Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS FILM THE RAID

MATA KULIAH KAJIAN SINEMA

ANGGI ARIF FIRMANDI

071015090

Program Studi Ilmu Komunikasi


Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Airlangga
2012 2013

Film merupakan salah satu alat komunikasi massa, tidak dapat dipungkiri bahwa antara
film dan masyarakat memiliki sejarah yang panjang dalam kajian para ahli komunikasi. Sebuah
film adalah tampilan gambar-gambar dan adegan bergerak yang disusun untuk menyajikan
sebuah cerita pada penonton (Montgomery, 2005:342). Film adalah bentuk komunikasi antara
pembuat dan penonton.Film merekam realitas yang berkembang dalam masyarakat dan
kemudian memproyeksikannya ke atas layar. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa film
berhubungan langsung dengan masyarakat atau massa. Para pembuat film mempunyai pesanpesan yang ingin disampaikan kepada penonton yang bertujuan untuk memproduksi
makna.Kekuatan dan kemampuan film menjangkau berbagai segmen sosial membuat film kerap
mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan dibaliknya (Lailatul
Maulidah, 2009).
Sebagai salah satu media komunikasi massa, menurut M. Alwi Dahlan(1981:142), film
memiliki keunggulan di antaranya:
1. Sifat informasi
Film memberikan keunggulan dalam menyajikan informasi yang lebih matang
secara utuh. Pesan-pesan didalamnya tidak terputus-putus, namun memberikan
pemecahan suatu permasalah dengan tuntas.
2. Kemampuan distorsi
Sebagai media informasi, film dibatasi oleh ruang dan waktu tertentu. Untuk
mengatasinya media ini menggunakan distorsi dalam proses konstruksinya, baik di
tingkat fotografi ataupun perpaduan gambar dengan tujuan untuk memungkinkan
seseorang untuk menciptakan atau mengubah informasi yang ditangkap.
3. Situasi komunikasi
Film membawakan situasi komunikasi yang khas yang menambah intensitas
khalayak. Film dapat menimbulkan keterlibatan yang seolah-olah sangat intim dengan
memberikan gambar wajah atau bagian badan yang sangat dekat.
4. Kredibilitas
situasi komunikasi film dan keterlibatan emosional penonton dapat menambah
kredibilitas pada suatu produk film. Karena penyajian disertai oleh perangkat kehidupan
(pranata sosial), manusia dan perbuatannya, hubungan antar tokoh dan sebagainya yang

mendukung narasi, umumnya penonton dengan mudah mempercayai keadaan yang


digambarkan walaupun terkadang tidak logis atau tidak berdasar kenyataan.

Genre berasal dari bahasa Perancis yang bermakna bentuk atau tipe. Di dalam film,
genre dapat didefinisikan sebagai jenis atau klasifikasi dari sekelompok film yang memiliki
karakter atau pola yang sama (khas) seperti setting, isi, dan subyek cerita, tema, struktur cerita,
aksi, atau peristiwa, periode, gaya, situasi, ikon, mood, serta karakter. Dari klasifikasi tersebut,
dapat dihasilkan genre-genre film popular seperti aksi, petualangan, drama, komedi, horor,
western, film noir, roman, dan sebagainya. Genre juga merupakan sebuah kategori semiotik
karena di dalamnya terdapat kode-kode dan konvensi-konvensi yang dimiliki oleh film-film
dalam sebuah genre yang sama. Misalnya, unsur-unsur seperti lokasi, gaya , dan mise en scene
(artikulasi ruang semantik, atau rangkaian penataan performer. Tujuannya untuk menimbulkan
efek dramatis tertentu) yang seluruhnya merupakan bagian dari sistem terkode yang dapat
diidentifikasi melalui analisis semiotik. Fungsi utama dari genre adalah untuk memudahkan
klasifikasi sebuah film.
Genre, berhubungan dengan penggunaan sumber-sumber semiotik untuk menetapkan
interaksi komunikatif yang berhubungan dengan representasi, baik dalam percakapan ataupun
unsur komunikasi lain yang memisahkan waktu dan jarak, semisal pada buku-buku dan film
(Leeuwen, 1999).
Dalam sebuah genre film terdapat suatu unsur-unsur yang disebut repertoire of elements
(Branston and Stafford, dalam; Neale, 2000), unsur-unsur tersebut meliputi:
1. Themes, yakni ide pokok atau gagasan yang menjiwai seluruh cerita.
2. Style, adalah cara penyajian seperti camera angels, editing, lighting, warna dan
elemen-elemen teknikal lainnya
3. Setting, seperti lokasi, periode waktu dll
4. Narrative atau alur cerita-bagaimana cerita disajikan
5. Iconography, berupa representasi simbolis
6.

Characters,

7.

Props, yakni properti yang digunakan dalam film

Di Indonesia, telah banyak diproduksi berbagai film dengan genre yang berbeda,
diantaranya genre aksi seperti Merantau dan The Raid, petualangan seperti Petualangan Sherina,
drama seperti Otomatis Romantis dan Ada Apa Dengan Cinta, horror seperti Suster Keramas dan
Tusuk Jelangkung, noir seperti Kala dan Pintu Terlarang, serta masih banyak lagi film dengan
genre yang berbeda. Dari banyak genre yang ada di Indonesia, penulis tertarik untuk
menganalisis genre film aksi yang ada dalam film The Raid yang disutradarai oleh Gareth Huw
Evans. Film ini diperankan oleh Iko Uwais sebagai Rama, Joe Taslim sebagai sersan Jaka, Doni
Alamsyah sebagai Andi, Yayan Ruhian sebagai Mad Dog, dan Pierre Gruno sebagai Wahyu.
Film The Raid ini menceritakan tentang penyergapan Bandar narkoba besar yang
dilakukan oleh polisi yang diperankan oleh Iko Uwais, Joe Taslim dan rekan-rekan polisi
lainnya. Namun konflik terjadi ketika penggerebegan yang terjadi di sebuah gedung apartemen
tua tersebut bocor dan diketahui oleh Bandar dan para anak buahnya. Malangnya Andi, yang
diperankan oleh Doni Alamsyah, adalah salah satu anak buah kepercayaan dari bandar narkoba
itu sendiri, yang juga adalah kakak dari Rama, yang diperankan oleh Iko Uwais.
Film The Raid masuk dalam genre aksi, karena terdapat beberapa elemen-elemen yang
merepresentasikan genre aksi. Elemen-elemen itu diantaranya adalah adanya tokoh protagonis
dan antagonis, terdapat aksi perkelahian baik secara fisik maupun menggunakan senjata api,
adanya adegan pembunuhan, penggunaan senjata api, banyak menggunakan efek darah, dan nada
bicara yang tinggi (berteriak dan bentakan). Tokoh protagonis diperankan oleh Iko Uwais
sebagai Rama, Joe Taslim sebagai sersan Jaka, dan Doni Alamsyah sebagai Andi, sedangkan
tokoh antagonis diperankan oleh Doni Alamsyah dan Mad Dog sebagai kaki tangan kepercayaan
Bandar narkoba.
Dalam film The Raid ini terdapat banyak aksi perkelahian yang notabene salah satu
identitas dari genre aksi itu sendiri. Perkelahian tersebut terjadi dalam banyak adegan, seperti
adegan dimana Iko Uwais yang berperan sebagai Rama berkelahi dengan anak buah dari bandar
narkoba di lobi apartemen, ketika Iko Uwais berkelahi dengan salah satu anak buah bandar
narkoba dengan logat bahasa Indonesia daerah timur atau Ambon dalam salah satu kamar
apartemen. Selain Iko Uwais yang melakukan perkelahian oleh para anak buah bandar narkoba,
Joe Taslim yang berperan sebagai sersan Jaka juga melakukan perkelahian dengan salah satu
anak buah kepercayaan bandar narkoba, yaitu Mad Dog yang diperankan oleh Yayan Ruhian.

Perkelahian itu terjadi dalam salah satu kamar di apartemen tersebut tanpa menggunakan senjata
apapun, atau tangan kosong, walaupun perkelahian tersebut dimenangkan oleh Mad Dog atau
Yayan Ruhian. Selain melawan sersan jaka, dalam film ini Mad Dog juga melakukan perkelahian
dengan dua orang langsung, yaitu Rama dan Andi di dalam sebuah ruangan penyiksaan setelah
adegan Andi disiksa atau dipukuli oleh Mad Dog ketika bandar narkoba atau atasan dari Andi itu
sendiri mengetahui bahwa Andi telah menolong adiknya, yaitu Rama. Setelah Rama mengetahui
bahwa dalam ruangan tersebut terdapat kakaknya (Andi) tengah disiksa atau dipukuli oleh Mad
Dog, Rama lalu memasuki ruangan tersebut dengan maksud menolong Andi, sehingga terjadilah
pertarungan dimana Mad Dog dikeroyok oleh dua orang kakak beradik, yaitu Rama dan Andi.
Dimana perkelahian ini dimenangkan oleh Rama dan Andi setelah Rama menggorok leher Mad
Dog dengan pecahan lampu neon.
Ciri kedua dari genre aksi adalah adanya adegan pembunuhan yang banyak terjadi dalam
film karya sutradara Gareth Huw Evans ini. Adegan pembunuhan pertama kali ditunjukkan
dalam adegan dimana bandar narkoba membunuh lima anak buahnya dengan menembak kepala
keempat anak buahnya dan menghantam kepala dari anak buahnya yang tersisa. Setelah adegan
pembunuhan ini, menyusul pula adegan-adegan pembunuhan yang lain, seperti pada adegan
dimana penjaga dari apartemen tua itu dijerat oleh seutas tali oleh polisi saat sedang asik
menonton berita dalam televisi, selain itu adegan pembunuhan juga terlihat dalam adegan anak
kecil yang ditembak oleh pemimpin penyergapan saat berusaha melarikan diri, seorang anggota
polisi yang ditembak tepat di mata kirinya saat melihat temannya sedang berteriak kesakitan
melalui jendela salah satu kamar apartemen, polisi yang dibacok dengan sebilah pedang atau
lebih dikenal dengan parang oleh salah satu anak buah bandar narkoba, sopir atau driver polisi
yang dihujani tembakan oleh tiga orang anak buah bandar narkoba di dalam mobil polisi, sersan
Jaka yang menembak mati seorang anak buah bandar narkoba tepat di kepalanya. Adegan
pembunuhan juga berlanjut dengan adanya adegan perkelahian antara Rama dan beberapa anak
buah bandar narkoba, pembunuhan yang dilakukan Mad Dog terhadap sersan Jaka, serta
pembunuhan yang dilakukan oleh Rama dan Andi terhadap Mad Dog setelah melalui perkelahian
yang sengit.
Penggunaan senjata api menjadi ciri-ciri ketiga yang digunakan penulis untuk
menganalisis genre aksi dari film The Raid. Penggunaan senjata api sangat dominan dalam film

ini. Hamper setiap adegan dalam film The Raid ini memunculkan adegan penggunaan senjata
api. Penggunaan senjata api muncul dalam adegan dimana bandar narkoba membunuh lima anak
buahnya menggunakan senjata api berjenis pistol. Selain itu senjata api juga ditampilkan dalam
adegan saat polisi melumpuhkan pada anak buah dan pecandu narkoba yang berusaha melarikan
diri. Adegan lain adalah dimana anak kecil yang mencoba melarikan diri mati akibat tembakan
yang dimuntahkan dari senjata milik pemimpin penyergapan, adegan lainnya dimana tim polisi
melakukan kontak senjata dengan anak buah bandar narkoba di salah satu lobi apartemen dalam
keadaan ruangan gelap, yang memunculkan banyak sekali penggunaan senjata api dalam adegan
tersebut, selain itu ketika pimpinan penyergapan menembah mati anak buahnya dalam ruangan
tembat bandar narkoba bersembunyi. Penggunaan senjata api terakhir terdapat dalam adegan
dimana pimpinan penyergapan mencoba untuk menembak dirinya sendiri setelah menembak
kepala bandar narkoba.
Selain penggunaan senjata yang sangat dominan dalam film ini, penggunaan efek darah
juga mendapatkan porsi yang hamper sama banyaknya dengan adegan senjata api. Hal ini yang
menjadi dasar penulis untuk menganalisis genre aksi dalam film The Raid ini. Penggunaan efek
darah dalam film ini terdapat pada adegan setelah adanya penembakan baik yang dilakukan oleh
bandar narkoba kepada anak buahnya maupun dilakukan oleh polisi terhadap tokoh antagonis,
yaitu bandar narkoba dan anak buahnya. Selain itu efek darah juga muncul dalam adegan
perkelahian antara Rama dengan anak buah bandar narkoba menggunakan senjata tajam, tubuh
korban ledakan yang berlumuran darah. Adegan yang sangat terlihat dari adanya efek darah
adalah ketika Rama menggorok leher Mad Dog dengan pecahan lampu neon. Dalam adegan ini
terlihat adanya darah yang mengucur dari leher Mad Dog.
Selain dari ciri-ciri dalam film itu sendiri yang mendasari penulis untuk menganalisis
genre aksi dari film The Raid, adanya aktor yang memerankan tokoh-tokoh dalam film ini juga
menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan analisis terhadap film tersebut. Dalam film
ini bukan pertama kalinya Iko Uwais bermain film aksi, sebelum memerankan tokoh polisi yang
mahir berkelahi bernama rama, Iko Uwais juga pernah bermain dalam film berjudul Merantau
yang juga disutradarai oleh Gareth Huw Evans dengan genre yang sama, yaitu genre aksi. Dalam
film Merantau, Iko Uwais berperan sebagai anak muda dari daerah Sumatera yang mencari
peruntungan atau merantau ke Jakarta untuk memperoleh pekerjaan. Setelah sampai di Jakarta,

Iko Uwais bertemu dengan seorang perempuan yang sedang dipukuli oleh beberapa laki-laki.
Dengan kemampuan bela dirinya, Iko Uwais merasa perlu untuk menolong perempuan tersebut.
Hal ini mengakibatkan Iko Uwais terjerumus dan mendapatkan banyak masalah di Jakarta, yang
akhirnya mempertemukan dia dengan Yayan Ruhian, yang menjadi lawan main Iko Uwais dalam
film The Raid, yang sekaligus menjadi tokoh antagonis dalam film Merantau ini.
Selain dalam film Merantau dan The Raid, Iko Uwais juga bermain dalam film
Hollywood yang berjudul Man Of Tai Chi yang rilis pada bulan Juli 2013 lalu dan film The Raid
Brandal yang juga disutradarai oleh Gareth Huw Evans dan dirilis pada 2014 nanti.
Selain Iko Uwais yang pernah bermain dalam film bergenre aksi dengan judul Merantau,
Yayan Ruhian juga bermain dalam film yang sama yang diperankan oleh Iko Uwais, yaitu
Merantau. Dalam film Merantau ini Yayan Ruhian berperan sebagai lawan dari Iko Uwais yang
juga ahli dalam bidang bela diri. Pertemuan mereka dalam film ini terjadi dalam adegan
perkelahian didalam lift sebuah gedung. Yayan Ruhian juga akan bermain dalam film The Raid
Brandal bersama Iko Uwais yang akan dirilis tahun depan.
Tokoh terakhir yang menjadi acuan penulis dalam menganalisis genre film The Raid ini
adalah Joe Taslim. Selain kedua tokoh laga yang telah disebutkan diatas, Joe Taslim juga pernah
bermain dalam film aksi selain film The Raid, yaitu dalam film Fast And The Furious 6. Dalam
film ini Joe Taslim berperan sebagai tokoh antagonis salah satu anak buah musuh dari pemeran
utama dalam film ini. Kemunculan Joe Taslim dalam film Fast And The Furious 6 ini terdapat
pada adegan diman Joe Taslim melakukan perkelahian dengan dua tokoh utama dalam film ini.
Sayangnya Joe Taslim tidak masuk dalam daftar pemain dalam film Tre Raid Brandal seperti dua
rekan sebelumnya, yaitu Iko Uwais dan Yayan Ruhian.

DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, M Alwi. 1981. Film Dalam Spektrum Tanggunga Jawab Komunikasi Massa, Seminar
Kode Etik Produksi Film Nasional. Jakarta.
Leeuwen, T. Speech, Music, Sound. London: Macmillan, 1999.
Montgomery, Tammy L. 2005. Interpretations: writing, reding, and critical thinking.Pearson
Education: New York.
Maulidah, L. (2009). REPRESENTASI KEKERASAN DALAM MEDIA FILM INDONESIA.
Madura.
Neale, Steve. 2000. Genre and Hollywood. Fetter Lane: Routledge: London.

Anda mungkin juga menyukai