Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Spiritualitas Tr
adisionalisme
Tradisionalisme
Vis A Vis Nalar Modernisme
Oleh Yusuf Suyono*
Kata Kunci: zamkaniy, empiris, perenialisme, filsafat
Pendahuluan
Garis besarnya, pembagian era sejarah kebudayaan Islam yang sudah
lazim dimaklumi ada tiga, yaitu era klasik (sejak era Rasulullah sampai
dengan abad tiga belas tepatnya tahun 1258 M ditandai dengan
pencaplokan Baghdad oleh Hulaku), era pertengahan sejak tahun itu
sampai tahun seribu delapan ratusan, dan era modern yaitu sejak tahuntahun delapan ratusan sampai dengan sekarang. Dilihat dari klasifikasi
tersebut, maka dunia Islam sekarang ini termasuk dunia pemikirannya
ada di era modern. Suka atau tidak, lazimnya sikap dunia Islam termasuk
para pemikir Muslim secara realistis- harus menerima modernitas yang
menjadi ruh era modern. Apakah jalan pikiran sederhana itu menemukan
muara jawaban positifnya?. Jawaban terhadap pertanyaan sederhana
tersebut ternyata tidak, karena ada tipe pemikir Muslim yang selalu
berdiri dengan sikap pasang kuda-kuda terhadap modernisme, Seyyed
Hossein Nasr untuk menyebut salah satu contohnya.
Menurut Osman Bakar pakar filsafat Islam dari Malaysia- trend
filsafat Islam kontemporer terbagi menjadi tiga kelompok. Pertama , filsafat
Tradisionalisme
Diskursus tradisionalisme di tulisan ini adalah tradsionalisme ala
Seyyed Hossein Nasr dimana dia adalah advokatnya yang paling
menonjol. Tradisi menurut Nasr- berarti al-Dn dalam pengertian seluasluasnya, yang mencakup semua aspek agama dan cabang-cabangnya; bisa
juga disebut al-Sunnah yaitu apa yang sudah menjadi tradisi sebagaimana
dipahami secara umum kata-kata tersebut; bisa juga diartikan al-Silsilah
yaitu rantai yang mengkaitkan setiap periode, episode atau tahap
kehidupan dan pemikiran di dunia tradisional kepada Sumber,
sebagaimana tampak pada Sufisme. Oleh karena itu, tradisi mirip sebuah
244
245
Dari kutipan itu bisa dilihat bahwa kata sains dari kata Inggris berbeda
dengan sains dalam pengertian tradisionalnya, yakni ketidak
berubahan,permanensi dan pengetahuan tentang tatanan prinsip dan
metapisikal. Disamping itu ada cirri-ciri lain and ilmu tradisional antara
lain adalah sakralitas, satu hal yang tidak dimiliki oleh sains modern.
246
247
248
Post-Modernisme (Post-Modernism)
Yang disebut Post-Modernisme di Barat adalah dalam pengertian
perceraian, pemutusan dengan Modernisme. Itu menurut Nasr- sebagai
pemecahan masalah dari bawah bukan dari atas. Yang ditentang kaum
tradisionalis di antaranya Nasr bukan seperti yang dipahami Barat.
Modernisme bukan hanya hidup dengan gaya, atau cara kontemporer.
Yang dimaksud modernisme atau moerna (dalam sebagian bahasa Eropa)
249
250
251
252
253
254
255
256
Penutup
Dalam menghadapi penetrasi budaya Barat, para tokoh pemikir
Muslim di Dunia Islam, selain dua tipe tersebut, terbagi lagi kepada tipetipe lain seperti tipe mellenialis, fundamentalis, serta transformatif. Semua
tipe pemikir tersebut, hanya berbeda metodologinya tetapi sama tujuannya
yaitu bahwa Islam sebagai agama terakhir adalah bersifat zamkaniy yakni
shalih likulli zaman wa makan. Memang kadar kental tidaknya
kedekatannya dengan budaya Barat serta fanatik tidaknya meyakini
kesempurnaan Islam sebagai way of life itulah yang membedakan masingmasing tipe tersebut.
Apapun usaha Nasr dengan spiritualitas tradisionalismenya akan
menimbulkan pro-kontra sehubungan dengan tantangan Barat yang
semakin kompleks. Sedemikian rupa sehingga sebagian ada yang
memujinya dan sebagian yang lain mengkritiknya. Hendrik N. Vroom
memujinya sebagai pre-eminent Islamic thinkers in Iran dan satu-satunya
pemikir Muslim kontemporer yang dijadikan referensi dalam bahasannya
tentang konsep kebenaran dalam tradisi Islam.37 Sementara Ziauddin
Sardar dalam karyanya Exploration in Islamic Science menyebutnya sebagai
Nowhere man.38 Sedangkan Pervez Hoodbhoy dalam bukunya Islamic and
Science : Religious Ortodoxy and the Battle for Rationality menyebutnya
sebagai the most influential and also the most sophistecated and Articulate.39[]
Catatan Akhir:
*
257
258
Ibid.
Ibid., h. 287
28
Seyyed Hossein Nasr, Islam Dan Nestapa Dunia Modern (Bandung:
Penerbit Pustaka, 1983), h. 9-10
29
Ibid., h. 79
30
Ibid., h. 217-9
31
Ibid., h.227
32
Seyyed Hossein Nasr, The Cosmos and the Natural Order, dalam
Seyyed Hossein Nasr (ed.), Islamic Spirituality (New York: The Crossroad
Publishing Company, 1987 ), h. 348
33
Seyyed Hossein, Islan Dan.., op.cit., h. 350
34
A. luthfi Asysyaukani, Tipologi Dan Wacana Pemikiran Kontemporer
(Jakarta: Paramadina, Vol. 1, No. 1, 1988), h. 58. Menurutnya, istilah
kontemporer dibedakan dengan modern. Yang pertama menunjuk pada
era sekarang atau yang berlaku kini dan merupakan kelanjutan
modernitas serta pada saat yang sama adalah modernitas itu sendiri;
sementara yang kedua menunjuk pada era modernisasi secara umum yang
menurut sejarahnya pemikiran modern dimulai tahun 1798 sampai
sekarang. Dengan demikian, tidaklah mengherankan apabila pemikiran
Arab abad 19 dimasukkan ke dalamnya.
35
John Obert Voll, Islam : Continuity And Change in the Modern World
(England: Longman Group, 1982), h. 97
36
Ibid., h. 224
37
Hendrik M. Vroom, Religious and the Truth., op. cit., h. 285
38
Ziauddin Sardar, Explorations in Islamic Science (London and New
York: Mansell Publishing Limited, 1989), h. 114
39
Pervez Hoodbhoy, Islam and Science : Religious orthodoxy and the Battle
for Rationality ( Malaysia: National library, 1992 ), h. 69
27
DAFTAR PUSTAKA
A. Luthfi Asysyaukani, Tipologi Dan Wacana Pemikiran Kontemporer,
Jakarta: Paramadina, Vol. 1, No. 1, Th. 1988.
Hendrik M. Vroom, Religious And the Truth : Philosophical Reflections and
Perspectives, Michigan : William B. Eerdmans Publishing Company.
259
260