Anda di halaman 1dari 14

ASPEK HUKUM DAN ETIKA PROFESI

Disusun Oleh :
WAWAN ROSIWAN
41 211 010 049

Tugas Besar (makalah)


Dosen :
Ir. Rahmad Widodo, MT. IAI

Fakultas Teknik
Program Studi Teknik Arsitektur
Universitas Mercu Buana

PENDAHULUAN

Semua pekerjaan konstruksi melakukan pergerakannya sesuai dengan tahapan (siklus) kegiatannya
yaitu diawali dengan perencanaan, pemilihan sifat bahan bangunan yang digunakan, pengujian bahan dan
bangunan/konstruksi, pelaksanaan dan pengawasan serta pemeliharaan bangunan. Kegiatan-kegiatan
tersebut harus dilakukan secara bertahap agar memperoleh hasil yang baik dan sesuai. Tahap-tahap
tersebut harus dilakukan dengan baik, jika pada salah satu tahap terjadi kegagalan maka akan
mempengaruhi kegiatan yang lainnya serta harus mengikuti ketentuan atau standar yang berlaku.
Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan yang setelah diserah-terimakan oleh penyedia jasa
kepada pengguna jasa menjadi tidak berfungsi baik sebagian atau secara keseluruhan dan/atau tidak
sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang
menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia dan/atau pengguna jasa.
Kegagalan konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan
spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja konstruksi baik sebagian maupun
keseluruhan sebagai akibat dari kesalahan dari pengguna jasa atau penyedia jasa.
Kegagalan bangunan dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satu faktor yang sering terjadi
adalah Human Error atau kesalahan manusia itu sendiri. Kesalahan manusia itu dapat diakibatkan dari
ketidaktahuan, kesalahan kinerja (kecerobohan dan kelalaian) termasuk salahnya dalam perhitungan dan
tidak terperinci, tidak benar dalam membaca gambar dan spesifikasi dan cacat konstruksi. Walaupun
demikian, konsultan tersebut harus merencanakan segala sesuatunya dengan baik, sehingga mendapatkan
hasil yang maksimal juga.

PEMBAHASAN
Aspek & Etika Profesi

KASUS 1
Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat

1. Deskripsi Lokasi

Gambar 1 : Taman Ismail Marzuki


(sumber : www.sixstories.com)

Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki yang populer disebut Taman Ismail Marzuki
(TIM) merupakan sebuah pusat kesenian dankebudayaan yang berlokasi di jalan Cikini Raya 73, Jakarta
Pusat. Di sini terletak Institut Kesenian Jakarta dan Planetarium Jakarta. Selain itu, TIM juga memiliki
enam teater modern, balai pameran, galeri, gedung arsip, dan bioskop. Acara-acara seni dan budaya
dipertunjukkan secara rutin di pusat kesenian ini, termasuk pementasan drama, tari, wayang, musik,
pembacaan puisi, pameran lukisan dan pertunjukan film. Berbagai jenis kesenian tradisional dan
kontemporer, baik yang merupakan tradisi asli Indonesia maupun dari luar negeri juga dapat ditemukan di
Aspek & Etika Profesi

tempat ini. Nama pusat kesenian ini berasal dari nama pencipta lagu terkenal Indonesia, Ismail Marzuki
Diresmikan pembukaannya oleh Gubernur Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta Jenderal
Marinir Ali Sadikin, tanggal 10 November 1968. TIM dibangun di atas areal tanah seluas sembilan
hektare. Dulu tempat ini dikenal sebagai ruang rekreasi umum Taman Raden Saleh (TRS) yang
merupakan Kebun Binatang Jakarta sebelum dipindahkan ke Ragunan. Pengunjung TRS selain dapat
menikmati kesejukan paru-paru kota dan melihat sejumlah hewan, juga bisa nonton balap anjing di
lintasan Balap Anjing yang kini berubah menjadi kantor dan ruang kuliah mahasiswa fakultas perfilman
dan televisi IKJ. Ada juga lapangan bermain sepatu roda berlantai semen. Fasilitas lainnya ialah dua
gedung bioskop, Garden Hall dan Podium melengkapi suasana hiburan malam bagi warga yang suka
nonton film. Tetapi sejak 37 tahun lalu suasana seperti itu tidak lagi dapat ditemukan. Khususnya setelah
Bang Ali menyulap tempat ini menjadi Pusat Kesenian Jakarta TIM.

2. Deskripsi Kejadian

Gambar 2 : Jembatan gedung arsip, Rubuh.


Sumber : VivaNews.com

Jembatan Gedung Arsip & Perpustakaan DKI Jakarta adalah sebuah jembatan yang merupakan
penghubung kedua tempat tersebut saat ini telah mengalami berita yang cukup tragis. Hal ini lantaran
Aspek & Etika Profesi

Jembatan penghubung antara Jembatan Gedung Arsip & Perpustakaan DKI Jakarta yang ada di Taman
Ismail Marzuki mengalami ambruk.
Jumat, 31 oktober 2014 lalu sebuah bencana yang terjadi dibilangan Jakarta Pusat, tepatnya pada
gedung arsip Taman Ismail Marzuki (TIM), cikini, Jakarta Pusat. Jembatan yang tengah dalam konstruksi
pembangunan itu tiba-tiba runtuh. Insiden ini mengakibatkan empat pekerja tewas terbenam di material
cor seberat 136 ton. Dua orang bisa segera dievakuasi dan dua orang mengeras bersama material cor.
Lima korban lain menderita luka berat. Timbunan material berantakan di bagian dasar gedung. Besi-besi
menggumpal tak berbentuk. Dua tiang beton di sisi gedung arsip terlihat miring. Agar tidak ambruk, tiang
beton tersebut diikat dan ditopang dengan menggunakan alat berat. Jembatan itu berada di ketinggian
sembilan meter dari tanah dengan lebar delapan meter dan panjang 12 meter.
Muncul banyak spekulasi baik dari pendapat ahli, media, maupun masyarakat, tentang penyebab
jembatan itu ambruk. Menurut sebagian pekerja, tiang beton penyangga tidak kuat menahan beban
material jembatan, Namun, ada pula yang mengatakan bahwa tragedi itu dipicu oleh lalu lintas di bawah
jembatan, bahkan ada pula yang mengatakan bahwa tidak terdapat penyangga dibawah konstruksi
dikarenakan tempat diletakannya penyangga di tengah jalan raya sehingga tidak memungkinkan untuk
diletakkannya penyangga dan akhirnya betonpun tak kuat menahan jembatan yang masih dalam
pengecoran.

3. Kajian Hukum
Berikut adalah pasal-pasal yang dapat dihubungkan dengan kasus kegagalan konstruksi jembatan Taman
Ismail Marzuki (TIM):
1. UNDANG UNDANG NO.18 TAHUN 1999, BAB III USAHA JASA KONSTRUKSI,
Pasal 8 yang berisi perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi yang berbadan
usaha harus memiliki sertifikat, klasifikasi, dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi.
Pasal 9 ayat 4 yang berisi Tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja pada
pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keterampilan dan keahlian kerja.
2. UNDANG UNDANG NO.18 TAHUN 1999, BAB V PENYELENGGARAAN PEKERJAAN
KONSTRUKSI,

Aspek & Etika Profesi

Pasal 23 ayat 2 yang berisi penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi tentang keteknikan,
keamanan, keselamatan, dan kesehatan kerja, serta tata lingkungan untuk menjamin terwujudnya tertib
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
3. UNDANG UNDANG NO.18 TAHUN 1999, BAB VI KEGAGALAN BANGUNAN,
Pasal 25 ayat (1) yang berisi pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan
bangunan.
Pasal 26 ayat (1) jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau
pengawas konstruksi, dan hal terebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana
atau pengawas konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti
rugi.
Sumber : (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999)

4. Kajian Etika Profesi


Kaidah Tata Laku dan Etika Prifesi Arsitek

Pasal 2
Dasar :
Dalam menunaikan tugas, seorang arsitek membaktikan seluruh kemampuan, ketrampilan, pengetahuan
dan perasaan yang dimilikinya di dalam proses pembangunan demi kesejahteraan umat manusia lahir dan
bathin, dengan tetap menjaga kemandirian berpikir dan kebebasan bersikap. (Pasal 2. Kode Etik Arsitek
IAI)

Tata Laku 2.2 :


Bertekad untuk menghasilkan karya yang terbaik yang mampu ia berikan.

Aspek & Etika Profesi

Tata Laku 2.3 :


Arsitek mempertanggung jawabkan kewajaran karyanya terhadap penghuni, masyarakat dan
lingkungannya.

Pasal 7
Dasar :
Pada tahap manapun dalam proses pembangunan, arsitek harus menunaikan tugasnya secara bijak dan
konsisten. (Pasal 7. Kode Etik Arsitek IAI)

Tata Laku 7.1 :


Arsitek dalam setiap tahap pelaksanaan tugas perencanaan dan perancangan selalu taat azas dan
berkesinambungan sehingga konsekuensi disiplin Arsitektur tergambar dengan jelas.

Tata Laku 7.2 :


Arsitek berkewajiban menyadari dan memahami bahwa hasil karyanya mempunyai pengaruh
besar terhadap kesejahteraan kehidupan orang lain dan atau masyarakat sekitarnya.

Tata Laku 7.3 :


Arsitek wajib bertanggung jawab, tanggung bayar dan tanggung gugat terhadap kekeliruan yang
dibuatnya.

Tata Laku 7.4 :


o

Arsitek menyadari bahwa disiplin Arsitektur selalu dalam proses belajar mengajar
sehingga arsitek perlu melakukan komunikasi, baik antara sesama arsitek maupun kepada
Majelis Arsitek IAI, Pengurus IAI di Pusat dan di Cabang.

Arsitek secara bijak dan berdasar pada semangat kesejawatan, wajib melaksanakan saling
kontrol dengan cara silih asih, asuh, asah dan hanya menyampaikan hal-hal yang
dianggap melanggar Kode Etik kepada Majelis Arsitek IAI.

5. Analisa

Aspek & Etika Profesi

Berlandaskan pertimbangan pasal dan ayat ayat diatas, dapat diambil suatu hal, yaitu dalam kasus ini
pihak perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi dipertanyakan akan
kelayakan dan keahlian nya dalam melakukan pekerjaan konstruksi.
Maka dari itu tidaklah semua tanggung jawab disalahkan pada satu pihak, melainkan peristiwa ini harus
dijadikan sebuah cermin diri dan menginstropeksi kesalahan kesalahan atau kekurangan kekurangan.
Adanya kerjasama yang mantap antara pihak penyelenggara pembangunan dengan pihak Dinas Pekerjaan
Umum akan dapat menaikkan mutu kualitas perencanaan, keteknikan, perlindungan tenaga kerja,
keutamaan keselamatan dan kesehetan kerja, pengawasan yang tegas, serta tata lingkungan setempat
untuk menjamin, menciptakan penyelenggaraan konstruksi yang baik, aman, dan mantap.

KASUS 2
Bangunan Pusat Grosir Tanah Abang
(METRO TANAH ABANG)
1. Deskripsi Lokasi

Aspek & Etika Profesi

Gambar 3 : Metro Tanah Abang


(Sumber : google.com)

Metro Tanah Abang adalah salah satu tempat perbelanjaan yang terletak di Jalan K.H Wahid
Hasyim no 187-189 Jakarta Pusat yang gemar didatangi penjual dan pembeli masyarakat Jakarta. Dengan
meningkatnya tingkat kebutuhan dan pelayanan pada pusat perbelanjaan, pihak pengelola dan PEMDA
DKI Jakarta melakukan penambahan bangunan di pusat grosir Metro Tanah Abang guna menunjang
fasilitas masyarakat.

2. Deskripsi Kejadian

Gambar 4 : Bangunan Pusat Grosir Tanah Abang Runtuh


Sumber : google.com

Mal praktek tidak hanya terjadi di bidang kedokteran. Di bidang profesi yang lain mal praktek
bisa terjadi dibidang konstruksi, sebenarnya sering juga terjadi malpraktek yang disebabkan baik oleh
pihak pengguna jasa aupun penyedia jasa. Salah satu contoh malpraktek konstruksi adalah robohnya

Aspek & Etika Profesi

bangunan tambahan dipusat grosir metro Tanah Abang yang terjadi pada tanggal 23 desember 2009 yang
lalu.
Robohnya bangunan tambahan dipusat grosir Metro Tanah Abang sbisa disebut sebagai
malpraktek konstruksi . walaupun selama ini robohnya suatu bangunan tidak pernah disebut sebagai
malpraktek. Kesalahan-kesalahan dibidang konstruksi yang dilakukan oleh orang-perorang atau badan
usaha yang mengakibatkan kerugian bagi pihak lain, hal tersebut bias dikatakan sebagai malpraktek
konstruksi. Dala kasus metro tanah abang kerugian dialami oleh masyarakat yang menderita luka-luka
dan meninggal dunia. Apabila perencanaan dan pelaksanaan bangunan tamabahan tersebut dilakukan oleh
pihak lain (oleh penyedia jasa) maka pihak manajemen Metro Tanah Abang sebagai pihak pengguna jasa
juga dapat disebut mengalami kerugian.

3. Kajian Hukum
Robohnya bangunan tambahan Metro Tanah Abang dalam masa pelaksanaan yang menyebabkan
tidak berfungsinya bangunan tersebut dapat dinyatakan sebagai kegagalan bangunan. Menurut Bab I Pasal
1 ayat (6) Undang-undang Jasa Konstruksi Nomor 18 tahun 1999 yang dimaksud dengan kegagalan
bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna
jasa, menjadi tidak berfungsi baik sebagian atau secara keseluruhan dan/atau tidak sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang
sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa. Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK)
menegaskan bahwa tanggungjawab pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan konstruksi bukan hanya
dalam rentang waktu pelaksanaan, tetapi berlaku juga setelah serah terima akhir pekerjaan. Pasal 25 ayat
2 UUJK menyatakan bahwa kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa ditentukan
terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun. Penyedia jasa
menurut Pasal 16 ayat 1 terdiri dari perencana, pelaksana dan pengawas konstruksi.
Dalam bidang perencanaan, kesalahan dapat terjadi karena ketidaktelitian dalam perhitungan.
Misalnya ketidaktelitian dalam penentuan asumsi beban yang bekerja pada suatu struktur dapat
menyebabkan kesalahan dalam menetapkan dimensi struktur yang bisa berakibat fatal. Kesalahan dalam
pelaksanaan pekerjaan dapat disebabkan oleh pelaksana (kontraktor) atau oleh pengawas (konsultan
supervisi). Kontraktor yang bekerja menyimpang dari speksifikasi teknis merupakan salah satu kesalahan
pelaksana. Konsultan supervisi yang tidak benar dalam pengawasan, seperti misalnya membiarkan
pelaksana bekerja menyimpang juga merupakan kesalahan pihak pengawas. Nah, apabila kesalahankesalahan tersebut dilakukan melebihi batas toleransi spesifikasi teknis dan mengakibatkan kegagalan
bangunan, maka pihak-pihak terkait wajib dimintai pertanggungjawaban. Disamping akibat kesalahan
Aspek & Etika Profesi

yang disebabkan oleh penyedia jasa tersebut, kegagalan bangunan juga dapat disebabkan oleh pengguna
jasa (owner). Misalnya pengguna jasa memanfaatkan bangunan tidak sesuai peruntukan awal yang
menyebabkan beban yang terjadi pada struktur melebihi beban perencanaan.
Untuk menentukan pihak yang harus bertanggung jawab dalam kasus robohnya bangunan
tambahan di pusat grosir Metro Tanah Abang, pihak yang berwenang dapat melibatkan pihak ketiga
selaku penilai ahli (Pasal 25 ayat 3 UUJK). Penilai ahli dapat ditunjuk dari akademisi dan praktisi yang
memang ahli dibidangnya. Melalui pemeriksaan pihak ketiga akan dapat diketahui letak kesalahannya,
apakah terjadi kesalahan di perencanaan atau pelaksanaan/pengawasan.
Tanggungjawab penyedia jasa dalam UUJK Nomor 18 Tahun 1999 disebutkan dalam pasal 26
ayat 1 dan 2. Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau
pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana
atau pengawas konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti
rugi. Sedangkan ayat 2 menyebutkan, jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan
pelaksana konstruksi dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pelaksana
konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang usaha dan dikenakan ganti rugi.
Tanggungjawab pihak pengguna jasa disebutkan dalam pasal 27 UUJK.
Sanksi bagi penyelenggara konstruksi dijelaskan dalam Bab X pasal 41, 42 dan 43 UUJK. Pasal
41 menyebutkan Penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana
atas pelanggaran Undang-undang ini. Jenis-jenis sanksi sesuai pasal 42 dapat berupa peringatan tertulis
sampai sanksi pencabutan izin usaha dan/atau profesi. Sedangkan sanksi pidana dan denda dijelaskan
dalam pasal 43 sebagai berikut (1). Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang
tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan
bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10%
(sepuluh per seratus) dari nilai kontrak. (2) Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan
konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan
mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5
(lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai kontrak. (3).
Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberi
kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan
terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau
kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling
banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.

Aspek & Etika Profesi

4. Analisa
Berdasarkan informasi yang didapat, runtuhnya gedung tambahan grosir metro tanah abang
disebebkan oleh kesalahan berikut ;
a. Kesalahan Perencanaan
b. Kesalahan Pelaksanaan
c. Kesalahan Pengawasan
Dari kesalahan tersebut terdapat korban meninggal sebanyak 4 orang, 14 orang korban luka-luka
dan bertambahnya biaya dan waktu untuk konstruksi.
Pada kasus ini, penyebab pasti dari kegagalan bangunan ini adalah pada sambungan atau konektor
(baut), namun belum bisa dipastikan pihak mana yang memang harus bertanggung jawab. Berikut
merupakan solusi umum yang memang harus diperhatikan baik oleh perencana, pelaksana, maupun
pengawas. Perencanaan : Beban harus lebih kecil dari kapasitas,Pelaksanaan
sesuai dengan RKS, Pengawasan

Pastikan

pekerjaan

: Menjamin bahwa pelaksana bekerja sesuai dengan RKS.

KASUS 3

Pendapat :
Dalam kasus ini ada beberapa hal yang perlu diberikan garis merah dan kejelasan. Misalnya :

Yang pertama dan utama adalah Surat Perintah Kerja (SPK) atau surat kontrak lainya yang
bersifat mengingat tentang pekerjaan yang akan dilaksanakan, ini yang harus miliki pemborong
sebelum bekerja dan menyelesaikan pekerjaan. Sehingga pemborong memilii dasar hukum yang
kuat jika kasus ini terjadi.

Dari Pihak PAK T.


Aspek & Etika Profesi

Harus dipastikan kepada beliau tentang profesinalisme nya. Baik dalam ke anggotaan IAI ataupun
Legalitas Jasa nya. Ini yang nantinya akan membuat IAI menjadi semakin lemah dan kurang di
percayai masyarakat. Oknum seperti ini harus di berikan sanksi, baik dari IAI maupun lembaga
yang berwajib.

IAI
Kasus seperti ini meyeret nama baik IAI sebagai lembaga yang sah untuk menangani kegiatan
dalam profesi Arsitek di Indonesia. Perlu dipertanyakan kepada IAI, mengenai perekrutan
anggota, dan pendayaan anggota. Supaya dalam setiap bertindak dan berlaku dapat
mencerminkan ke profesional yang didapat dari IAI.

Apabila ditinjau dari Buku Kaidah Tata Laku/ Kode Etik Arsitek (IAI), terdapat beberapa poin yang
arsitek lalai untuk lakukan, berikut poin poin nya;
1. Standar Etika 1.5 (Nilai Hak Asasi Manusia).
Arsitek wajib menjunjung tinggi hakhak asasi manusia dalam setiap upaya menegakkan profesinya.
2. Kaidah Tata Laku 2.103

Arsitek tidak dibenarkan terlibat dalam pekerjaan yang bersifat penipuan atau yang
merugikan kepentingan pihak lain.

3. Kaidah Dasar 4 (Kewajiban Kepada Profesi)

Arsitek berkewajiban menjaga dan menjunjung tinggi integritas dan martabat


profesinya dan dalam setiap keadaan bersikap menghargai dan menghormati hak
serta kepentingan orang lain.

4. Standar Etika 4.1 (Kejujuran dan Keadilan)


Arsitek wajib menjalankan profesinya dengan menjunjung tinggi nilai kejujuran dan
keadilan.
Kaidah Tata Laku 4.101

Arsitek yang mengetahui adanya kelalaian ataupun pelanggaran kode etik yang
dilakukan oleh rekan arsitek lain yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kejujuran,

Aspek & Etika Profesi

kebenaran, atau kemampuan arsitek, wajib menyampaikan atau melaporkannya


kepada Dewan Kehormatan IAI.

KASUS 4
Pendapat :
Kejadian seperti ini akan semakin banyak ditemukan , karena saat ini masyarakat Indonesia sudah mulai
melek dengan apa yang ada disekitar mereka. Tidak hanya di dunia kostruksi, bidang lainya saya rasa
juga mendapatkan kejadian semacam ini.
Ada hal penting yang saya anggap penting dalam kasus ini, yaitu ;
1. Jika pengaduan masyarakat terhadap suatu masalah tidak segera diselesaikan maka, hal itu akan
membawa kita kedalam permasalahan yang semakin kompleks. Jika didiamkan / tidak
mendapatkan respon dan tanggapan dalam skala reginal (IAI jabar), maka hal yang lebih besar
menghadang. Nama baik dan Keprofesionalan IAI dalam bekerja akan diragukan pemerintah.
Selain itu juka melihat dalam tembusan, mencakup almamater dan parpol, ini tentu akan
mengurangi cara pandang masayarakat terhadap lembaga terkait.
2. Jika IAI lepas tangan dalam kasus ini, karena yang bersangkutan bukan anggota IAI. Ini justru
menjadi tamparan kecil bagi IAI, kenapa tidak dapat menjaring anggota ? padahal jelas orang yang
bersangkutan melakukan praktek dalam bidang Arsitek. Apakah tidak dapat melakukan perekrutan
anggota ? atau dalam pengawasan kurang?.
Ada baiknya sekarang dalam proses perekrutan anggota IAI, dibekali dahulu dalam masa kuliahnya
tentang Aspek dan Etika Profesi. Tentu ini akan menjadi dasar dalam menjalankan jasa Arsitek para
lulusan Arsitektur.
3. Untuk arsitek yang melakukan ini, entah beliau ini mengerti tentang kode etik atau tidak dalam
profesi arsitek. Karena jelas dalam Buku Kaidah Tata Laku/ Kode Etik Arsitek (IAI) hal semacam
ini tidak dibenarkan. Dan membernarkan lagi, dalam kuliah harusnya ada mata kuliah tentang
Aspek dan Etika Profesi seperti yang ada dalam perkuliahan Jurusan Tehnik Arsitektur
Mercubuana.

Aspek & Etika Profesi

Anda mungkin juga menyukai