Anda di halaman 1dari 14

EPIDEMIOLOGI DAN DIAGNOSIS EPILEPSI

Dr Noerjanto, SpS(K)
EPIDEMIOLOGI
Pengetahuan mengenai perkembangan statistik epilepsi pada suatu populasi
merupakan kunci untuk menilai keberhasilan atau kegagalan didalam upaya program
pencegahan dan pengobatan.JNNP-Cockerel
Insidensi
Insidensi suatu penyakit adalah angka yang menunjukkan kasus baru yang
terjadi dalam suatu populasi. Pada penyakit kronik dengan fatalitas rendah, angka
prefalensi akan lebih tinggi dibanding angka insidensi.

Penelitian luas terhadap

insidensi epilepsi menunjukkan adanya rentang variasi yang lebar yakni 11 - 134 /
100.000 populasi. Meski terdapat beberapa perbedaan geografi, namun tampaknya
variasi angka tersebut lebih disebabkan oleh perbedaan studi metodologi yang
digunakan. Juga adanya sistem klasifikasi yang berbeda dan identifikasi kasus yang
tidak adekuat. (cuurent concept)
Penelitian mengenai insidensi epilepsi terhadap penduduk di Rochester
Minnesota AS dari tahun 1935 1984 mendapatkan angka 44 / 100.000 penduduk,
dimana pria lebih banyak dibanding wanita secara signifikan, juga insidensi epilepsi
lebih tinggi terjadi pada usia anak-anak dan usia lanjut.

Penyakit serebrovaskular

didapatkan sebagai penyebab terbanyak yang menduhului (11%), disusul defisit


neurologis sejak lahir, retardasi mental dan / atau cerebral palsy (8%).HAUSER
Dari penelitian tersebut juga didapatkan bahwa insidensi serangan oleh karena
traumatic brain injury tertinggi terjadi pada 1 tahun pertama. Angka insiden tersebut
rendah pada kasus cedera ringan (0,3/1000 per tahun), namun tinggi (10/1000 per
tahun) pada cedera berat. SINGER
Meski data sebelumnya menyebutkan bahwa insidensi tertinggi epilepsi
diantara pasien dibawah usia 65 tahun terdapat pada anak-anak, namun bukti kuat
terakhir tampaknya mengkonfirmasi kecenderungan

insidensi spesifik-umur pada

epilepsi dimana penurunan insidensi terjadi pada kelompok anak-anak dan


peningkatan bergeser ke usia lebih tua.EVERIT-EDITORIAL
Prevalensi
Seperti halnya insidensi, angka prevalensi epilepsi dari berbagai penelitian
berkisar 1,531/1000 penduduk.

Estimasi prevalensi seumur hidup dari epilepsi (pasien yang pernah


mengalami epilepsi dalam suatu saat sepanjang hidupnya) berbeda di berbagai negara.
Di negara Polandia sebesar 9,2/1000 penduduk, Norwegia 4,3/1000 dan di Islandia
5,2/1000 penduduk.
Adapun rata-rata prevalensi epilepsi aktif (serangan dalam 2 tahun sebelumnya) yang dilaporkan oleh banyak studi di seluruh dunia berkisar 4-6 /1000.
Dalam studi selama 10 tahun terhadap 6.000 populasi di Inggris menunjukkan
bahwa prevalensi seumur hidup seluruh pasien dengan 1 atau lebih serangan afebril
20,3 /1000 pada tahun 1983 menjadi 21 /1000 pada tahun 1993, sedangkan prevalensi
aktif dari 5,3/1000 pada tahun 1983 turun menjadi 4,3 /1000 tahun 1993.
Berapa banyak pasien epilepsi di Indonesia, sampai sekarang belum tersedia
data hasil studi berbasis populasi. Bila dibandingkan dengan negara berkembang lain
dengan tingkat ekonomi sejajar, probabilitas penyandang epilepsi di Indonesia sekitar
0,7 1,0 %, yang berarti berjumlah 1,5 2 juta orang.DEDE

Gambar 1. Angka insiden kumulatif spesifik umur dan prevalensi epilepsi TAYLOR

Prognosis
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa angka risiko kekambuhan
berkisar antara 16-81% setelah mengalami kejang non febris tunggal.

Penelitian

kekambuhan serangan lainnya yang berbasis populasi menunjukkan angka 56-81%.


National General Practice Study of Epilepsy (NGPSE) melalui studi diskriptif
prospektif melaporkan bahwa risiko terhadap kekambuhan setelah serangan mencapai
61% dalam 1 tahun dan 78% dalam 3 tahun berikutnya. SHORVON
Banyak penelitian mendapatkan risiko yang lebih tinggi terhadap kekambuhan
setelah mengalami serangan dengan penyebab yang jelas. Hauser mendapatkan 37%
pasien mengalami serangan kedua setelah trauma kepala, dibandingkan 28% kasus
idiopatik. Pada penelitian selanjutnya didapatkan bahwa pasien dengan kausa tumor
atau stroke mengalami angka kekambuhan 77% setelah 55 tahun dibandingkan 45%
serangan idiopatik.
Beberapa faktor prediksi tingginya angka kekambuhan setelah mengalami
serangan afebril pertama adalah :
Tabel 1. Faktor prediksi kekambuhan
Defisit neurologis sewaktu lahir
Usia < 16 tahun atau > 65 tahun
Serangan parsial
Latar belakang lesi struktural
EEG : 3 Hz spike wave

Studi prospektif yang dilakukan oleh Silampa dkk di Finlandia terhadap 220
anak dengan epilepsi aktif diamana onset terjadi antara 1961-1964 yang kemudian
diikuti hingga tahun 1992 menunjukkan hasil : 44 pasien meninggal dan 176 lainnya
hidup. Diketahui bahwa 39 dari yang meninggal tersebut belum bebas dari serangan,
serta 33 pasien didalamnya mengalami remote effect serangan simtomstis. 112 pasien
(64%) dari yang berhasil hidup mengalami bebas serangan paling sedikit dalam 5
tahun (83 pasien diantaranya tidak menggunakan obat anti epiepsi). Hal ini
merupakan prediktor penting untuk bebas serangan yang menunjukkan waktu respon
pengobatan tercepat dalam 5 tahun serta diagnosis serangan idiopatik. Meskipun
mereka mengalami bebas serangan setelah dewasa namun memiliki risiko yang
meningkat untuk masalah sosial (bekerja, berkeluarga) dan pendidikan. SILANPAA
3

Hubungan antara epilepsi atau serangan dengan stroke telah diamati baik oleh
Olsen maupun Dhanuka melalui penelitian masing-masing.

Dengan penelitian

prospektif terhadap pasien stroke, didapatkan hasil bahwa lesi di kortikal dan jenis
hemoragik mempunyai hubungan positif yang kuat timbulnya serangan. OLSEN, DHANUKA
Tidak satupun dari kasus serangan yang muncul saat awal stroke berkembang menjadi
serangan ulang atau epilepsi, namun 50% serangan yang muncul setelah berselang
lama dari onset stroke berkembang menjadi epilepsi.

Pada penelitian terbaru

didapatkan bahwa serangan yang muncul awal dari onset stroke cukup banyak tapi
tidak berdampak pada out come serta tidak berulang meski tidak diobati dengan anti
epilepsi.DHANUKA
Remisi
Remisi didefinisikan sebagai periode bebas serangan yang dialami oleh
seorang pasien yang sebelumnya mendapatkan lebih dari 1 serangan. Hal ini bisa
bersifat permanen atau sementara.
Faktor-faktor yang mempengaruhi remisi adalah :
-Umur dan jenis kelamin
Mayoritas studi mendapatkan bahwa orang muda mempunyai prediktor
outcome lebih baik, meski hal ini masih perlu konfirmasi. Adapun antara lakilaki dan perempuan banyak studi yang menyatakan tak ada perbedaan
prognosis yang signifikan.
-Jenis serangan
Anak-anak dengan serangan absens mepunyai prognosis yang baik
dengan angka remisi mencapai 90%. Annegers dkk menemukan bahwa angka
remisi epilepsi idiopatik 20 tahun setelah diagnosis, sedikit lebih tinggi pada
pasien dengan serangan tonik klonik dibanding mereka dengan epilepsi parsial
komplek.
-Etiologi
Sebagaimana diketahui bahwa etiologi merupakan prediksi prognosis
yang terpenting. Meski diperkirakan bahwa epilepsi berkaitan dengan
penyebab fokal yang jelas akan memiliki prognosis buruk, namun pendapat ini
masih belum didukung kuat.
Annegers & Shorvon melaporkan out come lebih baik yang signifikan pada
kelompok idiopatik sedangkan kelompok studi multisenter di Italia mendapat

hasil sebaliknya. Studi lain berbasis populasi dari Kent menyatakan bahwa tak
diperoleh perbedaan out come antara epilepsi simtomatik dan idiopatik.
SHORVON

Dalam sebuah studi kohort terhadap pasien di Rochester 10 tahun setelah


diagnosis awal, lebih dari 60% bebas dari serangan hingga 5 tahun. Sekali terjadi
remisi maka kambuh berikutnya jarang. Periode serangan aktif pada rata-rata pasien
pada umur 13 tahun.CHONG TIN TAN
Penghentian Obat
Meski hampir 80% pasien epilepsi yang menggunakan obat anti epilepsi
mengalami remisi, namun hal ini lebih menggambarkan pada jenis epilepsi tertentu
dibandingkan efek manfaat dari pengobatan itu sendiri. SHORVON
Sebuah studi yang baik mengenai efek penghentian obat anti epilepsi terhadap
kekambuhan telah dilakukan oleh Medical Research Council dengan merekrut 1013
pasien yang telah bebas serangan selama 2 tahun. Pasien secara random dipisah dalam
dua kelompok dimana kelompok pertama terus diberi pengobatan sedang kelompok
lainnya dihentikan secara perlahan. Hasil yang menarik didapat bahwa kelompok
yang meneruskan pengobatan masih menunjukkan angka kekambuhan yang
signifikan (22%) setelah 2 tahun. Namun demikian ternyata angka kekambuhan pada
kelompok yang menghentikan pengobatan secara perlahan lebih buruk (41%).
Para peneliti selanjutnya melihat adanya predictive value dari beberapa variabel yang
merupakan indikator risiko yang lebih besar untuk kambuh setelah penghentian obat,
yaitu SHORVON, ALI :
Tabel 2. Faktor prediksi kekambuhan setelah penghentian obat
FAKTOR

RR

Umur > 16 tahun

1,75

Politerapi

1,83

Riwayat serangan setelah memulai pengobatan anti epilepsi

1,56

Riwayat serangan umum tonik klonik

1,56

Serangan mioklonik

1,84

EEG abnormal

1,32

Mortalitas
Epilepsi mungkin dapat menimbulkan kondisi yang mengancam jiwa, dengan
angka kematian 2-3 kali dibanding populasi umum. SHORVON
Kematian pasien dengan kelainan serangan biasanya akibat dari latar belakang
etiologi. Angka kematian tahunan epilepsi pada sebagian besar negara adalah 1 per
100.000 populasi. Penyebabnya antara lain : kecelakaan, bunuh diri, status epileptikus konvulsivus dan apa yang disebut sudden unexpected death in epilepsy
(SUDEP)Chong

Tin tan

Nillson dkk melalui penelitian terhadap SUDEP menemukan

bahwa faktor politerapi, seringnya mengalami perubahan dosis, dan kadar obat
karbamazepin yang tinggi dalam darah merupakan faktor risiko penting. Kaitan kadar
obat karbamazepin yang tinggi dengan SUDEP masih belum jelas, diduga berkaitan
juga dengan aspek lain yang bersamaan muncul pada pasien epilepsi berat. NILLSON
Callanbarch dkk dalam penelitiannya tahun 1988 1992 terhadap anak-anak
berusia 1 bulan 16 tahun yang pernah mengalami serangan ataupun status epilepsi
menunjukkan bahwa anak-anak dengan epilepsi non simtomatik tak memberi indikasi
kenaikan risiko mortalitas dibanding populasi umum. Tidak demikian halnya dengan
anak epilepsi simtomatik dimana risiko mortalitasnya meningkat 20 kali lipat.
CALLANBARCH

GAMBARAN KLNIS
Suatu klasifikasi epilepsi diperlukan untuk mempermudah komunikasi antara
para sarjana yang meneliti masalah epilepsi serta penanggulangan penderita epilepsi.
Sampai sekarang telah banyak klasifikasi dibuat :
-klasifikasi serangan epilepsi, ILAE tahun 1981
-klasifikasi sepilepsi atau sindroma epilepsi, ILAE tahun 1989
-klasifikasi serangan epilepsi disederhanakan, ILAE
-klasifikasi epilepsi bentuk sederhana , WHO
Namun sampai sekarang tidak ada klasifikasi yang dapat meliputi semua aspek
masalah epilepsi seperti misalnya jenis serangan, korelasi dengan kelainan EEG,
daerah otak tempat permulaan lepas muatan epleptis, etiologi dan usia. MAHAR Pada
tahun 2001 diusulkan klasifikasi baru epilepsi atau serangan epilepsi yang mencakup
5 axis.

COURS

Semiologi Seizure Classification merupakan bentuk klasifikasi baru

yang diajukan berkaitan dengan berkembangnya penelitian pasien epilepsi

menggunakan video-EEG seizure monitoring, dan sangat bermanfaat terutama pada


sindrom epilepsi lokal yang memerlukan tindakan operasi.PARRA
Epilepsi adalah suatu pelepasan aktivitas listrik neuron otak secara peiodik dan
berlebih yang mengakibatkan hilangnya kesadaran, timbulnya gerakan involuntar,
fenomena sensorik abnormal, peningkatan aktivitas autonom, dan beberapa gejala
psikis

IRWAN

. Menurut WHO epilepsi adalah keadaan bangkitan akibat disfungsi

sementara sebagian atau seluruh jaringan otak oleh karena cetusan listrik populasi
neuron peka rangsang yang berlebih, yang menimbulkan gambaran motorik, sensorik,
otonom atau psikis yang tiba-tiba serta sesaat. IRWAN
Epilepsi merupakan sebuah gejala dari kelainan neurologi yang mendasari dan
bukan sebuah diagnosis penyakit tersendiri. Gambaran klinis tergantung pada lokasi
anatomi dari fokus epilepsi, penyebab, tipe, kecepatan dan luas penyebaran serangan,
mekanisme neurokimia yang mendasari dan umur serta tingkat maturasi otak.
Diskripsi gambaran klinis epilepsi dapat dibuat menggunakan sebagian dari aspekaspek ini, tetapi akan lebih baik bila menggabungkan kesemuanya. SHORVON
Sebagian besar penderita epilepsi tidak menunjukkan kelainan fisik, serangannya hanya berlangsung sepintas dan muncul begitu saja tanpa dapat diperkirakan
sebelumnya. Serangan epilepsi yang bersifat bukan kejang (non konvulsif) lebih
sulit didiagnosis daripada yang bersifat konvulsif, dan akan lebih sulit lagi bila
disertai perubahan status mental, tingkah laku atau gejala psikiatrik lainnya. HARSONO
Keterangan yang diperlukan untuk mendapat gambaran pada saat serangan
dari pasien epilepsi antara lain :
-

terjadi baru pertama kali atau sudah berulang

disertai kejang atau tidak

kejang bersifat menyeluruh atau sebagian, dan bagaimana bentuknya

lama serangan

kesadaran saat serangan

keadaan sebelum dan sesudah serangan

tempat serangan

Juga perlu ditanyakan apakah ada kejadian yang mendahului seperti : mual, pusing,
gangguan penglihatan, rasa kesemutan, rasa ketakutan, dll.SUMARTOYO
Selanjutnya gambaran klinis dari masing-masing jenis epilepsi akan dijelaskan
pada pembahasan lebih lanjut oleh penulis lainnya.

DIAGNOSIS
Sebenarnya baku emas (gold standard) untuk menegakkan diagnosis epilepsi
adalah bukti klinis. Namun dalam sebagian besar kasus epilepsi dokter tidak
menyaksikan sendiri suatu serangan. Diagnosis terutama dibuat atas dasar gambaran
serangan yang diceriterakan oleh penderita sendiri dan keluarganya atau oleh orang
lain yang pernah melihat serangannya.MAHAR-majalah
Jika ada fasilitas elektroensefalografi (EEG), maka pemeriksaan EEG ini dapat
membantu menegakkan diagnosis. Namun perlu diketahui bahwa EEG yang dibuat
diluar serangan (interictal) jarang dapat menentukan jenis serangan sedangkan dalam
sebagian kasus epilepsi EEG interiktal tidak menunjukkan kelainan. MAHAR

Majalah

Beberapa hal yang perlu diketahui dengan perekaman EEG ini adalah : -hasil rekaman
EEG yang abnormal tidak pasti merujuk pasien menderita epilepsi, -hasil rekaman
EEG yang normal belum menyingkirkan seseorang menyandang epilepsi.
Untuk itu diperlukan suatu perekaman EEG selama dan antara serangan epileptik.
Guna menghasilkan diagnosis yang tepat dibutuhkan suatu alat video EEG di
suatu pusat epilepsi, yang berfungsi memantau korelasi antara serangan klinis dan
kelainan EEG, dimana rekaman EEG dan video dilakukan secara simultan pada
waktu ada serangan.

MAHAR-majalah

Dengan cara ini diharapkan dokter bisa mengamati

secara jelas gambaran serangan, selanjutnya EEG akan memberi konfirmasi


kemungkinan adanya fokus serangan.
ILAE Neuroimaging Commission telah merekomendasikan penggunaan
perangkat neuroimajing struktural bagi pasien epilepsi, yaitu CT scan dan MRI
EPILEPSIA

Tujuan dan alasan pemikiran penggunaan

neuroimajing adalah untuk

identifikasi latar belakang patologis seperti tumor, granuloma, malformasi, vaskular


dan lesi traumatik atau stroke yang membutuhkan pengobatan spesifik; dan untuk
membantu dalam memformulasikan sindroma dan diagnosis etiologi serta memberi
prognosis yang akurat bagi pasien, keluarga serta dokter.EPILEPSIA
Dalam situasi yang akut dimana serangan berkaitan dengan konteks kelainan
neurologi seperti trauma kepala, perdarahan intra kranial, atau ensefalitis penggunaan
CT scan lebih diutamakan.

Namun dalam situasi yang non akut, pemeriksaan

neuroimajing terbaik bagi semua pasien epilepsi adalah dengan MRI, dengan
pengecualian pasien dengan diagnosis definitiv epilepsi idiopatik.
MRI khususnya diindikasikan untuk pasien dengan hal tersebut di bawah ini :
-

Adanya riwayat serangan parsial atau bukti melaui EEG pada semua umur
8

Onset serangan yang tak terklasifikasi atau general pada bayi atau dewasa

Bukti defisit fokal pada pemeriksaan neurologis atau neuropsikologis

Kesulitan dalam mendapatkan serangan yang terkontrol dengan obat anti


epilepsi pilihan pertama

Hilangnya kontrol serangan dengan obat antiepilepsi atau perubahan pola


serangan yang mempunyai implikasi lesi latar belakang progresif.EPILEPSIA

Selain neuroimajing struktural juga masih ada perangkat diagnosis fungsional


yaitu SPECT dan PET. Penggunaan SPECT untuk menunjukkan adanya hipoperfusi
jaringan pada fase interiktal dan terutama saat serangan. Sedangkan PET dapat
mengevaluasi hipo/ hipermetabolisme regional otak, dengan sensisitivitas 100% pada
hipometabolisme regional pasien TLE dengan gambaran lesi struktural pada MRI.
Pada lesi ekstra temporal dengan gembaran bilateral spike pada EEG interiktal oleh
karena terjadinya disfungsi kontralateral hemisfer, PET dapat menunjukkan
hipometabolisme regional sesuai gambaran abnormal pada CT scan dan
MRI.LAXER,RYVLIN
Pada kasus epilepsi yang akan dilakukan tindakan operasi dimana terjadi hasil
yang berlawanan antara klinis dengan pemeriksaan penunjang non invasiv, dapat
dilakukan pemeriksaan EEG invasiv (Ekokortikografi) menggunakan

elektrode

dalam (subdural).
Berikut ini ditampilkan contoh gambar CT scan dan MRI otak pada pasien
epilepsi simtomatik.

Gambar 1. Tumor otak

Gambar 2. Sklerosis hipokampus

Diagnosis Banding
Serangan epileptik harus dibedakan dengan non epileptik yang mempunyai
gejala hampir sama. Bila dikelompokkan dalam 3 bentuk utama serangan maka
diagnosis banding yang perlu dipikirkan adalah SHORVON, DJOENAEDI, WIRAWAN :
1. Serangan parsial sederhana :
-Migrain
-Transient ischemic attacks (TIA)
-Tics
-Mioklonus
-Hemifasial spasme
2. Serangan parsial kompleks :
-Sinkop
-TIA
-Migrain
-Gangguan tidur
-Narkolepsi
-Gangguan metabolik
-Transient global amnesia
3. Serangan tonik klonik dan atonik :
- Sinkop
- Penyakit serebrovaskular
- Migrain arteri basilar
- Narcolepsy
- Serangan psikogenik (hiperventilasi, panik)
Kesimpulan
Angka insidensi dan prevalensi epilepsi di dunia masih beragam karena
perbedaan dalam metode studi dan klasifikasi. Insidensi tertinggi terjadi pada usia
anak-anak dan usia lanjut. Dengan makin berkembangnya pencegahan dan
pengobatan epilepsi, usia penyandang epilepsi makin banyak pada orang tua dalam
nbentuk epilepsi simtomatik.

10

Langkah awal penanggulangan epilepsi terletak pada diagnosis yang tepat.


Diagnosis ditegakkan dengan melihat sendiri bukti klinis saat serangan, atau dengan
melakukan pemeriksaan EEG dan video telemetri di pusat epilepsi. Bila hal ini tak
memungkinkan dilakukan pemeriksaan EEG iktal atau interiktal dengan provokasi.
DAFTAR PUSTAKA
Nillson L, Bergman U, Diwan V, et al. Antiepileptic drug therapy and its management
in sudden unexpected death in epilepsy : a case control study. Epelepsia. 2001. May;
42(5):667-73
Callenbach PM, Westendrop RG, Geerst AT, et al. Mortality risk in children with
epilepsy: the dutch study of epilepsy in childhood. Pediatrics. 2001, June;
107(6):1259-63
Olsen TS. Post-stroke epilepsy. Current atherosclerosis rep. 2001. July;3(4):340-4
Dhanuka AK, Misra UK, Kalita J. Seizures after stroke : a prospective clinical study.
Neurology India. 2001. Mar;49(1):33-6
Hauser WA, Annegers JF, Kurland LT. Incidence of epilepsy and unprovoked seizures
in Rochester Minnesota: 1935-1984. Epelpsia. 1993, May-June;34(3):453-68
Parra J, Augustijn PB, Geerts Y, etal. Classification of epileptic seizures : a
comparison of two systems. Epilepsia. 2001, April;42(4):476-82
Mahar M. Klasifikasi epilepsi. dalam : Epilepsi. BP Undip. Semarang, 1993
Mahar M. Problematika dalam penanggulangan epilepsi : intractable epilepsy.
Epilepsi. 1997, April;2(1):8-16
Djoenaidi W. Diagnosis of seizures and epilepsy syndromes. Epilepsi. 2000,
Desember;5(1):1-17
Hopkins A, Shorvon SD. Definition and epidemiology of epilepsy, in : Hopkins A
etal. Epilepsy. 2nd ed. Chapman & Hall medical. London, 1995: 1-21
Harsono. Jenis-jenis serangan epilepsi yang sulit dikenali. Epilepsi. 1999, Juni;
4(1):1-7
Taylor MP. Managing epilepsy in primary care. Blackwell science ltd. Oxford. 1996
ILAE Neuroimaging Commission. ILAE neuroimaging commission recommendations for neuroimaging of patients with epilepsy. Epilepsia. 1997: 38(suppl.10):1-2

11

Cockerell OC, Shorvon SD. Epilepsy current concepts. Current medical library ltd.
London. 1996
Everitt AD, Sander JW. Incidence of epilepsy is now higher in elderly people than
children. British medical journal. 1998, March;316:780
Silanpa M, Jalava M, Kaleva O, et al. Long-term prognosis of seizures with onset in
childhood. New England Journal of Medicine. 1998, June;338(24):1715-22
Ali RA. Initiating, maintining, combining & stopping of AEDs in : Course on
Epilepsy. Bandung , 2001
Wirawan. Intractable epilepsy dalam : Simposium pengelolaan epiepsi mutakhir,
Pertemuan regional neurologi ke XVI Jateng & DIY. Semarang, 16 Oktober 1999
Laxer KD, Garcia PA, Imaging criteria to identity the epileptic focus. Neurosurg
clinnical north america. 1993; 4: 199-209
Ryvlin P, Philppon B, Cinnoti L, et al. Functional neurimaging strategy in temporal
lobe epilepsy : a comparative study of 18-FDG PET and 99-Tc-HMPAO SPECT. Ann
Neurology. 1992; 31:650-56

-----------------------

12

Berikut ini akan ditampilkan kriteria diagnosis banding beberapa

bentuk

serangan dengan pseudoseizure


Tabel 3. Diagnosis banding
GTCS

CPS

SPS

Abscence

Pseudosizure

Aura

Pendek

Pendek

Pendek

Tidak ada

Mungkin komplek,
lama

Durasi ikatl

1-2 menit

1-2 menit

< 1 menit

< 30 detik

Bervariasi,
lama

Behavior

Sedikit variasi
strereotipi fase
tonik klonik,
perubahan
otonom

Sering
gambaran

Biasanya
abnormal

Biasanya
abnormal

Mungkin
abnormal

Selalu 3/ spike
wave

Biasanya normal

sering

Keadaan
posiktal
EEG iktal
Respon
dengan OAE

Berg dkk melalui studi populasi mencoba mendeskripsikan pola dan hasil
diagnosis imajing pada anak-anak dengan diagnosis epilepsi baru.. BERG

Namun dari banyak studi menunjukkan insidensi tahunan epilepsi adalah 30-60 /
100.000 populasi (0,03-0,06%).
Dua penelitian di Inggris berbasis populasi

berhasil melaporkan bahwa

insidensi epilepsi sebanyak 70/100.000 dan 63/100.000 populasi.

13

Untuk membahas gejala klinis epilepsi perlu kiranya memperhatikan


klasifikasi epilepsi yang terus mengalami perkembangan sesuai kemajuan teknologi.
Klasifikasi ILAE serangan epilepsi tahun 1981 :
Klasifikasi ILAE berdasar sindrom (Tahun 1989) adalah upaya untuk
mengkategorikan epilepsi bertumpu pada usia pasien, etiologi dan tipe serangan, dan
meskipun dengan keterbatasannya memberi framework yang berguna dalam
mendiskripsi gambaran klinik perbedaan tipe epilepsi.SHORVON
Terakhir telah diusulkan suatu skema diagnotik untuk orang dengan serangan
epilepsi atau dengan eplepsi (2001) yang meliputi 5 aksis : M SEINO
-

aksis 1 : fenomena iktal

aksis 2 : tipe serangan (mekanisme patofisiologi & anatomi yang unik)

aksis 3 : sindrom (kondisi epilepsi unik)

aksis 4 : penyakit dengan etiologi spesifik

aksis 5 : derajat ketidakmampuan

14

Anda mungkin juga menyukai