Anda di halaman 1dari 7

DISENTRI BASILER

A. Definisi
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron (usus), yang
berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala buang air besar dengan
tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar dengan tinja bercampur
lendir (mucus) dan nyeri saat buang air besar (tenesmus).
Disentri basiler merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit
perut dan buang air besar yang encer secara terus menerus (diare) yang bercampur lendir dan
darah.
Disentri basiler merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yangmenyebabkan
tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yangdisebut sebagai sindroma
disentri, yakni:
1. Sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus,
2. Berak-berak, dan
3. Tinja mengandung darah dan lendir.
Manusia merupakan host dan reservoir utama. Penularannya lewat kontaminasi tinja
ke makanan dan minuman, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal, atau lewat
hubungan seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek, penduduk yang padat dan
kurangnya sanitasi individual mempermudah penularannya.
B. Etiologi (bakteri Shigella sp.)
Shigella sp. bacterium and blood cell

Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella, sp.


Shigella adalah basil non motil, gram negatif,
family enterobacteriaceae. Ada 4 spesies
Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri,
S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O
dari shigella. S.sonnei adalah satu-satunya
yang mempunyai serotipe tunggal. Karena
kekebalan tubuh yang didapat bersifat serotipe
spesifik, maka seseorang dapat terinfeksi
beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki kemampuan menginvasi sel epitel
intestinal dan menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-103 organisme. Penyakit ini kadang1 | Page

kadang bersif atringan dan kadang-kadang berat. Suatu keadaan lingkungan yang jelek akan
menyebabkan mudahnya penularan penyakit. Secara klinis mempunyai tanda-tanda berupa
diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus.
Patogenesis dan Patofisiologi
Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaanyang
ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, disertai eksudat inflamasi
yang mengandung leukosit polym or fonuclear (PMN) dan darah.
Kuman Shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka dapat
melewati barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui air, makanan, dan lalat yang
tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati lambung dan usus halus, kuman ini
menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak didalamnya.
Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileum terminalis
dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerah sigmoid, sedang pada ilium
hanya hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal ditemukan mukosa usus hiperemik, lebam
dan tebal, nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk
ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada selaput lendir lipatan transversum didapatkan
ulkus yang dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus
bergaung.
S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain: ShET1,
ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik,dan neurotoksik.
Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor virulensehingga kuman lebih mampu
menginvasi sel eptitel mukosa kolon danmenyebabkan kelainan pada selaput lendir yang
mempunyai warna hijau yangkhas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang
tebalnya sampai 1,5cm sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus
mengecil.Dapat terjadi perlekatan dengan peritoneum.(6)
C. Gejala Klinis
Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 harisampai 4
minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare disertai demam yang
mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih mengandung darah dan lendir,
tenesmus, dan nafsu makan menurun.

2 | Page

Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampaiyang berat.
Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran tinja sehingga
mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya
disebabkan oleh S. dysentriae. Gejalanya timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat,
berak-berak seperti air dengan lendir dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal,
cepat terjadi dehidrasi, renjatan septik dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong.
Akibatnya timbul rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi.
Muka menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah meningkat
(hemokonsentrasi). Kadang-kadang gejalanya tidak khas, dapat berupa seperti gejala kolera
atau keracunan makanan.
Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan koma
uremik. Angka kematian bergantung pada keadaan dan tindakan pengobatan. Angka ini
bertambah pada keadaan malnutrisi dan keadaan darurat misalnya kelaparan. Perkembangan
penyakit ini selanjutnya dapat membaik secara perlahan-lahan tetapi memerlukan waktu
penyembuhan yang lama.
Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja biasanya lebih
berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir. Sedangkan pada kasus yang
ringan, keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan. Berbeda dengan kasus yang menahun,
terdapat serangan seperti kasus akut secara menahun. Kejadian ini jarang sekali bila
mendapat pengobatan yang baik.
D. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kumanpenyebab serta biakan hapusan
(rectal swab). Untuk menemukan carrier diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang seksama
dan teliti karena basil shigela mudah mati . Untuk itu diperlukan tinja yang baru. Polymerase
Chain Reaction (PCR). Pemeriksaan ini spesifik dan sensitif, tetapi belum dipakai secara
luas.
Enzim immunoassay.
Hal ini dapat mendeteksi toksin di tinja pada sebagian besar penderita yang terinfeksi
S.dysentriae tipe 1 atau toksin yangdihasilkan E.coli. Sigmoidoskopi. Sebelum pemeriksaan
sitologi ini, dilakukan pengerokan daerah sigmoid. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada
stadium lanjut.
3 | Page

Aglutinasi.
Hal ini terjadi karena aglutinin terbentuk pada hari kedua, maksimum pada hari
keenam. Pada S.dysentriae aglutinasi dinyatakan positif pada pengenceran 1/50 dan pada
S.flexneri aglutinasi antibody sangat kompleks, dan oleh karena adanya banyak strain maka
jarang dipakai.
Gambaran endoskopi.
Memperlihatkan mukosa hemoragik yang
terlepas dan ulserasi. Kadang-kadang tertutup dengan
eksudat. Sebagian besar lesi berada di bagian distal
kolon dan secara progresif berkurang di segmen
proksimal usus besar.
E. Diagnosis
Perlu dicurigai adanya Shigellos is pada pasien
yang datang dengan keluhan nyeri abdomen bawah,
dan diare. Pemeriksaan mikroskopik tinja
menunjukkan adanya eritrosit dan leukosit PMN.
Untuk memastikandiagnosis dilakukan kultur dari
bahan tinja segar atau hapus rektal. Pada fase akut infeksi Shigella, tes serologi tidak
bermanfaat.
Pada disentri subakut gejala klinisnya serupa dengan colitis ulserosa. Perbedaan
utama adalah kultur Shigella yang positif dan perbaikan klinis yang bermakna setelah
pengobatan dengan antibiotic yang adekuat.
Diagnosis Banding
Penyakit ini biasanya timbul secara akut, sering disertai adanya toksemia, tenesmus
akan tetapi sakit biasanya sifatnya umum. Tinja biasanya kecil-kecil, banyak, tak berbau,
alkalis, berlendir, nanah dan berdarah, bila tinja berbentuk dilapisi lendir. Daerah yang
terserang biasanya sigmoid dan dapat juga menyerang ileum. Biasanya daerah yang terserang
akan mengalami hiperemia superfisial ulseratif dan selaput lendir akan menebal.
Eschericiae coli
Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)
Patogenesisnya seperti Shigelosis yaitu melekat dan menginvasi epitel usus sehingga
menyebabkan kematian sel dan respon radang cepat (secara klinis dikenal sebagai kolitis).
4 | Page

Serogroup ini menyebabkan lesi seperti disentri basiller, ulserasi atau perdarahan dan
infiltrasi leukosit polimorfonuklear dengan khas edem mukosa dan submukosa. Manifestasi
klinis berupa demam, toksisitas sistemik, nyeri kejang abdomen, tenesmus, dan diare cair
atau darah.
Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)
Manifestasi klinis dari EHEC dapat menyebabkan penyakit diare sendiri atau dengan
nyeri abdomen. Diare pada mulanya cair tapi beberapa hari menjadi berdarah (colitis
hemoragik). Meskipun gambarannya sama dengan Shigelosis yang membedakan adalah
terjadinya demam yang merupakan manifestasi yang tidak lazim. Beberapa infeksi disertai
dengan sindrom hemolitik uremik.
Komplikasi
Beberapa komplikasi ekstra intestinal disentri basiler terjadi pada pasien yangberada
di negara yang masih berkembang dan seringnya kejadian ini dihubungkan dengan infeksi
S.dysentriae tipe 1 dan S.flexneri pada pasien dengan status gizi buruk. Komplikasi lain
akibat infeksi S.dysentriae tipe 1 adalah haemolyticuremic syndrome (HUS). SHU diduga
akibat adanya penyerapan entero toksinyang diproduksi oleh Shigella. Biasanya HUS ini
timbul pada akhir minggu pertama disentri basiler, yaitu pada saat disentri basiler mulai
membaik. Tanda-tanda HUS dapat berupa oliguria, penurunan hematokrit (sampai 10%
dalam 24jam) dan secara progresif timbul anuria dan gagal ginjal atau anemia berat dengan
gagal jantung. Dapat pula terjadi reaksi leukemoid (leukosit lebih dari50.000/mikro liter),
trombositopenia (30.000-100.000/mikro liter), hiponatremia, hipoglikemia berat bahkan
gejala susunan saraf pusat seperti ensefalopati, perubahan kesadaran dan sikap yang aneh.
Artritis juga dapat terjadi akibat infeksi S.flexneri yang biasanya muncul pada masa
penyembuhan dan mengenai sendi-sendi besar terutama lutut. Hal ini dapat terjadi pada kasus
yang ringan dimana cairan sinovial sendi mengandung leukosit polimorfonuklear.
Penyembuhan dapat sempurna, akan tetapi keluhan artsitis dapat berlangsung selama
berbulan-bulan. Bersamaan dengan artritis dapat pula terjadi iritis atau iridosiklitis.
Sedangkan stenosis terjadi bila ulkus sirkular pada usus menyembuh, bahkan dapat pula
terjadi obstruksi usus, walaupun hal ini jarang terjadi. Neuritis perifer dapat terjadi setelah
serangan S.dysentriae yang toksik namun hal ini jarang sekali terjadi.
Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rectal dan perforasi juga
dapat muncul. Akan tetapi peritonitis karena perforasi jarang terjadi. Kalaupun terjadi
5 | Page

biasanya pada stadium akhir atau setelah serangan berat. Peritonitis dengan perlekatan yang
terbatas mungkin pula terjadi pada beberapa tempat yang mempunyai angka kematian tinggi.
Komplikasi lain yang dapat timbul adalah bisul dan hemoroid.
F. Pengobatan
Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat, mencegah atau
memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat diberikan antibiotika.
Cairan dan elektrolit
Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral. Jika
frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan terjadi dan berat badan penderita
turun. Dalam keadaan ini perlu diberikan cairan melalui infus untuk menggantikan cairan
yang hilang. Akan tetapi jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui
minuman atau pemberian air kaldu atau oralit. Bila penderita berangsur sembuh, susu tanpa
gula mulai dapat diberikan.
Diet
Diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang dari 5 kali/hari, kemudian
diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
Pengobatan spesifik
Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien diobati dengan
antibiotika. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi diteruskan selama
5 hari. Bila tidak ada perbaikan, antibiotika diganti dengan jenis yang lain.
Resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dan tetrasiklin hampir
universal terjadi. Kuman Shigella biasanya resisten terhadap ampisilin, namun apabila
ternyata dalam uji resistensi kuman terhadap ampisilin masih peka, maka masih dapat
digunakan dengan dosis 4 x 500 mg/hari selama 5 hari. Begitu pula dengan trimetoprimsulfametoksazol, dosis yang diberikan 2 x 960 mg/hari selama 3-5 hari. Amoksisilin tidak
dianjurkan dalam pengobatan disentri basiler karena tidak efektif.
Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal fluoro kuinolon seperti
siprofloksasin atau makrolide azithromisin ternyata berhasil baik untuk pengobatan disentri
basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai adalah 2 x 500 mg/hari selama 3 hari sedangkan
azithromisin diberikan 1gram dosis tunggal dan sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari.
Pemberian siprofloksasin merupakan kontra indikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil.

6 | Page

Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman S.dysentriae tipe 1 yang


multiresisten terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik dengan dosis 3 x 1 gram/hari
selama 5 hari. Tidak ada antibiotika yang dianjurkan dalam pengobatan stadium carrier
disentri basiler.
Prognosis
Prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan pengobatan dini
yang tepat serta kepekaan ameba terhadap obat yang diberikan. Pada umumnya prognosis
amebiasis adalah baik terutama pada kasus tanpa komplikasi. Prognosis yang kurang baik
adalah abses otak ameba.
Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila mendapatkan pengobatan
dini. Tetapi pada bentuk yang sedang, biasanya angka kematian rendah; bentuk dysentriae
biasanya berat dan masa penyembuhan lama meskipundalam bentuk yang ringan. Bentuk
flexneri mempunyai angka kematian yang rendah.
Pencegahan
Belum ada rekomendasi pemakaian vaksin untuk Shigella. Penularan disentri basiler
dapat dicegah dan dikurangi dengan kondisi lingkungan dan diri yangbersih seperti
membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang tidak terkontaminasi, penggunaan
jamban yang bersih.

REFERENSI
-

http://id.wikipedia.org/wiki/Disentri_Amuba

http://www.kalbe.co.id/files/cdk.

http://www.emedicine.com/med/topic116.htm.

7 | Page

Anda mungkin juga menyukai