Ruptura Uteri
Ruptura Uteri
RUPTURA UTERI
DISUSUN OLEH :
AMELIA SHADRINA
NIM : 030.10.025
PEMBIMBING:
Dr. R. Pandji S, SpOG
LEMBARPENGESAHAN
Referatdenganjudul:
RUPTURAUTERI
Telahditerimadandisahkanoleh:
Dr. R. Pandji S, Sp.OG
DalamRangkaMemenuhiTugas
KepaniteraanKlinikIlmuKebidanandanKandungan
DiRumahSakitDaerahBekasi
Periode20April27Juni2015
Pembimbing:
ii
KATAPENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnyasehinggapenulisdapatmenyelesaikanlaporankasusyangberjudul
RUPTURUTERI.
Referat ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraanklinikdibagianilmukebidanandankandungandiRSUDBekasi.
PenulismenyampaikanterimakasihkepadaDr.R.PandjiS,Sp.OGselaku
pembimbing.Penulismerasapenulisanreferatinimasihjauhdarisempurna,oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Semogalaporankasusinidapatbermanfaatbagikitasemua.
Jakarta,Mei2015
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN
LEMBAR PENGESAHAN ....
i
KATA PENGANTAR..
ii
DAFTAR ISI.
iii
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA .
10
2.1 Definisi..
4
2.2 Klasifkasi...
5
2.3 Patofisiologi...
9
2.4 Gejala Klinis..
10
2.5 Pemeriksaan Fisik..
11
2.6 Komplikasi.
13
2.7 Penatalaksanaan.
13
2.8 Pencegahan
15
2.9 Prognosis
18
DAFTAR PUSTAKA ..
19
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
DEFINISI 2,4,5
Ruptur uteri adalah peristiwa robeknya dinding uterus pada saat kehamilan
atau pada saat persalinan. Lazimnya kita membedakan antara ruptura uteri yang
lengkap dan tidak lengkap, tergantung apakah laserasi tersebut berhubungan
dengan kavum peritonei (lengkap) atau dipisahkan dari kavum tersebut oleh
peritoneum viseralis uterus atau oleh ligamentum kardinale (tidak lengkap).
Tentu saja ruptura uteri yang tidak lengkap bisa saja menjadi lengkap.
Kita juga harus membedakan antara ruptura jaringan parut bekas seksio
sesarea dan terlepasnya (dehisensi) jaringan parut bekas seksio sesarea.
Ruptura paling tidak berarti pelepasan atau pemisahan luka insisi lama di
sepanjang uterus dengan robeknya selaput ketuban sehingga kavum uteri
berhubungan langsung dengan kavum peritoneum. Pada keadaan ini seluruh
4
2.2
KLASIFIKASI1,2,6,7
- Versi interna
- Persalinan dengan forceps yang sulit
- Ekstraksi bokong
- Anomali janin yang meregangkan bagian bawah
- Penekanan yang berlebih pada uterus selama persalinan
- Pengeluaran plasenta secara manual yang sulit
3. Didapat
- Plasenta akreta, inkreta atau perkreta
- Neoplasia trofoblastik gestasional
- Adenomiosis
Selain pembagian diatas ada juga yang membagi rupture uteri menurut ada
atau tidaknya jaringan parut.
1. Ruptur uteri dengan jaringan parut
Paling sering terjadi adalah rupture uteri pada bekas seksio sesarea.
Biasanya paling paling sering pada parut seksio sesarea klasik daripada
seksio sesarea transperitoneal profunda (SCTPP). Perbandingannya
ialah 1 : 4.
2. Ruptur uteri yang tidak mempunyai jaringan parut
Ruptur uteri traumatik
Ruptur uteri yang terjadi pada uterus yang utuh (tanpa parut) yang
disebabkan karena trauma, seperti jatuh, kecelakaan dan sebagainya.
Hal ini jarang terjadi sebab otot uterus cukup kuat terhadap trauma
dari luar. Yang paling sering terjadi adalah ruptur uteri setelah
persalinan , hal ini sering ditimbulkan oleh persalinan dengan forceps
yang sulit, tindakan ekstraksi bokong dan sebagainya.
Ruptur uteri spontan
Resiko rupture uteri spontan pada persalinan kurang dari 0,0125%.
Faktor pokok disini adalah partus tidak maju karena rintangan seperti
panggul sempit, hidrosefalus, janin letak lintang dan sebagainya
sehingga segmen bawah uterus makin lama makin regang, sehingga
sesaria; peristiwa ini jarang timbul pada uterus yang telah dioperasi untuk
mengangkat mioma (miomektomi), dan lebih jarang lagi pada uterus dengan parut
karena kerokan yang terlampau dalam. Diantara parut-parut bekas seksio sesarea,
parut yang telah terjadi sesudah seksio sesarea klasik lebih sering menimbulkan
ruptura uteri daripada parut bekas seksio sesarea profunda. Perbandingannya ialah
4:1. Hal ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus yang
menyerupai daerah uterus yang lebih tenang pada masa nifas dapat sembuh
dengan lebih baik, sehingga parut lebih kuat. Ruptura uteri pada bekas parut
seksio sesaria klasik juga lebih sering terjadi pada kehamilan tua sebelum
persalinan dimulai, sedang peristiwa tersebut pada parut bekas seksio sesaria
profunda umumnya terjadi pada waktu persalinan. Ruptura uteri pasca seksio
sesarea bisa menimbulkan gejala-gejala, akan tetapi bisa juga terjadi tanpa banyak
menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadi robekan yang
mendadak, melainkan lambat laun jaringan di sekitar bekas luka menipis untuk
akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptura uteri. Di sini biasanya
peritoneum tidak ikut serta, sehingga terdapat ruptura uteri inkompleta. Pada
peristiwa ini ada kemungkinan arteri besar terbuka dan timbul perdarahan yang
sebagian berkumpul di ligamentum latum dan sebagian keluar. Biasanya janin
masih tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang masih ada.
Sementara itu penderita merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan
tempat bekas luka. Jika arteri besar terluka, gejala-gejala perdarahan dengan
anemia dan syok; janin dalam uterus meninggal pula.
2.2.2
kecelakaan seperti tabrakan dan sebagainya. Robekan demikian itu yang bisa
terjadi pada setiap saat dalam kehamilan, jarang terjadi karena rupanya otot uterus
7
cukup tahan terhadap trauma dari luar. Yang lebih sering terjadi ialah ruptura uteri
yang dinamakan ruptura uteri violeta. Di sini karena distosia sudah ada regangan
segmen bawah uterus dan usaha vaginal untuk melahirkan janin mengakibatkan
timbulnya ruptura uteri. Hal ini misalnya terjadi pada versi ekstraksi pada letak
lintang yang dilakukan bertentangan dengan syarat-syarat untuk tindakan tersebut.
Kemungkinan besar yang lain ialah ketika melakukan embriotomi. Berhubungan
dengan itu, setelah tindakan-tindakan tersebut di atas dan juga setelah ekstraksi
dengan cunam yang sukar, perlu dilakukan pemeriksaan kavum uteri dengan
tangan untuk mengetahui apakah terjadi ruptura uteri. Gejala-gejala ruptura uteri
violeta tidak berbeda dengan ruptura uteri spontan.
2.2.3
uterus yang utuh (tanpa parut). Faktor pokok di sini ialah bahwa persalinan tidak
maju karena rintangan, misalnya panggul sempit, hidrosefalus, janin dalam letak
lintang, dan sebagainya, sehingga segmen bawah uterus makin lama makin
diregangan. Pada suatu regangan yang terus bertambah melampaui batas kekuatan
jaringan miometrium: terjadilah ruptura uteri. Faktor yang merupakan predisposisi
terhadap terjadinya ruptura uteri ialah multiparitas; di sini di tengah-tengah
miometrium sudah terdapat banyak jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan
dinding uterus menjadi kurang, sehingga regangan lebih mudah menimbulkan
robekan. Banyak juga dilaporkan bahwa kebiasaan yang dilakukan oleh dukundukun memudahkan terjadinya ruptura uteri. Pada persalinan yang kurang lancar,
dukun-dukun itu biasanya melakukan tekanan keras ke bawah terus menerus pada
fundus uteri; hal ini dapat menambah tekanan pada segmen bawah uterus yang
regang dan mengakibatkan terjadinya ruptura uteri. Pemberian oksitosin dalam
dosis yang terlampau tinggi dan/ayau atas indikasi yang tidak tepat, bisa pula
menyebabkan ruptura uteri.
Gejala-gejala
biasa dari uterus. Sebab mekanisme karena uterus yang cacat mudah dimengerti,
karena adanya lokus minorus resistentiae.
Anatomi uterus tidak hamil dan uterus hamil:
Pada umumnya uterus terbagi atas dua bagian besar: korpus uteri dan
serviks uteri. Batas keduanya disebut ismus uteri (2-3cm) pada uterus yang tidak
hamil. Bila kehamilan sudah kira-kira kurang lebih 20 mg, dimana ukuran janin
sudah lebih besar dari ukuran kavum uteri, maka mulailah terbentuk segmen
bawah uterus (SBR) dari ismus ini.
9
Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut lingkaran
dari Bandl. Lingkaran Bandl ini dianggap fisiologik bila dijumpai 2-3 jari di atas
simfisis, bila meninggi maka kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya
ruptura uteri imminens (RUI).
Pada waktu in partu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedangkan SBR
tetap pasif dan serviks menjadi lembek (pendataran dan pembukaan). Bila oleh
sesuatu sebab partus tidak dapat maju (obstruksi), sedang korpus uteri
berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat), maka SBR yang pasif akan tertarik
ke atas menjadi bertambah regang dan tipis- lingkaran Bandl ikut meninggi,
sehingga suatu waktu terjadilah robekan pada SBR tadi- Ruptura Uteri.
2.4
GEJALA KLINIS4,5,9,10
11
Bila ruptura uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat akan
terjadilah ruptura uteri.
A. Anamnesis dan Inspeksi
1. Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa,
menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut,
pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.
2.
Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tak terukur .
defans muskuler
dan kemudian
menjadi
kembung
dan
meteorismus.
B. Palpasi
1. Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas
panggul.
2. Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut
maka teraba bagian-bagian janin langsung di bawah kulit perut, dan di
sampingnya kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras
sebesar kelapa.
3. Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.
C. Auskultasi .
12
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit
setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga
perut.
D. Pemeriksaan Dalam.
1. Kepala janin yang tadinya sudah turun ke bawah, dengan mudah dapat
didorong ke atas, dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak
banyak.
2. Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding
rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka
dapat diraba usus, omentum, dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan
kita yang di dalam kita temukan dengan jari luar, maka terasa seperti
dipisahkan oleh bagian yang tipis sekali dari dinding perut, juga dapat
diraba fundus uteri.
E. Kateterisasi.
Hematuri hebat menandakan adanya robekan kandung kemih.
2.6
KOMPLIKASI
1. Infeksi post operasi
2. Kerusakan ureter
3. Kematian maternal
4. Kematian perinatal
2.7
PENATALAKSANAAN 1,2,3,10
Pada kasus ruptura uteri penderita hendaknya dirawat 3 minggu sebelum
b. Histerorafi
Histerorafi adalah tindakan operatif dengan mengeksidir luka dan
dijahit dengan sebaik-baiknya. Jarang sekali bisa dilakukan histerorafia
kecuali bila luka robekan masih bersih dan rapi pasiennya belum punya
anak hidup.
2.8
PENCEGAHAN 2
15
Resiko absolut terjadinya ruptur uteri dalam kehamilan sangat rendah namun
sangat bervariasi tergantung pada kelompok tertentu:
1.
2.
3.
4.
5.
Pasien dengan uterus normal dan utuh memiliki resiko mengalami ruptur uteri
paling kecil ( 0.013% atau 1 : 7449 kehamilan )
Strategi
pencegahan
kejadian
memperkecil jumlah pasien dengan resiko, kriteria pasien dengan resiko tinggi
ruptur uteri adalah:8
1. Persalinan dengan SC lebih dari satu kali
2. Riwayat SC classic ( midline uterine incision )
3. Riwayat SC dengan jenis low vertical incision
4. LSCS dengan jahitan uterus satu lapis
5. SC dilakukan kurang dari 2 tahun
6. LSCS pada uterus dengan kelainan kongenital
7. Riwayat SC tanpa riwayat persalinan spontan pervaginam
8. Induksi atau akselerasi persalinan pada pasien dengan riwayat SC
9. Riwayat SC dengan janin makrosomia
10. Riwayat miomektomi per laparoskop atau laparotomi
Ibu hamil dengan 1 kriteria diatas akan memiliki resiko 200 kali lebih besar
dibandingkan ibu hamil umumnya.
Untuk memprediksi keberhasilan penanganan persalinan pervaginal bekas
seksio sesarea, beberapa peneliti telah membuat system skoring. Flamm dan
Geiger menentukan panduan dalam penanganan persalinan bekas seksio sesarea
dalam bentuk system skoring. Weinsten dkk juga telah membuat suatu system
skoring untuk pasien bekas seksio sesarea.
Adapun skoring menurut Flamm dan Geiger yang ditentukan untuk
memprediksi persalinan pada wanita dengan bekas seksio sesarea adalah seperti
pada table berikut :
16
Karakteristik
Sko
r
2
4
tidak ada
2
1
0
1
2
1
75 %
2575%
<25%
17
02
3
4
5
6
7
8 10
Total
42-49
59-60
64-67
77-79
88-89
93
95-99
74-75
TIDAK
0
YA
4
43
Keberhasilan
4
6
8
10
12
58%
67%
78%
85%
88%
2.9
PROGNOSIS 1,2,10
Ruptura uteri merupakan peristiwa yang gawat bagi ibu dan lebih-lebih
bagi janin. Angka mortalitas yang ditemukan dalam berbagai penelitian berkisar
dari 50% hingga 75%. Janin umumnya meninggal pada ruptura uteri. Tetapi, jika
janin masih hidup pada saat peristiwa tersebut terjadi, satu-satunya harapan untuk
mempertahankan jiwa janin adalah dengan persalinan segera, yang paling sering
dilakukan adalh laparatomi. Kalau tidak, keadaan hipoksia baik sebagai akibat
terlepasnya plasenta maupun hipovolemia maternal tidak akan terhindari. Jika
tidak diambil tindakan, kebanyakan wanita akan meninggal karena perdarahan
atau mungkin pula karena infeksi yang terjadi kemudian, kendati penyembuhan
dapat terjadi spontan pernah pula terjadi pada kasus yang luar biasa.
Diagnosis cepat, tindakan operasi cepat, ketersediaan darah dalam jumlah
besar dan terapi antibiotik sudah menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat
besar bagi wanita dengan ruptura uteri yang hamil.
19
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1
20
10
21