Anda di halaman 1dari 12

Sepuluh

Mitos mengenai REDD+ dan Pasar Karbon



Selama empat tahun terakhir, rangkaian negosiasi PBB mengenai Pengurangan Emisi dari
Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+) menjadi isu sentral dalam berbagai diskusi global
mengenai perubahan iklim. Sayangnya, masih terdapat banyak pemahaman yang salah
mengenai tepat-tidaknya pasar karbon sebagai sebuah instrumen untuk mendanai
perlindungan hutan. Makalah ini akan menunjukkan mengapa asumsi-asumsi tersebut salah
atau menyesatkan.1

Pada bulan Februari 2011, Sekretariat UNFCCC mengundang berbagai pihak dan pengamat
yang terakreditasi untuk menyampaikan pandangan mereka mengenai bagaimana
mekanisme pasar dapat mendorong aksi-aksi mitigasi dan meningkatkan efektivitas
biayanya.2 Mereka juga diminta untuk mengomentari berbagai isu, di antaranya bagaimana
menjaga integritas lingkungan, memastikan pengurangan dan atau pencegahan emisi gas
rumah kaca global dan memastikan tata kelola yang baik serta fungsi dan regulasi pasar
yang kuat.3

Pandangan-pandangan yang mendukung perdagangan karbon sebagai instrumen yang tepat
untuk mendanai perlindungan hutan didasarkan pada asumsi-asumsi yang salah atau usang.
Pandangan-pandangan tersebut juga tidak mempertimbangkan berbagai kriteria tambahan
yang ditetapkan oleh UNFCCC.4 Makalah ini akan membahas sejumlah argumen yang sering
dikemukakan untuk mendukung perdagangan karbon hutan dan menantang asumsi bahwa
mekanisme tersebut akan menghasilkan manfaat yang besar dengan biaya yang efektif
dalam upaya mitigasi perubahan iklim.

Mitos no. 1: REDD+ adalah pilihan penghentian kerusakan (abatement option) yang
berbiaya rendah, yang memungkinkan emisi berkurang dalam jumlah yang lebih besar
secara lebih cepat dibandingkan dengan hanya mengurangi bahan bakar fosil dengan
biaya total yang sama. Hal ini sangat penting untuk menstabilkan konsentrasi GRK dalam
skala dan kecepatan yang diperlukan untuk mencegah efek perubahan iklim yang paling
mengerikan.

REDD+ sebagai sebuah mekanisme offset tidak mengurangi emisi, melainkan hanya
memindahkannya dari satu tempat ke tempat yang lain.5 Oleh karena itu, ia tidak dapat
membantu menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) dalam skala dan kecepatan yang
diperlukan untuk mencegah perubahan iklim. REDD+ dapat berkontribusi dalam perang
melawan perubahan iklim hanya jika ia tidak didanai melalui offset.

Makalah ini secara khusus termotivasi oleh masukan yang diserahkan pada UNFCCC oleh The Amazon
Environmental Research Institute (IPAM), Conservation International, Environmental Defense Fund, Natural
Resources Defense Council, Rainforest Alliance, The Nature Conservancy, Union of Concerned Scientists, Wildlife
Conservation Society, and World Vision International dalam makalah mereka, Views on the new market based
mechanism:
using
markets
for
the
full
implementation
of
REDD++.
http://unfccc.int/resource/docs/2011/smsn/ngo/223.pdf
2
UNFCCC AWG LCA (2011) Views on the elaboration of market-based mechanism, submissions from
parties. http://unfccc.int/resource/docs/2011/awglca14/eng/misc02.pdf.
3
Report of the Conference of the Parties on its sixteenth session, diadakan di Cancun pada 29 November
sampai 10 December 2010 http://unfccc.int/resource/docs/2010/cop16/07a01.pdf#page=2
4
http://unfccc.int/files/meetings/cop_16/application/pdf/cop16_lca.pdf (paragraf 80-82).
5
Untuk informasi lebih jauh mengenai offset, lihat: Bullock et.al (2009) Offsetting: a dangerous distraction.
Friends
of
the
Earth
Inggris,
Wales,
dan
Irlandia
Utara.
http://www.foe.co.uk/news/dangerous_distraction)20319.html

Kalaupun emisi dan pengurangan emisi dapat diukur secara akurat sehingga perdagangan
dengan tingkatan kepatuhan (compliance-grade trading) dapat dilakukan, biaya untuk
menghasilkan kredit karbon hutan yang akan diperdagangkan masih belum jelas dan hampir
pasti lebih tinggi daripada biaya yang saat ini diasumsikan. Keyakinan bahwa REDD+
merupakan pilihan penghentian kerusakan berbiaya rendah didasarkan hanya pada
metodologi biaya peluang (opportunity cost) dan kurva biaya penghentian kerusakan yang
dihasilkan oleh perusahaan konsultan manajemen global, McKinsey and Company. Akan
tetapi, kini bahkan McKinsey mengakui bahwa metodologi biaya peluang mendistorsi biaya
penerapan REDD+ yang sesungguhnya (lihat Mitos no. 2).6 Sebagai contoh, biaya
pengawasan dan pengukuran karbon akan meningkat secara eksponensial seiring dengan
meningkatnya akurasi dan telah jelas bahwa penghitungan karbon adalah faktor biaya yang
sangat dominan dalam sebagian besar pengembangan proyek.7

Lebih jauh lagi, perhitungan pencegahan deforestasi (avoided deforestation) dalam proyek
yang ada saat ini menggunakan angka-angka anggapan (default) dan bukan perhitungan dari
waktu ke waktu.8 Proyek-proyek yang menerapkan pengukuran di tempat (on-site
measurement) untuk menentukan kandungan karbon di sebuah wilayah harus
mengkompromikan akurasi agar biaya akunting karbon dapat dijangkau oleh pihak pengaju
proyek. Biaya untuk melakukan MRV9 karbon hutan dengan tingkat akurasi yang diperlukan
untuk dapat melakukan perdagangan karbon memang belum dapat dipastikan, namun
angkanya tidak akan lebih rendah dari harga karbon saat ini (sekitar 13 per ton) atau
bahkan harga tertinggi karbon sepanjang sejarah (sekitar 30 per ton).10

Kalaupun kita menerima asumsi bahwa REDD+ sebagai sebuah mekanisme offset tidak dapat
mengurangi emisi, tetapi dapat mengurangi biaya pengurangan emisi (bahwa mengurangi
emisi dari deforestasi lebih murah daripada mengurangi emisi dari industri), tetap ada
pertanyaan mengenai siapa yang akan menerima manfaatnya dan siapa yang akan
menanggung akibat dari efektivitas biaya ini. Mengizinkan para penghasil polusi terbesar di
negara-negara penghasil polusi tertinggi untuk menghindari kewajiban mengurangi emisi
mereka dengan membeli offset REDD+ yang harganya murah hanya akan menunda
dilakukannya perubahanperubahan mendesak dalam hal infrastruktur energi kita. Offset
memang memungkinkan dilakukannya manajemen biaya dalam jangka pendek, tapi justru
akan menimbulkan biaya yang jauh lebih tinggi dalam jangka panjang. Sementara itu,
tindakan yang sejati dan sungguh-sungguh untuk menghentikan perubahan iklim terus
mengalami penundaan.

Mitos no. 2: Biaya untuk menurunkan deforestasi sebesar 50% diperkirakan berjumlah 12-
35 miliar dollar AS per tahun. Menggalang dana sebesar itu akan memangkas tingkat
deforestasi menjadi setengahnya.

Lihat misalnya Greenpeace (2011) Bad Influence _ how McKinsey-inspired plans lead to rainforest
destruction; http://www.greenpeace.org/internationa;/en/publications/reports/Bad influence/; UCL Energy
Institute (2011) Marginal Abatement Cost Curves: A call for caution; McKinsey and Co. (2011) McKinsey
greenhouse gas abatement cost curve setting the record straight; Dyer N, Counsell S (2010) McREDD+: how
McKinsey cost-curves are distorting REDD+. London: Rainforest Foundation UK.
7
The Munden Project (2011) REDD+ and Forest h.9
http://www.mundenproject.com/forestcarbonreport2.pdf
8
Densham A et.al. (2009) Carbon scam: Noel Kempff Climate Action Project and the push for sub-national
forest offsets. Amsterdam: Greenpeace International.
9
Monitoring, reporting, and verification
10
http://www.pointcarbon.com/

Angka-angka di atas didasarkan pada perhitungan biaya peluang yang dilandaskan pada
asumsi-asumsi ekonomi yang salah dan dapat sangat mendistorsi biaya yang sesungguhnya.
Perkiraan berdasarkan biaya peluang hanya mewakili satu jenis biaya yang diasosiasikan
dengan REDD+ dan tidak mempertimbangkan biaya-biaya lainnya, misalnya biaya transaksi,
biaya implementasi, dan biaya kelembagaan.

Biaya peluang didasarkan pada manfaat finansial bagi pemilik lahan yang diproyeksikan
akan hilang jika ia tidak merusak atau menurunkan kualitas hutan. Oleh karena itu, biaya
peluang untuk tidak mengalihgunakan hutan menjadi lahan pertanian sangat bervariasi,
bergantung pada penggunaan lahan yang juga bervariasi. Secara umum, subsistensi tidak
menghasilkan nilai ekonomi yang dapat dikuantifikasi sehingga biaya peluang yang dihitung
dari penghentian pertanian ladang berpindah sangat kecil. Sementara itu, biaya peluang
untuk membayar para pemegang konsesi untuk tidak mengalihgunakan hutan menjadi
perkebunan kelapa sawit bernilai setidaknya 2000 dollar per hektar. Jika penerapan REDD+
didasarkan pada biaya peluang, para pengguna hutan termiskin akan mendapat manfaat
terkecil dalam rasio yang sangat timpang. Padahal, biaya aktual untuk menghentikan
penggunaan lahan hutan oleh para petani subsisten (misalnya dengan meningkatkan teknik
pertanian, mencarikan mata pencarian alternatif, atau merelokasi mereka) jauh lebih tinggi
daripada biaya peluang yang diperhitungkan secara sangat sederhana dengan jumlah yang
sangat rendah. Selain itu, jika para pengguna subsisten diidentifikasi secara tidak tepat
sebagai agen utama deforestasi, upaya mencarikan mereka mata pencarian alternatif tidak
akan memperlambat atau menghentikan kehancuran hutan.

Pendekatan biaya peluang cenderung menganut prinsip satu ukuran untuk semua untuk
mencegah deforestasi, yakni melalui pemberian insentif atau bayaran kepada pemilik lahan.
Pendekatan ini tidak menjawab pertanyaan mengenai apakah seluruh biaya peluang yang
diperhitungkan harus diberi kompensasi yang setara. Pendekatan ini juga tidak
mengindahkan adanya interaksi di antara berbagai pengarah kebijakan dalam upaya
mengurangi laju deforestasi.11 Untuk menghasilkan kebijakan yang bersifat saling
melengkapi, kita harus mempertimbangkan berbagai imperatif (hukum dan berbagai
peraturan) dan juga kapasitas (kemampuan untuk menegakkan peraturan dan untuk
menyediakan tata kelola hutan yang baik), bukan sekadar pemberian insentif (pembayaran
REDD+).12

Mitos no. 3: Pendanaan melalui perdagangan karbon berperan penting bagi REDD+ dalam
jangka panjang dengan menyediakan pendanaan yang berkelanjutan dan efisien dalam
jumlah yang diperlukan.

Pada mulanya, perdagangan karbon dirancang sebagai sebuah langkah perantara untuk
membantu transisi menuju perekonomian rendah karbon. Oleh karena itu, pasar karbon
dirancang untuk memiliki masa hidup yang terbatas. Berbagai pihak menyatakan bahwa jika
pasar karbon terus berlangsung hingga pertengahan abad ini, hal itu berarti bahwa aktivitas-
aktivitas untuk memitigasi perubahan iklim telah gagal. Oleh karena itu, keberlanjutan
pendanaan dari perdagangan karbon bergantung secara struktural pada gagalnya
pengurangan emisi secara adekuat di negara-negara industri. Mengingat urgensi diambilnya
11

Dyer N. Counsell S (2010) McREDD: how Mckinsey cost-curves are distorting REDD+. Rainforest
Foundation
UK.
http://www.rainforestfoundationuk.org/filesMcKinsey%20&%20Company%20-
%20Southeast%20Asia%20%Complex%20-%20Knowldge.pdf
12
Dyer N. Counsell S (2010) McREDD: how Mckinsey cost-curves are distorting REDD+. Rainforest
Foundation
UK.
http://www.rainforestfoundationuk.org/filesMcKinsey%20&%20Company%20-
%20Southeast%20Asia%20%Complex%20-%20Knowldge.pdf

tindakan untuk menghentikan perubahan iklim, negara-negara industri harus segera


memfokuskan diri pada pengurangan emisi domestik mereka.13

Keputusan-keputusan yang diambil saat ini dapat mengunci penggunaan teknologi-
teknologi kotor di separuh abad ke depan (misalnya dengan terus membangun pembangkit-
pembangkit listrik berbahan bakar batu bara). Oleh karena itu, sangat krusial bagi kita untuk
segera mulai berinvestasi dalam infrastruktur energi yang akan memastikan transisi menuju
perekonomian rendah karbon.

Pada tahun 2006, Stern Review mempertimbangkan offset karbon sebagai batu pijakan
untuk memfasilitasi transisi menuju perekonomian rendah karbon di negara-negara Utara.
Akan tetapi, ia juga merekomendasikan bahwa offset karbon harus sudah mulai hilang dalam
jangka menengah, yaitu periode tahun 2012-2020, periode yang sama ketika offset REDD+
akan mulai diberlakukan.14 Para pihak yang terlibat dalam karbon hutan mengakui bahwa
masih diperlukan waktu bertahun-tahun untuk menyempurnakan teknologi pengukuran
karbon hutan dan kapasitas pemerintah negara-negara berkembang untuk mengikuti
mekanisme perdagangan karbon. Hal ini tidak sesuai dengan target untuk mulai
menghilangkan pasar offset karbon pada tahun 2020 serta perdagangan karbon itu sendiri
pada dekade berikutnya, seiring dengan semakin ambisiusnya pengurangan emisi. Lebih jauh
lagi, offset karbon hutan tidak dimasukkan ke dalam Skema Perdagangan Emisi Uni Eropa
(EU ETS, yang hingga saat ini masih menjadi pasar kredit karbon terbesar), setidaknya hingga
tahun 2020, sementara prospek munculnya pasar baru yang akan memperdagangkan kredit
REDD+ di masa depan sangat kecil. Dalam jangka panjang, tidak akan ada ruang untuk meng-
offset-kan perdagangan karbon dalam skala yang dibayangkan dalam estimasi pendanaan
karbon untuk REDD+ jika kita ingin mengurangi emisi di negara-negara industri sebesar 85%
pada tahun 2050, sesuai dengan anjuran ilmiah.15 Hal ini membuat perdagangan karbon
bukan pilihan yang sesuai untuk mendanai REDD+ dalam jangka panjang.

Mitos no. 4: Menciptakan nilai ekonomi dari hutan yang masih berdiri akan menyediakan
insentif ekonomi jangka panjang yang akan melindungi hutan tropis secara efektif dan
mengurangi emisi dari deforestasi.

Banyak dukungan yang diberikan kepada REDD+ datang dari mereka yang percaya bahwa
momentum yang diraih dari masuknya hutan ke dalam kesepakatan iklim pada akhirnya
akan mendatangkan uang yang dibutuhkan untuk mendanai konservasi hutan. Akan tetapi,
deforestasi merupakan permasalahan sosio-politik-ekonomi yang tidak dapat diselesaikan
dengan uang semata. Ada banyak kasus di mana dana internasional dalam jumlah besar
digelontorkan untuk menyelamatkan hutan tanpa hasil apapun.16 Yang dibutuhkan adalah
kemauan politik sejati untuk mengidentifikasi dan mengimplementasikan tindakan-tindakan
yang efektif untuk menghentikan deforestasi dan degradasi hutan. Namun, saat ini sebagian
13

UK Climate Change Committee: letter to Climate Change Secretary Chris Huhne, 9 September 2010.
http://downloads.theccc.org.uk.s3.amazonaws.com/Renewables%20letter%20Sept2010/LetterDavidKennedy_C
hrisHuhneMP_090910.pdf
14
Stern Review (2007) The economics of climate change: the Stern Review. Cambridge: Cambridge
University Press, h. 571.
15
IPCC,Summary for Policymakers, in: M.L. Parry et al eds. Climate Change 2007: Impacts, Adaptation, and
Vulnerability. Kontribusi Kelompok Kerja II untuk Fourth Assessment Report dari Intergovernmental Panel on
Climate Change (Cambridge University Press, 2007).
16
Lihat: http://archive.wri.org/page.cfm?id=2468&z=? untuk ringkasan Rencana Aksi Hutan Tropis,
dikeluarkan pada tahun 1985 oleh Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) dengan
tiga organisasi internasional lainnya. TPAF ini gagal mengurangi tingkat deforestasi maupun membelanjakan uang
yang telah diberikan dan dikritik secara luas karena gagal menstimulasi reformasi keembagaan dan kebijakan di
tingkat nasional.

besar draft strategi REDD+ nasional hanya berfokus pada aspek-aspek teknis untuk
mengukur karbon hutan dan mengabaikan kebutuhan akan reformasi tata kelola yang
mendasar.17 Kecuali faktor-faktor mendasar yang mendorong terjadinya deforestasi
ditangani, ancaman terhadap hutan akan terus berlangsung.

Di samping itu, sejak dulu, hutan memang sudah bernilai tinggi bagi komunitas-komunitas
yang kehidupan dan kebudayaannya bergantung pada hutan. Akan tetapi, berbagai pola
penggunaan hutan ini seringkali tidak diakui secara resmi sehingga nilai penggunaan hutan
jenis ini tidak diperhitungkan dalam kalkulasi ekonomi konvensional.

Mitos no. 5: REDD+ secara khusus akan memetik manfaat dari pergeseran kebijakan dari
perdagangan berbasis proyek menuju perdagangan berbasis sektor karena sektor
kehutanan sangat sesuai dalam upaya mitigasi berbasis sektor.

Sektor-sektor yang relevan dalam pengurangan gas rumah kaca atau pencegahan emisi
yang tercantum di dalam Konvensi18 (Pasal 4, 1c) adalah sektor energi, transportasi, industri,
pengolahan limbah, kehutanan, dan pertanian. Di sektor-sektor inilah upaya-upaya mitigasi
dibutuhkan. Sektor-sektor ini sangat berbeda satu sama lain sehingga kebijakan dan
program yang dibutuhkan untuk mengurangi GRK di sektor-sektor ini juga berbeda. Sektor
energi dan industri, misalnya, mendapat keuntungan dari pengembangan teknologi dan
sentralisasi sumber emisi. Laporan Carbon Trust Inggris tahun 2008 yang mengkaji peluang
dan prasyarat untuk menciptakan pasar karbon global menemukan bahwa sektor
penggunaan lahan (hutan dan pertanian) tidak dapat diperbaiki melalui perdagangan karbon
karena mengandung resiko dan biaya transaksi yang tinggi akibat ketidakpastian
pengukuran dan sumber emisi yang tercerai-berai.19 Sektor-sektor yang diperkirakan hanya
akan memberi manfaat dalam jangka panjang atau yang manfaatnya kurang pasti (misalnya
proyek-proyek kehutanan atau upaya-upaya untuk mencegah deforestasi) kurang kompetitif
dibandingkan sektor-sektor lainnya. Hal ini dibuktikan lebih jauh dengan gagalnya proyek-
proyek kehutanan untuk memperoleh bagian serapan yang signifikan dalam Mekanisme
Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism/CDM).20

Mitos no. 6: Langkah-langkah yang signifikan telah diambil untuk memastikan kualitas
metodologi REDD+, yaitu dengan menerapkan pengukuran yang teliti, mensyaratkan
pelaporan dan verifikasi, serta menentukan level acuan yang memastikan unsur
penambahan atau additionality. Dengan demikian, REDD+ dipastikan akan mampu
menghasilkan kredit yang dapat diverifikasi dan yang sepadan dengan pengurangan emisi
dari sumber-sumber lain.

Data ilmiah mengenai pengukuran stok karbon dan fluks dari emisi berbasis lahan yang ada
pada saat ini masih sangat tidak presisi dan tidak dapat diverifikasi sehingga dapat dipastikan
tidak akan mencapai level akurasi yang diperlukan untuk dapat memperdagangkan karbon di
pasar kepatuhan (compliance market). Penggunaan nilai-nilai anggapan (default) dalam
kalkulasi proyek offset telah menyebar luas sementara perkiraan volume karbon yang
17

Dooley K, Griffiths; T, Martone F., Ozinga S (2011) Smoke and mirrors: a critical assessment of the Forest
Carbon Partnership Facility. UK: FERN/FPP.
http://www.fern.org/sites/fern.org/files/Smokeandmirrors_internet.pdf
18
http://unfccc.int/resource/docs/convkp/conveng.pdf
19
The Carbon Trust (2008) Global Carbon Mechanisms: emerging lessons and implications. UK Carbon
Trust, h. 11.
20
Aforestasi dan reforestasi hanya mewakili 1 % dari total proyek CDM (Mekanisme Pembangunan Bersih)
yang belum mengeluarkan CERs (Certified Emission Reductions) satu pun. http://cdmpipeline.org/cdm-projects-
type/htm

tersimpan di dalam berbagai wilayah hutan sangat bervariasi.21 Tidak jarang ditemukan
tingkat kesalahan sebesar 50% atau lebih22 dengan tingkat ketidakpastian mencapai 30-40%
dalam pengukuran emisi dari perubahan lahan di negara-negara Uni Eropa.23 Pernyataan
bahwa ketidakpastian dapat diatasi melalui akunting konservatif semakin diragukan di
tengah tingginya tingkat ketidakpastian dalam akunting karbon hutan.

Proses menghasilkan kredit yang sepadan dengan pengurangan emisi dari sumber-sumber
lain bersandar pada konsep penambahan. Dengan demikian, aktivitas-aktivitas untuk
mengurangi deforestasi tidak akan dilakukan tanpa ada prospek pembayaran melalui REDD+.
Dengan demikian, pengurangan emisi tidak akan berlangsung tanpa adanya insentif
tambahan tersebut, yang kemudian menjustifikasi didistribusikannya kredit karbon yang
dapat diperdagangkan.

Untuk menentukan apakan tindakan-tindakan tersebut berada di luar apa yang sekiranya
akan terjadi tanpa adanya tindakan-tindakan tersebut, sebuah level acuan (reference level)
harus ditetapkan untuk mengukur pengurangan yang disebabkan oleh intervensi yang
dilakukan dan bukan hanya kondisi business as usual. Seorang ekonomis, Romain Rirard,
menunjukkan bahwa kapasitas untuk menentukan level acuan menentukan efisiensi
keekonomian dari mekanisme tersebut.24 Jika kita tidak dapat menentukan bahwa intervensi
yang dilakukan memang mendatangkan perubahan berdasarkan skenario acuan, maka kita
tidak dapat menentukan apakah uang tersebut tidak sebaiknya disalurkan ke tempat lain
saja. Ketika level acuan digunakan untuk mengukur pengurangan emisi yang mendasari
kredit offset karbon, hal ini juga akan menentukan integritas lingkungan dari mekanisme
tersebut: jika pengurangan emisi yang menciptakan offset tetap akan berlangsung dalam
keadaan bagaimanapun juga, tingkat emisi secara keseluruhan justru akan meningkat.

Skenario acuan dapat ditentukan berdasarkan sejarah atau berdasarkan proyeksi yang
sengaja dimodelkan untuk mengukur variabel-variabel di masa depan. Para analis telah
menunjukkan bahwa kedua kategori ini bermasalah.25 Mengekstrapolasikan tingkat
deforestasi rata-rata di masa lalu dan memproyeksikannya ke masa depan adalah langkah
yang tidak kredibel. Berbagai skenario yang bersifat prediktif pun tidak dapat diandalkan
karena tingkat deforestasi di masa depan dipengaruhi oleh banyak sekali faktor, banyak di
antaranya tidak dapat diprediksikan. Oleh karena itu, banyak negara menolak menentukan
level acuan atas dasar proyeksi.

Meskipun demikian, terdapat ragam pendekatan yang kredibel untuk menentukan ada-
tidaknya perubahan berdasarkan garis batas (baseline) alternatif, misalnya perbaikan
kebijakan yang berkaitan dengan tata kelola atau reformasi tenurial lahan yang dirancang
untuk mengurangi deforestasi dan mendeteksi degradasi melalui perubahan lanskap hutan,
misalnya fragmentasi lanskap hutan yang sebelumnya tidak dapat diganggu-gugat (dapat

21

Dua studi mengenai stok karbon di Peru (tidak dipublikasikan) yang menggunakan dua metodologi yang
berbeda menghasilkan stok karbon yang berbeda dengan perbedaan mencapai 50 ton karbon per hektar.
22
Kintisch E (2007) Improved monitoring of rainforests helps pierce haze of deforestation. Science. 316, 27
April, hh. 536-537.
23
Komisi Eropa, Direktorat Jenderal Aksi Iklim. Ringkasan laporan mengenai pekerjaan yang dilakukan oleh
kelompok Progam Perubahan Iklim Eropa (ECCP) mengenai Kebijakan Iklim untuk Penggunaan Lahan, Perubahan
Penggunaan Lahan dan Kehutanan (LULUCF), draft ketiga, September 2010.
24
Pirard R (2008) The fight against deforestation (REDD+): economic implications of market-based funding.
Paris: IDDRI.
25
Karsenty A, Pirard (2009) Climate Change Mitigation: Should Avoided Deforestation Be Rewareded?
Journal of Sustainable Forestry, 28

dideteksi melalui jalan yang muncul secara tiba-tiba dan indikator-indikator lainnya).26
Berdasarkan hal tersebut, negara-negara yang dikatakan telah mencegah deforestasi
diberi imbalan. Akan tetapi, pendekatan ini tidak dapat memastikan emisi yang telah dicegah
secara teliti dan oleh karenanya tidak dapat digunakan untuk mengkuantifikasikan
pengurangan emisi karbon dalam periode tertentu. Dengan kata lain, hal ini menghilangkan
kemungkinan dibangunnya mekanisme kredit karbon yang dapat diperdagangkan.
Dicoretnya offset dari daftar juga menghilangkan resiko peningkatan emisi global secara
keseluruhan jika pengurangan emisi terbukti tidak memenuhi unsur penambahan. Hal ini
harus menjadi pertimbangan penting mengingat parahnya tingkat krisis iklim saat ini.

Mitos no. 7: Kekhawatiran mengenai potensi resiko membanjirnya penawaran REDD+
dalam pasar karbon dapat ditanggulangi melalui perancangan kebijakan dan pasar,
termasuk ditetapkannya target-target jangka panjang melalui perbankan dan, jika
diperlukan, batas penggunaan REDD+ dan jenis-jenis kredit lainnya.

The Carbon Trust mencatat bahwa tidak adanya proses yang disepakati secara internasional
untuk menganalisis interaksi antara penawaran dari mekanisme perdagangan karbon dan
permintaan yang tersirat dalam target-target emisi di masa depan adalah kelemahan tunggal
terbesar dalam proses perundingan saat ini.27 Telah tampak jelas bahwa berakhirnya
periode kewajiban pertama dalam Protokol Kyoto pada Desember 2012 akan menciptakan
surplus penawaran yang serius. Oleh karena itu, pemerintah tidak dapat bersandar pada
perdagangan karbon untuk mendapatkan harga karbon yang cukup tinggi guna mendorong
investasi dalam infrastruktur rendah karbon dan pengurangan emisi yang cukup tajam tanpa
tersedianya kredit karbon REDD+.

Dalam pemodelan ekonomi saat ini, telah dicari cara untuk membatasi surplus penawaran
kredit REDD+, misalnya melalui penyanggaan (buffering), batas-batas pelengkap, dan
allowance banking. Akan tetapi, masih banyak kesulitan untuk mencegah jatuhnya harga
karbon (akibat banjir kredit REDD+ di pasar karbon) sembari menggalang dana yang cukup
untuk mengurangi laju deforestasi.28 Meskipun membatasi kredit REDD+ yang diperbolehkan
masuk ke pasar karbon dapat sedikit memperbaiki ketidakseimbangan antara penawaran
dan permintaan, hal tersebut akan membatasi kemampuan REDD+ untuk mengatasi
deforestasi dan kemungkinan besar akan menekan harga kredit REDD+ secara signifikan.
New Carbon Finance menyimpulkan bahwa bahkan pembatasan penawaran kredit REDD+
yang liberal sekalipun, yaitu sebesar 60%, akan menurunkan harga karbon secara
keseluruhan dan bahwa pengurangan aliran pendanaan untuk hutan yang akan terjadi
selanjutnya hanya akan menurunkan tingkat deforestasi sebesar 5% pada tahun 2020.29 Oleh
karena itu, stabilisasi pendanaan untuk menghentikan deforestasi harus berasal dari
sumber-sumber lain di luar offset karbon hutan.
26


Posisi
Greenpeace
mengenai
level
acuan
REDD+,
April
2011.
www.greenpeace.org/international/en/publications/reports/Greenpeace-position-on-Reference-Levels-for-
REDD; Pirard R (2008) The fight against deforestation (REDD+): economic implications of market-based funding.
Paris: IDDRI.
27
The Carbon Trust (2008) Global Carbon Mechanisms: emerging lessons and implications. UK Carbon
Trust.

28
Lihat: Parpia A (2009) The impact of forestry on the global carbon market. London: New Carbon Finance;
EDF (2009) Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation in developing countries (REDD+):
implications for the carbon market; Livengood E, Dixon A (2009) REDD+ and the effort to limit global warming to
2 degree Celcius: implications for including REDD+ credits in the international carbon market. Disiapkan untuk
Greenpeace International oleh KEA 3: Wellington, New Zealand. Untuk ringkasan penelitian ini, lihat Dooley K
(2009) Counting the cost. UK: FERN. http://;www.fern.org/sites/fern.org/files/counting%20the%20cost_0.pdf
29
Parpia A (2009), op. cit.


Demikian pula halnya dengan allowance banking, yang memungkinkan para pemain pasar
menciptakan kelangkaan buatan dengan menahan kredit karbon mereka dengan harapan
dapat menjualnya dengan harga yang lebih tinggi di masa depan. Hal ini dapat mendorong
dikeluarkannya emisi yang melebihi batas pada tahun tersebut, dan dengan demikian
mengacaukan tujuan pengurangan emisi global.

The Carbon Trust menyimpulkan bahwa nilai tertinggi dari pasar karbon akan bergantung
sepenuhnya pada kuat-tidaknya komitmen setelah 2012 dan sejauh mana komitmen
tersebut menciptakan permintaan yang dapat menyerap penawaran yang akan tercipta.30
Melihat target pengurangan emisi di negara-negara maju yang sangat lemah, perdagangan
karbon hutan tidak seharusnya menjadi bagian dari skema pendanaan untuk masa yang akan
datang.

Mitos no. 8: Untuk periode 2010-2012, negara-negara maju berkomitmen akan
menyediakan dana sebesar 4,5 miliar dollar untuk REDD+. Jurang di antara angka ini dan
perkiraan pendanaan tahunan yang dibutuhkan oleh REDD+ sangat signifikan.

Asumsi mengenai besar pendanaan yang dibutuhkan untuk menerapkan REDD+ beserta
kemampuan negara-negara berhutan untuk menyerapnya harus segera dipertanyakan agar
perdebatan REDD+ menjadi lebih masuk akal. Angka sebesar 12-35 miliar per tahun yang
dibutuhkan untuk mengurangi tingkat deforestasi hingga menjadi setengahnya didasarkan
pada biaya peluang yang diakui oleh para pendukungnya, termasuk McKinsey, sebagai
metodologi yang tidak dapat diandalkan.31 Biaya aktual dari berbagai langkah yang telah
berhasil mengurangi deforestasi mungkin mendekati besar dana yang telah ada pada saat
ini. Dengan demikian, yang penting bukanlah bagaimana mengatasi jurang pembiayaan,
tetapi bagaimana menggunakan uang yang telah ada secara efektif untuk memerangi
deforestasi.

Dana sebesar 4,5 miliar dollar yang saat ini dijanjikan untuk mengurangi deforestasi terbukti
masih sulit untuk dibelanjakan. Kesepakatan bilateral di antara Norwegia dengan Indonesia
dan Guyana mandeg di tingkat diskusi pendahuluan. Bahkan, terjadi kondisi tidak ada
pembelanjaan (non-disbursement) dalam banyak dana lain yang ditujukan untuk mengurangi
deforestasi. Negara-negara partisipan Forest Carbon Partnership Facility milik Bank Dunia
masih berjuang untuk menyusun strategi REDD+ yang memperhatikan rambu-rambu
pengaman (safeguard), hak-hak masyarakat yang bergantung pada hutan, dan masalah-
masalah tata kelola secara keseluruhan.32 Mengucurkan dana besar tidak akan
menyelesaikan masalah kecuali faktor-faktor tata kelola di negara-negara yang memiliki
hutan ditetapkan sebagai prioritas.33 Menurut Rights and Resources Initiative, kebijakan
pemerintah dan investasi adalah pendorong utama deforestasi.34 Kebutuhan yang mendesak
saat ini adalah adanya kemauan politik untuk mempromosikan strategi-strategi
pembangunan yang tidak disandarkan pada deforestasi.

30

The Carbon Trust (2008) Global Carbon Mechanisms: emerging lessons and implications. UK Carbon

Trust.

31

McKinsey and Co. (2011) McKinsey greenhouse gas abatement cost curve setting the record straight.
http://www.mackinsey.com/locations/southeastasia/knowledge/abatement_Cost_Curve_setting_the_record_str
aight.pdf
32
Dooley K et al. (2011), op. cit.
33
Lihat footnote no 15.
34
White, Andy (Maret, 2011) Cash alone will not slow forest carbon emissions Nature News.
http://www.nature.com/news/2011/110316/full/471267a.html

Mitos no. 9: Program hujan asam di AS dapat menjadi contoh mengenai bagaimana
mekanisme batasi-dan-perdagangan (cap-and-trade) dan mekanisme pasar dapat
mencapai tujuan lingkungan dengan biaya serendah-rendahnya.

Pihak-pihak yang menjadikan pasar hujan asam di AS sebagai contoh sukses melewatkan
empat perbedaan kunci di antara skema perdagangan SOX-NOX dan pasar karbon yang telah
ada saat ini atau yang sedang direncanakan:
Pengurangan emisi telah berlangsung sebelum perdagangan diperkenalkan di
dalam legislasi.35
Untuk mengurangi emisi, yang perlu dilakukan hanyalah mengubah teknologi:
pabrik-pabrik yang mengikuti skema perdagangan hujan asam masih terus
menggunakan batu-bara, namun dengan menghilangkan polutan sulfur dan
nitrogen. Mereka tidak harus mengubah sumber energi yang melandasi
perekonomian secara mendasar.
Sementara seluruh skema perdagangan karbon yang telah ada pada saat ini atau
yang tengah direncanakan mencakup offset, skema perdagangan sulfur tidak
memperbolehkan adanya offset. Seluruh skema perdagangan polusi yang telah
diujicobakan di AS dan yang mengandung offset mengalami kegagalan.36
Perdagangan baru diperkenalkan dalam legislasi setelah dipastikan bahwa
pengukuran polutan secara langsung dan real-time benar-benar dapat dilakukan
sehingga legislasi yang bersangkutan sempat tertunda cukup lama. Untuk
sebagian besar emisi GRK, teknologi pengukuran real-time tidak tersedia atau
tidak banyak digunakan.
Yang terakhir, perilaku pasar karbon tampak tidak akan sama seperti skema-skema
perdagangan emisi yang telah ada sebelumnya. Sebuah laporan baru dari para ahli sistem
perdagangan, the Munden Project37 menyatakan bahwa ukuran pasar karbon akan menjadi
jauh lebih besar daripada pasar hujan asam. Hal ini akan menarik para spekulan serta
pengembangan produk dan mekanisme-mekanisme derivatif yang kompleks yang kemudian
akan mempersulit pengaturan dan memungkinkan terjadinya gelembung spekulatif.
Ditambah dengan adanya bukti penipuan karbon dalam EU ETS, hal ini mematahkan asumsi
bahwa perdagangan karbon dapat menjadi sumber dana yang dapat diandalkan bagi
masyarakat atau para pihak pengaju proyek. Karena entitas dalam pasar SOX-NOX jauh lebih
kecil, pasar tersebut tidak didominasi oleh para spekulan finansial (selama bertahun-tahun,
sebagian besar perdagangan sulfur dioksida berlangsung di antara entitas-entitas yang saling
terkait). Pasar tersebut juga tidak menemui masalah yang signifikan dalam hal market
clearing atau regulasi (kecuali dalam kasus penipuan Sholtz dalam program perdagangan
nitro dan sulfur dioksida California).

Berbagai revisi peraturan yang dilakukan pasca krisis ekonomi global baru-baru ini tidak
memperhatikan resiko dalam memperdagangkan komoditas virtual seperti karbon. Hal ini
penting karena pemerintah menjadi pihak yang menentukan penawaran aset dan mengatur
pasar karbon sekaligus. Malpraktik, penipuan, dan pencurian izin karbon dalam EU ETS serta
kekacauan hukum dan pengaturan yang terjadi setelah insiden tersebut telah menunjukkan

35

Lihat: Kill J et al. (2010) Trading Carbon: how it works and why it is controversial. FERN, UK, untuk
deskripsi
mengenai
perdagangan
sulfur
dan
referensi
lebih
lanjut.
http://www.fern.org/sites/fern.org/fern.org/flies/tradingcarbon_internet_FINAL.pdf
36
Sebagao contoh lihat: Lohman L et al (eds) (2006) Carbon trading: a critical conversation on climate
change, privatisation and power. Development dialogue no. 48, hh. 82-86
37

The
Munden
Project
(2011)
REDD+
and
Forest
h.9
http://www.mundenproject.com/forestcarbonreport2.pdf

adanya kelemahan dalam arsitektur perdagangan karbon UE.38 Undang-undang iklim yang
telah ada dan yang tengah direncanakan untuk mendirikan skema perdagangan karbon tidak
memperhatkan fakta bahwa pasar finansial telah menjadi jauh lebih kompleks dan eksotis
sejak awal tahun 90-an. Sementara itu, peraturan pasar finansial sejauh ini telah gagal
mengatasi resiko-resiko khusus yang muncul dalam pasar karbon yang diperkirakan akan
didominasi oleh para spekulan sehingga mengerdilkan pasar perdagangan utama.

Jika pasar karbon akan tumbuh besar seperti yang diperkirakan oleh banyak pihak, sifat
spekulatif dari pasar karbon sekunder dapat menciptakan gelembung karbon dan
mendorong berkembangnya subprime carbon. Kredit subprime carbon adalah kontrak-
kontrak karbon yang mengandung resiko tinggi dan dapat mendorong kolapsnya nilai
kontrak. Subprime carbon kemungkinan besar datang dari proyek-proyek offset karena para
penjualnya dapat menjanjikan kredit karbon sebelum kredit tersebut dikeluarkan untuk
proyek tertentu, atau bahkan sebelum pengurangan GRK berhasil diverifikasi. Gelembung
karbon dapat juga mendorong sejenis inovasi finansial (misalnya dalam bentuk produk-
produk sekuritas yang kompleks) yang dapat menyebarkan subprime carbon ke pasar yang
lebih luas. Ketika gelembung tersebut pecah, kolapsnya harga karbon akan mengguncang
perusahaan-perusahaan pembeli karbon dan sistem finansial yang lebih luas.

Mitos no. 10: Kekhawatiran mengenai penambahan, ketidakpermanenan, dan kebocoran,
yang pada awalnya menjauhkan hutan dari pasar karbon telah berhasil diatasi.

Kredit untuk mencegah deforestasi tidak masuk kualifikasi seluruh kerangka perdagangan
emisi berbasis kepatuhan yang ada saat ini, misalnya Protokol Kyoto dan EU ETS. Hal ini
disebabkan oleh adanya aspek penambahan, tidak permanennya penyerapan karbon (ada
kemungkinan karbon yang disimpan di dalam pohon dan tanah dilepaskan kembali), adanya
resiko kebocoran emisi internasional dan intranasional, serta tingginya ketidakpastian dalam
pengukuran karbon. Resiko-resiko ini belum berhasil diatasi sehingga sangat mengurangi
integritas lingkungan REDD+.

Selain itu, sangat sulit untuk menentukan apakah sebuah tindakan tertentu akan
menghasilkan efek tertentu (lihat Mitos no. 6 di atas) karena terdapat kekuatan-kekuatan
sosio-ekonomi dan politik yang kompleks di sekitar penggunaan lahan dan perubahan
penggunaan lahan sehingga sangat sulit untuk menetapkan baseline yang akurat.39 Sebagai
contoh, di Costa Rica banyak pihak mengklaim bahwa skema nasional Pembayaran untuk
Jasa Lingkungan (Payment for Ecosystem Services atau PES) yang mencakup REDD+ tidak
berdampak besar, bahkan ada yang menyatakan bahwa dampaknya tidak ada sama sekali.
Berbagai studi sepakat bahwa para pemilik lahan akan melindungi hutan mereka dengan
atau tanpa PES dan bahwa penurunan deforestasi di Costa Rica tidak dapat dikatakan
sebagai hasil dari skema pembayaran tersebut.40 Para konsultan manajemen di McKinsey
and Co. mengakui bahwa penambahan merupakan isu yang signifikan dan dapat
mempengaruhi biaya mitigasi hutan: Pendekatan pembayaran untuk jasa lingkungandapat
menjadi sangat tidak efisien, di mana kompensasi diberikan kepada pihak-pihak yang
sebenarnya tidak akan melakukan deforestasi dalam bentuk apapun sehingga meningkatkan

38

Lihat: Carbon Market Europe (2011) Registries remain closed as traders nurse legal headache. 11
Februari, PointCarbon (2011) Italian trader takes EC to court over stolen EUAs. 14 Februari.
www.pointcarbon.com
39

The
Munden
Project
(2011)
REDD+
and
Forest
h.9
http://www.mundenproject.com/forestcarbonreport2.pdf
40
Gregersen H, El Lakany H, Karsenty A, White A (2010) Does the opportunity cost approach indicate the
real cost of REDD+: rights and realities of paying for REDD+ Rights and Resources Initiative/CIRAD

10

biaya pembayaran sebesar dua sampai 100 kali lipat.41 Seorang ekonom pertanian, Alain
Karsenty, berargumen bahwa tidak mungkin menetapkan baseline yang dapat mencegah
resiko terciptanya kredit-kredit tanpa ada penambahan atau kredit kosong di pasar dan
bahwa harus ada dana internasional untuk membiayai reformasi kebijakan yang akan
memperlambat laju deforestasi tapi tidak mudah dikuantifikasi.42 Dana ini tentunya tidak
bisa didapatkan melalui pasar.

Telah dikatakan sebelumnya bahwa implementasi nasional adalah prinsip dasar untuk
mencegah kebocoran dan menghasilkan keluaran REDD+ yang benar-benar berhasil. Dewan
Uni Eropa menyatakan bahwa: Implementasi dalam skala nasional yang mencakup sektor
kehutanan secara keseluruhan diperlukan untuk meminimalkan resiko kebocoran di tingkat
negara.43 Senada dengan hal tersebut, the Informal Working Group on Interim Finance for
REDD+ (IWG-IFR) menyatakan bahwa program tersebut harus bersifat global dan koheren di
tingkat nasional (bukan berbasis proyek).44 Akan tetapi, bahkan dengan akunting nasional
yang secara teoretis dapat menanggulangi kebocoran di dalam negara, kebocoran
internasional dapat melebihi 50%.45 Hal ini mematahkan klaim integritas lingkungan
sebagaimana ditunjukkan oleh kecenderungan terkini perusahaan-perusahaan perkebunan
kelapa sawit untuk memindahkan perkebunan mereka ke Afrika sebagai respons terhadap
penerapan moratorium di Indonesia. 46

Hutan dipengaruhi oleh banyak hal, termasuk aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia
(misalnya pembalakan), gangguan alam (misalnya kebakaran hutan), perubahan-perubahan
siklus karbon hutan tropis yang tidak dapat diprediksi akibat perubahan iklim, dan
pergeseran kebijakan-kebijakan sosio-ekonomi yang lebih luas (misalnya fluktuasi harga
komoditas). Mekanisme kredit REDD+ tidak akan berlangsung secara permanen jika
permintaan produk kayu dan pertanian tidak jua berkurang. Selain itu, upaya untuk
mengatasi kebocoran melalui rasio penyerahan offset karbon yang lebih tinggi hanya akan
membuat para penjual dan pembeli mengabaikan berbagai tantangan dan resiko kompleks
yang berhubungan dengan kemungkinan pembalikan (reversal) yang terkandung secara
inheren di dalam REDD+, yang pada gilirannya akan menciptakan kredit-kredit murah
dengan mengorbankan integritas lingkungan. Hal ini bahkan dapat mendorong
berkembangnya kredit yang tidak bermutu karena proyek-proyek yang tidak berkualitas
diberi kredit dengan rate yang dapat diprediksi. Saat ini, telah diperkirakan bahwa kenaikan
suhu sebesar 2,2 derajat Celcius saja dapat membahayakan hutan tropis, dimulai dengan
hilangnya hutan Amazon,47 bersamaan dengan menyebarnya hama dan penyakit. REDD+

41

Pada awalnya dikutip oleh Gregersen H (ibid)


Karsenty A. (2009) What the (carbon) market cannot do. CIRAD. http://www.cirad.fr/en/news/all-nes-
items/articles/2009/just-out/perspective
43
Dewan Eropa (2008) Council conclusions on addressing the challenges of deforestation and forest
degradation to tackle climate change and biodiversity loss. Simpulan dari pertemuan Dewan Lingkungan ke
2912,
Brussels,
4
Desember
2008;
h.
5.
http://www.consilium.euroa.eu/uedocs/cms_Data/docs/pressdata/en/envir/104508.pdf
44
Meridian Institute (2009) Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD): an
option assessment report. Disiapkan untuk Pemerintah Norwegia oleh Arild Angelsen, Sandra A. Brown, Cyril S,
Loisel, Leo C, Peskett, Charlotte L, Streck, C dan Daniel Zarin. D., h. 10.
45
Murray BC (2007) Seeing REDD+: addressing additionality, leakage, and permanence with a national
approach. Presentasi power point dalam Hari Hutan, UN Framework Convention on Climate Change COP
Meeting, Bali, Indonesia, 8 Desember
46
The Ecologist (2011) Palm oil giants target Africa in land grab following Indonesia deforestation ban. 25
Maret
47
IPCC (2007) Summary for policymakers. Dalam Parry ML, Canziani OF, Palutikof JP, van der Linden PJ,
Hanson CE (eds) Climate change 2007: impacts, adaptation, and vulnerability. Kontribusi Kelompok Kerja II
untuk Fourth Assessmnet Report dari Intergovernmental Panel on Climate Change.
42

11

akan didanai melalui offset karbon, dengan demikian perdagangan karbon, yang pada
gilirannya hanya akan memperburuk kondisi hutan dan iklim dunia.

12

Anda mungkin juga menyukai