skenario
acuan
dapat
ditentukan
berdasarkan
sejarah
atau
berdasarkan
proyeksi
yang
sengaja
dimodelkan
untuk
mengukur
variabel-variabel
di
masa
depan.
Para
analis
telah
menunjukkan
bahwa
kedua
kategori
ini
bermasalah.25
Mengekstrapolasikan
tingkat
deforestasi
rata-rata
di
masa
lalu
dan
memproyeksikannya
ke
masa
depan
adalah
langkah
yang
tidak
kredibel.
Berbagai
skenario
yang
bersifat
prediktif
pun
tidak
dapat
diandalkan
karena
tingkat
deforestasi
di
masa
depan
dipengaruhi
oleh
banyak
sekali
faktor,
banyak
di
antaranya
tidak
dapat
diprediksikan.
Oleh
karena
itu,
banyak
negara
menolak
menentukan
level
acuan
atas
dasar
proyeksi.
Meskipun
demikian,
terdapat
ragam
pendekatan
yang
kredibel
untuk
menentukan
ada-
tidaknya
perubahan
berdasarkan
garis
batas
(baseline)
alternatif,
misalnya
perbaikan
kebijakan
yang
berkaitan
dengan
tata
kelola
atau
reformasi
tenurial
lahan
yang
dirancang
untuk
mengurangi
deforestasi
dan
mendeteksi
degradasi
melalui
perubahan
lanskap
hutan,
misalnya
fragmentasi
lanskap
hutan
yang
sebelumnya
tidak
dapat
diganggu-gugat
(dapat
21
Dua
studi
mengenai
stok
karbon
di
Peru
(tidak
dipublikasikan)
yang
menggunakan
dua
metodologi
yang
berbeda
menghasilkan
stok
karbon
yang
berbeda
dengan
perbedaan
mencapai
50
ton
karbon
per
hektar.
22
Kintisch
E
(2007)
Improved
monitoring
of
rainforests
helps
pierce
haze
of
deforestation.
Science.
316,
27
April,
hh.
536-537.
23
Komisi
Eropa,
Direktorat
Jenderal
Aksi
Iklim.
Ringkasan
laporan
mengenai
pekerjaan
yang
dilakukan
oleh
kelompok
Progam
Perubahan
Iklim
Eropa
(ECCP)
mengenai
Kebijakan
Iklim
untuk
Penggunaan
Lahan,
Perubahan
Penggunaan
Lahan
dan
Kehutanan
(LULUCF),
draft
ketiga,
September
2010.
24
Pirard
R
(2008)
The
fight
against
deforestation
(REDD+):
economic
implications
of
market-based
funding.
Paris:
IDDRI.
25
Karsenty
A,
Pirard
(2009)
Climate
Change
Mitigation:
Should
Avoided
Deforestation
Be
Rewareded?
Journal
of
Sustainable
Forestry,
28
dideteksi
melalui
jalan
yang
muncul
secara
tiba-tiba
dan
indikator-indikator
lainnya).26
Berdasarkan
hal
tersebut,
negara-negara
yang
dikatakan
telah
mencegah
deforestasi
diberi
imbalan.
Akan
tetapi,
pendekatan
ini
tidak
dapat
memastikan
emisi
yang
telah
dicegah
secara
teliti
dan
oleh
karenanya
tidak
dapat
digunakan
untuk
mengkuantifikasikan
pengurangan
emisi
karbon
dalam
periode
tertentu.
Dengan
kata
lain,
hal
ini
menghilangkan
kemungkinan
dibangunnya
mekanisme
kredit
karbon
yang
dapat
diperdagangkan.
Dicoretnya
offset
dari
daftar
juga
menghilangkan
resiko
peningkatan
emisi
global
secara
keseluruhan
jika
pengurangan
emisi
terbukti
tidak
memenuhi
unsur
penambahan.
Hal
ini
harus
menjadi
pertimbangan
penting
mengingat
parahnya
tingkat
krisis
iklim
saat
ini.
Mitos
no.
7:
Kekhawatiran
mengenai
potensi
resiko
membanjirnya
penawaran
REDD+
dalam
pasar
karbon
dapat
ditanggulangi
melalui
perancangan
kebijakan
dan
pasar,
termasuk
ditetapkannya
target-target
jangka
panjang
melalui
perbankan
dan,
jika
diperlukan,
batas
penggunaan
REDD+
dan
jenis-jenis
kredit
lainnya.
The
Carbon
Trust
mencatat
bahwa
tidak
adanya
proses
yang
disepakati
secara
internasional
untuk
menganalisis
interaksi
antara
penawaran
dari
mekanisme
perdagangan
karbon
dan
permintaan
yang
tersirat
dalam
target-target
emisi
di
masa
depan
adalah
kelemahan
tunggal
terbesar
dalam
proses
perundingan
saat
ini.27
Telah
tampak
jelas
bahwa
berakhirnya
periode
kewajiban
pertama
dalam
Protokol
Kyoto
pada
Desember
2012
akan
menciptakan
surplus
penawaran
yang
serius.
Oleh
karena
itu,
pemerintah
tidak
dapat
bersandar
pada
perdagangan
karbon
untuk
mendapatkan
harga
karbon
yang
cukup
tinggi
guna
mendorong
investasi
dalam
infrastruktur
rendah
karbon
dan
pengurangan
emisi
yang
cukup
tajam
tanpa
tersedianya
kredit
karbon
REDD+.
Dalam
pemodelan
ekonomi
saat
ini,
telah
dicari
cara
untuk
membatasi
surplus
penawaran
kredit
REDD+,
misalnya
melalui
penyanggaan
(buffering),
batas-batas
pelengkap,
dan
allowance
banking.
Akan
tetapi,
masih
banyak
kesulitan
untuk
mencegah
jatuhnya
harga
karbon
(akibat
banjir
kredit
REDD+
di
pasar
karbon)
sembari
menggalang
dana
yang
cukup
untuk
mengurangi
laju
deforestasi.28
Meskipun
membatasi
kredit
REDD+
yang
diperbolehkan
masuk
ke
pasar
karbon
dapat
sedikit
memperbaiki
ketidakseimbangan
antara
penawaran
dan
permintaan,
hal
tersebut
akan
membatasi
kemampuan
REDD+
untuk
mengatasi
deforestasi
dan
kemungkinan
besar
akan
menekan
harga
kredit
REDD+
secara
signifikan.
New
Carbon
Finance
menyimpulkan
bahwa
bahkan
pembatasan
penawaran
kredit
REDD+
yang
liberal
sekalipun,
yaitu
sebesar
60%,
akan
menurunkan
harga
karbon
secara
keseluruhan
dan
bahwa
pengurangan
aliran
pendanaan
untuk
hutan
yang
akan
terjadi
selanjutnya
hanya
akan
menurunkan
tingkat
deforestasi
sebesar
5%
pada
tahun
2020.29
Oleh
karena
itu,
stabilisasi
pendanaan
untuk
menghentikan
deforestasi
harus
berasal
dari
sumber-sumber
lain
di
luar
offset
karbon
hutan.
26
Posisi
Greenpeace
mengenai
level
acuan
REDD+,
April
2011.
www.greenpeace.org/international/en/publications/reports/Greenpeace-position-on-Reference-Levels-for-
REDD;
Pirard
R
(2008)
The
fight
against
deforestation
(REDD+):
economic
implications
of
market-based
funding.
Paris:
IDDRI.
27
The
Carbon
Trust
(2008)
Global
Carbon
Mechanisms:
emerging
lessons
and
implications.
UK
Carbon
Trust.
28
Lihat:
Parpia
A
(2009)
The
impact
of
forestry
on
the
global
carbon
market.
London:
New
Carbon
Finance;
EDF
(2009)
Reducing
Emissions
from
Deforestation
and
Forest
Degradation
in
developing
countries
(REDD+):
implications
for
the
carbon
market;
Livengood
E,
Dixon
A
(2009)
REDD+
and
the
effort
to
limit
global
warming
to
2
degree
Celcius:
implications
for
including
REDD+
credits
in
the
international
carbon
market.
Disiapkan
untuk
Greenpeace
International
oleh
KEA
3:
Wellington,
New
Zealand.
Untuk
ringkasan
penelitian
ini,
lihat
Dooley
K
(2009)
Counting
the
cost.
UK:
FERN.
http://;www.fern.org/sites/fern.org/files/counting%20the%20cost_0.pdf
29
Parpia
A
(2009),
op.
cit.
Demikian
pula
halnya
dengan
allowance
banking,
yang
memungkinkan
para
pemain
pasar
menciptakan
kelangkaan
buatan
dengan
menahan
kredit
karbon
mereka
dengan
harapan
dapat
menjualnya
dengan
harga
yang
lebih
tinggi
di
masa
depan.
Hal
ini
dapat
mendorong
dikeluarkannya
emisi
yang
melebihi
batas
pada
tahun
tersebut,
dan
dengan
demikian
mengacaukan
tujuan
pengurangan
emisi
global.
The
Carbon
Trust
menyimpulkan
bahwa
nilai
tertinggi
dari
pasar
karbon
akan
bergantung
sepenuhnya
pada
kuat-tidaknya
komitmen
setelah
2012
dan
sejauh
mana
komitmen
tersebut
menciptakan
permintaan
yang
dapat
menyerap
penawaran
yang
akan
tercipta.30
Melihat
target
pengurangan
emisi
di
negara-negara
maju
yang
sangat
lemah,
perdagangan
karbon
hutan
tidak
seharusnya
menjadi
bagian
dari
skema
pendanaan
untuk
masa
yang
akan
datang.
Mitos
no.
8:
Untuk
periode
2010-2012,
negara-negara
maju
berkomitmen
akan
menyediakan
dana
sebesar
4,5
miliar
dollar
untuk
REDD+.
Jurang
di
antara
angka
ini
dan
perkiraan
pendanaan
tahunan
yang
dibutuhkan
oleh
REDD+
sangat
signifikan.
Asumsi
mengenai
besar
pendanaan
yang
dibutuhkan
untuk
menerapkan
REDD+
beserta
kemampuan
negara-negara
berhutan
untuk
menyerapnya
harus
segera
dipertanyakan
agar
perdebatan
REDD+
menjadi
lebih
masuk
akal.
Angka
sebesar
12-35
miliar
per
tahun
yang
dibutuhkan
untuk
mengurangi
tingkat
deforestasi
hingga
menjadi
setengahnya
didasarkan
pada
biaya
peluang
yang
diakui
oleh
para
pendukungnya,
termasuk
McKinsey,
sebagai
metodologi
yang
tidak
dapat
diandalkan.31
Biaya
aktual
dari
berbagai
langkah
yang
telah
berhasil
mengurangi
deforestasi
mungkin
mendekati
besar
dana
yang
telah
ada
pada
saat
ini.
Dengan
demikian,
yang
penting
bukanlah
bagaimana
mengatasi
jurang
pembiayaan,
tetapi
bagaimana
menggunakan
uang
yang
telah
ada
secara
efektif
untuk
memerangi
deforestasi.
Dana
sebesar
4,5
miliar
dollar
yang
saat
ini
dijanjikan
untuk
mengurangi
deforestasi
terbukti
masih
sulit
untuk
dibelanjakan.
Kesepakatan
bilateral
di
antara
Norwegia
dengan
Indonesia
dan
Guyana
mandeg
di
tingkat
diskusi
pendahuluan.
Bahkan,
terjadi
kondisi
tidak
ada
pembelanjaan
(non-disbursement)
dalam
banyak
dana
lain
yang
ditujukan
untuk
mengurangi
deforestasi.
Negara-negara
partisipan
Forest
Carbon
Partnership
Facility
milik
Bank
Dunia
masih
berjuang
untuk
menyusun
strategi
REDD+
yang
memperhatikan
rambu-rambu
pengaman
(safeguard),
hak-hak
masyarakat
yang
bergantung
pada
hutan,
dan
masalah-
masalah
tata
kelola
secara
keseluruhan.32
Mengucurkan
dana
besar
tidak
akan
menyelesaikan
masalah
kecuali
faktor-faktor
tata
kelola
di
negara-negara
yang
memiliki
hutan
ditetapkan
sebagai
prioritas.33
Menurut
Rights
and
Resources
Initiative,
kebijakan
pemerintah
dan
investasi
adalah
pendorong
utama
deforestasi.34
Kebutuhan
yang
mendesak
saat
ini
adalah
adanya
kemauan
politik
untuk
mempromosikan
strategi-strategi
pembangunan
yang
tidak
disandarkan
pada
deforestasi.
30
The Carbon Trust (2008) Global Carbon Mechanisms: emerging lessons and implications. UK Carbon
Trust.
31
McKinsey
and
Co.
(2011)
McKinsey
greenhouse
gas
abatement
cost
curve
setting
the
record
straight.
http://www.mackinsey.com/locations/southeastasia/knowledge/abatement_Cost_Curve_setting_the_record_str
aight.pdf
32
Dooley
K
et
al.
(2011),
op.
cit.
33
Lihat
footnote
no
15.
34
White,
Andy
(Maret,
2011)
Cash
alone
will
not
slow
forest
carbon
emissions
Nature
News.
http://www.nature.com/news/2011/110316/full/471267a.html
Mitos
no.
9:
Program
hujan
asam
di
AS
dapat
menjadi
contoh
mengenai
bagaimana
mekanisme
batasi-dan-perdagangan
(cap-and-trade)
dan
mekanisme
pasar
dapat
mencapai
tujuan
lingkungan
dengan
biaya
serendah-rendahnya.
Pihak-pihak
yang
menjadikan
pasar
hujan
asam
di
AS
sebagai
contoh
sukses
melewatkan
empat
perbedaan
kunci
di
antara
skema
perdagangan
SOX-NOX
dan
pasar
karbon
yang
telah
ada
saat
ini
atau
yang
sedang
direncanakan:
Pengurangan
emisi
telah
berlangsung
sebelum
perdagangan
diperkenalkan
di
dalam
legislasi.35
Untuk
mengurangi
emisi,
yang
perlu
dilakukan
hanyalah
mengubah
teknologi:
pabrik-pabrik
yang
mengikuti
skema
perdagangan
hujan
asam
masih
terus
menggunakan
batu-bara,
namun
dengan
menghilangkan
polutan
sulfur
dan
nitrogen.
Mereka
tidak
harus
mengubah
sumber
energi
yang
melandasi
perekonomian
secara
mendasar.
Sementara
seluruh
skema
perdagangan
karbon
yang
telah
ada
pada
saat
ini
atau
yang
tengah
direncanakan
mencakup
offset,
skema
perdagangan
sulfur
tidak
memperbolehkan
adanya
offset.
Seluruh
skema
perdagangan
polusi
yang
telah
diujicobakan
di
AS
dan
yang
mengandung
offset
mengalami
kegagalan.36
Perdagangan
baru
diperkenalkan
dalam
legislasi
setelah
dipastikan
bahwa
pengukuran
polutan
secara
langsung
dan
real-time
benar-benar
dapat
dilakukan
sehingga
legislasi
yang
bersangkutan
sempat
tertunda
cukup
lama.
Untuk
sebagian
besar
emisi
GRK,
teknologi
pengukuran
real-time
tidak
tersedia
atau
tidak
banyak
digunakan.
Yang
terakhir,
perilaku
pasar
karbon
tampak
tidak
akan
sama
seperti
skema-skema
perdagangan
emisi
yang
telah
ada
sebelumnya.
Sebuah
laporan
baru
dari
para
ahli
sistem
perdagangan,
the
Munden
Project37
menyatakan
bahwa
ukuran
pasar
karbon
akan
menjadi
jauh
lebih
besar
daripada
pasar
hujan
asam.
Hal
ini
akan
menarik
para
spekulan
serta
pengembangan
produk
dan
mekanisme-mekanisme
derivatif
yang
kompleks
yang
kemudian
akan
mempersulit
pengaturan
dan
memungkinkan
terjadinya
gelembung
spekulatif.
Ditambah
dengan
adanya
bukti
penipuan
karbon
dalam
EU
ETS,
hal
ini
mematahkan
asumsi
bahwa
perdagangan
karbon
dapat
menjadi
sumber
dana
yang
dapat
diandalkan
bagi
masyarakat
atau
para
pihak
pengaju
proyek.
Karena
entitas
dalam
pasar
SOX-NOX
jauh
lebih
kecil,
pasar
tersebut
tidak
didominasi
oleh
para
spekulan
finansial
(selama
bertahun-tahun,
sebagian
besar
perdagangan
sulfur
dioksida
berlangsung
di
antara
entitas-entitas
yang
saling
terkait).
Pasar
tersebut
juga
tidak
menemui
masalah
yang
signifikan
dalam
hal
market
clearing
atau
regulasi
(kecuali
dalam
kasus
penipuan
Sholtz
dalam
program
perdagangan
nitro
dan
sulfur
dioksida
California).
Berbagai
revisi
peraturan
yang
dilakukan
pasca
krisis
ekonomi
global
baru-baru
ini
tidak
memperhatikan
resiko
dalam
memperdagangkan
komoditas
virtual
seperti
karbon.
Hal
ini
penting
karena
pemerintah
menjadi
pihak
yang
menentukan
penawaran
aset
dan
mengatur
pasar
karbon
sekaligus.
Malpraktik,
penipuan,
dan
pencurian
izin
karbon
dalam
EU
ETS
serta
kekacauan
hukum
dan
pengaturan
yang
terjadi
setelah
insiden
tersebut
telah
menunjukkan
35
Lihat:
Kill
J
et
al.
(2010)
Trading
Carbon:
how
it
works
and
why
it
is
controversial.
FERN,
UK,
untuk
deskripsi
mengenai
perdagangan
sulfur
dan
referensi
lebih
lanjut.
http://www.fern.org/sites/fern.org/fern.org/flies/tradingcarbon_internet_FINAL.pdf
36
Sebagao
contoh
lihat:
Lohman
L
et
al
(eds)
(2006)
Carbon
trading:
a
critical
conversation
on
climate
change,
privatisation
and
power.
Development
dialogue
no.
48,
hh.
82-86
37
The
Munden
Project
(2011)
REDD+
and
Forest
h.9
http://www.mundenproject.com/forestcarbonreport2.pdf
adanya
kelemahan
dalam
arsitektur
perdagangan
karbon
UE.38
Undang-undang
iklim
yang
telah
ada
dan
yang
tengah
direncanakan
untuk
mendirikan
skema
perdagangan
karbon
tidak
memperhatkan
fakta
bahwa
pasar
finansial
telah
menjadi
jauh
lebih
kompleks
dan
eksotis
sejak
awal
tahun
90-an.
Sementara
itu,
peraturan
pasar
finansial
sejauh
ini
telah
gagal
mengatasi
resiko-resiko
khusus
yang
muncul
dalam
pasar
karbon
yang
diperkirakan
akan
didominasi
oleh
para
spekulan
sehingga
mengerdilkan
pasar
perdagangan
utama.
Jika
pasar
karbon
akan
tumbuh
besar
seperti
yang
diperkirakan
oleh
banyak
pihak,
sifat
spekulatif
dari
pasar
karbon
sekunder
dapat
menciptakan
gelembung
karbon
dan
mendorong
berkembangnya
subprime
carbon.
Kredit
subprime
carbon
adalah
kontrak-
kontrak
karbon
yang
mengandung
resiko
tinggi
dan
dapat
mendorong
kolapsnya
nilai
kontrak.
Subprime
carbon
kemungkinan
besar
datang
dari
proyek-proyek
offset
karena
para
penjualnya
dapat
menjanjikan
kredit
karbon
sebelum
kredit
tersebut
dikeluarkan
untuk
proyek
tertentu,
atau
bahkan
sebelum
pengurangan
GRK
berhasil
diverifikasi.
Gelembung
karbon
dapat
juga
mendorong
sejenis
inovasi
finansial
(misalnya
dalam
bentuk
produk-
produk
sekuritas
yang
kompleks)
yang
dapat
menyebarkan
subprime
carbon
ke
pasar
yang
lebih
luas.
Ketika
gelembung
tersebut
pecah,
kolapsnya
harga
karbon
akan
mengguncang
perusahaan-perusahaan
pembeli
karbon
dan
sistem
finansial
yang
lebih
luas.
Mitos
no.
10:
Kekhawatiran
mengenai
penambahan,
ketidakpermanenan,
dan
kebocoran,
yang
pada
awalnya
menjauhkan
hutan
dari
pasar
karbon
telah
berhasil
diatasi.
Kredit
untuk
mencegah
deforestasi
tidak
masuk
kualifikasi
seluruh
kerangka
perdagangan
emisi
berbasis
kepatuhan
yang
ada
saat
ini,
misalnya
Protokol
Kyoto
dan
EU
ETS.
Hal
ini
disebabkan
oleh
adanya
aspek
penambahan,
tidak
permanennya
penyerapan
karbon
(ada
kemungkinan
karbon
yang
disimpan
di
dalam
pohon
dan
tanah
dilepaskan
kembali),
adanya
resiko
kebocoran
emisi
internasional
dan
intranasional,
serta
tingginya
ketidakpastian
dalam
pengukuran
karbon.
Resiko-resiko
ini
belum
berhasil
diatasi
sehingga
sangat
mengurangi
integritas
lingkungan
REDD+.
Selain
itu,
sangat
sulit
untuk
menentukan
apakah
sebuah
tindakan
tertentu
akan
menghasilkan
efek
tertentu
(lihat
Mitos
no.
6
di
atas)
karena
terdapat
kekuatan-kekuatan
sosio-ekonomi
dan
politik
yang
kompleks
di
sekitar
penggunaan
lahan
dan
perubahan
penggunaan
lahan
sehingga
sangat
sulit
untuk
menetapkan
baseline
yang
akurat.39
Sebagai
contoh,
di
Costa
Rica
banyak
pihak
mengklaim
bahwa
skema
nasional
Pembayaran
untuk
Jasa
Lingkungan
(Payment
for
Ecosystem
Services
atau
PES)
yang
mencakup
REDD+
tidak
berdampak
besar,
bahkan
ada
yang
menyatakan
bahwa
dampaknya
tidak
ada
sama
sekali.
Berbagai
studi
sepakat
bahwa
para
pemilik
lahan
akan
melindungi
hutan
mereka
dengan
atau
tanpa
PES
dan
bahwa
penurunan
deforestasi
di
Costa
Rica
tidak
dapat
dikatakan
sebagai
hasil
dari
skema
pembayaran
tersebut.40
Para
konsultan
manajemen
di
McKinsey
and
Co.
mengakui
bahwa
penambahan
merupakan
isu
yang
signifikan
dan
dapat
mempengaruhi
biaya
mitigasi
hutan:
Pendekatan
pembayaran
untuk
jasa
lingkungandapat
menjadi
sangat
tidak
efisien,
di
mana
kompensasi
diberikan
kepada
pihak-pihak
yang
sebenarnya
tidak
akan
melakukan
deforestasi
dalam
bentuk
apapun
sehingga
meningkatkan
38
Lihat:
Carbon
Market
Europe
(2011)
Registries
remain
closed
as
traders
nurse
legal
headache.
11
Februari,
PointCarbon
(2011)
Italian
trader
takes
EC
to
court
over
stolen
EUAs.
14
Februari.
www.pointcarbon.com
39
The
Munden
Project
(2011)
REDD+
and
Forest
h.9
http://www.mundenproject.com/forestcarbonreport2.pdf
40
Gregersen
H,
El
Lakany
H,
Karsenty
A,
White
A
(2010)
Does
the
opportunity
cost
approach
indicate
the
real
cost
of
REDD+:
rights
and
realities
of
paying
for
REDD+
Rights
and
Resources
Initiative/CIRAD
10
biaya
pembayaran
sebesar
dua
sampai
100
kali
lipat.41
Seorang
ekonom
pertanian,
Alain
Karsenty,
berargumen
bahwa
tidak
mungkin
menetapkan
baseline
yang
dapat
mencegah
resiko
terciptanya
kredit-kredit
tanpa
ada
penambahan
atau
kredit
kosong
di
pasar
dan
bahwa
harus
ada
dana
internasional
untuk
membiayai
reformasi
kebijakan
yang
akan
memperlambat
laju
deforestasi
tapi
tidak
mudah
dikuantifikasi.42
Dana
ini
tentunya
tidak
bisa
didapatkan
melalui
pasar.
Telah
dikatakan
sebelumnya
bahwa
implementasi
nasional
adalah
prinsip
dasar
untuk
mencegah
kebocoran
dan
menghasilkan
keluaran
REDD+
yang
benar-benar
berhasil.
Dewan
Uni
Eropa
menyatakan
bahwa:
Implementasi
dalam
skala
nasional
yang
mencakup
sektor
kehutanan
secara
keseluruhan
diperlukan
untuk
meminimalkan
resiko
kebocoran
di
tingkat
negara.43
Senada
dengan
hal
tersebut,
the
Informal
Working
Group
on
Interim
Finance
for
REDD+
(IWG-IFR)
menyatakan
bahwa
program
tersebut
harus
bersifat
global
dan
koheren
di
tingkat
nasional
(bukan
berbasis
proyek).44
Akan
tetapi,
bahkan
dengan
akunting
nasional
yang
secara
teoretis
dapat
menanggulangi
kebocoran
di
dalam
negara,
kebocoran
internasional
dapat
melebihi
50%.45
Hal
ini
mematahkan
klaim
integritas
lingkungan
sebagaimana
ditunjukkan
oleh
kecenderungan
terkini
perusahaan-perusahaan
perkebunan
kelapa
sawit
untuk
memindahkan
perkebunan
mereka
ke
Afrika
sebagai
respons
terhadap
penerapan
moratorium
di
Indonesia.
46
Hutan
dipengaruhi
oleh
banyak
hal,
termasuk
aktivitas-aktivitas
yang
dilakukan
oleh
manusia
(misalnya
pembalakan),
gangguan
alam
(misalnya
kebakaran
hutan),
perubahan-perubahan
siklus
karbon
hutan
tropis
yang
tidak
dapat
diprediksi
akibat
perubahan
iklim,
dan
pergeseran
kebijakan-kebijakan
sosio-ekonomi
yang
lebih
luas
(misalnya
fluktuasi
harga
komoditas).
Mekanisme
kredit
REDD+
tidak
akan
berlangsung
secara
permanen
jika
permintaan
produk
kayu
dan
pertanian
tidak
jua
berkurang.
Selain
itu,
upaya
untuk
mengatasi
kebocoran
melalui
rasio
penyerahan
offset
karbon
yang
lebih
tinggi
hanya
akan
membuat
para
penjual
dan
pembeli
mengabaikan
berbagai
tantangan
dan
resiko
kompleks
yang
berhubungan
dengan
kemungkinan
pembalikan
(reversal)
yang
terkandung
secara
inheren
di
dalam
REDD+,
yang
pada
gilirannya
akan
menciptakan
kredit-kredit
murah
dengan
mengorbankan
integritas
lingkungan.
Hal
ini
bahkan
dapat
mendorong
berkembangnya
kredit
yang
tidak
bermutu
karena
proyek-proyek
yang
tidak
berkualitas
diberi
kredit
dengan
rate
yang
dapat
diprediksi.
Saat
ini,
telah
diperkirakan
bahwa
kenaikan
suhu
sebesar
2,2
derajat
Celcius
saja
dapat
membahayakan
hutan
tropis,
dimulai
dengan
hilangnya
hutan
Amazon,47
bersamaan
dengan
menyebarnya
hama
dan
penyakit.
REDD+
41
11
akan
didanai
melalui
offset
karbon,
dengan
demikian
perdagangan
karbon,
yang
pada
gilirannya
hanya
akan
memperburuk
kondisi
hutan
dan
iklim
dunia.
12