Anda di halaman 1dari 34

PRE - TEST FARMASI KLINIK

PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


IFRS - RSUD KOTA BANDUNG

Oleh:
ARROFITA ANI SANDIYA, S.Farm.

(NPM 260112140002)

AULIA SITI NURHAYATI, S.Farm. (NPM 260112140077)


RAHMAT KARIM, S.Farm.

(NPM 260112140118)

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
JATINANGOR
2015

PRE - TEST FARMASI KLINIK


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
IFRS-RSUD KOTA BANDUNG
A. Umum
1. Apa yang dimaksud dengan yang tersebut dibawah ini, jelaskan
kegunaannya untuk keperluan praktek farmasi klinik :
a. Onset, (mula kerja obat) adalah rentang waktu antara pemberian obat
sampai timbulnya efek.
Kegunaan : untuk optimalisasi waktu penggunaan obat.
b. Waktu Puncak (Tmax),adalah menunjukan kapan kadar obat dalam
sirkulasi sistemik mencapai puncak Tmax
Kegunaan : digunakan sebagai parameter untuk menunjukan kecepatan
absorpsi. Hambatan pada proses absorpsi obat dapat dengan mudah
dilihat dari memanjangnya Tmax.
c. Waktu Paruh Eliminasi (t1/2), adalah waktu yang dibutuhkan untuk
mulai dari tercapainya konsentrasi maksimum sampai menjadi
konsentrasi setengahnya.
Kegunaan: untuk menentukan dosis dan interval waktu yang efektif.
d. Volume Distribusi, adalah suatu volume cairan hipotesis dimana obat
terdistribusi didalamnya.
Kegunaan: berguna dalam memprediksi dosis efektif suatu obat yang
terdistribusi di dalam darah.
e. Durasi, (lama kerja obat) adalah rentang waktu antara timbulnya efek
obat sampai saat efek obat tersebut hilang.
Kegunaan: berguna dalam penentuan aturan pakai atau interval waktu
pemberian obat.
f. Bioavaibilitas Oral, adalah Ketersediaan hayati, yaitu persentase obat
secara utuh mencapai sirkulasi umum untuk melakukan kerjaannya.
Kegunaan: berguna dalam penentuan dosis efektif suatu obat.

g. Obat dengan window terapi sempit,adalah obat-obat yang mempunyai


rentang derajat keamanan yang kecil. Contoh : Teofilin, Digoxin,
Warfarin.
Kegunaan: ketelitian dalam pemberian dosis.
h.Clearance

Ginjal,

adalah

sebagai

kemampuan

ginjal

untuk

membersihkan darah dari obat per satuan waktu.


Kegunaan: sebagai parameter adanya gangguan fungsi ginjal sehingga
berguna untuk penentuan dosisnya (Shargel and Yu, 2005).
2. Gambarkan diagram yang menggambarkan faktor-faktor yang
mempengaruhi respon pasien terhadap obat :

3. Jelaskan apa yang engkau ketahui tentang Drug Related Problem :


Drug Related Problems (DRPs) adalah suatu kejadian atau situasi yang
menyangkut terapi obat, yang mempengaruhi secara potensial atau aktual
hasil akhir pasien

DRPs diklasifikasikan, sebagai berikut :


1. Kebutuhan akan obat (drug needed)
o Obat diindikasikan tetapi tidak diresepkan
o Problem medis sudah jelas tetapi tidak diterapi
o Obat yang diresepkan benar, tetapi tidak digunakan (non
compliance)
2. Ketidaktepatan obat (wrong/inappropriate drug)
o Tidak ada problem medis yang jelas untuk penggunaan suatu
obat
o Obat tidak sesuai dengan problem medis yang ada
o Problem medis dapat sembuh sendiri tanpa diberi obat
o Duplikasi terapi
o Obat mahal, tetapi ada alternatif yang lebih murah
o Obat tidak ada diformularium
o Pemberian tidak memperhitungkan kondisi pasien
3. Ketidaktepatan dosis (wrong / inappropriate dose)
o Dosis terlalu tinggi
o Penggunaan yang berlebihan oleh pasien (over compliance)
o Dosis terlalu rendah
o Penggunaan yang kurang oleh pasien (under compliance)
o Ketidaktepatan interval dosis
4. Efek buruk obat (adverse drug reaction)
o Efek samping
o Alergi
o Obat memicu kerusakan tubuh
o Obat memicu perubahan nilai pemeriksaan laboratorium
5. Interaksi obat (drug interaction)
o Interaksi antara obat dengan obat/herbal
o Interaksi obat dengan makanan

o Interaksi obat dengan pengujian laboratorium


Suatu kejadian dapat disebut DRP bila memenuhi dua komponen berikut :
1. Kejadian yang tidak diinginkan
Kejadian ini dapat berupa keluhan medis, gejala, diagnosis penyakit,
ketidakmampuan (disability) atau sindrom, dapat merupakan efek dari
2.

kondisi psikologis, fisiologis, sosiokultural atau ekonomi.


Hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat
Bentuk hubungan ini dapat berupa konsekuensi dari terapi obat maupun
kejadian yang memerlukan terapi obat sebagai solusi maupun preventif.

Tanggung jawab apoteker terhadap adanya DRP yaitu :


1. Mengidentifikasi masalah
2. Menyelesaikan masalah
3. Melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya DRP
B. GAGAL JANTUNG
1. Dapatkah anda memberikan gambaran klinis yang terjadi pada gagal
jantung kiri dan kanan, dan mengapa itu terjadi ?
Gagal jantung terjadi akibat jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.
Manifestasi klinis gagal jantung kanan :
Pembesaran ventrikel kanan
Murmur
Edema perifer, terlokalisis, anasarka
Peningkatan HR
Asites
Distensi vena jugularis
Hepatomegali
Efusi pleura
Manifestasi klinis gagal jantung kiri :
Pembesaran ventrikel kiri

Pernafasan Cheyne-Stokes
Pulsus alternans
Peningkatan HR
Hipertropi ventrikel kiri
Pertukaran O2 buruk
Crackles
Bunyi jantung S3 dan S4
Gagal jantung kanan maupun kiri dapat disebabkan oleh beban
kerja(tekanan atau volume) yang berlebihan dan atau gangguan otot
jantung itu sendiri. Beban volume atau preload disebabkan karena kelainan
ventrikel memompa darah lebih banyak semenit sedangkan beban tekanan
atau afterload disebabkan oleh kealinan yang meningkatkan tahanan
terhadap pengaliran darah ke luar jantung. Kelainan atau gangguan fungsi
miokard dapat disebabkan oleh menurunnya kontraktilitas dan oleh
hilangnya jaringan kontraktil ( infark miokard ).
Berikut gambar manifestasi klinik gagal jantung kiri dan kanan :
2. Gambarkan diagram patofisiologi gagal jantung sistolik dan tentukan
tempat kerja berbagai obatnya :

3. Sebutkan mekanisme dari obat-obat yang dipakai pada terapi gagal


jantung. Sebutkan pula kontra indikasinya.
a. Inhibitor ACE

Menurunkan beban pada jantung dengan mencegah peningkatan


angiotensin II yang sering ditemukan pada gagal jantung, meningkatkan
ekskresi Na+ dan H2O.
Kontraindikasi : stenosis , gagal ginjal, hamil dan laktasi.
b. Diuretik
Menurunkan volume dalam sirkulasi maka edema akan berkurang
Kontraindikasi : defisiensi elektrolit, hipokalemia, kehamilan muda,
anuria, insufisiensi ginjal akut
c. Beta Bloker
Menurunkan kontraktilitas miokard, memblok efek perusakan dari
aktivitas simpatik yang berlebihan.
Kontraindikasi : blok AV derajat 2 dan 3, asma bronkhial, sinus
bradikardia.
d. Digoksin
Meningkatkan kalsium intraseluler, dengan menghambat Na+/K+ ATPase membran yang berperan dalam pertukaran Na+/K+ melalui
membran sel otot.
Kontraindikasi : blok AV komplit dan derajat 2, hentisinus, sinus
bradikardi berlebihan, takikardi ventrikular dan vibrilasi ventrikular.
e. Obat simpatomimetik
Menstimulasi adrenoseptor beta 1 pada jantung dan meningkatkan
kontraktitilitas dengan sedikit efek pada frekuensi, kerja pada reseptor
beta 2 menyebabkan vasodilatasi. Contoh : Dobutamin
4. Apabila anda ditugaskan memberikan konseling tentang kepatuhan
minum obat kepada pasien gagal jantung, materi apa saja yang harus
anda sampaikan ?
Nama obat yang tertulis pada resep/label dan jumlahnya. Beritahukan

golongan obat tersebut, apakah termasuk obat bebas atau obat keras
Untuk indikasi apa obat tersebut digunakan, penjelasan secara umum

indikasi kegunaan obat dengan tidak melakukan diagnosa penyakit


Penjelasan mengenai rute, bentuk sediaan, dosis dan jadwal
penggunaa/konsumsi (termasuk durasi terapi). Contoh jika diminum

2x sehari maka obat dikonsumsi setiap 12 jam


Hal penting yang seharusnya diperhatikan selama menggunakan obat,
informasikan pula bila tidak terjadi perubahan pada penyakit, pasien
dianjurkan kembali ke dokternya.

Informasi yang perlu dilakukan bila pasien lupa menggunakan obat


Informasi mengenai efek samping obat dan bagaimana menyikapinya
Bagaimana cara menyimpan obat
Penyampaian pada pasien untuk memberitahukan kondisinya kepada

dokter terutama hal-hal seperti alergi obat


Memberi pengetahuan/penyuluhan tentang mekanisme dasar gagal

jantung dan rasionalitas pengobatannya


Menjelaskan atau menerangkan makna klinis hasil tes laboratorium

dengan penyakit gagal jantung yang diderita pasien


Terapi non farmakologi yang dianjurkan seperti olahraga ringan,
mengurangi

asupan

garam,

mengurngi

konsumsi

makanan

berkolesterol seperti otak sapi, jeroan, telur puyuh, menghentikan

merokok, serta istirahat yang cukup.

C. GINJAL
1. Fungsi ginjal
Price dan Wilson (2005) menjelaskan secara singkat fungsi utama ginjal
yaitu :
A. Fungsi Eksresi
1. Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mili Osmo l dengan
mengubah-ubah ekresi air.
2. Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan mengubahubah ekresi natrium.
3. Mempertahankan konsentrasi

plasma

masing-masing

elektrolit

individu dalam rentang normal.


4. Mempertahankan derajat keasaman/pH plasma sekitar 7,4 dengan
mengeluarkan kelebihan hidrogen dan membentuk kembali karbonat.
5. Mengeksresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein
(terutama urea, asam urat dan kreatinin).
6. Bekerja sebagai jalur eksretori untuk sebagian besar obat.
B. Fungsi Non eksresi
1. Menyintesis dan mengaktifkan hormon
2. Renin : penting dalam pengaturan tekanan darah
3. Eritropoitin: merangsang produksi sel darah merah oleh sumsum
tulang

4. 1,25-dihidroksivitamin D3sebagai hidroksilasi akhir vitamin D3


menjadi bentuk yang paling kuat.
5. Prostaglandin: sebagian besar adalah vasodil;ator bekerja secara lokal
dan melindungi dari kerusakan iskemik ginjal
6. Degradasi hormon polipeptida, insulin, glukagon, parathormon,
prolaktin, hormon pertumbuhan, ADH, dan hormon gastrointestinal.
Sistem eksresi terdiri atas dua buah ginjal dan saluran keluar urin. Ginjal
sendiri mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri yang masuk ke
medialnya. Ginjal akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah
danmengubahnya menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke
ureter. Dari ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di kandung kemih. Bila
orang tersebut merasakan keinginan mikturisi dan keadaan memungkinkan, maka
urin yang ditampung dikandung kemih akan di keluarkan lewat uretra (Sherwood,
2001).
2. Faktor farmakokinetik yang berubah saat fungsi ginjal terganggu
Ginjal merupakan organ yang berpengaruh terhadap farmakokinetika obat,
karena sebagian besar darah melewati ginjal, hipertonisitas medulla ginjal
sehingga obat dan metabolitnya mudah terkonsentrasi dalam ginjal dan obat
terkonsentrasi dalam sel'sel tubulus ginjal sebelum diekskresikan kedalam urin
(Sukandar, 1997). Gangguan fungsi ginjal adalah suatu keadaan yang
mengakibatkan penurunan kemampuan ginjal untuk melakukan eliminasi zat'zat
yang tidak diperlukan lagi di dalam tubuh (Warianto, 2011). Perubahan
farmakokinetik yang terjadi pada gangguan fungsi ginjal adalah perubahan pada
parameter'parameter yang meliputi laju ekskresi obat, konstanta eliminasi (K),
waktu paruh obat (t1/2), dan klirens ginjal (Suryawati, 1984). Klirens ginjal suatu
obat didefinisikan sebagai volume darah yang dapat dibersihkan dari obat tersebut
oleh ginjal per satuan waktu, sehingga sebenarnya nilai klirens ginjal ini
merupakan suatu ukuran yang menggambarkan kemampuan ginjal untuk
membersihkan obat dari tubuh. Klirens ginjal merupakan hasil proses'proses
filtrasi glomeruler dan sekresi maupun reabsorpsi di sepanjang tubuli renal
(Suryawati, 1984).

3. Konsep Patofisiologi/ problem medic apa saja yang terjadi pada pasien
dengan gangguan ginjal? Jelaskan penyebabnya masing-masing!
Patofisiologi ganggun ginjal pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi. Struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya
kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth
factors.
Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat dan pada akhirya diikuti oleh proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.
Adanya

peningkatan

aktivitas

aksis

renin-

angiotensin-aldosteron

intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis


dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotansinaldosteron,sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth
factor. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas
penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dan
dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan
fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial (Suwitra, 2006).
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal, pada keadaan mana LFG basal masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan
fungsinefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum.
Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien sepert
inokturia, badan lemah mual nafsu makan kurang dan penurunan berat

badan.Sampai pada LFG di bawah 30%, pas ien memperlihatkan gejala dan tanda
uremiayang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus,muntah dan lain sebagainya. Pasien juga
mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas,
maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air
seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain
natrium dankalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi
yang lebihserius, dan pasien sudah memerlukan tetapi pengganti ginjal (renal
replacementtherapy) antara lain dialisis atau tansplantasi ginjal. Pada keadaan ini
pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (Suwitra, 2006)
4. Apa yang dimaksud dengan laju filtrasi glomerulus dan apa
hubungannya dengan clearance serum kreatinin? Mengapa creatinin
yang digunakan untuk penentuan fungsi ginjal?
Laju filtrasi glomerulusadalah jumlah filtrat glomerulus yang dibentuk setiap
menit dalam semua nefron kedua ginjal. Laju filtrasi glomerular (LFG)
(bahasa Inggris: Gromerular filtration rate (GFR)) adalah laju rata-rata
penyaringan darah yang terjadi di glomerulus yaitu sekitar 25% dari total
curah jantung per menit, 1,300 ml . LFG digunakan sebagai salah satu
indikator menilai fungsi ginjal. Biasanya digunakan untuk menghitung
bersihan kreatinin.
Hubungan GFR dengan clearance serum kreatinin adalah dimana kenaikan
kreatinin serum proporsional dengan penurunan fungsi glomeruli, bahkan
lazim digunakan sebagai indikator penurunan fungsi ginjal. Kreatinin
merupakan hasil metabolisme otot yang berukuran mikromolekul sehingga
sebagian besar dapat lolos, dan hal ini digunakan dalam parameter pengukuran
fungsi ginjal.Laju filtrasi glomerulus merupakan salah satu indikasi untuk
melihat fungsi ginjal.Pemeriksaan kadar kreatinin darah merupakan salah satu
parameter yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal, karena konsentrasi
dalam plasma dan ekskresinya dalam urin dalam 24 jam relatif konstan. Kadar
kreatinin darah yang tinggi menindikasikan bahwa fungsi ginjal terganggu.

5. Bagaimana cara memperoleh nilai clearance serum kreatinin?


Nilai clearance serum kreatinin didapat dengan memasukkan hasil pengukuran
kreatinin serum pada uji laboratorium ke dalam persamaan.
Menghirtung Creatinin Clearence :
kecepatanekskresiurin
Creatininclearence=
konsentrasikreatininplasma
Atau Persamaan Cockcroft-Gault
Pada pria : CLcr (mL/menit) =

( 140usia ) xBB
72 x Scr

Pada wanita : CLcr pada pria dikalikan 0,85


Keterangan : usia dalam tahun, berat badan dalam kg, Scr = kreatinin serum
dalam mg/dL. Jika pasien kelebihan berat badan atau kegemukan, digunakan
berat badan ideal. Jika usia> 60 tahun dan Scr < 1 mg/dL, maka Scr dianggap
= 1. Persamaan Cockcroft-Gault digunakan untuk fungsi ginjal stabil.
6. Bagaimana cara perhitungan penyesuaian dosis
Clcr . F
G=1FR [1.
]
Clcr . N
Keterangan :
G = faktor penyesuaian dosis menurut Glusti hayton
FR = fraksi obat yang diekskresikan utuh dalam urin dari dosis yang sampai
kedalam darah
Clcr.N = bersihan kreatinin pada penderita dengan fungsi ginjal normal
ClCr.F = Bersihan kreatinin pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal
7. Apa yang dimaksud dengan obat yang bersifat nefrotoksik dan sebutkan
obat-obat yang dimaksud!
Obat nefrotoksik adalah obat-obat yang mengganggu fungsi ginjal karena
mekanisme kerja obat nefrotoksik dapat mengakibatkan kerusakan nefron
ginjal.
Obat dalam praktek klinis yang paling sering menimbulkan nefrotoksisitas
antara lain agen radiokontras, aminoglikosida, non steroid antiinflamasi drug
(NSAID), dan angiotensin converting enzym (ACE) inhibitor, yang di kenal

sebagai internist s nephrotoxic quartener. Obat-obat lain yang potensial


nefrotoksik biasanya di resepkan untuk pasien-pasien dengan kondisi khusus
yaitu cisplatin dan methotrexate pada pasien kanker, siklosporin pada pasien
yang menerima transplantasi ginjal dan Asiklovir pasien AIDS.
8. Bagaimna prinsip umum penggunaan obat pada gagal ginjal?
Sedapat mungkin dipilih obat yang eliminasinya terutama melalui

metabolisme hati, untuk obatnya sendiri maupun metabolit aktifnya.


Hindarkan penggunaan: golongan tetrasiklin untuk semua derajat
gangguan ginjal (kecuali doksiklin dan minosiklin yang dapat diberikan
asal fungsi ginjal tetap dimonitor), diuretik merkuri, diuretik hemat
kalium, diuretik tiazid, antidiabetik oral, dan aspirin(parasetamol

merupakan analgesik yang paling aman untuk penyakit ginjal).


Gunakan dosis yang lebih rendah dari normal. terutama obat-obat yang
eliminasi utamanya melalui ekskresi ginjal

9. Apabila Anda ditugaskan menjawab pertanyaan dokter Berapa dosis


obat digoksin yang harus saya berikan kepada pasien X? Apa yang
harus anda lakukan selanjutnya.
a Memastikan bahwa dogoksin adalah obat yang paling tepat dan sesuai
b

untuk pasien X, pastikan bahwa tidak ada kontraindikasi.


Apabila pasien memiliki gangguan ginjal dan pasien harus menggunakan
digoksin makan lakukan pengkajian literatur tentang penggunaan digoksin

c
d
e

pada gagal ginjal


Mengkaji rekam medik pasien
Menghitung penyesuaian dosis untuk pasien
Lakukan Therapeutic Drug Monitoring (TDM) terhadap penggunaan
digoksin. TDM dilakukan terhadap penggunaan digoksin baik pada pasien
dengan gangguan ginjal maupun pada pasien dengan ginjal normal karena

digoksin merupakan obat dengan inteks terapi sempit.


Diskusi terapi dengan dokter

D. HATI
1. Jelaskan fungsi hati
a. Metabolisme hidrat arang, protein, lemak
b. Memproduksi protein plasma dan empedu

c. penting dalam pembekuan darah, yaitu sumber dari protombin, fibrinogen


dan mengabsorpsi vitamin K dengan garam empedu
d. untuk eritropoiesis
e. detoksifikasi kuman, mineral danhormone

2. Faktor farmakokinetik yang mana yang berubah jika fungsi hati


terganggu?
Beberapa perubahan fisiologik yang mungkin terjadi akibat penyakit hati
dan yang erat berkaitan dengan ADME obat, di antaranya ialah perlambatan
aliran darah hepatik, disfungsi sel hati, perubahan protein serum kualitatif
maupun kuantitatif, dan perubahan aliran empedu.Perubahan pada sistem
ADME tergantung jenis dan berat gangguan yang terjadi pada hati, misalnya
kholestasis, hepatitis karena virus, atau sirosis. Namun, apapun jenis
gangguannya, pada umumnya akan menyebabkan perubahan profil kadar
obat di dalam darah dan target obat (reseptor), sehingga dapat mengubah pula
efek yang ditimbulkannya (Hakim, 2012).
3. Konsep patofisiologis/problem medik apa saja yang terjadi pada pasien
dengan gangguan fungsi hati? Jelaskan penyebabnya masing-masing!
a. Kolestiasis
Kolestasis merupakan keadaan akibat kegagalan produksi dan/atau
pengeluaran empedu. Lamanya menderita kolestasis dapat menyebabkan
gagalnya penyerapan lemak dan vitamin A, D, E, K oleh usus, juga
adanya penumpukan asam empedu, bilirubin dan kolesterol di hati
(Depkes RI 2007).
b. Jaundice atau ikterus
Adanya kelebihan bilirubin dalam sirkulasi darah dan penumpukan
pigmen empedu pada kulit, membran mukosa dan bola mata (pada lapisan
sklera). Pada keadaan ini kulit penderita terlihat kuning, warna urin
menjadi lebih gelap, sedangkan feses lebih terang. Biasanya gejala
tersebut timbul bila kadar bilirubin total dalam darah melebihi 3 mg/dl.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk kolestasis dan jaundice yaitu terhadap

Alkali Fosfatase, Gamma GT, Bilirubin Total dan Bilirubin Direk


(Depkes RI 2007).
c. Darah keluar melalui muntah dan rektum (hematemesis-melena)
Akibat adanya perdarahan yang disebabkan oleh sirosis hati, dimana di
mana jaringan hati yang normal digantikan oleh jaringan parut (fibrosis)
yang terbentuk melalui proses bertahap. Jaringan parut ini memengaruhi
struktur normal dan regenerasi sel-sel hati. Sel-sel hati menjadi rusak dan
mati sehingga hati secara bertahap kehilangan fungsinya.
4. Mengapa tidak dapat dilakukan penyesuaian dosis obat secara terbilang
pada pasien dengan gangguan fungsi hati?
Karena tidak ada satu senyawa pun yang dapat digunakan sebagai senyawa
indikator untuk menerangkan secara keseluruhan fungsi hati, karena masingmasing hanya menerangkan perubahan fungsi secara parsial.Tidak ada
parameter spesifik.Sehingga persamaan untuk penyesuaian dosis sulit
dilakukan.
5. Apa yang dimaksud dengan obat yang bersifat hepatotoksik dan
sebutkan obat-obat yang dimaksud yang engkau ketahui?
Obat bersifat hepatotoksik yaitu obat yang mekanisme kerjanya dapat
menimbulkan kerusakan sel-sel atau jaringan hati dan sekitarnya.Atau obat
obat yang mempunyai efek samping dapat merusak sel sel hati.
Contohnya :
a. Obat yang mengakibatkan hepatocellular injury: akarbosa, alopurinol,
fluoxetin, losartan(Dipiro, 2008).
b. Obat yang mengakibatkan steatohepatitis/steatonecrosis:

alcohol,

tetrasiklin, natrium valproat(Dipiro, 2008).


c. Obat yang mengakibatkan phospholipidosis: aminodarone(Dipiro, 2008).
d. Obat yang mengakibatkan nekrosis sel hepar: isoniazid, ketokonazol
(Dipiro, 2008).
e. Obat yang mengakibatkan sirosis: vitamin A, etanol, asam nikotinat,
metotreksat, dan terbinafin(Dipiro, 2008).
6. Bagaimana prinsip umum penggunaan obat pada pasien dengan
gangguan fungsi hati?
a. Pilih obat yang eliminasinya melalui ginjal.

b. Hindari obat-obat yang dapat mendepresi SSP (terutama morfin), deuretik


kuat, obat-obat yang dapat menyebabkan konstipasi.
c. Gunakan dosis yang lebih rendah, terutama untuk obat-obat yang
eliminasinya melalui hati.
d. Sesuaikan dosis dengan kondisi klinis penderita.
7. Apabila Anda ditugaskan untuk mengikuti visite medis terjadwal besok.
Apa yang Anda lakukan hari ini?
1. Mengkaji data subjektif dan objektif pasien.
2. Mempelajari patofisiologi, terminology

klinis,

farmakoterapi,

farmakokinetik klinik, dan farmakoekonomi terkait terapi pasien.


3. Memahami interpretasi rekam medik atau riwayat pengobatan pasien.
4. Menyiapan materi dan daftar pertanyaan untuk visite.
E. Pasien Anak
1. Coba ceritakan bagaimana farmakokinetik obat pada anak-anak!
Dalam populasi pediatrik, pertumbuhan dan perkembangan perubahan dalam
faktor-faktor yang mempengaruhi ADME juga menyebabkan perubahan
ukuran farmakokinetik dan / atau parameter. Untuk mencapai AUC dan nilainilai Cmaks pada anak serupa dengan nilai-nilai yang terkait dengan
efektivitas dan keamanan pada orang dewasa, mungkin penting untuk
mengevaluasi farmakokinetika obat selama rentang usia anak-anak di seluruh
obat yang akan digunakan. Dimana pertumbuhan dan perkembangan yang
cepat, penyesuaian dosis dalam satu pasien dari waktu ke waktu mungkin
penting untuk mempertahankan eksposur sistemik stabil. Secara umum, studi
farmakokinetik pada populasi anak-anak harus menentukan bagaimana dosis
pada populasi anak harus disesuaikan untuk mencapai sekitar tingkat yang
sama keamanan dan keefektifannya seperti pada pada dewasa.
a. Absorbsi
Penyerapan obat dipengaruhi oelh faktor-faktor fisiologi seperti pH
lambung, motilitas usus, kecepatan pengososngan lambung dan aliran
darah. Hal ini dapat berpengaruh terhadap beberapa hal seperti :

Bayi barulahir pH lambung , waktu pengosongan lambung lambat,


waktu makanan tinggal lebih lama Absorpsi ampisilin & penisilin G

.
Salisilat absorpsi sedang fenobarbita labsorpsinya di usus halus

atau usus besar.


Pemberian perkutan terjadi efek toksik pada kortikosteroid, asam

borat, aminoglikosida.
Pemberian injeksi pada malnutrisi menyebabkan konsentrasi obat

lebih tinggi dalam sirkulasi.


Peristaltik usus bayi baru

lahir

belum

teratur,

umumnya

lambatjumlah obat diabsorpsi


b. Distribusi
Distribusi obat dapat dipengaruhi oleh perubahan komposisi tubuh,
seperti perubahan dalam tubuh air dan jaringan lemak, yang tidak
selalu proporsional dengan perubahan total berat badan. Plasma
protein jaringan pengikat yang mengikat dan perubahan yang timbul
dari

perubahan

komposisi

tubuh

dengan

pertumbuhan

dan

perkembangan juga dapat mempengaruhi distribusi Metabolisme.


Obat lipofilik Vd misalnya sulfonamide dua kali lipat.
Sawar darah otak bayi baru lahir lebih permiabelmudah ditembus

obat dan mikroorganisme


Ikatan obat-protein plasma rendah pada neonatuskadar obat bebas

lebih tinggi.
Terjadinya interaksi dengan bilirubin kernik terus. Misalnya
sulfonamid, diazoksida, vitamin K

c. Metabolisme
Metabolisme obat secara signifikan berlangsung lebih lambat pada bayi
dibandingkan dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa. Terdapat
perbedaan penting dalam pematangan beberapa jalur metabolisme pada
bayi prematur. Contohnya pada bayi, jalur sulfas yang berkembang baik,
tetapi jalur glukorunidasi belum berkembang. Walaupun metabolisme
asetaminofen dengan glukorunidase masih belum sempurna jika
dibandingkan dengan orang dewasa, tetapi secara parsial masih dapat

dikompensasi oleh jalur sulfas. Penyebab sindrom gray baby oleh


kloramfenikol pada bayi baru lahir adalah penurunan metabolisme
kloramfenikol oleh glukoronil transferase menjadi metabolit glukoronid
tidak aktif. Jalur metabolisme berhubungan dengan umur dan dapat
membutuhkan waktu bulanan hingga tahunan untuk berkembang
sempurna. Oleh karena itu, peningkatan klirens berlangsung hingga umur
1 tahun.
d. Ekskresi
Obat dan metabolitnya utamanya dieliminasi oleh ginjal. Kecepatan
filtrasi glomerulus bisa rendah (0.6-0.8 mL/menit tiap 1.73 m2) pada
bayi preterm dan sekitar 2-4 mL/menit tiap 1.73 m2 pada bayi term.
Proses filtrasi glomerulus, sekresi tubulus, dan reabsorpsi tubulus
menentukan

efikasi

eksresi

renal.

Proses-proses

tersebut

dapat

membutuhkan waktu beberapa minggu hingga 1 tahun setelah kelahiran


untuk berkembang sepenuhnya (Shargel, 2005).
2. Bagaimana pendapat Anda apabila dokter RSUD Kota Bandung menulis
resep obat off label untuk pasien anak?
Obat yang beredar ditujukan untuk orang dewasa memiliki izin yang
menjelaskan indikasi khusus, dosis dan rute pemberian obat, atau disebut 'onlabel). Namun demikian, beberapa obat yang digunakan untuk anak tidak
memiliki izin penggunaan pada anak atau penggunaan diluar ketentuan
diberikan untuk obat, atau disebut 'off-label' (Turner et al., 1996).
Ketentuan yang berlaku bahwa semua obat yang beredar harus memiliki izin
untuk diedarkan Product License (PL) atau izin penjualan Marketing
Authorisation (MA) (Jong et al., 2001).
Disebabkan oleh penggunaan obat 'off label' pada anak tidak banyak. Hal ini
juga mendukung perlunya dilakukan monitoring prospektif efek samping pada
anak, termasuk anak di komunitas, dalam upaya mendapatkan gambaran yang
objektif (Tumer et al., 1995).
Apabila dokter memutuskan untuk menggunakan obat 'off-label', keputusan
harus didasarkan pada bukti ilmiah yang dapat dipercaya, penilaian ahli
medik, atau pustaka yang dipublikasikan. Perlunya dilakukan monitoring

prospektif efek samping pada anak dalam upaya mendapatkan gambaran yang
objektif (Nahata et al., 1994).
3. Apabila Anda ditugaskan memberikan konseling tentang kepatuhan
minum obat kepada orangtua anak yang sakit, materi apa saja yang
harus Anda sampaikan?
1. Nama obat, jumlahnya dan indikasinya
2. Aturan pakai, cara dan lama pemakaian
3. Interaksi obat
4. Efek samping obat
5. Pengaruh terhadap pola hidup, pola makan
6. Cara penyimpanan
7. Terapi nonfarmakologi
8. Menekankan tentang pentingnya kepatuhan dalam menggunakan obat.
F. Laboratorium
1. Apa artinya seorang pasien laki-laki dengan hasil pemeriksaan
laboratorium sebagai berikut?
Coba terangkan arti angka tersebut dan apa kira-kira penyakitnya?
a. SGOT = 355 U/L
SGPT = 30 U/L
b. Albumin serum = 2,1 g/dl
c. Creatinin serum = 3,2 mg/dl
d. Hb = 7 gr/dl
Parameter
Hasil Lab
Nilai normal
Keterangan
SGOT
355 U/L
5-40U/L
Tinggi
SGPT
30 U/L
7-56U/L
Normal
Albumin serum
2,1 g/dl
3,8 - 5,1 gr/dl
Rendah
Creatinin serum
3,2 mg/dl
0,6-1,3 mg/dl
Tinggi
Hb
7 gr/dl
13 gr/dl
Rendah
Dari hasil lab di atas dapat dilihat bahwa kadar SGOT sangat tinggi, menunjukan
bahwa pasien mengalami gangguan hati. Dapat dilihat juga dari hasil lab kadar
albumin serum yang rendah. Kadar albumin serum akan rendah bila terjadi suatu
gangguan pada hati. Dari hasil lab di atas juga dapat dilihat bahwa kadar serum
kreatinin tinggi menunjukan adanya gangguan pada ginjal, ginjal tidak melakukan
pembersihan kreatinin dengan sempurna. Adanya gangguan ginjal juga dilihat dari
Hb yang rendah.Hb yang rendah karena ginjal tidak / kurang menghasilkan
eritropoetin

sehingga

tidak

terjadi

pembentukan

eritrosit.

Berdasarkan

intreperetasi klinis bahwa pasien diduga menderita gangguan fungsi hati namun
tidak dapat dipastikan penyebabnya karena tidak ada data diagnosis dari dokter
yang mendukung.
G. Farmasi Rumah Sakit
1. Sebutkan ketentuan yang menjadi dasar pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit?
KepMenKes no. 1197/MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah sakit diatur

oleh Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 228/MenKes/SK/III/2008.


KepMenKes no. 129/MenKes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit.
Jenis Pelayanan Rumah Sakit meliputi:
- Pelayanan gawat darurat
- Pelayanan rawat jalan
- Pelayanan rawat inap
- Pelayanan bedah
- Pelayanan persalinan
- Pelayanan intensif
- Pelayanan radiologi
- Pelayanan lab patologi klinik
- Pelayanan rehabilitasi medik
- Pelayanan farmasi
- Pelayanan gizi
- Pelayanan pengendalian infeksi
2. Apa yang dimaksud dengan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)?
IFRS adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas di rumah sakit, tempat
penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk
keperluan rumah sakit itu sendiri.
Secara umum dapat diartikan sebagai suatu departemen atau unit atau bagian
di rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh
beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan perundang-undangan
yang berlaku dan bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan
kefarmasian yang terdiri dari pelayanan paripurna yang mencangkup

pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
serta pelayanan farmasi klinik.
3. Sebutkan tugas pokok dan fungsi farmasi di rumah sakit
Tugas pokok dan fungi farmasi rumah sakit berdasarkan Permenkes No. 58
tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit yaitu :
Tugas pokok :
a) Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai
prosedur dan etik profesi;
b) Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien;
c) Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan efek
terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko;
d) Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi

(KIE)

serta

memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien;


e) Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi;
f) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan Pelayanan
Kefarmasian;
g) Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium Rumah Sakit.
Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi:
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai
a) Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit;
b) Merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai secara efektif, efisien dan optimal;
c) Mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan
yang berlaku;
d) Memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit;

e) Menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis


Pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku;
f) Menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian;
g) Mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai ke unit-unit pelayanan di Rumah Sakit;
h) Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu;
i) Melaksanakan pelayanan Obat unit dose/dosis sehari;
j) Melaksanakan komputerisasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan,

dan

Bahan

Medis

Habis

Pakai

(apabila

sudah

memungkinkan);
k) Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait
dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai;
l) Melakukan pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang sudah tidak dapat
digunakan;
m) Mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai;
n) Melakukan administrasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai.
2. Pelayanan farmasi klinik
a) Mengkaji dan melaksanakan pelayanan Resep atau permintaan Obat;
b) Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c) Melaksanakan rekonsiliasi Obat;
d) Memberikan informasi dan edukasi penggunaan Obat baik
berdasarkan Resep maupun Obat non Resep kepada pasien/keluarga
pasien;
e) Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait
dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai;
f) Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain;
g) Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya;
h) Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO)
1) Pemantauan efek terapi Obat;
2) Pemantauan efek samping Obat;
i) Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j) Melaksanakan dispensing sediaan steril
1) Melakukan pencampuran Obat suntik

2) Menyiapkan nutrisi parenteral


3) Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik
4) Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak stabil
k) Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga
kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar
Rumah Sakit;
l) Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).
4. Apa yang dimaksud dengan pharmaceutical care?
Pharmaceutical care merupakan paradigma baru pelayanan kefarmasian yang
merupakan bagian dari pelayanan kesehatan (health care) dan bertujuan untuk
meningkatkan penggunaan obat yang rasional, aman, dan efisien demi
mencapai peningkatan kualitas hidup manusia dan bertujuan untuk:
Fungsi utama dari pharmaceutical care adalah:
a)Identifikasi aktual dan potensial masalah yang berhubungan dengan obat.
b)
Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan obat.
c)Mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dangan obat.
5. Apa yang anda ketahui tentang pelayanan farmasi satu pintu? Jelaskan!
Pelayanan Farmasi Satu Pintu adalah suatu sistem dimana dalam pelayanan
kefarmasian itu sendiri menggunakan satu kebijakan, satu standar operasional
dan satu sistem informasi. Pelayanan farmasi satu pintu merupakan pelayanan
kefarmasian dimana IFRS bertindak sebagai pengelola tunggal perbekalan
farmsi di RS, sehingga obat-obatan hanya dapat dibeli dan dikeluarkan oleh
IFRS.
Sistem pelayanan farmasi satu pintu:
-

Instalasi farmasi bertanggung jawab atas semua obat yang beredar di


rumah sakit.

Commitment building: memberikan pelayanan yang terbaik untuk pasien,


pelayanan bebas kesalahan (zero defect), pelayanan bebas copy resep.

Membangun kekuatan internal rumah sakit terhadap pesaing farmasi dari


luar.

Memberikan kesejahteraan internal melalui jasa pelayanan farmasi dan


keuntungan apotek.

Penerapan sistem formularium dan skrining resep

Keuntungan pelayanan farmasi satu pintu:


- Memudahkan monitoring obat.
- Dapat mengetahui kebutuhan obat secara menyeluruh sehingga memudahkan
perencanaan obat.
- Menjamin mutu obat yang tersedia sesuai persyaratan kefarmasian.
- Dapat dilaksanakannya pelayanan obat dengan sistem unit dose ke semua
ruang perawatan.
- Dapat dilaksanakan pelayanan informasi obat dan konseling bagi pasien rawat
inap dan rawat jalan.
- Dapat dilakukan monitoring efek samping obat oleh panitia farmasi dan
terapi.
6. Jelaskan dengan lengkap sistem distribusi obat di Rumah Sakit!
Sebutkan keuntungan dan kerugiannya!
1) Berdasarkan sifatnya, sistem distribusi obat di Rumah Sakit dibagi
menjadi:
a) Sentralisasi
o Semua proses penyampaian obat dilakukan oleh IFRS pusat
langsung kepada pasien
o Berlaku untuk Rumah Sakit yang relatif kecil
o Keuntungan : tenaga farmasinya lebih sedikit, fasilitas dan
peralatannya lebih sedikit dan memadai.
o Kerugian : Distribusi obat kepada pasien membutuhkan waktu
yang lama, dan kurangnya komunikasi antar professional
kesehatan, kurangnya komunikasi dengan pasien.
b) Desentralisasi
o Semua proses penyampaian obat dilakukan oleh IFRS depo
farmasi/satelit-satelit farmasi/cabang-cabang farmasi kepada pasien
o Berlaku untuk Rumah Sakit yang relative besar
o Keuntungan: Pasien menerima obat lebih cepat, interaksi antar
professional kesehatan atau dengan pasien lebih banyak, pelayanan
farmasi klinik berjalan dengan baik, bisa untuk pasien rawat jalan
dan rawat tinggsl.

o Kerugian : Tenaga farmasinya harus banyak, fasilitas dan


peralatannya membutuhkan banyak biaya tinggi.
2) Sistem distribusi obat untuk pasien rawat tinggal, dibagi menjadi:
a) distribusi obat resep individu sentralisasi dan /atau desentralisasi
Sistem distribusi obat resep individu adalah tatanan kegiatan
penghantaran sediaan obat oleh IFRS sentral sesuai dengan yang ditulis
pada order atau resep atas nama pasien rawat tinggal tertentu melalui
perawat ke ruang penderita. Dalam sistem ini semua obat yang diperlukan
untuk pengobatan didispensing dari IFRS. Resep orisinil oleh perawat
dikirim ke IFRS, kemudian order oleh resep itu diproses sesuai dengan
kaidah cara dispensing yang baik dan obat disiapkan untuk
didistribusikan kepada penderita tertentu.
Keuntungan :
- Semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi
keterangan atau informasi kepada perawat berkaitan dengan obat
-

penderita.
Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-

perawat-penderita
Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan
Mempermudah penagihan biaya obat penderita

Kekurangan :
-

Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai pada penderita


Jumlah kebutuhan personel di IFRS meningkat
Memerlukan jumlah perawat dan waktu yang lebih banyak untuk

penyiapan obat diruang pada waktu konsumsi obat


Terjadinya kesalahan obat karena kekurangan pemeriksaan pada

waktu penyiapan konsumsi


b) Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang
Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang adalah tatanan kegiatan
penghantaran sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter pada resep
obat, yang disiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dan dengan
mengambil dosis atau unit obat dari wadah persediaan yang langsung
diberikan kepada penderita di ruang itu.
Dalam sistem distribusi obat persediaan obat di ruang, semua obat yang
dibutuhkan penderita tersedia dalam ruang penyimpanan obat di ruang
tersebut, kecuali obat yang jarang digunakan atau obat yang sangat mahal.

Keuntungan :
- Obat yang diperlukan segera sedia bagi penderita
- Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS
- Pengurangan penyalinan kembali resep obat
- Pengurangan jumlah personel IFRS yang diperlukan
Kekurangan :
-

Kesalahan obat sangat meningkat karena order obat tidak dikaji oleh
apoteker. Disamping itu penyiapan obat dan konsumsi obat dilakukan

oleh perawat sendiri, tidak ada pemeriksaan ganda


Persediaan obat di unit perawat me ningkat, dengan fasilitas ruangan
yang sangat terbatas. Pengendalia n persediaan dan mutu, kurang
diperhatikan oleh perawat. Akibatnya, penyimpanan yang tidak
teratur, mutu obat cepat merosot, dan tanggal kadaluarsa kurang
diperhatikan sehingga sering terjadi sediaan obat yang tidak terpakai

karena kadaluarsa
Pencurian obat meningkat
Meningkatnya bahaya karena kerusakan obat
Penambahan modal investasi, untuk menyediakan

fasilitas

penyimpanan obat yang sesuai di setiap daerah perawatan penderita


- Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat
- Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat
c) Sistem distribusi obat kombinasi resep individual dan persediaan di ruang
Rumah sakit yang menerapkan sistem ini selain menerapkan sistem
distribusi resep sentralisasi, juga menerapkan distribusi persediaan di
ruangan yang terbatas. Jenis dan jumlah obat yang tersedia di ruangan
(daerah penderita) ditetapkan oleh PFT dengan masukan dari IFRS dan
dari pelayanan keperawatan. Sistem kombinasi biasanya diadakan unytuk
mengurangi beban kerja IFRS.
Keuntungan :
- Semua resep individual dikaji langsung oleh apoteker
- Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker-dokterperawat-penderita. Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi
-

penderita (obat persediaan di ruang)


Beban IFRS dapat berkurang

Kekurangan :

Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita

(obat resep individual)


- Kesalahan obat dapat terjadi (obat dari persediaan di ruang)
d) Sistem distribusi obat dosis unit
Sistem distribusi obat dosis unit adalah metode dispensing dan
pengendalian obat yang dikoordinasikan IFRS dalam Rumah Sakit, sistem
distribusi obat dosis unit dapat diselenggarakan secara sentralisasi,
desentralisasi, dan kombinasi keduanya. Sentralisasi dilakukan oleh IFRS
sentral ke semua daerah perawatan penderita rawat tinggal di rumah sakit
secara keseluruhan. Desentralisasi dilakukan oleh beberapa cabang IFRS
di sebuah RS. Pada dasarnya sistem distribusi obat desentralisasi ini sama
dengan sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang, hanya saja
sistem distribusi obat desentralisasi ini dikelola seluruhnya oleh apoteker
yang sama dengan pengelolaan dan pengendalian oleh IFRS sentral.dalam
sistem distribusi obat dosis unit kombinasi, sentralisasi dan desentralisasi,
biasanya hanya dosis mula dan dosis keadaan darurat dilayani cabang
IFRS. Dosis selanjutnya dilayani oleh IFRS sentral.
Keuntungan :
- Penderita menerima pelayanan IFRS 24 jam sehari dan penderita
membayar hanya obat yang dikonsumsinya saja
Semua dosis yang diperlukan pada unit perawat telah disiapkan oleh

IFRS. Jadi, perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk perawatan


langsung penderita
Adanya sistem pemeriksaan ganda dengan menginterpretasi resep,

resep dokter dan membuat profil pengobatan penderita oleh apoteker,


dan perawat memeriksa obat yang disiapkan IFRS sebelum
-

dikonsumsikan. Jaid, sistem ini mengurangi kesalahan obat.


Peniadaan duplikasi order obat yang berlebihan dan pengurangan

pekerjaan menulis di unit perawat dan IFRS.


Pengurangan kerugian biaya obat yang tidak terbayar oleh penderita.
Kerugian:

Tanggung jawab IFRS meningkat


Penambahan jam kerja IFRS
Penambahan ruang penyimpanan di IFRS
Peningkatan biaya kemasan untuk unit tunggal

Perawat kurang teliti, karena tidak melakukan pemeriksaan akhir


3) Sistem distribusi obat untuk pasien rawat jalan
Sistem distribusi obat yang diterapkan bagi pasien rawat jalan adalah
sistem distribusi obat resep individual, yaitu sistem penyampaian obat
kepada pasien oleh instalasi farmasi meliputi penyiapan dan pemberian
etiket sesuai dengan nama pasien dan obat diberikan sesuai dengan yang
tertera pada resep yang ditujukan untuk pasien.
7. Di dalam pengkajian resep, hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan?
a) Persyaratan Administratif :
i.

Nama, SIP dan alamat dokter

ii.

Tanggal penulisan resep

iii.

Tanda tangan/paraf dokter penulis resep

iv. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien
v. Cara pemakaian yang jelas
vi.

Informasi lainnya
b) Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara, aturan dan lama pemberian
c) Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi,
kontraindikasi, dan ketidaksesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan
lain

lain).

Jika

ada

keraguan

terhadap

resep hendaknya

dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan


pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan
persetujuan setelah pemberitahuan.
8. Apa yang dimaksud PIO? Kegiatannya apa saja? Sebutkan!
Menurut keputusan Menkes RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004 PIO
merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk
memberi informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter,
apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan PIO
a) Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan di lingkungan rumah sakit.

b) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang


berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan
Terapi.
c) Meningkatkan profesionalisme apoteker.
d) Menunjang terapi obat yang rasional (Anonim, 2004)
Kegiatan PIO
Kegiatan PIO berupa penyediaan dan pemberian informasi obat yang
bersifat aktif atau pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila apoteker
pelayanan informasi obat memberika informasi obat dengan tidak
menunggu pertanyaan melainkan secara aktif memberikan informasi obat,
misalnya penerbitan buletin, brosur, leaflet, seminar dan sebagainya.
Pelayanan bersifat pasif apabila apoteker pelayanan informasi obat
memberikan informasi obat sebagai jawaban atas pertanyaan yang
diterima (Anonim, 2006).
Menjawab pertanyaan mengenai obat dan penggunaannya merupakan
kegiatan rutin suatu pelayanan informasi obat. Pertanyaan yang masuk
dapat disampaikan secara verbal (melalui telepon, tatap muka) atau tertulis
(surat melalui pos, faksimili atau e-mail). Pertanyaan mengenai obat dapat
bervariasi dari yang sederhana sampai yang bersifat urgen dan kompleks
yang membutuhkan penelusuran literatur serta evaluai secara seksama .
9. Sebutkan jenis-jenis literatur beserta contohnya!
Literatur terdiri dari tiga jenis, yaitu literatur primer, literatur sekunder, dan
literatur tersier.
a. Literatur primer adalah yang pertama kali diperoleh dari sumbernya
secara lengkap dan asli, biasanya berupa karangan yang memuat kajian
mengenai sebuah teori baru, atau penjelasan sebuah gagasan dalam
sebuah bidang
contoh: jurnal terbaru (MedScape, lexi-comp), laporan penelitian.
b. Literatur sekunder adalah segala jenis tulisan atau informasi yang
dapat digunakan untuk memperoleh jenis literatur primer.
Contoh: ensiklopedia, kamus, tinjauan literatur.
c. Literatur tersier adalah literatur yang memuat informasi tentang
bagaimana mempergunakan informasi/literatur primer, sekunder.
Contoh : textbook

10. Apa yang dimaksud dengan konseling? Sebutkan metode

dan

tujuannya!
Konseling berasal dari kata counsel yang berarti nasehat atau saran.
Konseling adalah suatu proses yang sistemik untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan
penggunaan obat.
Tujuan konseling: meningkatkan keberhasilan terapi, memaksimalkan efek
terapi, meminimalkan resiko efek samping, meningkatkan cost effectiveness,
dan menghormati pilihan pasien dalam menjalankan terapi
Tahapan proses konseling:
- Pengenalan
Tujuan: pendekatan dan membangun kepercayaan
Teknik: memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan konseling dan
-

berapa lama waktu yang diperlukan untuk konseling


Penilaian awal
Tujuan: menilai pengetahuan pasien dan kebutuhan informasi
Teknik: 3 Prime Questions (apakah dokter telah menjelaskan tentang
kegunaan obat? Apakah dokter telah menjelaskan tentang cara
menggunakan obat? Apakah dokter telah menjelaskan tentang hasil

yang diharapkan dari penggunaan obat?)


Pelaksanaan
Tujuan: mendorong perubahan sikap/perilaku agar memahami dan
mengikuti regimen terapi
Teknik: show & tell
Pengujian (verifikasi)
Tujuan: untuk memastikan apakah pasien memahami informasi yang
sudah disampaikan dan untuk mengulang hal-hal penting
Teknik: fill in the gaps
Penutup
Tujuan: mengikuti perkembangan pasien dan monitoring keberhasilan
pengobatan
Teknik: membuat Patient Medication Record (PMR) dan komunikasi
melalui telepon

11. Konseling diprioritaskan untuk pasien apa saja?


Kriteria pasien yang mendapat konseling adalah:
- Pasien rujukan dokter
- Pasien dengan penyakit kronis

Pasien dengan obat yang berindeks terapi sempit dan polifarmasi


Pasien geriatric
Pasien pediatric
Pasien yang pulang dari rumah sakit sesuai criteria di atas
Pasien yang ingin mendapatkan konseling

12. Apa yang dimaksud PTO dan visite? Maksud dan tujuannya untuk apa?
Jelaskan!
PTO adalah Pemantauan Terapi Obat merupakan starting point pelayanan
farmasi klinik.
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa pasien mendapat obat yang
paling sesuai dalam bentuk dan dosis yang tepat, dimana waktu pemberian
dan lamanya terapi dapat dioptimalkan dan DRP diminimalkan.
PTO dapat dipertimbangkan sebagai penyusunan DRP, sebagai pertimbangan
untuk pemilihan terapi obat, sebagai pertimbangan rekomendasi terapi, dan
bagian dari pharmaceutical care, tanggung jawab apoteker.
Visite apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan apoteker kepada
pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi (clinical outcome)
yang lebih baik. Aktivitas visite dapat

dilakukan secara mandiri atau

kolaborasi secara aktif dengan tim dokter dan profesi kesehatan lainnya
dalam proses penetapan keputusan terkait terapi obat pasien.
Visite yang dilakukan oleh apoteker berupa kunjungan apoteker ke pasien di
ruang

rawat,

meliputi

identifikasi

masalah

terkait

penggunaan

obat,rekomendasi penyelesaian / pencegahan masalah terkait penggunaan


obat dan / atau

pemberian informasi obat, serta pemantauan implementasi

rekomendasi dan hasil terapi pasien.


Tujuan visite:
Pasien mendapatkan obat sesuai rejimen (indikasi, bentuk sediaan, dosis,

rute, frekuensi,waktu, durasi)


Pasien mendapatkan terapi obat secara efektif dengan risiko
minimal (efek samping, medication errors, biaya)

Daftar Pustaka
Depkes RI (2005), Pelayanan Informasi Obat.Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Harsono, 1999. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi Pertama, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Jong, GWT., Vulto, AG., De Hoog, M., Schimmel, J M., Tibboel, D., Van Den,
Anker N. A. 2001. Survey of the use of Off-label and unlicensed drugs in
Dutch childrens hospital. Pediatrics. 108: 1089-1093.
Kemenkes RI. 2014. Permenkes No. 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta.
Nahata, R E. 1994. Need for conducting research on medications unlabelled for
use in pediatric patients. Ann Pharmacother; 28: 1103-4.
Price, S & Wilson, L, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. EGC, Jakarta.

Shargel, L. And Yu. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Edisi


Kedua. Penerjemah : Siti Sjamsiah. Surabaya : Airlangga University
Press.
Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (edisi ke-2). Jakarta :
EGC : 601 606.
Sukandar, E. (1997), Nefrologi Klinik, Edisi kedua. Bandung: Penerbit ITB. Hal
378-382,
Tumer, S., Nunn, JA., Choonara, I. 1995. Unlicensed drug use in children in UK.
Ann Pharmacother.; 29:1052-9.
Turner, S., Gill, A., Nunn, M., Hewitt. B., Choonara, I. 1996. Use of 'Off-Label'
and Un-licensed drugs in Paediatric Intensive Care Unit. Lancett. 347550.
Wahyuni, AS. 2007. Statistika Kedokteran (disertai aplikasi dengan spss). Dipiro,
J.T., et al. 2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach,
Seventh Edition. Mc-Graw Hill. Jakarta Timur. 116 -118.

Anda mungkin juga menyukai