Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Penyakit infeksi di Indonesia yang banyak menimbulkan kematian adalah saluran
pernafasan baik itu pernafasan baik itu pernafasan atas maupun bawah yang bersifat akut maupun
kronis. Infeksi saluran nafas atas (ISPA) ialah infeksi akut yang dapat terjadi disertai tempat
disepanjang saluran nafas dan adneksi selnya (telinga tengah, cavum pleura, dan paranalisis)
(Ngastiyah, 1997).
Bronchopneumonia merupakan penyakit saluran nafas bagian bawah yang biasanya
didahului dengan infeksi saluran nafas bagian atas, dan sering dijumpai dengan gejala awal batuk,
demam, dyspnea. Selain disebabkan oleh infeksi dari kuman atau bakteri juga didukung oleh
kondisi lingkungan dan gizi anak. Salah satu penyebab bronchopneumonia pada anak adalah karena
kebiasaan yang kurang bersih pada anak, contohnya anak tidak mencuci tangan sebelum makan,
suka memasukkan benda ke dalam mulut dan kurang pengetahuan keluarga tentang kebersihan
(Ngastiyah, 1997).
Infeksi saluran nafas bawah yang didalamnya termasuk bronchopneumonia masih menjadi
masalah kesehatan di Negara berkembang maupun maju.
Dengan meningkatnya presentasi dari tahun ke tahun ini jelaslah bahwa bronchopneumonia
sangat memerlukan penanganan dan perawatan yang lebih intensif, cepat dan tepat dengan
didukung penggunaan tekhnologi yang lebih menitik beratkan askepnya pada pembebasan jalan
nafas dari kotoran, pemberian O2, pemenuhan nutrisi dan hidrasi, mencegah komplikasi serta
masalah-masalah yang meliputi bio-psiko dan spiritual dengan kerjasama sesame teman maupun
kolaborasi dengan intalasi kesehatan lain dalam mengatasi segala masalah kesehatan klien serta
menekan terjadinya akibat yang lebih buruk. (Badan litbang kesehatan, 2001).
Upaya yang penting dalam penyembuhan dengan perawatan yang tepat merupakan tindakan
utama dalam menghadapi pasien bronchopneumonia untuk mencegah komplikasi yang lebih fatal
dan diharapkan pasien dapat segera sembuh kembali. Intervensi keperawatan utama adalah
mencegah ketidak efektifan jalan nafas. Agar keperawatan berjalan lancar maka diperlukan kerja
sama yang baik dengan tim kesehatan lainnya, serta dengan melibatkan pasien dan keluarganya.
Berhubungan dengan hal tersebut diatas kami tertarik untuk membuat asuhan keperawatan pada
anak dengan bronchopneumonia dengan metode masalah yang sistematis melalui proses
keperawatan.

2. TUJUAN
A. Tujuan umum
1

Memberikan pengetahuan, dapat memberikan informasi dan pemahaman mengenai asuhan


keperawatan pada klien anak dengan bronchopneumonia

B. Tujuan khusus
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)

Mengetahui definisi bronchopneumonia


Mengetahui etiologi bronchopneumonia
Mengetahui patofisiologi bronchopneumonia
Mengetahui pathway/pathoflow bronchopneumonia
Mengetahui manifestasi klinis pada anak dengan bronchopneumonia
Mengetahui akibat / komplikasi pada klien dengan bronchopneumonia
Mengetahui pemeriksaan penunjang pada klien dengan bronchopneumonia
Mengetahui penetalaksanaan medis pada klien dengan bronchopneumonia
Dapat menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan bronchopneumonia

BAB II
ISI
A. PENGERTIAN
2

Bronchopneumonia adalah radang pada paru-paru yang mempunyai penyebaran berbercak,


teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru
(Brunner dan Suddarth, 2001).
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paruparu yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).
Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda
dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare,
1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan
oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).
Dari beberapa penngertian tersebut dapat disimpulkan,Bronkopneumonia adalah radang paruparu yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus dan jamur dan benda asing
B. ETIOLOGI
Pneumonia bisa dikatakan sebagai komplikasi dari penyakit yang lain ataupun sebagai
penyakit yang terjadi karena etiologi di bawah ini
Sebenarnya pada diri manusia sudah ada kuman yang dapat menimbulkan pneumonia sedang
timbulnya setelah ada faktor- faktor prsesipitasi yang dapat menyebabkan timbulnya.
1) Bakteri
Organisme gram positif yang menyebabkan pneumonia bakteri adalah steprokokus pneumonia,
streptococcus aureus dan streptococcus pyogenis.
2) Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum ini disebabkan oleh virus influenza
yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus yang merupakan sebagai penyebab
utama pneumonia virus.
3) Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara
yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung.
4) Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada pasien yang mengalami
imunosupresi seperti pada penderita AIDS.
C. ANATOMI fisiologi
a. Anatomi
Sistem pernapasan terdiri atas :
Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama, berfungsi mengalirkan udara ke dan dari
paru-paru. Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta
menghangatkan udara yang dihirupkan ke dalam paru-paru.
Faring atau tenggorokan
Struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring.faring
dibagi menjadi tiga region : nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
Laring atau pangkal tenggorokan
3

Struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea. Fungsi utama
laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi,melindungi jalan napas bawah dari
obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. Laring sering juga disebut sebagai kotak
suara. Dan terdiri atas : epiglotis , glotis, kartilago tiroid, kartilago krikoid,kartilaago
aritenoid dan pita suara.
Trakea atau batang tenggorokan
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang dari tulangtulang rawan.
Bronkus atau cabang tenggorokan
Merupakan lanjutan dari trakea terdiri dari bronkus kiri dan kanan.
Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung alveoli.
Paru-paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu : paru-paru kanan dan kiri, dimana paru-paru kanan
terdiri dari 3 lobus dan paru-paru kiri terdiri dari 2 lobus.
b. Fisiologi
Proses pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang
terjadi pada paru-paru. Proses ini terdiri dari 3 tahap yaitu :
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam
alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Ada dua gerakan pernapasan yang terjadi sewaktu
pernapasan, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi atau menarik napas adalah proses aktif
yang diselenggarakan oleh kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas
sampai ke bawah, yaitu vertikal. Penaikan iga-iga dan sternum meluaskan rongga dada ke
kedua sisi dan dari depan ke belakang. Pada ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh
pengendoran otot dan karena paru-paru kempis kembali, disebabkan sifat elastik paru-paru
itu. Gerakan-gerakan ini adalah proses pasif. Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal,
yaitu adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, adanya kemampuan thoraks
dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi, refleks batuk dan muntah.
b. Difusi gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan
CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi, dan perbedaan tekanan dan konsentrasi
O2.
c. Transportasi gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh dan
CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
curah jantung (kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), eritrosit dan Hb.
D. PATOFISIOLOGI
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus
penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan
broncus dan alveolus dan jaringan sekitarnya. Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan
sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Setelah itu
mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium,
yaitu :
4

A. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)


Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas
kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang
harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
B. Stadium II/hepatisasi (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan
fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang
terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga
warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak
ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
C. Stadium III/hepatisasi kelabu (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah
paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan
terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih
tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah
tidak lagi mengalami kongesti.
D. Stadium IV/resolusi (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke
strukturnya semula. Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi
demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual.
Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan
napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan
penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk melembabkan rongga fleura.
Emfisema ( tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru ) adalah tindak lanjut dari
pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis
respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya
gagal napas.
E. MANIFESTASI KLINIS
Pneumonia bakteri
5

Gejala awal :
Rinitis ringan
Anoreksia
Gelisah
Berlanjut sampai :
Demam
Malaise
Nafas cepat dan dangkal ( 50 80 )
Ekspirasi bebunyi
Lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan kedinginan
Kurang dari 2 tahun vomitus dan diare ringan
Leukositosis
Foto thorak pneumonia lobar
Pneumonia virus
Gejala awal :
Batuk
Rinitis
Berkembang sampai
Demam ringan, batuk ringan, dan malaise sampai demam tinggi, batuk hebat dan lesu
Emfisema obstruktif
Ronkhi basah
Penurunan leukosit
Pneumonia mikoplasma
Gejala awal :
Demam
Mengigil
Sakit kepala
Anoreksia
Mialgia
Berkembang menjadi :
Rinitis
Sakit tenggorokan
Batuk kering berdarah
Area konsolidasi pada pemeriksaan thorak
F. KOMPLIKASI
Bila tidak ditangani secara tepat akan mengakibatkan :
1. Otitis media akut (OMA) akan terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan
masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga tengah
dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik ke dalam dan
timbul efusi.
2. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
3. Efusi pleura.
4. Emfisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat
disatu tempat atau seluruh rongga pleura .
5. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
6

6.
7.
8.
9.

Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak


Abses otak.
Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endotrakeal.
Osteomielitis.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan laboratorium
1.
Analisis gas darah (AGD) tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru
yang terlibat dan penyakit paru yang ada., pO2 turun (ada hipoksia), dapat asidosis
(respiratorik).
2.
Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi
transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi
organisme penyebab.
3.
JDL : leukositosis biasanya ada dan meningkat pada pneumonia bakteri, meski sel
darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan
berkembangnya pneumonia bakterial.
4.
LED : meningkat
5.
Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah
6.
Bilirubin : mungkin meningkat
7.
Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
8.
Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar);
tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia.
9.
Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan intranuklear tipikal dan
keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges, 1999).
Pemeriksaan Radiologi
1.
Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses
luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial);
atau penyebaran/perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada
mungkin bersih.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada penyakit yang ringan, mungkin virus tidak perlu antibiotic. Pada penderita yang rawat
inap (penyakit berat) harus segera diberi antibiotic. Pemilihan jenis antibiotic didasarkan atas umur,
keadaan umum penderita dan dugaan kuman penyebab.
1.

Umur 3 bulan-5 tahun, bila toksis mungkin disebabkan oleh Streptokokus pneumonia,
Hemofilus influenza atau Stafilokokus. Pada umumnya tidak dapat diketahui kuman
penyebabnya, maka secara praktis dipakai :
Kombinasi :
Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan
Kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam IV/oral, 4 kali sehari.
Ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan
Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari.
Eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral, 4 kali sehari dan
Kloramfenikol (dosis sda).
7

2.

Umur < 1 bulan, biasanya disebabkan oleh : Streptokokus pneumonia, Stafilokokus atau
Entero bacteriaceae.
Kombinasi :
Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan
Gentamisin 5-7 mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari.
Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan
Kombinasi ini juga diberikan pada anak-anak lebih 3 bulan dengan malnutrisi berat atau
penderita immunocompromized.
3.
Anak-anak > 5 tahun, yang non toksis, biasanya disebabkan oleh :
Streptokokus pneumonia :
Penisilin prokain IM atau
Fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000 KI/kg/24 jam oral, 4 kali sehari atau
Eritromisin (dosis sda) atau
Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari.
Mikoplasma pneumonia : Eritromisin (dosis sda).
Bila kuman penyebab dapat diisolasi atau terjadi efek samping obat (misalnya alergi) atau
hasil pengobatan tidak memuaskan, perlu dilakukan reevaluasi apakah perlu dipilih
antibiotic lain.
Lamanya pemberian antibiotic bergantung pada :
kemajuan klinis penderita dan jenis kuman penyebab
Indikasi rawat inap :
1.
Ada kesukaran napas, toksis.
2.
Sianosis
3.
Umur kurang dari 6 bulan
4.
Adanya penyulit seperti empyema
5.
Diduga infeksi Stafilokokus
6.
Perawatan di rumah kurang baik.
Pengobatan simptomatis :
1.
Zat asam dan uap.
2.
Ekspetoran bila perlu
Fisioterapi :
1. Postural drainase.
2. Fisioterapi dengan menepuk-nepuk.
I.

ASUHAN KEPERAWATAN
I.
Pengkajian
1) Identitas.
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau
tidak dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu daya tahan tubuh yang
menurun akibat KEP, penyakit menahun, trauma pada paru, anesthesia, aspirasi dan
pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
2) Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama

Anak sangat gelisah, batuk produktif, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal,
disertai pernapasan cuping hidung, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai
muntah dan diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas
selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40 C dan kadang
disertai kejang karena demam yang tinggi.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun, seperti
morbili, pertusis, malnutrisi, imunosupresi
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat
menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.
Pengetahuan keluarga dan psikososial
Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit bronchopneumonia
Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit saluran pernafasan.
Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.
Koping keluarga dan tingkat kecemasan.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim hujan
dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan kesehatan dan kebersihan lingkungan yang
kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap
dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
f. Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit
infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang tidak
cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder. Imunisasi yang dianjurkan sesuai dengan
pemberian imunisasi nasional yaitu BCG (pada usia 0-11 bulan), DPT I-III (pada usia 2-11
bulan), polio I-IV (pada usia 2-11 bulan), hepatitis B I-III (pada usia 0-9 bulan), dan campak
(pada usia 9-11 bulan).
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Usia
Tingkat perkembangan
Toleransi / kemampuan memahami tindakan
Koping
Pengalaman berpisah dari keluarga / orang tua
Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya
h. Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
3) Pemeriksaan persistem.
Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
Sistem pernapasan.

Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping
hidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan dada
asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup pada
daerah terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan
anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada orang
tua yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami tentang tujuan
dan cara pemberian makanan/cairan personde.
Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum
memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai berat).
Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anakanak atau malas minum, ubun-ubun cekung.
Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan
Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral hangat,
kulit kering
Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.
1. Diagnosa keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeabronkial,
peningkatan sputum.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan alveolar-kapiler (efek inflamasi)
dan atau hipoventilasi
3) Gangguan pola nafas berhubungan dengan konsolidasi jaringan paru dan penumpukan
cairan dalam alveoli.
4) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih (demam,
berkeringat banyak, nafas mulut / hiperventilasi, muntah)
5) Resty injury / cedera (asidosis respiratorik, ketidak seimbangan elektrolit) berhubungan
dengan hipoventilasi, dehidrasi
2. Rencana keperawatan
Dx
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeabronkhial,
peningkatan produksi sputum
Tujuan : anak bebas dari komplikasi dengan kriteria bunyi nafas dan udara dapat keluar masuk
tanpa hambatan.
10

Kriteria hasil : menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak ada dyspnea, dan
cyanosis.
N
INTERVENSI
RASIONAL
O
1
Instruksikan dan / atau awasi latihan untuk
meningkatkan
pernafasan
pernafasan dan pengendalian pernafasan
diafragmatik yang benar, ekspansi dada,
dan perbaikan mobilitas dinding dada
2

Gunakan tekhnik bermain untuk latihan untuk memperpanjang waktu ekspirasi


bernafas pada anak-anak yang masih dan meningkatkan tekanan ekspirasi
kecil (mis, meniup pluit atau meniup bola
kapas diatas meja)

Ajarkan penggunaan obat yang benar


Ajarkan penggunaan PEFM, nebulizer,
dan inhaler dosis terukur yang benar jika
diindikasikan
Ajarkan
kepada
keluarga
untuk
melakukan perkusi dan drainase postural
dan
menganjurkan
batuk
jika
diindikasikan
Ajarkan latihan fisik
Anjurkan latihan fisik yang memerlukan
ledakan energy singkat (mis, baseball,
lari cepat, ski)

Anjurkan berenang

karena dapt ditoleransi dengan lebih baik


daripada latihan fisik yang memerlukan
ketahanan (mis, sepak bola, lari jarak
jauh)

karena anak dapat menghirup udara


tersaturasi
dengan
lembab,
dan
berekhalasi
dibasah
air
akan
memperpanjang
ekspirasi
dan
meningkatkan tekanan akhir ekspirasi
Batasi aktivitas fisik hanya jika kondisi untuk ekspansi paru maksimal
anak mengharuskannya
Anjurkan postur tubuh yang baik
Bantu anak dan keluarga dalam memilih
aktivita-aktivitas yang sesuai dengan
kemampuan dan minat anak

Dx
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar-kapiler (efek
inflamasi) dan atau hipoventilasi
Tujuan : pasien memperlihatkan fungsi pernafasan normal dan tidak mengalami brokhospasme
11

Kriteria hasil : anak bernafas lebih mudah, tidak mengalami asfiksia, pernafasan anak tidak sulit,
frekuensi dalam batas ormal, anak bias beristirahat dan tidur dengan nyaman, anak tidak mengalami
penurunan saturasi oksigen
N
INTERVENSI
RASIONAL
O
1
Berikan oksigen lembab dengan tenda untuk mempertahankan oksigen yang
oksigen, masker wajah, atau kanula
memuaskan
2

Pantau dengan ketat saturasi okesigen untuk mencegah asfiksia dini atau
dan gas darah melalui oksimetri nadi.
asfiksia yang mengancam

Pantau dengan ketat presentasi oksigen karena kadar yang tinggi dan menekan
yang diberikan
pernafasan

Beri posisi fowler tinggi atau berikan untuk ekspani paru maksimal
overbed table dengan bantal diatasnya
untuk bersandar jika hal tersebut lebih
nyaman bagi anak

Implementasikan berbagai tindakan untuk menurunkan upaya


mengurangi ketakutan / ansietas
konsumsi oksigen

Anjurkan tekhnik relaksasi

pernafasan

dan

untuk
mengurangi
ansietas
dan
mmeningkatkan ekspansi paru
Beri sedative dan obat penenang, jika obat-obat ini dapat mendepresi pernafasi
diresepkan, dengan kecermatan yang dan menyamarkan tanda-tanda anoreksia
tinggi dan jika agitasi tidak disebabkan
oleh anoreksia

Dx
3) Gangguan pola nafas berhubungan dengan konsolidasi jaringan paru dan penumpukan
cairan dalam alveoli.
Tujuan : anak akan mengalami pola nafas efektif
Kriteria hasil : suara nafas bersih dan sama pada kedua sisi paru
Suhu tubuh dalam batas 36,5-37,2 C
Laju nafas dalam rentang normal
Tidak terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi dan diaporesis
N
INTERVENSI
RASIONAL
O
1
Lakukan pengkajian tiap 4 jamterhadap evaluasi dan reassessment terhadap
RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan tindakan yang akan / telah diberikan
nafas.
2
Lakukan fisiotherapi dada secara mengeluarkan sekresi jalan nafas,
terjadwal
mencegah obstruksi
12

Berikan antibiotic dan anntipiretik sesuai pemberantasan kuman sebagai factor


order, kaji keefektifan dan efek samping causa gangguan
(ruam dan diare)

Lakukan pengecekan hitung SDM dan evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi


photo thoraks
oksigen, evaluasi kondisi jaringan paru

Lakukan suction secara bertahap

Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, evaluasi berkala keberhasilan therapy /
setiap 2-4 jam
tindakan tim kesehatan.

membantu pembersihan jalan nafas

Dx
4) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih (demam,
berkeringat banyak, nafas mulut / hiperventilasi, muntah)
Tujuan : pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat
Kriteria hasil : anak memperlihatkan hidrasi yang adekuat
N
INTERVENSI
RASIONAL
O
1
Pertahankan infus iv pada kecepatan yang terapi cairan akan meningkatkan
tepat
pengenceran secret (jalur iv biasanya
merupakan dua pertiga atau tiga
perempat dari terapi rumatan (kecuali
jika
terjadi
dehidrasi)
untuk
meminimalkan risiko edema pulmonal
akibat tekanan inspirasi yang terlalu
tinggi
2

Anjurkan cairan oral


untuk menurunkan resiko aspirasi
Tawarkan cairan jika gawat nafas akut
sudah berkurang

Hindari cairan yang dingin

4
5

karena dapat mencetuskan reflex


bronkospasme
Beri cairan ( dan makanan ) dalam porsi Beri cairan ( dan makanan ) dalam porsi
sedikit tapi sering
sedikit tapi sering
Gunakan tekhnik bermain yang sesuai untuk meningkatkan asupan cairan
dengan usia anak
Ukur asupan dan haluaran cairan, atasi karena
hidrasi
berlebih
dapat
dehidrasi secara perlahan
meningkatkan
akumulasi
cairan
pulmonal
interstitial,
yang
akan
menyebabkan peningkatan obstruksi
13

jalan nafas

Dx
5) Risiko cedera / injury (asidosis respiratorik, ketidak seimbanagn elektrolit) berhubungan
dengan hipoventilasi, dehidrasi
Tujuan : pasien tidak mengalami asdosis, elektrolir serum normal
Kriteria hasil : anak tidak menunjukkan tanda-tanda asidosis metabolic, anak menunjukkan
elektrolit serum normal.
N
INTERVENSI
RASIONAL
O
Pantau ketat pH darah
karena pH kurang dari 7,25 akan
mengganggu aliran darah sistemik, paru
dan koronaria, selain pH normal akan
meningkatkan efek bronkhodilator
Beri natrium bikarbonat sesuai instruksi
untuk mencegah atau mengatasi asidosis
Pertahankan infus IV
untuk pemberian obat-obat darurat untuk
mencegah dehidrasi
Cegah muntah dan dehidrasi
awalnya anak akan mengalami alkalosis,
namun jika muntah semakin parah atau
tidak terkendali, dapat menyebabkan
asidosi
Implementasikan
tindakan-tindakan karena hipoventilasi dapat menyebabkan
untuk memperbaiki ventilasi
akumulasi karbon dioksida, yang akan
menurunkan pH
Pantau ketat elektrolit serum
karena dehidrasi dan obat dapat
mengubah elektroolit serum normal
Cegah dehidrasi dan muntah
karena
dapat
menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit

14

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa Bronkopneumonia adalah
radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya
bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.
Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut
pada bronchus (bronchopneumonia). Dalam pelaksanaan program P2 ISPA semua bentuk
pneumonia (baik pneumonia maupun bronchopneumonia) disebut Pneumonia.
Etiologi terjadinya bronchopneumonia diantaranya adalah bakteri, virus, jamur dan faktor
lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan tubuh yang menurun
misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang
tidak sempurna.
Pneumonia diharapkan akan sembuh setelah terapi 2-3 minggu. Bila lebih lama perlu
dicurigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non bakteri seperti oleh jamur,
mikrobakterium atau parasit.
Bila tidak ditangani secara tepat akan mengakibatkan OMA, atelectasis, efusi pleura,
emfisema, abses paru, meningitis, abses otak, endocarditis, dan osteomyelitis.
Pada penyakit yang ringan, mungkin virus tidak perlu antibiotic. Pada penderita yang rawat
inap (penyakit berat) harus segera diberi antibiotic. Pemilihan jenis antibiotic didasarkan atas umur,
keadaan umum penderita dan dugaan kuman penyebab.
Pemeriksaan yang dilakukan selain pengkajian secara spesifik dimulai dari riwayat
keperawatan yang didalamnya terdapat keluhan utama, riwayat penyakiit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwwayat kesehatan keluarga, riwayat kesehatan lingkungan, imunisasi, riwayat
tumbang, nutrisi dan pemeriksaan persistem.
Diagnose keperawatan yang mungkin timbul pada anak dengan bronchopneumonia adaalh
bersihan jalan nafas tidak efektif, gangguan pertukaran gas, gangguan pola nafas, resty injury dan
resti kekurangan volume cairan tubuh
B. SARAN
Untuk menjadikan askep ini menjadi askep yang sempurna maka diperlukan saran-saran
a. Lebih memahami tentang penyakit bronchopneumonia dalam meningkatkan pelayanan asuhan
keperawatan
b. Mamapu dan mau mempelajari penyakit bronchopneumonia untuk menambah pengetahuan
dibidang ilmu keperawatan khususnya dan dibidang pelayanan pada umumnya
15

Demikian saran dari kami, semoga bermanfaat untuk kita semua

16

Anda mungkin juga menyukai