Anda di halaman 1dari 15

IPW: Sepanjang Januari 2013, Pemerkosaan

Mencapai 25 Kasus
Senin, 28 Januari 2013 08:31 WIB

Ilustrasi Pemerkosaan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus perkosaan terus melonjak di Indonesia. Sepanjang
Januari 2013, sudah terjadi 25 kasus perkosaan dan dua kasus pencabulan. Sementera, dengan
jumlah korban mencapai 29 orang dan jumlah pelaku mencapai 45 orang.
Neta S Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch, mengatakan tragisnya pada Januari 2013
ini terjadi lima kasus perkosaan massal, tiga diantaranya dilakukan sejumlah pelajar terhadap
gadis teman sekolahnya. "Di Tegal, Jateng misalnya, seorang siswi Madrasah Tsanawiyah
diperkosa tujuh teman lelakinya pada 16 Januari. Setelah diperkosa, korban ditinggalkan begitu
saja dalam keadaan tak sadarkan
diri di sebuah gubuk," katanya melalui keterangan tertulis.
Sebagian besar korban perkosaan berusia 1-16 tahun sebanyak 23 orang dan usia 17-30 tahun
sebanyak 6 orang. Sedangkan pelaku perkosaan berusia 14-39 sebanyak 32 orang dan berusia 4070 tahun ada 12 orang. Lokasi perkosaan sebagian besar terjadi di rumah korban (21 kasus) dan
di jalanan 6 kasus.
Data ini menunjukkan bahwa rumahnya sendiri ternyata tidak aman bagi korban. Sebab pelaku
perkosaan terdiri dari tetangga 8 orang, keluarga atau orang dekat 7 orang, teman 4 orang, ayah
kandung 3 orang dan ayah tiri 2 orang orang.
Daerah rawan perkosaan di sepanjang Januari adalah Jabar ada 8 kasus, Jakarta 5 kasus, Jateng 5
kasus dan Jatim 3 kasus. Ind Police Watch (IPW) mendata, maraknya angka perkosaan ini karena
semakin mudahnya masyarakat mengakses film2 porno, baik melalui internet maupun lewat
ponsel. Sebab sebagian besar pelaku perkosaan kepada polisi mengaku, mereka melakukan
aksinya karena terangsang setelah melihat film2 porno.
Selain itu, lembaga hukum di Indonesia tidak berfungi dengan baik. Para Penegak hukum seperti
Polisi, Jaksa, Hakim tidak menjalankan tugasnya dengan baik, terutama dalam menghukum

pelaku perkosaan, sehingga tidak ada efek jera. Ketika satu kasus perkosaan tidak dengan cepat
diungkap dan dituntaskan oleh polisi, kasus itu akan menjadi tren di kalangan pelaku. Hal ini
terlihat dari kasus perkosaan massal yang dilakukan para pelajar. Di tahun 1980-an, Jakarta juga
pernah dilanda tren perampokan yang disertai perkosaan.
Penulis: Yulis Sulistyawan
Editor: Sanusi

http://www.tribunnews.com/nasional/2013/01/28/ipw-sepanjang-januari-2013pemerkosaan-mencapai-25-kasus

Perkosaan, Kekerasan Seksual Terbanyak di Indonesia


Kamis, 24 November 2011 | 21:34 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com Sepanjang tahun 1998 hingga 2011 ini, Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan mencatat terdapat 400.939 kekerasan terhadap perempuan yang
dilaporkan.
Dari jumlah itu, 93.960 kasus di antaranya merupakan kekerasan seksual, dengan perkosaan
menempati jumlah terbanyak, 4.845 kasus.
Komnas Perempuan mencatat, dari 93.960 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, hanya
8.784 kasus yang datanya terpilah. Sisanya adalah gabungan dari kasus perkosaan, pelecehan
seksual, dan eksploitasi seksual.
Sementara dari 8.784 kasus kekerasan seksual yang datanya telah terpilah, perkosaan menempati
urutan pertama (4.845), berikutnya perdagangan perempuan untuk tujuan seksual (1.359),
pelecehan seksual (1.049), dan penyiksaan seksual (672).
Sisanya antara lain berupa eksploitasi seksual, perbudakan seksual, hingga pemaksaan
perkawinan.
Ketua Sub Komisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, di Jakarta,
Kamis (24/11/2011), sistem hukum Indonesia saat ini masih belum memberikan akses yang
cukup bagi perempuan korban perkosaan.
Dia mencontohkan, di KUHP perkosaan hanya diadopsi sebagai bentuk penetrasi alat kelamin
laki-laki ke perempuan dan bukti-bukti kekerasan fisik akibat penetrasi tersebut.
"Padahal, pengalaman korban menunjukkan perkosaan bisa juga dilakukan dengan jari, benda
tumpul, atau benda lainnya," kata Andy.
Selain itu, kultur hukum di Indonesia juga masih menghambat korban perkosaan dalam
mendapatkan akses keadilan dan hukum.
"Banyak penyelenggara hukum mengadopsi cara pandang masyarakat tentang moralitas dan
kekerasan seksual. Akibatnya, penyikapan terhadap kasus tidak menunjukkan empati pada
perempuan korban, bahkan cenderung ikut menyalahkan korban," katanya.
Penulis
Editor

:
Agus
Mulya

di
http://nasional.kompas.com/read/2011/11/24/21344444/Perkosaan.Kekerasan
.Seksual.Terbanyak.di.Indonesia

Kasus perkosaan meningkat, hukuman pelaku harus beri efek jera


Reporter : Mustiana Lestari | Senin, 28 Januari 2013 09:40

Merdeka.com - Kasus perkosaan khususnya perkosaan anak di bawah umur


semakin melonjak akhir-akhir ini. Dari catatan Indonesia Police Watch (IPW)
sudah ada 25 kasus perkosaan yang terjadi sepanjang januari ini.
"Pada Januari 2013 tepatnya hingga 25 Januari 2013 sudah terjadi 25 kasus
perkosaan dan dua kasus pencabulan, dengan jumlah korban sebanyak 29
orang dan jumlah pelaku mencapai 45 orang," terang Ketua Presidium IPW,
Neta S Pane dalam siaran persnya, Senin (28/1).
Tercatat dari 25 kasus perkosaan tersebut para pelaku terbanyak berusia
muda. Mereka bahkan merupakan orang dekat korban pemerkosaan.
"Sebagian besar korban perkosaan berusia 1-16 tahun sebanyak 23 orang
dan usia 17-30 tahun sebanyak 6 orang. Sedangkan pelaku perkosaan
berusia 14-39 sebanyak 32 orang dan berusia 40-70 tahun ada 12 orang.
Pelaku perkosaan terdiri dari tetangga 8 orang, keluarga atau orang dekat 7
orang, teman 4 orang, ayah kandung 3 orang dan ayah tiri 2 orang orang,"
lanjut Neta.
Tragisnya lagi, tindakan bejat ini biasanya terjadi di dalam rumah si korban.
Tercatat juga ada beberapa daerah dengan tingkat perkosaan tinggi dengan
Jabar menjadi daerah terawan.
"Daerah rawan perkosaan di sepanjang Januari adalah Jabar ada 8 kasus,
Jakarta 5 kasus, Jateng 5 kasus dan Jatim 3 kasus," kata dia lagi.
Melihat hal tersebut, IPW mendorong polisi agar lebih tegas dalam menindak
pelaku pemerkosa. Sehingga timbul efek jera yang lebih besar dan
menghindari terus melonjaknya angka pemerkosaan di Indonesia.
"Lembaga hukum di Indonesia tidak berfungsi dengan baik. Para penegak
hukum seperti polisi, jaksa, hakim tidak menjalankan tugasnya dengan baik,
terutama dalam menghukum pelaku perkosaan, sehingga tidak ada efek
jera," tutupnya.
http://www.merdeka.com/peristiwa/kasus-perkosaan-meningkat-hukumanpelaku-harus-beri-efek-jera.html

Refleksi Sosial 2014 : Kekerasan Terhadap Anak Dan Perempuan

30 Dec 2014 in Refleksi (Al Waie), Topik Utama Leave a comment


Selain kasus korupsi, kejahatan lain yang patut mendapat perhatian adalah tindak
kekerasan dan kejahatan seksual pada anak dan perempuan. Sepanjang tahun 2014,
kejahatan ini bukannya surut, malah mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.
Semakin banyaknya perempuan dan anak-anak yang menjadi korban membuat klaim
demokrasi sebagai sistem yang mengusung prinsip egaliter patut diragukan. Di manamana demokrasi gagal memberikan jaminan kesetaraan dan perlindungan kepada
kelompok masyarakat lemah, termasuk kaum wanita dan anak-anak, termasuk di AS yang
disebut kampiun demokrsi. Lebih dari 22 juta wanita di AS pernah mengalami tindak
pemerkosaan dalam hidup mereka (National Intimate Partner and Sexual Violence
Survey 2010). Berdasarkan perhitungan dari National Crime Victimization Survey pada
tahun 2012, setiap 90 detik terjadi satu kekerasan seksual di AS (Bureau of Justice
Statistics, U.S. Department of Justice). Ancaman terhadap kaum perempuan bukan saja
terjadi di AS, tetapi bisa ditemukan di negara-negara yang mengusung ideologi
demokrasi-kapitalisme. Padahal salah satu prinsip yang menjadi jargon demokrasi adalah
kesamaan hak, atau egaliter.
Di Tanah Air kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan menjadi persoalan yang
belum kunjung tuntas. Alih-alih tuntas, justru kuantitas dan kualitas kekerasan ini
mengalami peningkatan. Ini tercermin dari fakta-fakta terbaru yang disampaikan Komnas
Perempuan Indonesia pada tanggal 24 November 2014 mengenai jumlah kekerasan
terhadap kaum perempuan di Indonesia.
Sepanjang 2013, tercatat 279.760 kasus kekerasan terhadap perempuan, 16.403 kasus
ditangani oleh 195 lembaga layanan dan 263.285 kasus bersumber pada data
kasus/perkara yang ditangani oleh 359 Pengadilan Agama (data BADILAG). Angka ini
mengalami peningkatan sebanyak 4.336 kasus dari tahun 2012. Bila dihitung, dalam 3
jam setidaknya ada 2 perempuan mengalami kekerasan seksual. Sebanyak 2.995 kasus
kekerasan seksual terjadi di ranah personal, yang pelaku dan korbannya memiliki
hubungan darah atau kekerabatan (ayah, kakak, adik, paman, kakek), perkawinan (suami)
maupun relasi intim (pacaran) dengan korban.
Dari total 7.548 kasus kekerasan di ranah publik, 2634-nya adalah kasus kekerasan
seksual; dua jenis kasus terbanyak adalah 1.074 kasus perkosaan dan 789 kasus
pencabulan. Kekerasan seksual di ranah komunitas pelakunya adalah majikan, tetangga,
guru, teman sekerja, tokoh masyarakat, ataupun orang yang tidak dikenal.

Setali tiga uang dengan kekerasan terhadap perempuan, kekerasan terhadap anak juga
mengalami peningkatan. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) dalam acara
menyambut 25 tahun konvensi hak anak dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Komisi
Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyebut Indonesia gawat darurat. Arist
Merdeka Sirait, Ketua Komnas PA, mengatakan meski Indonesia sudah meratifikasi
konvensi hak anak dari PBB selama 24 tahun, kekerasan anak meningkat. Dari tahun
2014, laporan soal kekerasan anak yang masuk dari Januari-September mencapai 2.726
kasus.
Berdasarkan data dari Komnas PA tercatat tahun 2012 sebanyak 52 persen, tahun 2013,
62 persen dan kemudian pada September 2014 itu 58 persen. Hal ini merupakan
peningkatan karena baru masuk bulan September saja sudah mencapai angka demikian.
Kejahatan seksual adalah yang paling dominan menimpa anak. Kasus pedofilia di
Sukabumi dengan pelaku Emon dengan jumlah korban mencapai puluhan, lalu terakhir di
TK Jakarta International School (JIS) yang sampai sekarang penyidikannya masih
berlangsung. KPAI menjelaskan lebih dari 50 persen kejahatan terhadap anak adalah
kasus kekerasan seksual. Kejahatan itu terjadi di 34 provinsi, 179 kabupaten. Data yang
lebih spesifik tergambar dalam empat tahun terakhir. Tahun 2010, Komnas PA mencatat
ada 2046 laporan kasus kekerasan anak yang masuk. Sebanyak 42 persen di antaranya
adalah kasus kejahatan seksual atau sekitar 859 kasus.
Tahun 2011, ada 2426 kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan ke Komnas PA.
Sebanyak 58 persen di antaranya adalah kasus kejahatan seksual atau 1047 kasus. Tahun
2012, ada 2637 kasus kekerasan anak yang masuk ke Komnas PA. Sebanyak 62
persennya adalah kasus kejahatan seksual atau sekitar 1637 kasus. Tahun 2013, Komnas
PA mencatat ada 3339 kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan, 52 persen di
antaranya adalah kejahatan seksual; atau sekitar 2070 kasus. Tahun 2014, dari bulan
Januari sampai September, ada 2626 kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan.
Sekitar 237 kasusnya pelakunya anak di bawah umur.
Indonesia juga disinyalir telah menjadi tempat tujuan wisata kaum pedofil mancanegara.
Diduga kuat ada semacam event organizer yang mengelola wisata seks bagi kaum pedofil
ini. Bali dan Lombok banyak menjadi tujuan wisata kaum pedofil.
Tak bisa dipungkiri bahwa maraknya kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anakanak dan perempuan adalah dampak dari liberalisme nilai-nilai sosial. Pornografi yang
semakin deras ke tengah masyarakat telah mendorong bagi banyak orang melakukan
kejahatan seksual. Kaum perempuan sekarang tidak lagi merasakan keamanan, bahkan di
tempat umum dan keramaian sekalipun. Beberapa kali pelecehan seksual terjadi di tengah
keramaian seperti angkutan umum, pasar. Anak-anak juga semakin tak terlindungi,

bahkan dari perbuatan kawan sebayanya sendiri! Beberapa kasus tindak pemerkosaan
justru dilakukan oleh teman sepermainan dan masih duduk di bangku SD.
Salah satu faktor timbulnya kekerasan terhadap anak dan perempuan adalah maraknya
situs-situs porno di internet. Pemerintah sendiri sudah berusaha memblokir situs-situs
porno. Menurut pengakuan Tifatul Sembiring, Menkominfo di era SBY, kementeriannya
sudah memblokir 1 juta situs porno. Usaha ini patut diapresiasi karena belum pernah
dilakukan kementerian sebelumnya. Namun, Tifatul mengakui jumlah situs porno di
dunia maya terlalu banyak. Ada 3 miliar, prakiraannya. Situs porno pun seperti tak kenal
mati. Diblokir satu, tumbuh seribu. Situs-situs itu hanya berganti nama atau bermunculan
lagi yang baru.
Sulitnya memberangus pornografi juga tak lepas dari pembelaan kaum liberalis terhadap
konten pornografi. Dengan dalih kebebasan berekspresi, kebebasan perilaku dan
kebebasan seni dan budaya, pornografi terus diproduksi. Film-film yang membawa
konten pornografi terus dibuat dan ditayangkan di bioskop-bioskop Indonesia. Sikap
publik terhadap pornografi dan pelakunya juga semakin permisif. Sejumlah selebritis
yang terlibat skandal video porno tetap disambut oleh publik. Media massa khususnya
televisi juga seperti tak mengacuhkan lagi cacat moral yang dilakukan oleh mereka.
Padahal sejumlah kasus video mesum dan pelecehan seksual di kalangan remaja terjadi
setelah mereka menonton video skandal tersebut.
Sanksi bagi pelaku kejahatan tersebut juga menjadi persoalan. Pada tahun 2012, Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di era SBY, Linda Gumelar
mengeluhkan hukuman bagi pelaku pemerkosa anak terlalu ringan. Ini yang diduga turut
memicu maraknya kejahatan seksual terhadap anak-anak dan perempuan.
Melihat tren penanganan kasus kejahatan ini, tampaknya masih sulit bagi kaum wanita
dan anak-anak mendapatkan rasa aman. Demokrasi dan sistem hukumnya tidak
menunjukkan keberpihakan kepada kelompok masyarakat lemah seperti perempuan dan
anak-anak. Meningkatnya jumlah kejahatan ini adalah bukti meyakinkan kegagalan
demokrasi dan liberalisme memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Selain itu liberalisme telah menciptakan masyarakat bak hidup di dunia binatang. Siapa
yang kuat akan menindas yang lemah. Bahkan lebih buruk lagi dari dunia hewan karena
kerap pelaku kejahatan seksual adalah orang terdekat, kerabat bahkan orangtua sendiri
kepada anak-anaknya. WalLahu alam. []
http://hizbut-tahrir.or.id/2014/12/30/kekerasan-terhadap-anak-danperempuan/

Sabtu, 20 Juni 2015 Waktu: 23:38


Komnas Perempuan: Kasus Kekerasan Seksual Meningkat Pada 2012

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan mencatat peningkatan kasus pemerkosaan
pada 2012, terutama untuk pemerkosaan berkelompok.

athiyah Wardah
07.03.2013
JAKARTA Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)
mencatat ada peningkatan kekerasan terhadap perempuan di ranah komunitas atau publik pada
2012, yaitu sebesar 4,35 persen atau menjadi 4.293 kasus. Jenis dan bentuk kekerasan yang
paling banyak terjadi ialah kekerasan seksual (2.521 kasus) diantaranya pemerkosaan (840
kasus) dan pencabulan (780 kasus)
Komisioner Ketua Subkomisi Pemantauan Komnas Perempuan Arimbi Heroepoetri dalam
keterangan pers di kantornya, Kamis (7/3), menjelaskan bahwa Komnas Perempuan menemukan
14 kasus kekerasan di ranah publik yang paling menonjol adalah kasus perkosaan berkelompok
(gang rape) dengan usia korban antara 13-18 tahun dengan latar belakang pendidikan menengah.
Salah satu kasusnya kata Arimbi adalah pemerkosaan berkelompok dan pembunuhan atas
seorang mahaiswi perguruan tinggi Islam di Jakarta. Kasus lainnya yaitu kekerasan seksual di
transportasi publik Jakarta yang terus muncul, ujarnya.
Data-data ini merupakan bagian dari catatan tahunan yang dikeluarkan Komnas Perempuan
dalam menyambut Hari Perempuan Internasional yang jatuh tanggal 8 Maret.
Lembaga ini mencatat sepanjang 2012 ada 216.156 kasus kekerasan terhadap perempuan,
dengan kekerasan di ranah personal menjadi yang paling banyak terjadi dengan 8.315 kasus.
Di ranah personal tetap lebih besar, yaitu 66 persen, artinya relasi personal termasuk kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT), baik KDRT saat pacaran tetap tinggi dalam menyumbang jenis
kekerasan. Kekerasan di ranah komunitas tinggi. Kekerasan oleh negara diurutan ketiga, ujar
Arimbi.

Komisioner Komnas Perempuan Ninik Rahayu mengatakan masih tingginya kasus kekerasan
terhadap perempuan dan berulangnya kasus serupa dari tahun ketahun disebabkan karena adanya
stagnasi sistem hukum.
Menurutnya, saat ini masih banyak aturan-aturan hukum yang tidak kondusif dalam upaya
penghapusan kekerasan terhadap perempuan seperti aturan dalam undang-undang perkawinan
yang memosisikan laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan.
Selain itu, aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, kata Ninik, hingga kini juga
belum sepenuhnya merespon kebutuhan perempuan korban ketika mengalami kekerasan seksual.
Menurutnya, Komnas Perempuan menemukan15 bentuk kekerasan terhadap perempuan, tetapi
yang diatur dalam KUHP hanyalah pemerkosaan, pencabulan dan perbuatan tidak
menyenangkan sedangkan bentuk-bentuk lain itu tidak ada aturannya.
Aturan-aturan hukum masih kurang pelaksanaannya atau yang tidak kondusif, ditambah lagi
struktur hukumnya. Aparat kita juga tidak memiliki pemahaman yang cukup soal HAM dan
gender. Ini menjadi persoalan yang sangat luar biasa, ujar Ninik.
Tidak sedikit perempuan yang seharusnya merupakan korban kekerasan justru diposisikan
sebagai tersangka. Atau aparat hukum tidak memahami bahwa kekerasan terhadap perempuan
adalah kejahatan kemanusiaan, dan justru menyelesaikannya secara mediasi yang tidak
mempertimbangkan kebutuhan korban.
Asisten Urusan Ekonomi Perempuan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Sulikanti Agusni mengakui masih banyak kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah terkait perlindungan terhadap perempuan yang belum efektif.
Banyak sekali kebijakan-kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah dalam
implementasinya belum, itu semua merupakan bagian dari dampak kita dari reformasi dan
demokrasi, adanya sentralisasi menjadi desentralisasi sehingga perlu proses, ujar Sulikanti.
http://www.voaindonesia.com/content/komnas-perempuan-kasus-kekerasan-seksualmeningkat-pada-2012/1616797.html

Penderitaan Ganda Korban Pemerkosaan: Ditolak Keluarga dan Terpaksa Menikahi


Pelaku
Kamis, 09 April 2015 14:30

http://www.vemale.com/ragam/80383-penderitaan-ganda-korban-pemerkosaan-ditolakkeluarga-dan-terpaksa-menikahi-pelaku.html
Vemale.com - Seperti yang kita tahu bahwa dalam kasus pemerkosaan, pihak yang paling
dirugikan adalah wanita. Mereka yang kehilangan masa depan, mereka pula yang harus
menanggung 'hukuman' dari masyarakat. Padahal seperti yang kita tahu, seorang korban
pemerkosaan sama sekali tidak bersalah dan merupakan pihak yang benar-benar tidak berdaya.
Dilansir dari dailymail.co.uk, seorang wanita bernama Gulnaz harus menerima pahitnya ditolak
oleh keluarga sendiri karena telah menjadi korban pemerkosaan. Kakak-kakaknya mengatakan
bahwa ia bisa pulang ke rumah jika ia menikah dengan pria yang memperkosanya, yang tidak
lain adalah suami sepupunya sendiri yang bernama Asadullah.
Penderitaan Gulnaz tidak berhenti sampai di situ, pemerintah Kabul, memberinya hukuman
penjara atas tuduhan perzinahan. Hal ini membuat Gulnaz terpaksa melahirkan putrinya yang
diberi nama Smile di balik jeruji besi. Ketika bebas pun, ia masih harus menghadapi masyarakat
yang mengucilkannya karena ia tak bersuami. Hal inilah yang membuat Gulnaz akhirnya
memutuskan untuk menikah dengan Asadullah.

Gulnaz menyatakan dengan terang-terangan bahwa keputusannya menikah dengan pria tak
bermoral yang kini menjadi suaminya adalah demi masa depan anaknya. Ia tak mau Smile harus
menjalani hidup penuh dengan penolakan dari orang-orang sekitar.
Hal seperti ini mungkin sering kita dengar pada jaman dulu ya, Ladies, di mana wanita korban
pemerkosaan harus menanggung beban yang cukup besar dari warga sekitar. Padahal mereka
tidak melakukan kesalahan apa-apa dan sebaiknya diberi dukungan moral. Namun ternyata
praktik seperti ini masih ada di beberapa tempat tertentu. Semoga kejadian seperti ini tidak
terulang kembali.

Selasa 08 Apr 2014, 14:27 WIB


Kasus Pemerkosaan Bergilir Gadis Belia di Bandung Bermula dari Facebook
http://news.detik.com/jawabarat/2549007/kasus-pemerkosaan-bergilir-gadis-beliadi-bandung-bermula-dari-facebook
Bandung - Tragis dialami seorang gadis belia berusia 14 tahun di Kota Bandung
yang disetubuhi 9 pria secara bergilir. Korban tak sadarkan diri setelah dicekoki
minuman soda dicampur obat penenang dan disekap selama 3 hari. Kisah bejat ini
bermula perkenalan seorang pelaku dengan korban via situs jejaring sosial
Facebook.
"Jadi pelaku berkenalan dengan korban melalui Facebook. Setelah itu berlanjut
bertemu," kata Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Mashudi kepada wartawan di
Mapolrestabes Bandung, Jalan Jawa, Selasa (8/4/2014).
Pelaku dimaksud Mashudi ialah GF (16). "Sewaktu bertemu langsung, GF membawa
korban ke tempat indekosnya di daerah Parakansaat. Korban lalu diberi minuman
soda yang ternyata sudah dicampur obat. Korban tidak sadarkan diri setelah
minum, lalu GF menyetubuhi," ujar Mashudi.
GF mengaku memang tak sengaja mengenal korban. "Awalnya kenalan lewat
Facebook. Waktu itu saya minta nomor telepon korban," ucap GF.
Komunikasi intens dilakukan GF kepada korban. Namun GF menepis pertemuan
langsung itu inisiatifnya. "Korban yang meminta dijemput oleh saya. Dia (korban)
ngomong ada masalah sama orang tuanya," tutur GF.
Sambil wajah tertutup kupluk topeng, GF tak mengelak telah menyetubuhi korban.
"Ya, kalau saya cuma satu kali. Sebelumnya korban dikasih minum oplosan,"
ucapnya.
Korban selanjutnya diboyong ke tempat indekos pelaku lainnya, AE alias Memet. Di
tempat itulah korban kembali diperkosa secara bergilir oleh para pelaku.
Polisi menciduk 6 dari 9 pelaku pemerkosaan anak di bawah umur. Mereka yang
berhasil ditangkap yakni GF (16), DA (21) alias Jhon, AG (20) alias Seto, AE alias
Memet (23), CS (22) alias Cubeng, dan DS alias Mencos (24). Cubeng dan Memet
mengaku sebagai anggota geng motor XTC.
"Tiga lagi buron. Mereka inisial RK, DK, dan JR. Anggota masih memburunya," ujar
Mashudi yang didampingi Kasatreskrim Polrestabes Bandung AKBP Nugroho Arianto.

detikNews / Berita-jawa-barat / Detail Berita


Selasa 08 Apr 2014, 15:48 WIB
Kronologi Pemerkosaan Bergilir Gadis Belia oleh 6 Pria di Bandung
http://news.detik.com/berita-jawa-barat/2549176/kronologi-pemerkosaan-bergilirgadis-belia-oleh-6-pria-di-bandung

Bandung - Aksi bejat dilakukan enam pria yang memerkosa gadis belia berusia 14
tahun. Keenam pelaku sudah ditahan, tiga lainnya buron. Korban disetubuhi secara
bergilir oleh para pelaku. Bahkan pelaku mencekoki minuman oplosan dan
menyekap korban selama tiga hari.
"Para pelaku ini saling berteman. Korban merupakan kenalan salah satu pelaku
yakni GF. Kenalannya lewat Facebook," kata Kapolrestabes Bandung Kombes Pol
Mashudi kepada wartawan di Mapolrestabes Bandung, Jalan Jawa, Selasa
(8/4/2014).
Keenam pelaku yang berhasil diringkus yaitu GF (16), DA (21) alias Jhon, AG (20)
alias Seto, AE alias Memet (23), CS (22) alias Cubeng, dan DS alias Mencos (24).
Berikut kronologi kasus pemerkosaan tersebut berdasarkan versi polisi.
Senin 10 Maret
Sekitar pukul 21.00 WIB di Toko Ananda, Jalan Riung Bandung, Kota Bandung,
korban yang hendak pulang ditelepon tersangka GF. Lalu GF mengajak korban
bertemu di SPBU daerah Cipamokolan yang jaraknya berdekatan dengan tempat
kerja korban. Korban selama ini mengenal GF melalui jejaring sosial Facebook.
Setelah itu, GF mengajak korban ke tempat indekos di kawasan Parakansaat. Di
tempat indekos GF itulah korban diberi minuman soda yang dicampur obat. Usai
meminum, korban tidak sadarkan diri. Ketika korban terbangun sudah dalam
keadaan celana melorot dan pakaiannya terangkat ke atas. Korban merasakan sakit
di bagian vagina.
Selama korban berada di indekos GF, korban merasa sangat lemas dan selalu ingin
tidur.
Selasa 11 Maret
Korban dibawa pelaku inisial R alias Kolot (buron) dan AE alias Memet. Saat itu
korban dibawa ke indekos Memet. Di tempat itu, korban disetubuhi secara
bergantian oleh Kolot, JR (buron), DS alian Mencos, AG alias Seto, dan CS alias
Cubeng dalam waktu berbeda. Sedangkan DA mengaku hanya mencabuli korban.
Satu orang lainnya, DK (buron), diduga ikut menyetubuhi korban.
Rabu 12 Maret 2014
Pukul 08.00 WIB, korban diantar pulang oleh DK ke rumah korban atas suruhan
Memet.
"Setelah kejadian, korban menceritakan kejadian pemerkosaan itu kepada orang
tuanya. Lalu orang tua korban melaporkan ke polisi. Sehari kemudian, anggota
menangkap enam tersangka di tempat berbeda di Bandung. Tiga orang lainnya, RK,

DK, dan JR, berstatus daftar pencarian orang (DPO). Kami terus memburunya," tutur
Mashudi yang didampingi Kasatreskrim Polrestabes Bandung AKBP Nugroho Arianto.
"Dari keenam tersangka tersebut, dua di antaranya yaitu CS dan AE mengaku
sebagai anggota geng motor XTC," tutur Mashudi menambahkan

Anda mungkin juga menyukai