BAB 3
PEMODELAN PROSES PENGUMPANAN
PADA PROSES PENGGILINGAN AWAL
Pada bab 3 ini akan dibahas pemodelan dari sistem produksi yang telah berjalan
dan kemudian disimulasikan kedalam sistem kendali penyusun komposisi raw material
yang akan diumpankan ke dalam peralatan penggilingan material (raw mill). Komposisi
raw material tesebut sangat menentukan kualitas semen yang akan dihasilkan pada akhir
proses pembuatan semen.
Dan untuk mencapai hasil simulasi yang baik kita akan membahas terlebih
dahulu tentang mathematical modeling kemudian dilanjutkan ke conversion into
numeric guna pemudahan saat programming.
44
Limestone
Iron
Ore
Shale
Silica
Apron Feeder
( limestone )
Apron Feeder
( shale )
Dust
( Collector
Fan )
Dust Collector
Limestone
weightfeeder
Iron Ore
Silica
weightfeeder weightfeeder
Shale
weightfeeder
Magnetic
Separator
Ducting
Screw
Conveyor
Metal
Detector
Magnetic
Separator
Belt Conveyor
Chute
Metal
Detector
Rotary Feeder
Belt Conveyor
Chute
Belt Conveyor
Chute
Damper
( lower )
Tripple Gate
Raw
Mill
Damper (
bleed air )
Isolation
Joint (2)
Tipping Valve
Reduce Lube
System
Belt Conveyor
Hydro spring
system
Tipping Valve
Circulating
Lube System
Belt Conveyor
Belt Conveyor
Bucket Elevator
Hydro spring
system
45
Limestone
Iron
Ore
Shale
Silica
Apron Feeder
( limestone )
Apron Feeder
( shale )
Limestone
weightfeeder
Iron Ore
weightfeeder
Silica
weightfeeder
Shale
weightfeeder
Belt Conveyor
Gambar 3.2 diatas menggambarkan ruang lingkup yang lebih sederhana daripada
proses pengumpanan material yang nantinya akan dipelajari terlebih dahulu, baru
kemudian disimulasikan.
46
Limestone
Shale
Qi L
Q L = (Q iL Q oL )
Silica
QoL = c L mL
mL
Qi Si
Qi S
QS = (QiS QoS )
Iron Ore
QoS = c S mS
QI = (QiI QoI )
QoI = cI mI
QoSi = c Si mSi
mSi
mS
Qi I
mI
Qo Total = Qo L + Qo S + Qo
Si + Qo I
m
Raw Mill
47
48
3.1.2 Diagram blok system
Sehingga dalam garis besar akan terlihat seperti gambar gambar 3.4 Blok
Diagram Proses Produksi (Pengumpanan Material) berikut
Target Produksi
Qi LS
LS
rpm setpoint
PID + Motor
rpm actual
Qo LS
Q LS
Qi Sh
Sh
rpm setpoint
LSF
SM
AM
PID + Motor
rpm actual
Qo Sh
Raw Mix
Design
Q Sh
Qi Si
Si
rpm setpoint
PID + Motor
rpm actual
Qo Si
Hasil
Produksi
Q Si
Qi Fe
Fe
rpm setpoint
PID + Motor
rpm actual
Qo Fe
Q Fe
Komposisi
Material
LS, SH, Si,
Fe
Dari gambar 3.4 diatas dapat dilihat bahwa ketiga parameter LSF, SM dan
AM mula-mula diset sebagai input. Begitu juga dengan target produksi (output
keluaran set point). Sedangkan untuk komposisi campuran dalam masing-masing
material(pada software tampak sebagai matriks 4x4) tidak diset lagi. Nilai-nilai
komposisi campuran pada masing-masing material merupakan nilai pasti dari hasil
percobaan lab (walaupun pada simulasinya dapat diubah tetapi tidak disarankan).
Setelah LSF,AM,SM , Target produksi dan komposisi campuran pada masingmasing material telah dimasukkan maka diproses melalui perhitungan matematika
pada raw mix design. Dimana didalamnya dihasilkan output keluaran setting point
49
dan kecepatan motor untuk masing-masing material. Pada perhitungan tersebut juga
menghasilkan kecepatan motor aktual yang belum disesuaikan dengan kecepatan
motor setting pointnya. Untuk itu tegangan input perlu diatur-atur supaya kecepatan
motor aktual nilainya mendekati kecepatan motor setting point. Maka nilai kecepatan
motor aktual yang belum dimanipulasi dimasukkan ke PID controller guna
menghasilkan tegangan input yang sesuai berdasarkan nilai error yang didapatkan
antara kecepatan motor aktual sebelumnya dan kecepatan motor setting point.
Setelah itu didapatkan nilai kecepatan motor aktual yang telah semakin mendekati
kecepatan putaran motor setting pointnya. Maka langkah berikutnya adalah
mendapatkan debit keluaran aktual untuk masing-masing material. Debit keluaran
aktual untuk keempat material diperoleh dari konversi kecepatan putaran motor
masing-masing material. Setelah diketahui keluaran aktual masing-masing material,
maka dapat diketahui kapasitas bin untuk masing-masing material dengan mencari
selisih antara debit material input dengan debit keluaran aktual material. Setelah
didapatkan semua maka dapat diketahui hasil akhir produksi, dimana didapatkan
dengan penjumlahan keluaran output aktual masing-masing material.
50
LSF =
CaO
2,8SiO2 + 1,65 Al 2 O3 + 0,35Fe2 O3
AM =
Al 2 O3
Fe2 O3
SM =
SiO2
Al 2 O3 + Fe2 O3
51
Target Produksi
LS
Sh
LSF
SM
AM
Raw Mix
Design
Si
Fe
Komposisi
Material
LS, SH, Si,
Fe
52
Total = C + S + A + F =
%
C=
19,72
100% = 65,255%
30,22
S=
7,5
100% = 24,818%
30,22
A=
2
100% = 6,618%
30,22
F=
1
100% = 3,309%
30,22
Total
= 100%
Dari persentase keempat campuran ini maka dapat diperoleh juga persentase
tiap material. Hubungan antara % material dengan % campuran yaitu:
% 65,255 C LS
% 24,818 S
= LS
% 6,618 A LS
% 3,309 FLS
C SH
C Si
SSH
SSi
A SH
FSH
A Si
FSi
C Fe % L S
S Fe % S H
.
A Fe % Si
FFe % Fe
A 1 X = A 1 A Y
A 1 D = I. . Y
Y = A 1 X
Untuk invers dapat digunakan beberapa metode. Metode yang digunakan di
dalam pembahasan ini adalah metode adjoint.
A 1 =
1
adjo int A
det A
53
Adjoint A = (kofaktor A)T
Jika dilakukan dengan matriks diatas maka:
K11 = -1
1+1
Ssh
. det Ash
Fsh
1+2
K12 = -1
1+3
K13 = -1
1+4
K14 = -1
2+1
K21 = -1
2+2
K22 = -1
2+3
K23=-1
Sls
. det As
Fls
Sls
. det As
Fls
Sls
. det As
Fls
Ssi
Asi
Fsi
Ssi
Asi
Fsi
Ssh
Ash
Fsh
Ssh
Ash
Fsh
Sfe
Afe
Ffe
Sfe
Afe
Ffe
Sfe
Afe
Ffe
Ssi
Asi
Fsi
54
Csh Csi Cfe
K31 = -13+1 . det Ssh Ssi Sfe
Fsh Fsi Ffe
3+2
K32 = -1
3+3
K33 = -1
3+4
K34 = -1
4+1
K41 = -1
4+2
K42 = -1
4+3
K43 = -1
4+4
K44 =1
55
Ssh
Determinan A = Cls * det Ash
Fsh
Asi
Fsi
Sls
* det As
Fls
Sls
As
Fls
Ssh
Ash
Fsh
% L S C LS
% S S
H
= LS
% Si A LS
% Fe FLS
Sfe
Afe - C4 * det
Ffe
C SH
SSH
A SH
FSH
C Si
SSi
A Si
FSi
Ssi
C Fe
S Fe
A Fe
FFe
Sfe
Sls
Afe - C2 * det As
Fls
Ffe
Ssh
Ash
Fsh
Ssi
Asi
Fsi
Sfe
Afe +C3
Ffe
Ssi
Asi
Fsi
% 65,255
% 24,818
% 6,618
% 3,309
56
PID + Motor
rpm actual
Qo LS
Q LS
Qi Sh
Sh
rpm setpoint
PID + Motor
rpm actual
Qo Sh
Q Sh
Qi Si
Si
rpm setpoint
PID + Motor
rpm actual
Qo Si
Hasil
Produksi
Q Si
Qi Fe
Fe
rpm setpoint
PID + Motor
rpm actual
Qo Fe
Q Fe
57
Jika mempunyai sebuah fungsi transfer, maka dapat dikonversi ke bentuk
persamaan keadaan ruang ( state space). Konversi ini bertujuan untuk melihat
hubungan kecepatan motor saat ini dan berikutnya. Konversi ini nantinya
memperlihatkan hubungan rumus kecepatan motor yang masih baku
sehingga persamaan keadaan ruang sistem motor yang kita gunakan.
Walaupun dapat melihat hubungan kecepatan motor saat ini & setelahnya,
namun terasa kurang jika suatu sistem tidak dapat diketahui keadaannya pada
suatu nilai waktu. Untuk itu diperlukan suatu konversi yang dapat
menghubungkan sistem kita dengan interval waktu. Untuk itu digunakan
metode Runge kutta. Pada pembahasan ini metode Runge kutta yang
digunakan adalah orde 4.
yi + 1 = yi +
h
(k1 + 2k 2 + 2k 3 + k 4)
6
58
t
u (t) = K p e (t) + K i e ( ) d + K d
0
de
dt
diinginkan dan E (s) merupakan hasil transformasi laplace dari nilai error
Dimana persamaan umumnya adalah
& (s) - X (s)
E (s) = X
Maka jika G (s) adalah persamaan bentuk PID controller yang linear maka
persamaan umumnya adalah sebagai berikut
G ( s ) = c(k p + k d s + k i / s )
Diasumsikan H (s) adalah persamaan bentuk yang diinginkan, dimana m
adalah penguatan dc nya dan merupakan konstanta waktu. Maka bentuk
persamaan motornya adalah sebagai berikut
H ( s) =
m
1 + .s
e(n)
-
PI Controller
k
kP + I
s
x`(n)
u(n)
Actuator
c
p(t)
DC motor
m
1 + s
State Estimator
1
Gambar 3.7 Blok diagram sistem kontrol linear dalam domain frekuensi
f(t)
59
Secara teoritis kita dapat memilih konstanta kontroller, Kp Ki dan Kd, yang
dapat menghasilkan respon sistem yang diinginkan. Kenyataannya sulit untuk
mencari nilai c, m dan . Jika beban ditambahkan kedalam motor, kemudian
m dan akan berubah.
Sebagai contoh :
u (t) = p (t) + i (t) + d (t)
Dengan menggunakan konstanta proporsional dapat menghasilkan kontrol
sistem yang memberi lebih banyak energi kedalam plant saat error tinggi.
p (t) = K p e (t)
Persamaan diatas dapat disederhanakan dalam waktu discrete
p (n) = K p e (n)
dimana n merupakan input waktu discrete untuk input waktu e (n) dan
output p (n)
Penting : dalam pemrosesan signal digital , sistem kontrol dapat
dijalankan secara reguler maupun secara periodik.
Error : Jika nilai sampling bervariasi, maka dapat memunculkan nillai
error.
Nilai integral membuat ouput actuator berhubungan dengan integral errornya.
Penggunaan kompensasi integral bisa meningkatkan nilai steady state error
terhadap sistem kontrol. Jika nilai error yang diakumulasi kecil untuk waktu
yang lama, maka nilai kompensasinya bisa besar. Dimana persamaan
kompensasi integralnya sebagai berikut :
60
t
i (t) = K i e ( )d
0
de
dt
d(n) - e(n - 1)
t
61
Nilai Ki biasanya kecil. Kompesator ini bertujuan untuk meningkatkan
akurasi dari kontroller dalam mencapai keadaan steady state tanpa
mempengaruhi kecepatan respon waktu.
Langkah terakhir adalah mengatur nilai kompensasi derivative (KD).
Nilai KD biasanya juga kecil. Kompensasi derivative ini berfungsi untuk
mengurangi overshoot atau undershoot pada step response.
Tabel 3.1 Hubungan Kp, Ki, Kd dalam mengkompensasi sinyal.
Kp
Ki
Kd
Rise Time
decrease
decrease
-
Over Shoot
increase
increase
decrease
Settling time
increase
decrease
Error
Decrease
Eliminate
-
62
Namun hubungan seperti ini tidak dapat langsung digunakan dalam simulasi.
Hubungan integral ini harus di ubah ke dalam bentuk numerik terlebih
dahulu.
d
d
Q = (Qi Qo )dt
dt
dt
Q = (Qi Qo )
[
1
1
]
Q
=
Qo
b1 = 1
b2 = -1
u1 = Qi
u2 = Qo
Maka bentuk state space diatas dapat di konversi dengan metoda runge kutta
orde 4 seperti berikut:
k1 = f1(u1,u2) = (b1 u1)+ (b2 u2) = Qi Qo
k2 = f2(u1,u2) = (b1 u1)+ (b2 u2) = Qi Qo
k3 = f3(u1,u2) = (b1 u1)+ (b2 u2) = Qi Qo
k4 = f4(u1,u2) = (b1 u1)+ (b2 u2) = Qi Qo
maka dapat dilihat kalau k1 = k2 =k3 =k4. Hal ini terjadi karena matrik
sistem pada state spacenya bernilai nol semua sehingga di dalam proses
runge kutta nya proses perhitungan yang berkaitan dengan matriks sistemnya
dapat dihilangkan, dalam hal ini adalah Q nya sendiri.
63
Jika k1 = k2 = k3 =k4 = Qi-Qo = k maka perhitungan runge kuttanya adalah
sebagai berikut:
h
(k1 + 2k 2 + 2k 3 + k 4)
6
h
Q = Q + (k + 2k + 2k + k )
6
Q=Q+
Q = Q + hk
Q = Q + h(Qi Qo )
Maka terlihat jelas hubungan kapasitas bin berikutnya adalah nilai kapasitas
bin saat ini dijumlahkan dengan interval waktu yang dikalikan dengan selisih
antara kapasitas material yang masuk dan kapasitas material yang keluar dari
bin.
Perhitungan terhadap kapasitas bin ini dilakukan terus menerus. Dengan
mengetahui kapasitas ini, maka dapat dibatasi kapasitas bin. Hal ini
dilakukan di dalam simulasi dengan mengatur nilai Qi nya masing-masing.
Misalnya saja jika kapasitas bin yang diinginkan tidak lebih dari 200 ton/jam
dan tidak kurang dari 100 ton/jam, maka yang diatur-atur adalah input
materialnya. Jika kapasitas material di dalam bin yang terhitung untuk
berikutnya adalah 200ton/jam atau lebih, maka Qi di set off atau bernilai nol
sampai terhitung kapasitas bin untuk berikutnya 100ton/jam atau kurang,
maka Qi di set on sampai kapasitas material berikutnya di dalam bin
terhitung 200ton/jam atau lebih. Hal ini berlangsung terus menerus.
64
3.2 Flow Chart
INISIALISASI
SISTEM
Input:
SM, LSF, AM, Set point output,
K motor, batas kapasitas min
Dan max masing-masing
material pada bin,
Kadar campuran pada material,
Karakteristik masing-masing
motor
D
A
65
Timer
Active
Input berubah?
No
Stop
Simulation?
Yes
End
66
Timer Active
Deklarasi
variabel
PID Controller
67
Kapasitas >=
max?
Yes
No
Kapasitas >=
max?
Yes
No
Return